Anda di halaman 1dari 17

Accelerat ing t he world's research.

Iim Imadudin
Jurnal Patanjala

Related papers Download a PDF Pack of t he best relat ed papers 

XI Sejarah Indonesia
Nurul Rahmah

Sejarah Indonesia
Sit i Marwiyah

Buku Sejarah Kelas 11 Semest er 2


Gigih P. Prat omo
“Revolusi dalam Revolusi”: Tentara, Laskar..... (Iim Imadudin) 35

“REVOLUSI DALAM REVOLUSI”:


TENTARA, LASKAR, DAN JAGO
DI WILAYAH KARAWANG 1945-1947
“REVOLUTIONS IN REVOLUTIONS”, SOLDIER, LASKAR (PARAMILITART
TROOPS), AND JAGO (WARIOR) IN KARAWANG AREA IN 1945-1947

Iim Imadudin
Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat
Jln. Cinambo No.136 Ujungberung-Bandung 42094
e-mail: imadudin1975@gmail.com

Naskah Diterima:12 Januari 2018 Naskah Direvisi:18 Februari 2018 Naskah Disetujui: 3 Maret 2018

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengungkap konflik tentara dengan laskar dan jago di wilayah
Karawang. Penelitian ini mempergunakan metode sejarah yang terdiri atas heuristik, kritik,
interpretasi, dan historiografi. Sama seperti halnya di daerah lain, revolusi kemerdekaan di
wilayah Karawang berlangsung dengan sengit. Dinamika perjuangan kemerdekaan di Karawang
terasa lebih keras lagi setelah proklamasi kemerdekaan. Pada masa perjuangan Karawang
merupakan “rumah” bagi tentara dan laskar perjuangan. Banyaknya kelompok laskar dan
kelompok jago yang sering menghadirkan kerusuhan menimbulkan permasalahan tersendiri
sebagaimana digambarkan pada artikel ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik antara
tentara, laskar, dan jago terjadi disebabkan adanya keyakinan yang besar terhadap janji-janji
revolusi, perbedaan ideologis mengenai bagaimana perjuangan harus dimenangkan, faktor
ketidakpercayaan yang mengakibatkan hubungan-hubungan yang tidak harmonis antarfaksi
perjuangan di Karawang.
Kata kunci: revolusi, kemerdekaan, konflik, Karawang.

Abstract
This study aims to reveal the conflict of soldiers with paramilitary troops and warior in
the area of Karawang. This study uses historical methods consisting of heuristics, criticism,
interpretation, and historiography. Just as in other areas, the revolution of independence in the
Karawang was fierce. The dynamics of the struggle for independence in Karawang was even
harder after the proclamation of independence. Karawang is a "home" for the army and the
paramilitary-troops struggle. The large number of paramilitary troops groups and groups of
warior often caused riots that raise their own problems as illustrated in this article. The results
show that the conflict between the army, the paramilitary troops and the warior occurred due to
the great conviction of the promises of the revolution, the ideological differences about how the
struggle should be won. The unbelieving factor resulted an unharmonious relationships between-
fraction struggle in Karawang.
Keywords: revolution, independence, conflict, Karawang

A. PENDAHULUAN yang tidak mampu melepaskan diri dari


Revolusi nasional merupakan rite de cengkraman revolusi mengalami
passage (ritus peralihan). Revolusi secara kekecewaan. Realitas sosial dan politik
formal telah dimenangkan dengan yang dihadapinya semakin jauh
diproklamasikannya kemerdekaan meninggalkan kesadarannya (Majid dan
Indonesia. Akan tetapi, ada pihak-pihak Darmiati, 1999: xiv).
36 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 35 - 50

Realitas sosial dan politik yang antikolonial. Apabila Anton Lucas (1989)
terjadi menimbulkan ketidakpuasan umum. mengemukakan istilah “revolusi dalam
Namun yang paling penting adalah revolusi” dalam konteks pembongkaran
kekecewaan terhadap janji-janji struktur birokrasi lama dengan yang baru,
kemerdekaan bahwa nasib rakyat akan penelitian ini melihat adanya tujuan-tujuan
berubah secepatnya (Kahin, 1979: 101). tertentu dalam tujuan bersama
Kekecewaan tersebut berkembang mempertahankan kemerdekaan.
menjadi radikalisasi yang cenderung Kedua, terkait dengan perluasan
mengarah anarki. Sementara, pemerintah tema sejarah yang lokal sentris.
baru yang sedang berkuasa hampir tidak Kecenderungan penulisan sejarah lokal di
memiliki kemampuan mengendalikan Karawang2, khususnya periode perjuangan
seluruh dinamika revolusi yang sedang kemerdekaan lebih menitikberatkan pada
bangkit tersebut. Tindakan anarki bersifat Peristiwa Rengasdengklok. Hal tersebut
antiasing (kolonial), antifeodal, menimbulkan kesan bahwa hanya itulah
antipangreh praja. Oleh karena itu, tidak satu-satunya peristiwa penting yang terjadi
dapat dihindari pada fase-fase permulaan di Karawang. Peristiwa lain seakan-akan
revolusi, muncul huru-hara dan berbagai kurang memiliki makna penting. Banyak
pergolakan sosial (Ibrahim, 2010: 4-5). peristiwa menarik yang terjadi pada
Pada gilirannya beberapa pergolakan periode itu, antara lain Peristiwa Cikampek
sosial yang terjadi merepresentasikan dan Pembantaian Rawagede. Peristiwa
corak revolusi Indonesia yang tidak hanya yang disebut belakangan bahkan menjadi
memperjuangkan eksistensinya, tetapi salah satu isu kesejarahan dan politik yang
mengandung permasalahan-permasalahan cukup panas, baik di Indonesia maupun di
sosial di dalamnya. Revolusi Indonesia Negeri Belanda.
tidak hanya menghadirkan konflik politik, Kecenderungan tersebut agaknya
tetapi juga konflik sosial (Ibrahim, 2010: karena masyarakat, khususnya peminat
5). Dalam hal ini terjadi revolusi sosial sejarah, lebih tertarik pada peristiwa yang
yang ditandai dengan kemunculan berada pada level nasional. Padahal
kelompok-kelompok sosial penentang keberadaan sejarah lokal akan
penguasa yang sering bertindak kriminal memperkaya sejarah nasional. Sejarah
(Ibrahim, 2010: 16). nasional cenderung mengalami pemitosan
Ada dua alasan mengapa artikel ini
ditulis dari segi interesting (menarik) dan 2
Karawang memiliki tiga varian dalam
significant (penting).1 Pertama, dalam
penyebutannya, yaitu ”Kerawang”, ”Krawang”
konteks Karawang, revolusi sosial menjadi
dan ”Karawang”. Dari segi toponimi, istilah
menarik dilihat dari hubungan tentara, Karawang memiliki beberapa versi. Istilah
laskar, dan jago. Revolusi sosial bukan “Karawang” berasal dari kata 'Karawaan' yang
sekadar kekacauan dan avonturirisme mengandung arti daerah ini banyak terdapat
politik, tetapi bagaimana massa berperan rawa (Sudaryat, 2009: 65). Selanjutnya,
dalam jalannya suatu perubahan. Ada “Karawang” berasal dari perubahan pelafalan
ikhtiar untuk mengisi kekosongan politik „Caravan‟. Sejak abad ke-16 orang-orang
berlandaskan tatanan baru yang Portugis menyebut kawasan yang sebagian
tanahnya berawa tersebut dengan caravan atau
caravaon (Lubis, 2011: 86). Berikutnya,
1
Menurut Sobana Hardjasaputra (2013), topik “Karawang” berasal dari kata "Quro-wang".
yang dipilih untuk menulis sejarah, tidak Quro berasal dari tempat Syeh Quro yang
sembarang topik, tetapi harus memenuhi syarat merupakan pasantren yang pertama ada di
tertentu, yaitu: menarik (interesting topic), wilayah Tatar Sunda. Kata "wang” berasal dari
memiliki arti penting (significant topic), dan “wong” yang berarti orang". Karawang juga
dapat dikerjakan karena sumber-sumbernya berarti “dikarawang” yang bermakna tepi kain
tersedia dan dapat diperoleh (selendang) yang diberi ornamen berlubang
(manageable topic). agar menjadi indah.
“Revolusi dalam Revolusi”: Tentara, Laskar..... (Iim Imadudin) 37

dan generalisasi. Sementara, sejarah lokal cukup banyak, tetapi masih merupakan
(local voice) memberikan corak peristiwa tulisan yang lepas dan terpencar-pencar.
yang lebih dinamis dan unik. Kebanyakan buku-buku yang diterbitkan
Ruang lingkup spasial adalah membahas kronologi sejarah yang panjang.
Karawang sebagai wilayah administratif Meski demikian, ada juga buku yang lebih
setingkat kabupaten. Karawang menjadi khusus, seperti biografi, namun bersifat
kabupaten dengan bupati pertama Raden deskriptif dan terfokus pada peran
Singaperbangsa bergelar Kertabumi IV tokohnya.
yang dilantik 14 September 1633. Tanggal Buku pertama yang patut disebut
ini menjadi hari jadi Kabupaten Karawang. adalah Sejarah Purwakarta (2008) yang
Kemudian bupati berikutnya adalah R. ditulis Sobana Hardjasaputra. Buku ini
Anom Wirasuta 1677-1721, R. Jayanegara membahas perkembangan Purwakarta
(gelar R.A. Panatayuda II) 1721-1731, R. sejak masa penjajahan hingga Orde Baru.
Martanegara (R. Singanagara dengan gelar Dalam buku ini dijelaskan perjuangan
R.A. Panatayuda III) 1731-1752, R. kemerdekaan di wilayah Purwakarta yang
Mohamad Soleh (gelar R.A. Panatayuda ketika itu memiliki keterkaitan yang erat
IV) 1752-1786. Pada periode ini terjadi dengan Karawang secara kewilayahan.
peralihan penguasa dari Mataram kepada Selanjutnya, Sejarah Kabupaten
VOC. Karawang yang ditulis Nina Herlina Lubis
Hingga tahun 1809, Karawang et al (2011). Buku ini mengungkap
menjadi keresidenan, berubah menjadi perjalanan sejarah yang panjang sejak
kabupaten pada 1810, dan kembali menjadi masa prasejarah hingga kemerdekaan.
keresidenan pada 1811. Pada 1813 status Secara khusus, ada bab tentang perjuangan
keresidenan dihapus. Selanjutnya, pada kemerdekaan di Karawang. Meski
1818 Karawang menjadi keresidenan demikian, agak kurang mengungkap relasi
kembali. Pada 1901 Karawang berubah tentara, jago, dan laskar.
lagi menjadi kabupaten di bawah Robert Cribb menulis Para Jago
Keresidenan Batavia, pada 1925 Karawang dan Kaum Revolusioner Jakarta 1945-
kembali menjadi keresidenan, dan 1931 1949 (2010). Buku ini mengkaji secara
Karawang menjadi kabupaten. Pada masa khusus milisi rakyat yang tergabung dalam
Pendudukan Jepang, ibu kota Karawang perjuangan kemerdekaan Indonesia pada
Syi/Ken berada di Purwakarta (Yulifar, 1945, yaitu Laskar Rakyat Jakarta Raya
2016: 217). Pada masa revolusi, pusat (LRJR). Laskar ini mengalami kehancuran
Pemerintahan Kabupaten Karawang di tangan tentara pada akhir 1940-an. Buku
dipindahkan dari Purwakarta ke Subang. ini terfokus pada peran LRJR.
Ketika itu Kabupaten Karawang dipimpin Referensi berikutnya yang berbicara
Raden Juarsa. mengenai gejolak revolusi di Karawang
Ruang lingkup temporal mencakup dan sekitarnya adalah Jakarta-Karawang-
1945-1947. Pada rentang waktu ini, Bekasi dalam Gejolak Revolusi:
eskalasi perjuangan kemerdekaan di Perjuangan Moeffreni Moe‟min yang
Karawang semakin meningkat. Saat itu ditulis Dien Majid dan Darmiati (1999).
dapat dikatakan bahwa Karawang Buku yang bersifat biografis tersebut yang
merupakan “rumah” bagi tentara dan memberi gambaran kelahiran para laskar
laskar perjuangan. Banyaknya kelompok dengan kelompok nasionalis muda radikal.
laskar, khususnya yang berhaluan kiri, Buku ini merekam perjuangan
mengakibatkan konflik dengan tentara. kemerdekaan dalam perspektif pelakunya.
Selain itu, kehadiran para jago juga sering Her Suganda menulis
menimbulkan kekacauan. Rengasdengklok, Revolusi dan Peristiwa
Sejauh ini sumber sejarah tertulis 16 Agustus 1945 (2009). Buku ini
yang tersedia selama periode tersebut mengulas perjalanan sejarah
38 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 35 - 50

Rengasdengklok mulai masa kemerdekaan Tahap selanjutnya adalah tahap


hingga terjadinya kerusuhan 1997. Secara kritik, yakni memilah, memilih, dan
khusus meski terbatas, ada informasi menyaring keotentikan sumber-sumber
mengenai penculikan Suroto Kunto oleh yang telah diperoleh. Peneliti mengkaji
LRJR. sumber-sumber yang didapat untuk
Sukarman HD, U. Warliayah, dan Ii mendapatkan kebenaran sumber. Pada
Wahyudin menulis Sejarah Perjuangan tahap ini peneliti meneliti otentisitas
Suroto Kunto Bersama Rakyat Karawang sumber yang disebut kritik, dan
(2006). Buku biografi mengulas riwayat kredibilitas sumber yang disebut kritik
hidup Suroto Kunto sejak menjadi internal (Kuntowijoyo, 2013: 77-78).
mahasiwa hingga peristiwa penculikan Selanjutnya dilakukan koroborasi suatu
1947. data dari suatu sumber sejarah dengan
Warliyah et al. menulis Sejarah sumber lain (dua atau lebih) sehingga
Perjuangan Masyarakat Karawang dan didapatkan fakta sejarah yang mendekati
Sekitarnya 1945-1950 (2003). Buku ini kebenaran.
mendeskripsikan episode penting mulai Tahap ketiga adalah interpretasi,
dari Peristiwa Rengasdengklok hingga yaitu proses menafsirkan berbagai fakta
upaya mempertahankan kemerdekaan. menjadi sebuah rangkaian yang logis.
Secara praksis, interpretasi dilakukan
B. METODE PENELITIAN secara analitis (menguraikan fakta) dan
Penelitian ini menggunakan metode sintesis (menghimpun fakta).
sejarah. Metode sejarah adalah proses Tahap terakhir adalah penulisan
menguji dan menganalisis secara kritis sejarah atau historiografi. Historiografi
rekaman dan peninggalan masa lampau didefinisikan sebagai pengkajian tentang
berdasarkan data yang diperoleh penulisan sejarah. Fakta-fakta yang telah
(Gottschalk, 1985: 39). Gilbert J. diinterpretasikan dituliskan dalam suatu
Garraghan (1957: 33) mendefinisikan penulisan yang sistematis dan kronologis.
metode sejarah sebagai seperangkat aturan Istilah “revolusi dalam revolusi”
dan prinsip-prinsip yang sistematis untuk adalah suatu kerangka pemikiran.
mengumpulkan sumber-sumber sejarah Kerangka pikir bagaimana nilai-nilai
secara efektif, menilainya secara kritis, dan bersama suatu revolusi sering mengalami
menyajikan sintesis dari hasil-hasil yang pengerasan dan pembiasan. Perubahan
dipakai dalam bentuk tertulis. yang berlangsung secara cepat
Metode sejarah terdiri atas empat menimbulkan gejolak di dalamnya, yang
tahap, yaitu heuristik, kritik, interpretasi, sering tidak seiiring sejalan dengan nilai-
dan histriografi (Garraghan, 1957: 34; nilai yang dihayati bersama.
Kosim, 1984: 36; Gottschalk, 1985: 32; Eisentadt (1986: 5) menyebutkan
Renier, 1997: 113; Lubis, 2015: 15). Tahap lima citra revolusi yang berkembang dalam
pertama, heuristik, yaitu kegiatan pandangan masyarakat dan literatur
menemukan dan menghimpun sumber, sebagai berikut:
informasi, dan jejak masa lampau. Pada 1) Perubahan dengan cara kekerasan
tahap ini dilakukan pencarian sumber terhadap rezim politik yang ada, yang
terhadap objek yang diteliti melalui didasari oleh legitimasi masyarakat.
penelitian di perpustakaan (library 2) Penggantian elit politik atau kelas yang
research). Literatur diperoleh melalui studi sedang berkuasa dengan kelas yang
pustaka di Perpustakaan Dispusipda Jawa baru.
Barat, Perpustakaan BPNB Jawa Barat, 3) Perubahan secara mendasar seluruh
Perpustakaan Nasional Republik bidang kelembagaan utama – terutama
Indonesia, dan Perpustakaan Universitas dalam hubungan kelas dan sistem
Indonesia. ekonomi – yang menyebabkan
“Revolusi dalam Revolusi”: Tentara, Laskar..... (Iim Imadudin) 39

modernisasi di segenap aspek Laskar gerilya membantu tentara resmi di


kehidupan sosial, pembaharuan semua tempat yang ditunjukkan oleh
ekonomi dan industrialisasi, serta tentara resmi revolusioner (Nasution,
menumbuhkan desentralisasi dan 1968: 225).
partisipasi dalam dunia politik. Di wilayah yang dikuasai Belanda
4) Pemutusan secara radikal dengan atau pegunungan yang terkepung oleh
segala hal yang telah lampau. tentara musuh, laskar gerilya adalah
5) Memberikan kekuatan ideologis dan sumber kekuatan RI non-TNI. Laskar
orientasi untuk melakukan perubahan. gerilya memimpin pertempuran, politik,
Proses revolusi dipahami sebagai sosial, dan perekonomian rakyat (Nasution,
proses yang amat luar biasa, amat kasar, 1968: 225-226).
dan merupakan gerakan yang paling Sejak akhir Mei 1945, sebutan
terpadu dari seluruh gerakan sosial apa laskar dipakai untuk menyebut kelompok-
pun. Dalam bahasa Alexis de Tocqueville, kelompok yang tadinya dikenal sebagai
revolusi merupakan diskontinuitas yang badan perjuangan, namun kemudian
relatif (pemutusan hubungan dengan masa memiliki kondisi internal yang lebih luas
lampau). Samuel P. Huntington dalam (Cribb, 2010: 96).
(Adisusilo, 2014: 1-25) menulis menyebut Jago, bandit, atau jagoan merupakan
revolusi sebagai penjungkirbalikan nilai- istilah yang disematkan kepada pelaku
nilai, mitos, lembaga-lembaga politik, kejahatan atau mereka yang bergerak
struktur sosial, kepemimpinan, serta dalam “dunia bawah” (onderwereld).
aktivitas maupun kebijaksanaan “Dunia bawah” disebut juga “dunia hitam”
pemerintah yang dominan di masyarakat. yang ditandai dengan lingkungan sosial
Dalam kerangka memahami yang melawan norma hukum yang berlaku;
hubungan tentara, jago (bandit), dan laskar dan kehidupan orang-orang yang
dapat dilihat dari perspektif konflik. melakukan kejahatan dan pelacuran (Fauzi,
Konflik dapat disebabkan oleh faktor 2010: 5).
internal maupun tekanan dari luar. Dapat Peranan kelompok bandit sosial
dikatakan bahwa konflik tentara dengan merupakan counter-elite yang bergerak di
jago dan laskar bersifat kronis dan bawah tanah sehingga merupakan
sporadis. Oleh karena itu, penting ancaman laten bagi yang sedang
dipahami kedudukan dan peranan masing- berkuasa. Seseorang menjadi bandit
masing. karena ia melakukan sesuatu yang oleh
Laskar berasal dari Bahasa Urdu adat kebiasaan di daerahnya tidak
Lashkar yang berarti tentara, pasukan, atau dianggap sebagai tindakan kejahatan,
milisi. Selama masa Pendudukan Jepang, melainkan negara atau penguasa setempat
istilah laskar rakyat digunakan untuk yang menganggapnya demikian
menyebut Gyugun (pasukan sukarela), (Hobsbawm, 1984: 76).
PETA versi lokal (Cribb, 2010: 96). Laskar Perbanditan sosial dapat
terdiri atas satuan-satuan kecil atau dikategorikan sebagai gerakan sosial yang
gabungan dari beberapa satuan kecil. bertentangan dengan pihak yang berkuasa
Laskar gerilya membantu tentara rakyat di atau tertib masyarakat (Simandjuntak,
kedua sayap atau di belakang front musuh, 2005: 49). Dilihat dari segi dampaknya ada
mengacaubalaukan pos, konvoi, perbedaan antara perbanditan di pedesaan
perlengkapan, dan persiapan musuh dan perkotaan. Meski di perkotaan sering
(Nasution, 1968: 222-223). terjadi perbanditan, namun di pedesaan
Laskar membentuk pemimpin dan lebih memberikan dampak pada
mengerahkan laskar rakyat secara besar- masyarakat dalam skala luas (Pranoto,
besaran atas dasar taktik gerilya dan 2010: 9).
dengan laskar gerilya sebagai pelopor.
40 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 35 - 50

Pada masa revolusi, para bandit atau 1979: 23). Khususnya di Karawang berdiri
jagoan dihadapkan pada dua pilihan: beberapa badan kelaskaran yang berafiliasi
menjadi seorang kriminal atau dengan garis induknya sebagai berikut:
revolusioner. Namun, pada kenyataannya 1. Barisan Banten Republik Indonesia
para jagoan itu mencampuradukkan dua (BBRI) pimpinan Moh. Kosim yang
dunia yang bertolak belakang itu untuk bermarkas di Gedung Pegadaian
kepentingan pribadinya. Seorang penjahat Cinangoh;
sejati menganggap revolusi sebagai 2. BPRI (Barisan Pejuang Republik
kesempatan baik untuk melakukan Indonesia) pimpinan H. Agil Ahmad,
kejahatan. Seringkali, pemimpin bandit bermarkas di sebelah markas BBRI
mencari legitimasi untuk revolusi dengan (bekas Gedung Pagadaian);
cara mengadopsi status formal seorang 3. Hisbulah pimpinan MO Sobandi,
penguasa (Ibrahim: 2004, 221). Perlu bermarkas di Gang Yanten (bekas
dipahami bahwa gerakan revolusioner dan pabrik penggilingan padi);
gerakan sosial dalam menumbangkan 4. Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia),
rezim tertentu diboncengi oleh kekuatan dipimpin oleh Taryono Cayong,
kaum kriminal. Kadang-kadang pejuang bermarkas di Pengasinan (sekarang
menjadi kriminal, tidak jarang pula Jalan Dr. Taruno);
kriminal terlibat dalam perjuangan 5. SP 88 (Satuan Pemberontak) pimpinan
(Ibrahim, 2010: viii). A.S. Wagianto/Usman Somantri;
6. BR (Bambu Runcing) pimpinan Doyot;
C. HASIL DAN BAHASAN 7. Laskar Buruh;
1. Kelahiran BKR dan Laskar-Laskar 8. Sabilillah; dan
Perjuangan 9. Laskar Rakyat Jakarta Raya, dipimpin
Setelah proklamasi kemerdekaan oleh J. Hasibuan (Idris, 2001: 9).
kebutuhan akan adanya kekuatan militer Salah satu isu penting yang mencuat
yang cukup untuk menjaga keamanan dan pasca proklamasi kemerdekaan adalah
ketentraman dirasakan semakin mendesak. pengambilalihan kekuasaan dari tangan
Bahkan Oerip Soemohardjo pernah Jepang. Jepang tidak mau menyerahkan
berujar, “aneh, sebuah negara zonder kekuasaannya ke pihak Indonesia,
tentara”. Pada 23 Agustus 1945 dibentuk melainkan ke pihak Sekutu. Dalam situasi
BKR (Badan Keamanan Rakyat), yang demikian, di daerah-daerah rakyat
bertujuan menjamin ketentraman umum. mengambil gerakan sendiri untuk melucuti
Sebagai tindak lanjut dari hal tersebut, tentara Jepang, termasuk di Karawang. Di
Presiden Soekarno melalui RRI antara laskar-laskar saling berlomba
mengumumkan agar di daerah-daerah memperbanyak jumlah senjata sehingga
sesegera mungkin dibentuk Badan sering terjadi konflik sesama mereka
Keamanan Rakyat (Ekadjati et al., 1980: (Kosoh et al., 1994: 217).
94). Pejuang di wilayah Karawang sejak
Pembentukan BKR di Jawa Barat, meluasnya kabar penyerahan Jepang
terutama dipelopori para bekas PETA, terhadap Sekutu sudah lebih dulu
Chudancho, dan Heiho. Para pejuang di melakukan perlucutan tentara Jepang
Karawang menyatukan tekad bergabung dibandingkan wilayah lain di Jawa Barat.
dalam BKR di bawah pimpinan Nagdon Menjelang “penculikan” Soekarno-Hatta,
Suraji. Rengasdengklok sudah berada di tangan
Pembentukan BKR dibarengi pula pasukan PETA. Tentara Jepang berhasil
dengan lahirnya badan-badan kelaskaran. ditawan dan dilucuti. Bendera Hinomaru
Tidak kurang dari 18 badan kelaskaran diturunkan dan bendera merah putih
yang pernah muncul dan aktif di wilayah dinaikkan. Dengan demikian, dapat
Jawa Barat (Disjarahdam VI Siliwangi, dikatakan bahwa Rengasdengklok
“Revolusi dalam Revolusi”: Tentara, Laskar..... (Iim Imadudin) 41

merupakan daerah pertama di Indonesia Purwakarta dan Wanayasa dari berbagai


yang mengibarkan bendera merah putih. arah. Tentara Jepang tidak dapat menahan
Perlucutan terhadap tentara Jepang serbuan rakyat, karena jumlah penyerbu
tidak hanya terjadi di Rengasdengklok, melebihi jumlah tentara Jepang. Dengan
tetapi juga di Kota Karawang. Markas terpaksa, tentara Jepang menyerahkan
tentara Jepang yang diserang rakyat, antara senjata. Senjata rampasan itu kemudian
lain Gedung Hongbu (sekarang menjadi dikumpulkan di Kantor Polisi Cipaisan
Hotel Surya Kencana di Jalan Tuparev); (Hardjasaputra, 2008: 135).
Gedung Ho Ceng Po (sekarang di sebelah Setelah peristiwa tersebut,
Swalayan Hero); Gedung Pegadaian sepasukan tentara Jepang bersenjata
tempat perwira tinggi Jepang atau memasuki Kota Purwakarta dari arah
Kempetai (sekarang dipakai oleh Corps selatan. Pasukan Jepang menawan bupati
Polisi Militer atau CPM), dan kantor Polisi dan kepala polisi. Pimpinan pasukan
setingkat resort di Gang Buntu Jalan Jepang menyatakan bupati dan kepala
Brikpol Nasuha. Tempat strategis tentara polisi akan dilepaskan, apabila senjata
Jepang tersebut dapat direbut tanpa yang dirampas oleh para pemuda
perlawanan yang berarti (Idris, 2001: 9; dikembalikan. Akhirnya, senjata yang telah
Lubis, 2011: 199). dirampas dikembalikan, demi keselamatan
Rakyat Karawang mencegat bupati dan kepala polisi.
rombongan kolone Kaigun (Angkatan Laut
Jepang) berkekuatan seratus orang yang 2. Gerakan Laskar dan Penyelesaian
melarikan diri dari Jakarta menuju Ciater Konflik
(Hardjasaputra, 2008: 132). Pasukan Kedatangan Sekutu menciptakan
Jepang tersebut dilucuti senjatanya, lalu situasi yang semakin meningkatkan konflik
dibunuh. Rakyat juga melakukan aksi tidak hanya antara Sekutu dan NICA
penghadangan. Setiap kereta api dan mobil dengan kaum republiken, tetapi juga
yang lewat harus melalui pemeriksaan “kekuatan militer resmi” dengan
ketat. Aksi rakyat bahkan lebih dengan “kelompok nonresmi”. Pertempuran
menangkap dan membunuh pegawai polisi meletus di mana-mana. Di Karawang,
dan pamongpraja yang dicurigai memihak konflik antara tentara Sekutu dan Belanda
Jepang. Karena diketahui meminjam pistol dengan para pejuang telah melahirkan
dari Kamp Kaigun, rakyat menangkap peristiwa penting, antara lain Peristiwa
Camat Wanayasa. Cikampek dan Peristiwa Rawagede.
Di wilayah Purwakarta juga Konflik antara “kekuatan resmi”
berlangsung perebutan senjata Jepang. dengan “kelompok laskar” melibatkan TRI
Pada mulanya perlucutan senjata melalui (Tentara Republik Indonesia) dengan
aksi damai sebagaimana disepakati dalam Laskar Rakyat Jakarta Raya. Laskar ini
rapat pimpinan KNID Purwakarta dengan hijrah ke Karawang setelah pemerintah
sejumlah tokoh masyarakat dan pemuda di menetapkan bahwa Jakarta menjadi kota
Pasar Jumat. KNID Purwakarta meminta internasional. Para pejuang tidak diizinkan
Bupati Juwarsa, Kepala Polisi Hidayat berada di Jakarta. Pasukan yang hijrah
Sukarmawijaya untuk berunding dengan sekitar tujuh ratus orang bersenjatakan
pimpinan tentara Jepang di Markas Honbu paling lengkap dibandingkan laskar yang
Kempetai Purwakarta. Misinya, agar lain.
semua persenjataan tentara Jepang Ketegangan berlangsung karena
diserahkan. Akan tetapi, perundingan adanya perbedaan pendapat antara TRI
dengan Jepang mengalami jalan buntu. dengan Laskar Rakyat Jakarta Raya.
Mendengar kabar demikian, Laskar Rakyat Jakarta Raya menentang
kelompok pemuda menyerbu markas dengan keras Perjanjian Linggajati yang
Rikugun (Angkatan Darat Jepang) di melibatkan pemerintah Indonesia dengan
42 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 35 - 50

Belanda. Persoalan lain adalah penolakan TRI. Dalam perundingan itu, Laskar
mereka untuk diintegrasikan ke dalam Rakyat Jakarta Raya tetap menolak untuk
tubuh TRI. Laskar bahkan sering menggabungkan diri.
memancing ketegangan dengan TRI
(Sukarman et al., 2006: 47). Laskar Rakyat
Jakarta Raya menentang kebijakan yang
ditempuh oleh Soekarno-Hatta yang
dikatakannya "Soekarno penjual Bangsa,
pengkhianat proklamasi" dan seterusnya.
Perihal tidak selarasnya Laskar
Rakyat dengan tentara memang dapat
dilihat dari status para pemimpinnya.
Beberapa pimpinan Laskar Rakyat
merupakan anggota dinas rahasia Belanda
di bawah pimpinan Letkol. Agerbeel dan
Kol. Drost.
Di sepanjang jalan Karawang, Gambar 1. Tugu Pimpinan Resimen V
Laskar Rakyat sering pamer kekuatan Cikampek
sambil menyanyikan lagu Darah Rakyat Sumber: Dok. Iim Imadudin, Januari 2018.
(Sukarman et al., 2006: 48).
Darah rakyat masih berjalan Salah satu Laskar Rakyat yang
Menderita sakit dan miskin berkedudukan di Lamaran yang dipimpin
Pada datangnya pembalasan Sujono memasuki kota untuk bergabung
Kita yang menjadi hakim. dengan laskar yang lain. Tujuannya untuk
Hayo. Hayo bergerak sekarang merebut kota yang dikuasai TRI. Komando
Kemerdekaan „tlah datang Keamanan Kota (K3) Karawang tidak
Merahlah panji-panji kita mampu menghadapi kekuatan LRJR yang
Merah warna darah rakyat (2x) menciptakan kekacauan di penjuru kota.
Pertahanan Jakarta Timur Pimpinan Resimen Cikampek
(Karawang) tidak mudah untuk menjadi sasaran tindakan liar Laskar
dikendalikan. Laskar Rakyat Jakarta Raya Rakyat Jakarta Raya. Sejumlah perwira
bukan saja tidak mau bergabung, malahan diculik dan dibunuh pada tanggal 28
memperlihatkan sikap permusuhan dengan November 1946 setelah kembali dari
pihak TRI. Aksi liar Laskar Rakyat perundingan di Kedung Gede. Mayor
Jakarta Raya (LRJR) semakin tidak Suroto Kunto dan Kepala Staf Kapten Adil
terkendali. Mereka menyerang pos-pos Sofyan beserta dua orang pengawal
TRI di sekitar Lemahabang-Cikarang. masing-masing bernama Kopral Muhajar
Konflik bersenjata berlangsung dengan dan Prajurit Murad menjadi sasaran
hebat. kekejaman laskar rakyat (Rivai, 1983: 160;
Pada pertengahan tahun 1947, Warliyah, 2003: 77; Lasmiyati et al., 2012:
berlangsung pertemuan di Kedung Gede. 69). Agaknya kejadian tersebut dipicu oleh
Menteri Pertahanan RI memutuskan agar gaya Suroto Kunto yang cenderung tegas
di Karawang dibentuk Detasemen Gerak dan memaksa dibandingkan upaya yang
Cepat untuk menyatukan wadah lebih halus untuk meminta bantuan para
perjuangan rakyat. Anggotanya berjumlah laskar. Suroto Kunto 3 berbeda dengan
150 orang, dari berbagai unsur, antara lain
BPRI, PBRI, PESINDO, Laskar Buruh, 3
Dilihat dari riwayat hidupnya, Suroto Kunto
Hizbullah, dan Sabilillah. Hal tersebut
juga sebagai upaya membangun termasuk pemuda radikal yang tidak mau
komunikasi yang lebih baik dengan pihak kemerdekaan Indonesia dipengaruhi Jepang.
Sejak menjadi mahasiswa Ikadaigaku (sekolah
“Revolusi dalam Revolusi”: Tentara, Laskar..... (Iim Imadudin) 43

Mufreni. Hubungan tentara dengan LRJR terhadap Laskar Rakyat Jakarta Raya.
semakin memburuk (Cribb, 2010: 153). Komandan Brigade Purwakarta, Letkol
Beredar spekulasi bahwa Suroto Daan Jahja segera bergerak ke Karawang.
Kunto tidak dibunuh oleh laskar rakyat Kekerasan berdarah antara TRI dengan
yang iri dengan pengangkatannya selaku Laskar Rakyat Jakarta Raya berlangsung
komandan resimen, namun oleh intel-intel dengan sengit.
Belanda (Matanasi, 2012: 43). Pendapat ini Pasukan Laskar Rakyat Jakarta Raya
diperkuat oleh Robert Cribb, bahwa upaya berhasil dilumpuhkan. Pemimpin-
pembunuhan tersebut sebagai cara untuk pemimpin dan anggota-anggota yang
melemahkan kekuatan Republik. tertangkap atau menyerahkan diri dibawa
Penculikan tersebut berlangsung ke Kalijati Subang untuk
sepulang melakukan perundingan dengan mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Dewan Pimpinan Laskar Rakyat Jakarta Pasukan laskar yang berhasil melarikan
Raya (LRJR) di Bekasi. Namun diri bergabung dengan HAMOT (Hare
sekembalinya dari berunding keempatnya Majesteit‟s Ongeregelde Troepen) atau
diculik di daerah Warungbambu, sebuah Laskar Sri Ratu.
daerah yang terletak di sisi jalan raya Bersama anak buahnya, Daan Jahja
Karawang-Cikampek. Keempatnya menahan salah satu pemimpin laskar
dinyatakan hilang. Mobil yang bernama Darwis, agar dapat ditukar bila
ditumpanginya ditemukan penuh bercak Suroto Kunto diculik dalam keadaan
darah oleh salah satu ajudannya, Kapten hidup (Cribb, 2010: 129).
Mursyid, pada 28 November 1946 sekitar Kabar keberadaan Suroto Kunto
pukul 01.00 dini hari. Jasadnya dan jasad belum menemukan titik terang. Darwis
para pengawalnya tidak pernah ditemukan hampir dibunuh bila AH Nasution tidak
sampai sekarang ini. Keberadaan Suroto mencegahnya. Akibat kejadian itu, Daan
Kunto dinyatakan vermist (hilang). Jahja dipindahkan dari Brigade Purwakarta
ke Tasikmalaya, dan digantikan Letkol
Sidik Brotoatmodjo.
Upaya pembersihan laskar-laskar
yang membangkang tidak dapat berjalan
dengan mudah. Belanda terus mengganggu
di sejumlah titik garis demarkasi antara
tentara Belanda dan TRI di pinggir timur
Kota Jakarta, tepatnya antara Tambun
sampai Karawang.
Gambar 2. Tugu Suroto Kunto Oleh karena itu, TRI meminta
Sumber: Dok. Iim Imadudin, Januari 2018. pemakluman tentara Belanda agar tidak
membuka front pertempuran sampai
Aksi Laskar Rakyat Jakarta Raya urusan dengan laskar selesai. Sidik
semakin membahayakan persatuan dan Brotoatmodjo mengirim telegram ke
kesatuan Republik Indonesia. Pimpinan Komandan Brigade II dari Divisi 7
pihak TRI melakukan tindakan tegas Desember Kolonel Thompson di Bogor
dan panglimanya di Jakarta. Pada April
1947, TRI bergerak mengepung LRJR,
kedokteran), ia terkenal pemberani, vokal, BPRI dan KRIS. Mereka digempur TRI
bahkan Jepang menyebutnya pemberontak Siliwangi atas perintah Nasution.
(Sukarman et al., 2006: 14). Ia juga bagian dari Selain aksi anarkis LRJR, Polisi-
kelompok muda yang mendesak Bung Karno Tentara (PT) pimpinan Wiwiek Hadi Bei
untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. pada bulan November 1945, menangkap
lima anggota laskar rakyat Karawang
44 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 35 - 50

(mungkin anggota KRIS), karena Banyak mayat ditemukan setelah kuburan


melakukan kerusuhan, perampasan, digali. Demikian pula, barang dan hewan
bahkan pembunuhan di Purwakarta. ternak milik rakyat yang dirampas
Mereka yang ditangkap kemudian kelompok ini (Nasution, 1973: 529).
ditembak mati. Kejadian ini menimbulkan Pada masa revolusi, laskar memiliki
ketegangan antara TKR dengan laskar kekuasaan yang besar. Mereka memiliki
rakyat Karawang (Hardjasaputra, 2008: pengaruh dan kontrol atas keluar-masuk
142). barang dari dan ke suatu daerah di wilayah
Konflik tentara pemerintah dengan kekuasaan mereka. Di Karawang, laskar
laskar sebenarnya merupakan bagian dari setempat melakukan tugas atau bertindak
dinamika perjuangan. Dalam proses seperti polisi. Stasiun Karawang yang
keberadaannya, TKR dan laskar rakyat menjadi salah satu pintu masuk arus
mempunyai tugas masing-masing yang barang ke kota ini berada di bawah
jelas. Tentara harus disusun sebagai tentara penguasaan laskar. Barang-barang yang
dan rakyat sebagai partisan rakyat tiba di Stasiun Karawang tidak dapat
(Ekadjati et al, 1980: 123). diambil langsung oleh pemilik tanpa seizin
Konflik antarfaksi perjuangan dan mempergunakan nama badan
sebenarnya sudah dapat diperkirakan. perjuangan, atau setidaknya atas
Pemimpin Laskar Hizbullah, KH Noer Ali sepengetahuan badan perjuangan setempat.
tidak mendukung keputusan laskar-laskar Selain itu, di tapal batas wilayah
di Bekasi-Karawang, untuk berpolitik dan musuh tumbuh beberapa pasar gelap
mengambil kebijakan sendiri di luar seperti Rawaroke, Jarakesta, dan
pemerintah. KH Noer Ali memutuskan Pasirlimun. Pasar gelap tersebut beroperasi
mundur sebagai Ketua Laskar Rakyat atas perlindungan orang-orang yang
Bekasi sebelum berlangsung konflik antara berpengaruh di tempat seperti Djole
TRI dan LRJR. KH Noer Ali tidak (Rawaroke) dan Camat Cibitung, Nata,
berterima LRJR memprakarsai Persatuan dibantu oleh Komin alias Akang. Diduga
Perjuangan (PP) dan upaya menarik Laskar kuat Komin adalah jagoan setempat yang
Rakyat Bekasi ke dalamnya. 4 membantu pekerjaan Camat Nata di
Sebagai upaya mengendalikan wilayah kekuasaannya.
situasi, Jenderal Kartasasmita mendirikan Para tokoh masyarakat tidak
markas komandemen di Purwakarta. Ia memakai pengaruhnya untuk
melakukan tindakan pembersihan dan menghentikan penyelundupan ini, bahkan
penertiban situasi di wilayah Karesidenan ada yang menjadi pelindung. Termasuk
Jakarta yang penuh kekeruhan. Rust en ketika polisi akan membubarkan pasar
orde diutamakannya. Panglima gelap tersebut.
komandemen melindungi pegawai dan Polisi sering merasa kesulitan ketika
pejabat administrasi yang sering diancam melakukan pemeriksaan di kereta api
para jago dan laskar. Komandemen karena dirintangi laskar dari Karawang.
menangkap kelompok Mayor Baron, Pihak Djawatan Kereta Api dan Polisi
penyelidik militer MTTKR Yogyakarta Kereta Api memeroleh perlakuan yang
yang bermarkas di Gunung Puteri, sebelah tidak mengenakkan (Fauzi, 2010: 71-72).
selatan Purwakarta. Mereka membunuh
Kepala Stasiun Padalarang setelah terjadi 3. Aksi-aksi para Jago dan Penyelesaian
pertengkaran. Kelompok ini membunuh Konflik
orang-orang yang menjadi musuhnya. Pada permulaan revolusi, para
pejuang di Karawang tidak hanya
4
https://news.okezone.com/read/2017/03/03/33 berhadapan dengan tentara Jepang, tetapi
8/1633102/news-story-konflik-pelik-tentara- juga kelompok-kelompok yang
republik-vs-laskar-di-pinggir-jakarta, diakses 5 merongrong kemerdekaan. Mereka
Januari 2018 Pukul 10: 23 WIB.
“Revolusi dalam Revolusi”: Tentara, Laskar..... (Iim Imadudin) 45

mencari kesempatan dalam kesempitan Tambun-Klender (Nasution, 1992: 334).


untuk memeroleh kekuasaan dan Lama kelamaan terbukalah identitas yang
keuntungan. sesungguhnya dari gerakan Ki Bubar.
Upaya perlucutan tidak hanya Mereka tidak lebih dari sekumpulan
dilakukan “tentara resmi”, tetapi juga oleh perampok yang melakukan aksinya di
kelompok-kelompok liar yang daerah Pangkalan, Teluk Jambe, dan
dikategorikan E.J. Hobsbawn sebagai Gorowong (Idris, 2001: 5).
bandit sosial (Kartodirdjo, 1984: 74). Aksi Ki Bubar telah menimbulkan
Di Karawang jawara memiliki keresahan di kalangan masyarakat. Para
peranan yang sangat kuat. Kelompok pemimpin mengadakan perundingan untuk
jawara sering membuat suasana menjadi meminta bantuan pejuang yang ada di
kacau. Pamongpraja dan polisi tidak Purwakarta. KNID Purwakarta selaku
mampu mengatasi keadaan. Kebanyakan otoritas resmi mengambil tindakan tegas.
dari mereka ragu mengambil keputusan, Akhirnya disiapkan rencana
bahkan tidak sedikit yang meninggalkan penyergapan dengan berpura-pura
tugasnya (Ekadjati et al., 1980/1981: 91). mengadakan latihan baris-berbaris untuk
Salah satunya adalah sekelompok mengelabui gerombolan Ki Bubar. Operasi
jawara yang dipimpin oleh Ki Bubar. penangkapan dipimpin eks Chudanco
Pemimpin para jawara melaksanakan Sumarna dan perwira-perwira PETA.
kedaulatan republik dengan bertindak Sebagian tentara pelajar dan Barisan
sendiri. Kekuasan lokal seperti republik- Pelopor ikut serta dalam operasi tersebut.
republik sendiri. Mereka memiliki Latihan baris-berbaris diadakan di alun-
kemampuan memengaruhi rakyat. Para alun kawedanaan, dekat dengan kantor
pamongpraja yang berasal dari warisan kawedanaan yang dikuasai gerombolan
zaman kolonial atau kaum feodal menjadi (Idris, 2001: 6).
sasaran kemarahan kelompok jawara Siasat tersebut sesuai dengan
(Nasution, 1973: 527, 529). harapan. Anggota gerombolan yang berada
Mereka bertindak sangat agresif di gedung kawedanaan tidak menyadari
dengan memegang senjata eks polisi adanya bahaya. Mereka asyik menonton
(steyer) yang sudah dimodifikasi. Dengan latihan berbaris. Pasukan yang sedang
pengikut sebanyak 150 orang, Ki Bubar latihan berbaris sudah bersiap menunggu
melakukan aksi pengambilalihan komando. Tidak lama, terdengar komando
kekuasaan dari tangan Jepang dengan cara agar pasukan bertiarap dan menembak.
yang membabi-buta. Hal tersebut sering Benar saja, berondongan peluru diarahkan
membuat suasana menjadi tidak terkendali ke posisi gerombolan Ki Bubar.
(Idris, 2001: 9). Mereka menghadang Pada mulanya pasukan Ki Bubar
iring-iringan tentara Angkatan Laut Jepang menduga bahwa aksi ini merupakan latihan
dalam perjalanan dari Jakarta menuju militer biasa. Namun, setelah menyadari
Ciater. Pasukan Jepang yang dilucuti telah terjadi sesuatu yang tidak beres,
dibunuh semuanya (Ekadjati et al., pasukan Ki Bubar benar-benar panik.
1980/1981: 91). Sebagian anggota gerombolan tertembak,
Sasaran serangan mereka tidak dan sebagian lain melarikan diri, terutama
hanya orang Jepang, termasuk juga orang- ke arah Kali Citarum. Namun ternyata,
orang pribumi. Para pegawai kawedanaan pinggiran Kali Citarum sudah dijaga
mereka usir, dan kantornya diambil alih, tentara dan laskar. Muncul peringatan
bahkan detasemen polisi senjatanya bahwa siapa saja yang mencoba terjun ke
mereka lucuti. Aksi-aksi sepihak dari Kali Citarum akan ditembak mati. Mereka
kelompok Ki Bubar menjurus pada yang tertangkap kemudian dibawa ke
kriminalitas, seperti perampokan dan Gedung Hongbu, markas Barisan Pelopor.
pembunuhan di sepanjang jalan Karawang- Di markas, anggota gerombolan
46 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 35 - 50

diinterogasi. Mereka yang bersalah karena dapat dilakukan di tempat mereka


ditembak mati dan mayatnya dibuang ke sendiri (Nasution, 1973: 528). Mereka
Kali Citarum (Idris, 2001: 6). menyerang markas tentara sambil
Ketika serangan dilancarkan, Ki mengacungkan tongkat serta melambai-
Bubar dalam perjalanan kembali menuju lambaikan kain, yang menurut anak-anak,
kantor kawedanaan dengan menunggang “nampaknya berkilat-kilat dan berwarna
kuda. Saat dilihatnya tentara sudah kemerah-merahan”. Mereka yakin tidak
memasuki kantor kawedanaan, ia mempan ditembak. Pada mulanya memang
menyelinap masuk melalui bagian tidak jatuh korban. Namun, pasukan eks
belakang gedung. Begitu mengetahui PETA dan HEIHO berhasil melumpuhkan
keberadaan Ki Bubar, tentara langsung gerombolan Pa Gelung. Pa Gelung berhasil
mengejarnya. Ki Bubar mencoba ditangkap dan dibawa ke markas para
melarikan diri dengan cara menghilang. Ia pejuang (gedung Ho Ceng Po). Pimpinan
memiliki keyakinan terhadap hal-hal yang gerombolan tersebut diarak keliling kota,
bersifat spiritual. Namun, tindakan tersebut dan akhirnya tewas dengan cara
tidak berhasil. Ia terus berlari menuju Kali mengenaskan di depan Stasiun Kereta Api
Citarum. Tentara dan rakyat Karawang (Idris, 2001: 6).
menghabisinya ketika muncul. Gerakan Ki Kelompok jago Pa Belah berkuasa
Bubar dan anak buahnya berhasil ditumpas di kawasan Cikampek. Ia sering
(Cribb, 2010: 123; Nasution, 1973: 528: menyamun kendaraan yang melintasi
Suganda, 2009: 98). Di sekitar Cikampek wilayah kekuasaannya. Ia mencegat Abdul
dan Rengasdengklok ada seorang jago Kadir, anggota Panitia Persiapan
bernama Lempoeg Bapa Emah. Lempoeg Kemerdekaan Indonesia, saat melintasi
merupakan narapidana yang lari dari wilayah Karawang. Abdul Kadir
penjara Cirebon pada pertengahan Juni diprovokasi sebagai NICA yang menjadi
1946. tangan kanan van Mook (Nasution, 1973:
Ia tertangkap dalam aksi 528). Ia memanfaatkan ketakutan rakyat
penangkapan di Kampung Plawad, Desa dengan berganti-ganti istri di daerahnya.
Selang, Kecamatan Telagasari, Cikampek, Tentara terpaksa melakukan aksi
pada 28 September 1946. Ketika itu, polisi penumpasan. Tentara mencoba
meminta informasi dari penduduk sekitar menangkapnya, ketika Pa Belah sedang
tentang tempat persembunyian Lempoeg. melangsungkan perkawinan. Ia ditembak
Karena ketakutan, penduduk bukan saja mati di bawah tempat tidur, tempatnya
tidak mengetahui lokasi persembunyian menyembunyikan diri (Nasution, 1973:
Lempoeg, bahkan tidak mengenalnya. 528).
Namun polisi berhasil mengepungnya, Di penghujung September 1945,
Lempoeg melawan dan mencoba beberapa orang yang mengaku “utusan
menghunuskan golok ke arah polisi yang republik” dari Kota Jakarta. Mereka
berusaha meringkusnya. Aparat keamanan membawa “instruksi” yang harus
menembaknya hingga tewas (Fauzi, 2010: diindahkan rakyat Purwakarta
71). (Hardjasaputra, 2008: 133).
Gerombolan Pa Gelung juga sering Tidak lama setelah itu masuk satu
melakukan kekacauan. Markas Pa Gelung pasukan dari Jakarta yang menyebut
berada di Desa Kuta Gandok dirinya “Barisan Berani Mati” datang ke
Rengasdengklok. Jumlahnya ratusan Purwakarta. Mereka terdiri atas orang-
orang. Kelompok Pa Gelung merupakan orang bekas narapidana di Cipinang.
kelompok sekte keagamaan bercampur Mereka melakukan agitasi di Purwakarta,
mistik. Anggotanya gemar memakai jimat. berusaha memengaruhi rakyat mengusir
Bahkan, ada laporan dari TKR, mereka pasukan Sekutu yang datang 29 September
tidak perlu beribadah haji ke Ka‟bah, 1945 (Hardjasaputra, 2008: 133).
“Revolusi dalam Revolusi”: Tentara, Laskar..... (Iim Imadudin) 47

Upaya memprovokasi rakyat terus melainkan ditunjuk KNID. Pernyataan


dilakukan. Salah satunya, mobilisasi massa Simanjuntak menimbulkan kerusuhan. Ia
di gedung bioskop. Pemimpin barisan ditangkap dan pasukan pengawalnya
tersebut berpidato dengan berapi-api dilucuti. Kerusuhan tersebut berdampak
memanaskan suasana. Seraya pada penggantian Ketua KNID
mengacungkan pistol, ia mengeritik sikap (Hardjasaputra, 2008: 134).
para pemimpin Indonesia yang Situasi masih tetap kacau. Setelah
dianggapnya lemah. Sikap dan tindakan berdirinya Komandemen TKR dan laskar-
“Barisan Berani Mati” itu tidak memeroleh laskar rakyat di Purwakarta, keadaan
dukungan rakayat (Hardjasaputra, 2008: menjadi kondusif. Satu per satu aksi
133). kelompok pengacau ditumpas, antara lain
Komandan Barisan Pelopor kelompok Pak Bubar, gerombolan Pak
Purwakarta, Ishak Iskandar, menentang Belah, kelompok jawara Sukamandi
aksi-aksi “Barisan Berani Mati”. Keadaan pimpinan Pak Bontan, dan para pengacau
makin memanas. Serombongan pemuda di daerah Gunung Putri sampai Padalarang.
dari Jakarta menuntut mati pemimpin
4. Analisis
“Barisan Berani Mati”. Bupati dan kepala
polisi, bereaksi dengan menangkap
pemimpin “Barisan Berani Mati”. Namun,
kemudian dilepaskan dengan syarat harus
ke luar dari daerah Purwakarta. Kelompok
ini tidak boleh menghasut rakyat
(Hardjasaputra, 2008: 133).
Setelah lenyapnya “Barisan Berani
Mati”, muncul gerakan lain. Pegawai
kehakiman bernama Simanjuntak
bergabung dengan Barisan Pelopor
Aksi-aksi para laskar dan jago
Karawang. Bersama teman-temannya, ia
dapat dilihat dalam tiga perspektif.
melakukan tindakan di luar kontrol KNID
Pertama, negara belum sepenuhnya
setempat dengan membentuk “kantor
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan
keresidenan” di Karawang (Hardjasaputra,
secara baik. Pascarevolusi, pemerintah
2008: 134).
tidak menjamin kehidupan di masyarakat
Simanjuntak mendeklarasikan
berjalan normal dan damai. Janji-janji
dirinya sebagai “residen”. Ia membentuk
revolusi dan harapan kesejahteraan tak
pasukan, terdiri atas para jawara. Mereka
kunjung tiba. Di bidang ekonomi tidak ada
mengangkat Pak Bubar menjadi “bupati”
perubahan yang memadai. Makanan dan
yang berkedudukan di kantor Kewedanan
pakaian menjadi kebutuhan yang sulit
Karawang yang telah kosong sejak awal
terpenuhi. Realitas politik dan ekonomi
kemerdekaan. Untuk menguatkan
yang berlangsung saat itu meredupkan
eksistensinya, mereka menciptakan teror di
harapan, padahal kemerdekaan sudah
kalangan rakyat.
diproklamasikan.
Simajuntak berkirim utusan ke
Rakyat belum siap menyambut
Purwakarta untuk menyelenggarakan rapat
kehidupan damai atau normal
dengan rakyat. Pada rapat pertama,
pascarevolusi. Eks pejuang atau laskar
dijelaskan oleh Simanjuntak mengenai
masih membayangkan hidup seperti di
pengangkatannya “residen” oleh presiden
masa perjuangan dulu. Kedaruratan
(Hardjasaputra, 2008: 134).
tampak dalam hal respons mereka terhadap
Tentu saja pernyataan Simanjuntak
situasi baru ini. Senjata api sisa-sisa
tidak dipercayai oleh rakyat. Pada waktu
perjuangan masih ada dalam genggaman
itu residen tidak diangkat oleh presiden,
mereka (Fauzi, 2010: 61). Kebanyakan
48 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 35 - 50

anggota laskar rakyat berasal dari efisien dengan komando yang ketat.
golongan tidak terpelajar. Mereka tidak Didirikannya laskar-laskar bersenjata
terbiasa dengan kedisplinan tinggi, apalagi justru menjadi hambatan alam perjuangan.
saat membawa senjata. Masuknya laskar Laskar bersenjata bertempur mengikuti
dalam distribusi sandang dan pangan di garis induknya, tanpa komando sentral di
Karawang dipengaruhi oleh kebutuhan tangan tentara.
ekonomi. Anggota laskar secara sepihak Ketidakpercayaan demikian yang
mengambil alih peran dan wewenang membuat Ki Bubar dan Pak Belah
aparat keamanan. menyerang tentara dan pejabat pribumi
Dalam kaitan ini, sebagaimana yang dianggapnya sebagai antek kolonial.
dikatakan Taufik Abdullah dalam (Majid Pimpinan Barisan Berani Mati dan
dan Darmiati, 1999: xiii), para laskar perlu Simanjuntak yang menetapkan dirinya
melakukan reinterpretasi kreatif dan sebagai penguasa baru menunjukkan
konstruktif di dalam suasana revolusi yang ketidakpercayaan terhadap pejabat lokal
hidup dalam dirinya ke dalam kehidupan yang dianggapnya tidak memiliki
sehari-hari yang terus berubah. legitimasi.
Kedua, secara ideologis, para Dalam kasus LRJR terdapat
pemimpin laskar umumnya menganut gambaran yang jelas bagaimana
aliran politik kiri dan radikal. Mereka bersekutunya para jago dengan tokoh
sering melakukan oposisi terhadap laskar yang berasal dari kaum nasionalis
pemerintah. Laskar terbesar di front timur kiri. Relasi yang terjadi di antara mereka
Jakarta memiliki garis politik bersifat simbiosis mutualistis. Para jago
berseberangan dengan pemerintah Perdana berharap di masa depan dengan
Menteri Sjahrir. Laskar Rakyat Jakarta keterlibatan kaum nasionalis kiri akan
Raya (LRJR) dengan tegas menolak memberi legitimasi bagi keberadaan
Perjanjian Linggajati. Keterdesakan mereka. Sementara itu, bagi kaum
mereka dari Jakarta sehingga memasuki nasionalis kiri, para jago mampu memberi
Karawang sedikit-banyaknya dipengaruhi perlawanan fisik yang dapat diandalkan.
oleh adanya tekanan yang kuat di Jakarta. Aksi-aksi sepihak para laskar rakyat
Kecenderungan ini menunjukkan bahwa dan jago tidak saja meresahkan
katup-katup konflik menyumbat di Jakarta masyarakat, tetapi juga menciptakan
sehingga merembes ke wilayah pinggiran. instabilitas. Tentara dalam situasi sulit,
Ketiga, konflik yang terjadi antara karena di saat yang sama mereka
tentara dan laskar banyak dipengaruhi oleh menghadapi kekuasaan asing yang hendak
cara pandangnya. Para nasionalis kiri yang berkuasa kembali. Kontrol yang cenderung
menjadi pimpinan laskar menunjukkan lemah terhadap daerah-daerah yang
ketidakpercayaannya pada tentara nasional. bergolak memudahkan laskar rakyat dan
Pimpinan tentara yang berasal dari eks jago melakukan kekerasan.
KNIL dan PETA dianggap sebagai warisan
D. PENUTUP
penjajah yang berjiwa fasis. Fasisme
Di wilayah Karawang, tentara tidak
dipandang lebih berbahasa dari
saja berhadapan dengan kekuatan asing
kolonialisme. Pimpinan tentara seperti
yang mencoba berkuasa kembali, tetapi
Nasution dianggap tidak ubahnya “agen
juga tantangan internal. Tantangan yang
NICA” yang ingin melumpuhkan
dimaksud aktivitas para jago dan pihak
pertahanan rakyat (Gie, 1999: 93).
laskar yang bergerak liar.
Sementara itu, pimpinan tentara
Kemunculan gerakan-gerakan
memandang pentingnya tentara memiliki
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor.
wawasan politik yang luas dan tidak hanya
Pertama, aksi-aksi anarkis merupakan
menjadi alat yang mati dari pemerintah.
respons terhadap situasi pada permulaan
Pertahanan negara harus disusun secara
revolusi kemerdekaan. Keyakinan yang
“Revolusi dalam Revolusi”: Tentara, Laskar..... (Iim Imadudin) 49

kuat pada masa perjuangan kemerdekaan Makalah disampaikan pada acara Temu
dihadapkan dengan suasana ketidakpastian Tokoh dan Seminar Sejarah “Refleksi
dan eforia yang terus memuncak. Pada Nilai-nilai Juang „45” di Karawang.
gilirannya menimbulkan konflik. Cita Simandjuntak, Peninna.
revolusi yang tidak kunjung terealisasikan “Gerakan Sosial sebagai Peristiwa
dan kegagalan pemerintah mengontrol Sejarah”, dalam Historisme, Edisi No.
keadaan menimbulkan anarkisme di tengah 21 Agustus 2005, hlm. 46-55.
upaya mempertahankan kemerdekaan yang Yulifar, Leli.
belum lama diproklamasikan. “Purwakarta: Dari Ibukota Kabupaten
Kedua, pimpinan laskar yang Karawang Menjadi Kabupaten
berhaluan kiri cenderung mengambil peran Mandiri”, dalam Jurnal Pendidikan
sebagai oposisi pemerintah. Dengan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 9 (2)
kondisi demikian, mereka juga tidak November 2016, hlm. 213-220.
sejalan dengan kebijakan pimpinan tentara.
Ketiga, ada stigma yang melekat 2. Buku
kuat dalam pemikiran masing-masing. Cribb, Robert. 2010.
Pimpinan laskar memperlihatkan Para Jago dan Kaum Revolusioner
ketidakpercayaannya terhadap pimpinan Jakarta 1945-1949. Jakarta: Masup.
tentara yang dianggapnya fasis. Sementara, ________. 1986.
pimpinan tentara beranggapan, keberadaan Revolusi dan Transformasi Masyarakat.
laskar dan jago menjadi hambatan dalam Terj. Candra Johan. Jakarta: Rajawali.
perjuangan.
Ekadjati, Edi, Sobana Hardjasaputra, Ian
Kombinasi ketiga faktor menjadi Tiansah, Emon S. 1980/1981.
penyebab mengapa keadaan di wilayah Sejarah Revolusi Kemerdekaan Daerah
Karawang menjadi demikian dinamis. Jawa Barat. Jakarta: Ditjarahnitra
Wilayah yang menjadi “pangkal Depdikbud.
perjuangan” menyimpan revolusi sosial
Garraghan, Gilbert J. 1957.
yang hebat, terutama pada tahun-tahun A Guide To Historical Method. New
pertama setelah kemerdekaan. York: Fordham University Press.

DAFTAR SUMBER Gie, Soe Hok. 1999.


1. Jurnal, Tesis, dan Makalah Orang-orang di Persimpangan Kiri
Jalan. Yogyakarta: Bentang.
Adisusilo, Sutarjo J.R.
“Revolusi Bolsheviks”, dalam Historia Gottschalk, Louis. 1985.
Vitae Seri Pengetahuan dan Pengajaran Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas
Sejarah, Vol. 28, No. 1, April 201, hlm. Indonesia Press.
1-25.
Hardjasaputra, A. Sobana. 2008.
Fauzi, Muhammad. 2010. Sejarah Purwakarta. Purwakarta:
Jagoan Jakarta dan Penguasaan di Pemerintah Kabupaten Purwakarta
Perkotaan, 1950-1966. Tesis. Depok: Badan Pariwisata.
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Program Studi Ilmu Sejarah. Hobsbawm, E.J., “Bandit Sosial”, dalam
Sartono Kartodirdjo, (1990),
Hardjasaputra, Sobana. Kepemimpinan dalam Dimensi Sosial,
“Metode Penulisan Sejarah”, Makalah Jakarta : LP3ES, hlm: 74-94.
Seminar “Penanaman Nilai-Nilai
Kesejarahan di Jawa Barat” tanggal 26- Ibrahim, Julianto. 2002.
27 Maret 2013 di Hotel Savoy Homann, Bandit dan Pejuang di Persimpangan
Bandung. Bengawan: Kriminalisasi dan
Kekerasan Masa Revolusi di Surakarta
Idris, HM. 2001. 1945-1950. Yogyakarta: Bina Citra
“Peristiwa Karawang Kota dan Pustaka.
Sekitarnya pada Masa Revolusi”,
50 Patanjala Vol. 10 No. 1 Maret 2018: 35 - 50

Kahin, Audrey. 1979. Pranoto, Suhartono W. 2010.


Perjuangan Kemerdekaan: Sumatera JAWA (Bandit-bandit Pedesaan); Studi
Barat dalam Revolusi Nasional Historis 1805-1942. Yogyakarta: Graha
Indonesia. Terj. Tim MSI Sumbar. Ilmu.
Padang: MSI Sumbar-ex Tentara Pelajar
Renier, G. J. 1997.
Sumatera Tengah.
Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah.
Kosim, E. 1984. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Metode Sejarah: Asas dan Proses.
Sudaryat, Y. 2009.
Bandung: Universitas Padjadjaran
Toponimi Jawa Barat (Berdasarkan
Fakultas Sastra.
Cerita Rakyat). Bandung: Disbudpar
Kosoh S., Suwarno K, Syafei. 1994. Provinsi Jawa Barat.
Sejarah Jawa Barat. Jakarta:
Suganda, Her. 2009.
Depdikbud.
Rengasdengklok, Revolusi dan
Kuntowijoyo, 2013. Peristiwa 16 Agustus 1945. Jakarta:
Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Kompas.
Tiara Wacana.
Sukarman HD, U. Warliyah, Ii Wahyudin.
Lasmiyati, Adeng, Iim Imadudin, M. Halwi 2006.
Dahlan, Euis Thresnawaty. 2012. Sejarah Perjuangan Suroto Kunto
Tokoh-tokoh Perjuangan Rakyat Jawa bersama Rakyat Karawang. Karawang:
Barat. Bandung: Balai Pengelolaan Dinas Penerangan Pariwisata dan
Kepurbakalaan, Sejarah dan Nilai Budaya Kabupaten Karawang.
Tradisional.
Warliyah, Uwar, Ii Wahyudin, Udju Sudjono,
Lubis, Nina Herlina et al. 2011. Sudirman, Fadly. 2003.
Sejarah Kabupaten Karawang. Sejarah Perjuangan Masyarakat
Karawang: Disbudpar Kabupaten Karawang dan Sekitarnya 1945-1950.
Karawang. Karawang: Dinas Pendidikan Kabupaten
Lubis, Herlina. 2015. Karawang.
Metode Sejarah. Jawa Barat: Yayasan 3. Internet
Sejarawan Masyarakat Indonesia. “Konflik Pelik Tentara Republik vs laskar-di
Lucas, Anton E. 1989. Pinggir Jakarta”, dalam https://
Peristiwa Tiga Daerah. Jakarta: Pustaka news.okezone.com/read/2017/03/03/338
Utama Grafiti. /1633102/news-story, diakses 5 Januari
2018 Pukul 10: 23 WIB.
Majid, Dien dan Darmiati. 1999.
Jakarta-Karawang-Bekasi Dalam “Laskar-rakyat-dalam-sejarah-perang-
Gejolak Revolusi: Perjuangan nasional”, dalam https://cenya95.
Moeffreni Moe‟min. Jakarta: Keluarga wordpress.com/2009/07/07/ , diakses 3
Moefreni Moe‟min. Januari 2018 Pukul 15: 08 WIB.

Matanasi, Petrik. 2012. “Mayor Surotokunto”, diakses dari


Prajurit-prajurit di Kiri Jalan. http://sundakarawang.blogspot.com/200
Yogyakarta: Trompet Book. 9/10/ mayor-surotokunto.html, diakses
11 Desember 2017, pukul 9.41WIB.
Nasution, A.H. 1968. Tentara Nasional
Indonesia II. Jakarta: seruling Masa. “Sejarah Singkat Kota Karawang”, dalam
http://www.potretkarawang.com,
________. 1973. diakses 11 Januari 2018 Pukul 10: 01
Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia WIB.
2: Diplomasi atau Bertempur. Bandung:
Disjarah AD-Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai