Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MENGETAHUI DAN MEMAHAMI TENTANG


FIKIH IMAM AHMAD
Mata Kuliah : PENGANTAR ILMU FIQIH
Dosen pengampu : MUHAMMAD NORHADI, S.TH

Disusun oleh:
WARNIAH PASYA AL-RAJAB
2312110077
ARI OLIVIA
2312110080

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKARAYA


FAKULTAS SYARIAH
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
TAHUN 2023 M/ 1445 H

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayahnya
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman
bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat
lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan karena penglaman yang saya miliki sangat kurang.
Oleh karena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Palangka Raya, September 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Masalah 4
BAB II 5
PEMBAHASAN 5
A. Biografi Imam Ahmad Ibnu Hambal dan Latar Belakang Pendidikannya 5
1. Biografi Imam Ahmad Ibnu Hambal 5
2. Latar Belakang Pendidikan Imam Ahmad Ibnu Hambal 6
B. Pola Pemikiran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Imam Ahmad Ibnu Hambal dalam
Menetapkan Hukum Islam serta Metode Istidlalnya 7
1. Pola Pemikiran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Imam Ahmad Ibnu Hambal dalam
Menetapkan Hukum Islam 7
2. Metode Istidlal Imam Ahmad Ibnu Hambal dalam Menetapkan Hukum Islam 7
3. Karakteristik Mahdab Imam Ahmad Ibnu Hambal 8
BAB III 10
PENUTUPAN 10
A. Kesimpulan 10
DAFTAR PUSAKA 11

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan hukum Islam setelah Rasullah SAW wafat berkembang begitu pesat. Hal itu
dikarenakan pola pikir umat Islam dalam berpendapat tentang hukum berbeda-beda. Umat Islam
mengalami dilematis dalam menetapkan hukum setelah Rasulullah wafat, karena begitu banyak
masalah-masalah hukum baru yang muncul yang belum ada nashnya dalam Alquran dan Hadis.
Dengan demikian munculah berbagai pendapat mengenai hukum tentang suatu hal. Dalam islam hal
seperti ini dibolehkan dengan syarat harus di musyawarahkan dengan ulama-ulama yang lain atau
dengan kata lain berijtihad. Jika kita tidak mampu berijtihad dikarenakan keterbatasan pengetahuan
kita, maka kita harus mengikuti ijtihad dari salah seorang mujtahid yang ia percayai. Dari situlah
muncul hukum-hukum islam dari hasil ijtihad para ulama, yang mana lahirlah yang disebut mazhab.

Dari penjelasan diatas, kami akan membahas lebih lanjut mengenai mazhab-mazhab fiqih
tersebut, Yang khususnya membahas tentang madzhab Imam Ahmad Ibn Hanbal. Dalam pembahasan
makalah ini tentulah jauh dari kata sempurna, itu dikarenakan keterbatasan kami dalam mengetahui
mazhab Imam Ibn Hanbal, yang mana kami hanya berpedoman pada beberapa referensi saja. Oleh
karena itu mohon dikoreksi dari berbagai pihak agar makalah ini dapat lebih baik.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Riwayat Hidup Imam Ahamd Ibn Hanbal?
2. Bagaimana Pola Pemikiran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Imam Ahmad Ibn Hanbal Dalam
Menetapkan Hukum Islam serta Metode Istidhalnya?
3. Bagaimana Karakteristik Mahzab Imam Ahmad Ibn Hanbal

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Riwayat Hidup Imam Ahmad Ibn Hambal
2. Untuk Mengetahui Pola Pemikiran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Imam Ahmad Ibn Hanbal
Dalam Menetapkan Hukum Islam serta Metode Istidhalny
3. Untuk Mengetahui Karakteristikmazhab Imam Ahmad Ibn Hanbal

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Imam Ahmad Ibnu Hambal dan Latar Belakang Pendidikannya

1. Biografi Imam Ahmad Ibnu Hambal


Nama lengkapnya adalah Ahmad Ibn Muhammad Ibnu Hambal ibn Idris ibn Abdullah ibn
Hasan al Syabaniy. Beliau lahir di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164H/780. Ahmad bin
Hambal dibesarkan dalam keadaan yatim oleh ibunya, karena ayahnya meninggal ketika ketika
beliau masih bayi. Ibunya bernama Syarifah Maimunah binti Abdul Malik ibn Sawadan ibn Hindun
al-Syaibaniy. Ahmad bin Hambal berasal dari keturunan Bani Syaiban, salah satu kabilah yang
berdomisili di semenanjung ArabAhmad bin Hambal berasal dari keturunan Bani Syaiban, salah satu
kabilah yang berdomisili di semenanjung Arab. Sejak kecil beliau telah menunjukkan sifat dan
pribadi yang mulia, sehingga menarik simpati banyak orang. Dan sejak kecil itu pula beliau telah
menunjukkan minat yang besar kepada ilmu pengetahuan, kebetulan pada saat itu Baghdad
merupakan kota pusat ilmu pengetahuan. Beliau memulai dengan belajar menghafal Al Qur’an,
kemudian belajar bahasa Arab, Hadist, sejarah Nabi dan sejarah sahabat serta para tabi’in.
Untuk memperdalam ilmu, beliau pergi ke Basrah untuk berapa kali, disanalah beliau bertemu
dengan Imam Syafi’i. Beliau juga pergi menuntut ilmu ke Yaman dan Mesir. Di antaranya guru
beliau yang lain adalah Yusuf Al-Hasan bin Ziad, Husyaim, Umair, Ibn Humam dan Ibn Abbas.
Imam Ahmad bin Hambal banyak mempelajari dan meriwayatkan hadist, dan beliau tidak
mengambil hadist, kecuali hadist-hadist yang sudah jelas shahihnya. Oleh karena itu, akhirnya beliau
berhasil mengarang kitab hadist, yang terkenal dengan nama Musnad Ahmad bin Hambal. Beliau
mulai mengajar ketika berusia 40 tahun.
Imam Hambali hidup dalam kurun waktu yang penuh dengan fitnah yang mengatakan bahwa
Al-Qur’an adalah baru makhluk. Sehingga timbul golongan Mu’tazilah. Ahmad bin Abi Duab
Al-Mu’tazilah adalah wazir atau menteri pada masa Al-Ma’mun yang mewujudkan fitnah.
Al-Ma’mun condong pada pendapat Mu’tazilah, maka dia memaksakan para ulama dan para hakim
untuk menyuarakan madzhab yang sesat. Kebanyakan ulama yang menerima seruannya itu karena
tidak berdaya lain hal dengan Ahmad bin Hambal, beliau enggan mendukung pendapat itu karena
tetap mempercayai bahwa Al-Qur’an adalah percakapan Allah dan percakapan Allah adalah salah
satu sifat-Nya. Ibnu hambal dibawa menghadap Al-Ma’mun dengan tangannya terikat. Kemudian
Al-Ma’mun meninggal dunia lalu digantikan oleh Al-Mu’tasim. Al-Mu’tasim memegang jabatan
khalifah, Ibnu Abi Duab masih tetap kementrian, manakala Ibnu Hambal yang dikurung atau ditahan
menanti hukuman. Ibnu Hambal dibujuk oleh mereka tetapi beliau tetap dalam pendiriannya. Beliau

6
dipukul dengan kuat sehingga beliau jatuh pingsan beberapa kali. Mereka mengurung Ibnu Hambal
dalam penjara selama dua tahun setengah
Sesudah Al-Mu’tasim diganti oleh Al-Wathik, Al-Wathik tidak lagi mengusir atau menyakiti
Ibnu Hambal tetapi dia hanya melarang Ibnu Hambal untuk tidak mempengaruhi orang banyak.
Setelah Al-Wathik meninggal dunia digantikan oleh Al-Mutawakkil. Khalifah Al-Mutawakkil
berusaha untuk menghilangkan persengketaan fitnah. Imam Ahmad bin Hambal kembali mengajar
seperti biasa.
Beliau telah mengalami penderitaan selama empat belas tahun. Al-Mutawakkil beberapa kali
menawarkan kepada Ibnu Hambal dengan harta kekayaan tetapi tidak diterima namun karena keadaan
yang tidak dapat dielakkan akhirnya beliau terpaksa menerima. Pada akhirnya, Al-Mutawakkil
meyakini keikhlasan Ibnu Hambal, beliau tidak akan menerima satupun hasutan terhadapnya.
Ibnu Hambal mengalami sakit yang membawa kepada kematian. Ketika beliau dalam keadaan
sakit tidak ada perkara yang membuat hatinya selalu berpikir kecuali beberapa perkara yaitu sholat.
Ibnu Hambal terkena penyakit demam panas pda hari pertama di bulan Rabiul Awwal tahun 240
Hijriah, sehingga beliau tidak mampu untuk berjalan dirumahnya melainkan dengan pertolongan. Ibnu
Hambal meninggal dunia pada hari jum’at tanggal 12 bulan Rabiul Awwal tahun 241 Hijriah. Jenazah
beliau dimandikan oleh Abu Bakar Ahmad bin Al-Hujjaj Al-Maruzi, Jenazah beliau dikebumikan
sesudah shalat jum’at di Baghdad dan juga diiringi oleh puluhan ribu rakyat jelata.

2. Latar Belakang Pendidikan Imam Ahmad Ibnu Hambal


Gaya hidup Imam Ahmad Ibnu Hambal sehari-hari terlihat sangat sederhana dan hanya memiliki
sebuah rumah yang sebagian ditempati oleh keluarga beliau dan sebagiannya lagi untuk disewakan.
Sekalipun demikian kemasyhuran namanya tidak berkurang, bahkan semakin bertambah sebab
kecintaan beliau terhadap ilmu telah terlihat sejak kecil dan terus menerus sehingga tidak ada
kesempatan untuk memikirkan mata pencahariannya. Bahkan sejak berumur 14 tahun beliau sudah
menulis dan mengarang.
Dalam perjalanan studynya, beliau banyak sekali mengunjungi berbagai daerah dan negara
untuk mencari ilmu pengetahuan, diantaranya adalah Siriya, Ijaz, Yaman, Kuffah dan Basrah untuk
beberapa kali bersamaan dengan Imam Al-Syafi’iy. Lalu berguru kepada Sufyan Ibn Uyainah,
Ibrahim ibn Sa’ad dan Yahya ibn Qathan. Dari usaha yang tidak mengenal lelah itulah, maka beliau
dapat mengumpulkan dan menghimpun 40.000 ribu al-Hadist dalam kitab Musnadnya. Dari keahlian
yang dimiliki inilah, beliau dimasukkan kelompok “Muhadditsin” bukan Imam Mujtahid,

sebagaimana komentar Idris al-Haddad, dalam kitab I’anah bahwa Imam Ahmad Ibnu Hambal

7
adalah seorang periwayat al-Hadist yang tidak ada tandiangannya pada masanya, bahkan beliau tidak
dapat dikelompokkan ‘ulama’ ahli fiqh.
Selanjutnya, dalam bidang fiqh Imam Ahmad ibn Hambal belajar kepada Imam Syafi’i dan
langsung menjadi pengikut setianya, bahkan tidak pernah berpisah kemanapun guru pergi kecuali
setelah Imam Syafi’iy pindah ke Mesir. Imam Syafi’iy juga belajar al-Hadist dari beliau, tetapi
setelah merasa memiliki kemampuan untuk berijtihad sendiri, maka Imam Ahmad ibn Hambal
melepaskannya dan selanjutnya bahkan membentuk mazhab sendiri.

B. Pola Pemikiran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Imam Ahmad Ibnu Hambal dalam
Menetapkan Hukum Islam serta Metode Istidlalnya

1. Pola Pemikiran dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Imam Ahmad Ibnu Hambal dalam
Menetapkan Hukum Islam
Fiqh Ahmad ibn Hambal pada dasarnya lebih banyak didasarkan pada al-Hadist al-Shahih,
yang diambil hanyalah al-Hadist al-Shahih tanpa mau memperhatikan pada adanya faktor lainnya
dan jika ditemukan adanya fatwa sahabat, maka fatwa sahabatlah yang diamalkan. Akan tetapi jika
ditemukan adanya beberapa fatwa para sahabat dan fatwa mereka tidak seragam, maka yang dipilih
fatwa mereka yang mendekati al-Qur’an dan al-Hadist.
Imam Ahmad ibn Hambal termasuk “Ahl al-Hadist” dan bukan sebagai “ Ahl Fiqh”, maka
tampak dengan jelas bahwa “Al-Sunnah” sangat mempengaruhi dirinya dalam menetapkan huum.
Karena beliau termasuk Imam Rihalah, ada juga pengaruhnya dalam menghadapi berbagai macam
perubahan keadaan yang sudah barang tentu jauh berbeda dari keadaan dimasa Nabi SAW yang
diketahuinya dari beberapa al-Hadist, khususnya yang berkaitan dengan al-Hadist al-Siyasah.
Dari faktor itulah, maka beliau dalam mensikapi keadaan sosial politik, selalu menggunakan
Mashlahah Mursalah dan Istihsan sebagi dasar hukumnya selama nash atau qaul al-Shahabat tidak
ditemukan. Sebagaimana tercermin pada pola pemikirannya yang sangat kuat dalam berpegang teguh
kepada al-Hadist, bahkan hal tersebut menjadikan dirinya terlalu takut menyimpang dari ketentuan
al-Hadist, begitu juga al-Atsar, mengingat posisinya sebagai ahl al-Hadist dan sebab dasar pijakan
fiqhnya lebih banyak kepada al-Hadist.

2. Metode Istidlal Imam Ahmad Ibnu Hambal dalam Menetapkan Hukum Islam
Metode istadlal Imam Ahmad Ibn Hambal yang dipakai menetapkan hukum Islam adalah
sebagai berikut:

A. Al-Qur’an dan al-Sunnah al-Shahih


Jika beliau sudah menemukan nash, baik dari al-Qur’an maupun al-Hadist al-Shahih, maka dalam

8
menetapkan hukum Islam adalah dengan nash tersebut sekalipun ada faktor-faktor lain yang boleh
jadi bisa dipakai bahan pertimbangan.

B. Fatwa Para Shahabat Nabi SAW

Jika beliau ditemukan didalam nash yang jelas, maka beliau menggunakan fatwa-fatwa dari para
sahabat Nabi SAW yang tidak ada perselisihan nya diantara mereka. Apalagi terjadi perselisihan,
maka yang diambil adalah fatwa-fatwa yang beliau pandang lebih dekat kepada nash, baik al-Qur’an
maupun al-Hadist.

C. Al-Hadist al-Mursal al-Hadist al-Dla’if

Jika dari ketiganya tidak ditemukan, maka beliau menetapkannya dari dasar al-Hadist al-Mursal atau
al-Hadist al-Dla’if, sebab yang dimaksud dengan al-Hadist al-Dla’if menurut Ahmad ibn Hambal
adalah karena al-Hadist ini terbagi menjadi dua, yaitu Shahih dan Dla’if, bukan shahih, Hasan, dan
Dla’if seperti kebanyakan ulama Al-Hadist.

D. Al-Qiyas

Jika dari semua sumber diatas tetap saja ditemukan, maka Imam Ahmad ibn Hambali menetapkan
hukum islam dengan mempergunakan al-Qiyas dan Mashlahah Mursalah, terutama di bidang sosial
politik.

Adapun hal-hal yang berkaitan masalah hukum “halal” dan “haram” beliau sangat teliti dalam
mengkaji beberapa al-Hadist dan sanadnya yang terkait dengannya, tetapi beliau sangat longgar dalam
menerima al-Hadist yang berkaitan dengan masalah “Akhlaq”, Fadla’il al-a’mal atau adat istiadat yang
terpuja, dengan persyaratan sebagai berikut: “Jika kami telah menerima al-Hadist Rasullah yang
menjelaskan masalah “Halal-Haram” atau perbuatan sunnah hukum-hukumnya, maka aku
melakukan penelitian al-Hadist secara ketet dan cermat, begitu juga sanad-sanadnya. Tetapi jika
berkaitan dengan fadlail al-a’mal atau tidak berhubungan dengan hukum, kami sedikit agak
longgar”.

3. Karakteristik Mahdab Imam Ahmad Ibnu Hambal


Pada hakikatnya para ulama sepakat bahwa Imam Ibnu Hambal adalah seorang pemuka ahli
Al-Hadist, dan tidak pernah menulis langsung kitab fiqh, sebab semua masalah fiqh yang dikaitkan
dengan diri beliau hanyalah berasal dari fatwa-fatwanya yang menjadi jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang pernah diajukan terhadap beliau, sedang yang menyusunnya adalah para
pengikutnya.

9
Selajutnya fiqh Ahmad ibn Hambal itu pada dasarnya lebih banyak didasarkan pada
Al-Hadist, dalam artian jika terdapat dalam hadist al-shahih, yang diambil hanyalah al-hadist
al-shahih tanpa memperhatikanyang lainnya. Dan jika ditemukan adanya fatwa sahabat, maka fatwa
sahabatlah yang diamalkan. Akan tetapi apabila ditemukan beberapa fatwa sahabat dan fatwa mereka
tidak seragam,maka yang dipilih fatwa mereka yang mendektai Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Jika para sahabat itu berbeda dalam suatu masalah, maka keduanya dipakai sebagai hujjah.
Akan tetapi jika ditemukan adanya hadist al-mursal atau dla’if, maka beliau lebih mendahulukan
Al-Hadist dari pada Al-Qiyas. Karena hal itukah Al-Qiyas tidak digunakan kecuali dalam keadaan
terpaksa, sehingga beliau tidak suka menggunakan fatwa yang tanpa dasar atsar.
Sebagaimana disebutkan diatas bahwa Imam Ahmad ibn Hambal lahir dan hidup diBaghdad,
sedang kota Baghdad sendiri sebagai ibu kota khilafah isma’iliyyah yang peradabannya lebih maju
dari hijaz pada umumnya. Begitu juga masyarakatnya yang sangat heterogen, sehingga semua
masalah hukum yang muncul di Baghdad, lebih banyak dan lebih variatif dibandingkan yang muncul
di Madinah atau di Hijaz pada umumnya.
Dalam keadaan seperti itulah, Ahmad ibn Hambal mengembangkan ajarannya. Mengingat
beliau terkenal sebagai orang yang ahli Al-Hadist, bahkan pada masanya sebagai Imam as- sunnah,
maka dengan mudah beliau dapat melihat terjadinya perbedaan hasil ijtihad antara Imam Abu
Hanifah dan Imam ibnu Hambal yang keduanya hidup dalam satu kota, hanya saja yang satu
termasuk kelompok Al-Hadist. Karena beliau Imam Ahmad ibn Hambal termasuk golongan
Al-Hadist bukan termasuk Ahlu Fiqh, maka tampak degan jelas bahwa As-Sunnah sangat
mempengaruhi dirinya dalam menetapkan hukum. Karena beliau termasuk imam rihalah, ada juga
pengaruhnya dalam menghadapi berbagai macam perubahan keadaan yang sudah barang tentu jauh
berbeda dari keadaan dimasa Rasullah SAW. yang diketahuinya dari Al-Hadist, khususnya yang
berkaitan dengan Al-Hadist al-Siyasah.
Dari faktor itulah maka, Imam ibn Hambal dalam mensikapi keadaan sosial politik, selalu
menggunakan mashlahah mursalah shahabat tidak ditemukan, sebagaimana yang tercermin pada pola
permikirannya yang sangat kuat dalam berpegang teguh kepada Al-Hadist, bahkan hal tersebut
menjadikan dirinya terlalu takut menyimpang dari ketentuan Al-Hadist, begitu juga al-atsar, mengiat
posisinya sebagai ahl Al-Hadist. Hal seperti itu tampak jelas sekali ketika beliau menghadapi
terjadinya perbedaan pandangan diantara para tabi’in, dimana beliau tidak berani memilih antara
pendapat-pendapat yang ditentukan oleh mereka, apalagi pendapat para nabi SAW.
Oleh karena itulah, maka para ulama berselisihan pandangan tentang posisi Imam Ahmad ibn
Hambal sebagai ulama yang ahli dalam bidang fiqh, sebab kenyataannya Imam Ahmad ibn Hambal
tidak terlalu mempertimbangkan adanya pendapat-pendapat saat menghadapi perbedaan dalam

10
masalah fiqh dikalangan fuqoha, mengingat posisinya sebagai ahl Al-Hadist, sehingga beliau tidak
dimasukkan kedalam kelompok al-fiqh, sebab dasar pijakan fiqhnya lebih banyak ke al-Hadist.

BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Ahmad Ibn Muhammad Ibnu Hambal ib Asad ibn Idris ibn Abdullah ibn Hasan al-Syabaniy,
lahir di Baghdad pada bulan Rabiul Awal tahun 164H/780. Ahmad ibn Hambal berasal dari keturunan
Bani Syaiban, salah satu kabilah yang berdomisili disemananjung Arab. Sejak kecil beliau telah
menunjukkan sifat dan pribadi yang mulia, sehingga menarik simpati banyak orang. Dan sejak kecil
itu pula beliau telah menunjukkan minat yang besar kepada ilmu pengetahuan. Ibnu Hambal
meninggal dunia pada hari jum’at tanggal 12 bulan Rabiul Awwal tahun 21 Hijriah.
Metode istadlal Imam Ahmad Ibn Hambal yang dipakai menetapakan hukum Islam adalah sebagai
berikut:
a) Al-Qur’an dan al-Sunnah al-Shahih
b) Fatwa Para Shahabat Nabi SAW
c) Al-Hadist al-Mursal al-Hadist al-Dla’if
d) Al-Qiyas

Pada hakikatnya para ulama sepakat bahwa Imam Ibnu Hambal adalah seorang pemuka ahli
Al-Hadist, dan tidak pernah menulis secara langsung kitab fiqh, sebab semua masalah fiqh yang
dikaitkan dengan diri beliau hanyalah bersal dari fatwa-fatwanya yang menjadi jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang pernah diajukan terhadap beliau, sedang yang menyusunnya adalah para
pengikutnya.

11
DAFTAR PUSAKA

Jawad, Muhammad Mugniyah.2013. al-Fiqh ‘ ala al-Madzhabib al-Khamsah, Jakarta: Penerbit


Lentera.
Jawad, Muhammad Mughniyah.2015. fiqih lima mazhab, Jakarta:Penerbit Lentera.
Ma’shum, Muhammad Zein.2008. Arus Besar Pemikiran Empat Madzhab, cetakan pertama.
Jombang Jatim: Darul Hikmah.
S. Juhaya Praja .2008. Perbandingan Madzhab Dengan Pendekatan Baru,Bandung: CV Pustaka
Setia.

12
13

Anda mungkin juga menyukai