Anda di halaman 1dari 10

ARTIKEL

PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT ISLAM DI JAWA MENURUT


TEORI EVOLUSI HERBERT SPENCER

Oleh :

Muhammad Bangkit Ali Wafa (2205051)

Shofiyah (22015052)

Anjani Putri Khoiriyah (22105059)

Siti Natik Chumairo (22105073)

Abstrak

Evolusi secara umum merupakan perubahan pada sifat-sifat terwariskan suatu populasi
organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perubahan ini disebabkan oleh tiga
kombinasi proses utama yaitu variasi, reproduksi, dan seleksi. Manusia pasti mengalami yang
namanya evolusi, perubahan dari pemikiran atau sifat-sifat tertentu. Bukan hanya manusia tetapi
budaya dan tradisi di suatu wilayah juga mengalami evolusi. Indonesia kaya akan budayanya,
mulai dari beberapa provinsi pasti mempunyai kebudayaan dan ciri khas yang berbeda. Sebagai
contoh budaya masyarakat islam di Indonesia adalah tanah Jawa. Dimana sebelum datangnya
islam sudah banyak budaya-budaya yang dilakukan, dan ketika islam datang ke Indonesia islam
tetap menyesuaikan kebudayan yang sudah lahir sejak lama. Islam tidak menghapus kebudayaan
tersebut melainkan merubah sedikit budaya dengan mencampurkan ajaran-ajaran didalamnya.

Kata kunci : Evolusi, manusia, budaya, islam


PENDAHULUAN

Evolusi sampai saat ini merupakan teori yang masih menjadi perdebatan diantara para
ilmuan di seluruh dunia. Teori tersebut menyatakan terjadinya sebuah perubahan pada makhluk
hidup atau spesies secara gradual (perlahanlahan). Perubahan yang dihasilkan membutuhkan
waktu yang cukup lama dalam menghasilkan spesies atau makhluk hidup yang baru. Teori evolusi
menjadi sebuah teori yang tenar ketika dipopulerkan oleh ilmuan Inggris Charles Darwin (1809-
1882). Evolusi adalah konsep terpenting dalam biologi. Bahkan, seorang ahli genetika,
Dodzhansky dalam Luthfi dan Khusnuryani (2005) mengatakan bahwa tidak ada yang masuk akal
dalam biologi kecuali ditinjau dari sudut pandang evolusi. Teori evolusi menjelaskan mengapa
jutaan spesies dapat eksis. Prinsip ini mempersatukan keseluruhan sejarah kehidupan. Secara
ringkas evolusi menyatakan bahwa keanekaragaman bentuk kehidupan muncul sebagai hasil
perubahan susunan genetikanya. Organisme-organisme modern merupakan keturunan dari bentuk-
bentuk kehidupan sebelumnya yang mengalami modifikasi. Studi evolusi biologi memerlukan
banyak pemahaman mengenai genetika, biokimi, embriologi, biogeografi, geologi, biologi,
paleontologi, biologi molekuler, dan lain sebagainya. Penolakan terhadap teori evolusi terkait
dengan pernyataan Darwin bahwa spesies berkembang dari spesies yang sederhana ke makhluk
hidup yang lebih kompleks. Darwin menyatakan bahwa mutasi adalah sumber keragaman yang
selanjutnya melalui seleksi alam akan menyeleksi varian yang survive, selanjutnya evolusi terus
berlangsung dan dapat menghasilkan spesies yang sangat berlainan dari spesies asalnya.
Pernyataan evolusi Darwin ini mendapat tanggapan di kalangan ilmiah maupun masyarakat awam.
Banyak tulisan ilmiah maupun pandangan tentang evolusi yang menyangkal peran mutasi bagi
seleksi alam, mutasi dianggap tidak berperan karena mutasi bersifat acak, tidak terarah sehingga 1
2 menghasilkan mutan yang merugikan, kondisi gen di alam sebagian besar adalah homosigot,
mutasi lebih banyak menyebabkan gen dominan menjadi resesif. Para kreasionis penentang
evolusi memperselisihkan tingkat dukungan evolusi di kalangan ilmuwan.

METODE
Dibutuhkan beberapa data dan informasi dari buku serta jurnal yang digunakan sebagai
refrensi dalam pembuatan artikel ini, maka metode yang digunakan ialah metode Kuantitatif, yang
dimana proses pengumpulan data dan informasi dalam artikel ini bisa meminimalisir proses
pembuatan artikel, serta data dan refrensi yang dicantumkan pada tulisan ini mampu dijadikan
refrensi lainnya bagi para pembaca.

Herbert Spencer (1820-1903)

Herbert Spencer lahir pada tanggal 27 April 1820 di Derby Inggris. Ayahnya seorang guru,
bersikap amat kritis terhadap agama, ia melepaskan iman Kristen. Selama hidupnya ia sukar diajak
bergaul, dan ia selalu nampak beroposisi terhadap nilai-nilai budaya masyarakat. Ia menjadi
terkenal dan berpengaruh didunia barat oleh ajarannya mengenai prioritas individu atas masyarakat
(individualisme), dan prioritas ilmu pengetahuan atau agama. Individualism Spencer bertentangan
dengan sosiologinya.

Spencer mengalami kritik tajam dan pujian besar dari pembacanya. Pada akhir hidupnya
ia tidak lagi menerima mereka. Ia merasa amat cemas dan meninggal dunia di kota Brighton pada
tanggal 8 desember 1903. Spencer memperjuangkan penafsiran-penafsiran keagamaan digantikan
dengan penafsiran ilmiah yang alami. Spencer mengatakan bahwa masyarakat adalah organisme,
yang berdiri sendiri dan berevolusi sendiri lepas dari kematian dan bertanggung jawab anggotanya,
dan dibawah kuasa hukum agama disetarafkan olehnya dengan keterbelakangannya. Ia sendiri
mengajarkan evolusi dan kemajuan. Semasa hidupnya buku “filsafat positif” dari Comte disambut
dengan baik di Inggris sebab dianggap cocok dengan empirisme Francis Bacon dan John Locke,
maupun dengan skeptitisme David Hume dan Rakyat Inggris pada umumnya yang tidak tertarik
kepada filsafat spekulatif.

Teori Evolusi Sosial Universal H.Spencer

Ahli filsafat Inggris H. Spencer (1820 – 1903) dianggap sebagai salah seorang pendekar
ilmu antropologi, semua karya Spencer berdasarkan konsepsi bahwa seluruh alam itu baik yang
berwujud nonorganis, organis, maupun superorganis,[1] berevolusi karena di dorong oleh
kekuatan mutlak yang disebutnya evolusi universal (Spencer 1876 : 1, 434). Spencer melihat
perkembangan masyarakat dan kebudayaan dari tiap bangsa di dunia itu telah atau akan melalui
tingkat – tingkat evolusi yang sama, namun ia tak mengabaikan fakta bahwa secara khusus tiap
bagian masyarakat atau sub – sub kebudayaan bisa mengalami proses evolusi yang melalui tingkat
yang berbeda – beda. Suatu contoh misalnya teori Spencer mengenai asal mula religi. Pangkal
pendirian mengenai hal itu adalah bahwa pada semua bangsa di dunia religi itu mulai karena
manusia sadar dan takut akan maut, serupa dengan pendirian ahli sejarah kebudayaan E.B. Tylor.
Ia juga berpendirian bahwa bentuk religi yang tertua adalah penyembahan kepada roh – roh yang
merupakan personifikasi dari jiwa orang – orang yang telah meninggal, teutama nenek
moyangnya. Bentuk religi yang tertua ini pada semua bangsa di dunia akan berevolusi ke bentuk
religi yang menurut Spencer merupakan tingkat evolusi yang lebih kompleks dan berdiferensiasi,
yaitu penyembahan kepada dewa – dewa. Namun, walaupun religi dari semua bangsa di dunia
pada garis besar evolusi universal akan berkembang dari tingkat penyembahan roh nenek moyang
ke tingkat penyembahan dewa – dewa, secara khusus tiap bangsa dapat mengalami proses evolusi
yang berbeda – beda.

Pengertian Sosial Budaya

Sosial budaya atau yang akrab juga disebut kebudayaan secara universal merupakan suatu
tata nilai dalam masyarakat yang berasal dari pola pikir dan akal budi manusia-manusia yang hidup
di dalamnya. Hasilnya berupa penciptaan akan beragam hal seperti kesenian, kepercayaan,
maupun adat istiadat yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Jadi Sosial budaya adalah sebuah
hubungan dan tatanan pada lingkungan masyarakat. Sosial budaya mencakup komponen moral,
keyakinan, pengetahuan, dan adat istiadat. Sosial budaya tidaklah stagnan. Namun terus
mengalami perubahan dan perkembangan. Adanya perkembangan dan perubahan sosial budaya
menunjukkan kehidupan manusia yang dinamis. Semua itu bertujuan untuk mendapatkan
kehidupan yang lebih baik. Berbagai bentuk perubahan terus berkembang di masyarakat sampai
saat ini. Pada akhirnya yang didapatkan dan diharapkan dari perubahan dan perkembangan sosial
budaya adalah mendapatkan puncak kebudayaan. Baik itu berupa pemikiran atau tingkah laku
yang lebih baik dari sebelumnya.

Sosial Budaya Masyarakat Islam Jawa Pada Zaman Dahulu

Umat Islam di Indonesia adalah mayoritas dan merupakan yang terbesar di dunia. Suku
Jawa juga merupakan suku mayoritas di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Islam dan Jawa
merupakan dua hal penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tidak berniat untuk
menafikan suku atau agama lain, dengan penjelasan tersebut memberi arti bahwa kualitas
keduanya akan sangat mempengaruhi kualitas bangsa Indonesia. Jika Islam di negeri ini baik,
maka baik pula bangsa ini. Begitu juga jika kebudayaan Jawanya baik maka bangsa ini akan
memiliki karakter yang kuat dan dihormati oleh bangsa lain.
Islam sepertinya bernasib sama seperti agama-agama yang masuk terlebih dahulu yaitu
hindu dan budha. Yaitu harus mengatasi kebudayaan Jawa yang dalam bahasa Simuh disebut
kenyal atau tegar. Masyarakat Jawa adalah masyarakat yang tidak mau melupakan jasa orang lain
(orang tua, tokoh masyarakat, ulama, dan sebagainya) walaupun orang tersebut sudah meninggal,
bahkan akan lebih menghormati jika orang tersebut sudah meninggal. Walau bernasib sama tapi
tampaknya Hindu budha tampaknya lebih beruntung karena ajaran keduanya juga sedikit banyak
berhubungan dengan ruh atau arwah, walaupun harus mengalami penyesuaian ajarannya agar
dapat diterima. Sedangkan Islam, harus mencari ajarannya yang berhubungan dengan ruh atau
arwah leluhur agar tidak terlalu bertabrakan dengan tauhid. Masyarakat Jawa memiliki budaya
yang khas terkait dengan kehidupan beragamanya.

Secara sosiologi, Agama Islam mengalami perubahan terhadap ritual yang dilakukan
masyarakat karena adanya pengaruh budaya Indonesia. Jika dalam suatu masyarakat memiliki
budaya lokal yang khas maka secara tidak langsung agama yang dianut oleh masyarakat setempat
akan selalu dikaitkan dengan berbagai ritual yang dilakukan.1 Agama, budaya dan masyarakat
akan selalu berjalan beriringan sesuai dengan apa yang di interpretasikan masyarakat bahwa
budaya dan agama adalah satu kesatuan yang tidak akan pernah terpisahkan.

Di Indonesia, Khususnya daerah Jawa terdapat kelompok Kejawen. Kejawen adalah


sebuah corak kepercayaan yang terutama yang dianut di pulau Jawa dan suku bangsa lainnya yang
menetap di Jawa. Kejawen sebenarnya adalah nama sebuah kelompok kepercayaan yang mirip
satu sama lain dan bukan sebuah agama yang terorganisir seperti agama Islam atau agama Kristen.2
Ciri khas dari Kejawen adalah adanya perpaduan antara animisme, agama Hindu dan agama
Budha. Tepatnya adalah sebuah kepercayaan sinkretisme. Masyarakat kejawen khususnya Islam
kejawen terdapat tradisi ritual yang sederhana, formal, jauh dari keramaian serta apa adanya. Ritual
adalah suatu teknik atau cara yang membuat suatu adat kebiasaan menjadi suci (sanctify the
custom). Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat sosial, dan agama. Ritual bisa bersifat
pribadi ataupun berkelompok. Wujudnya bisa berupa tarian, drama, doa, dan sebagainya.3 Secara

1
Sudirman Tebba, Sosiologi Hukum Islam (Yogyakarta: UII Press, 2003)
2
Ahmad khalil, Islam Jawa, (Sufisme dalam etika dan Tradisi Jawa) (Malang: UIN Malang Press, 2008), 277.
3
Salah satu contoh prosesi ritual dalam tradisi Jawa nampak pada Ritual Pengesahan Warga Baru Persaudaraan
Setia Hati terate. Lihat Fauzan, “Akulturasi Islam dan Budaya Jawa: Kajian Pada Ritual ‘Pengesahan’ Warga Baru
Persaudaraan Setia Hati Terate,” Kalam Vol. 6, no. 1 (2012): 105–24.
keseluruhan akrab dangan sebutan “Slametan”4 . Slametan berasal dari kata slamet (Arab:
salamah) yang berarti selamat, bahagia, sentausa. Selamat dapat dimaknai sebagai keadaan lepas
dari insiden-insiden yang tidak dikehendaki. Sementara itu, menurut Clifford Geertz slametan
adalah suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga. Secara
tradisional acara syukuran dimulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar,
melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk.5 Sebelum Islam masuk ke Indonesia, slametan identik
dengan sesajen yang di persembahkan untuk roh-roh halus. Setelah Islam masuk ke bumi
Nusantara, para penyebar Islam berupaya menyisipkan nilai-nilai Islam di dalamnya. Mereka
berusaha merubah tradisi slametan bukan lagi sebagai persembahan untuk makhluk halus,
melainkan sebagai sedekah yang tidak hanya merekatkan hubungan antara masyarakat, akan tetapi
juga melatih kepedulian sosial.6 Walaupun kini sudah “Islami”, akan tetapi sebagian umat Islam
masih menolak tradisi tahlillan. Mereka menganggapnya sebagai bid’ah yang haram. Sebab tradisi
tahlilan tidak pernah disyariatkat oleh Allah dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad
SAW dan sahabatnya. Tradisi ini merupakan transfer pahala dari orang yang masih hidup kepada
yang sudah mati, dan itu bertentangan dengan ajaran Islam. Tradisi ini akan membuat orang mudah
berbuat dosa, karena dia berkeyakinan bahwa dosanya bisa ditebus dengan tahlilan dan dzikir fida’.
Hal itu mudah dilakukan oleh orang-orang kaya. Tradisi ini merupakan tindak pemborosan, karena
memberikan sedekah kepada orang-orang yang tidak membutuhkan (bukan fakir miskin).

Pendapat ini seirama dengan pandangan Ibnu Hajar al-Haitami. Dalam al-Fatawi al-Kubra,
Ibnu Hajar berpendapat bahwa peringatan hari ketiga, ketujuh, dan lain-lain yang telah
membudaya di masyarakat, termasuk bid’ah madzmumah (bid’ah tercela), akan tetapi tidak
diharamkan, selama bukan untuk meratapi kematian si mayit.7 Sementara kalangan yang
mendukung tradisi tahlilan menilai, bahwa tradisi ini sama saja dengan ajaran membacakan ayat
suci alQur’an untuk orang mati, dimana hal itu merupakan anjuran Islam. Selain itu, tradisi tahlilan
juga mengandung sisi positif, antara lain: Menumbuhkan semangat dakwah, mengingatkan kita
bahwa akhir kehidupan dan menanamkan jiwa kepedulian sosial terhadap sesama. Slametan
dilakukan untuk merayakan hampir semua kejadian, termasuk kelahiran, kematian, pernikahan,

4
Khalil, Islam Jawa…h. 277.
5
Ibid., 278.
6
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 125
7
Muhammad Sholikhin, Ritual Kematian Islam Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2010), 165.
pindah rumah, dan sebagainya.8 Dengan pendekatan analisis historis, Tulisan ini bertujuan
meneliti bagaimana tradisi ritual kematian pada Islam Kejawen.

Sosial Budaya Masyarakat Islam Jawa Pada Zaman Sekarang

Adanya budaya tahlilan dan slametan pada zaman dahulu masih banyak sekali
pertentangan-pertentangan, terutama pertentangan dari umat islam sendiri. Ada beberapa
kelompok-kelompok ajaran islam yang menentang adanya tradisi Tahlilan dan slametan. Dari
fakta di atas, bahwasannya beberapa kelompok ajaran islam tersebut membid’ah kan adanya tradisi
tahlilan, dikarenakan Rasulullah SAW, tidak pernah melakukan hal tersebut. Pendapat ini seirama
dengan pandangan Ibnu Hajar al-Haitami. Dalam al-Fatawi al-Kubra, Ibnu Hajar berpendapat
bahwa peringatan hari ketiga, ketujuh, dan lain-lain yang telah membudaya di masyarakat,
termasuk bid’ah madzmumah (bid’ah tercela), akan tetapi tidak diharamkan, selama bukan untuk
meratapi kematian si mayit. Sementara kalangan yang mendukung tradisi tahlilan menilai, bahwa
tradisi ini sama saja dengan ajaran membacakan ayat suci alQur’an untuk orang mati, dimana hal
itu merupakan anjuran Islam. Selain itu, tradisi tahlilan juga mengandung sisi positif, antara lain:
Menumbuhkan semangat dakwah, mengingatkan kita bahwa akhir kehidupan dan menanamkan
jiwa kepedulian sosial terhadap sesama. Slametan dilakukan untuk merayakan hampir semua
kejadian, termasuk kelahiran, kematian, pernikahan, pindah rumah, dan sebagainya.

Maka dari itu dari fakta tersebut, dapat dikaji melalui sejarah tentang awal mulanya muncul
tradisi Tahlilan dan slametan di Indonesia. Jika pada zaman dahulu memakai sesajen, maka zaman
sekarang sesajen itu diwujudkan dengan berkat, sebagian besar orang-orang yang hadir biasanya
diberikan jinjingan atau berkat. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa tradisi nenek moyang
masih tetap dipakai, tetapi pada zaman sekarang pelaksanaannya telah diubah agar berterima oleh
masyarakat. Hidangan yang pada zaman dahulu dijadikan untuk sajen para leluhur, kini mengalami
perubahan konsep menjadi sebuah hidangan yang ditujukan sebagai rasa terima kasih terhadap
orang-orang yang telah hadir pada acara tahlilan.

Dan ada beberapa organisasi islam yang mengakomodir dan menerima adanya tradisi
tahlilan. Salah satunya yakni Organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Karena tradisi tahlilan dan
slametan selaras dengan ajarannya. Maka dari itu organisasi NU saat ini berkembang sangat pesat

8
Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, 124.
dalam segi penganutnya. Dikarenakan bisa mengakomodir budaya masyarakat yang ada sejak
zaman dahulu, yakni tahlilan dan slametan.

Tradisi tahlilan dan slametan seiring berjalannya waktu, dapat di terima dikalangan
mayoritas masyarakat indonesia. Bahkan sudah melekat dalam budaya masyarakat yang ada di
desa khususnya. Meskipun masih ada beberapa kelompok-kelompok ajaran islam yang menentang
adanya tahlilan dan slametan, akan tetapi tradisi tersebut terus berkembang di masyarakat jawa,
bahkan indonesia. Dikarenakan tradisi tersebut sudah melekat di masyarakat Jawa.

KESIMPULAN

Banyak sekali perubahan-perubahan sosial budaya masyarakat islam di jawa, sesuai


dengan hasil penelitian di atas, terjadi evolusi sosial masyarakat islam jawa dalam konteks tradisi
tahlil dan slametan. Sesuai dengan teori evolusi sosial Hearbert Spencer, maka dapat dilihat bahwa
masyarakat jawa mengalami tahapan 4 tahapan evolusi yakni :

a. Tahapan Pertumbuhan
Pada tahap ini, tiap-tiap mahluk individual maupun tiap-tiap orde sosial dalam
keseluruhannya selalu bertumbuh dan bertambah. Jika dilihat pada masyarakat Jawa, Jika
pada zaman dahulu masyarakat jawa pemeluk agam islam masih minoritas, dengan
berkembangnya ajaran islam yang bisa membaur dengan budaya masyarakat jawa yang
ada, maka masyarakat jawa dapat menerima ajaran islam dengan baik dan sekarang islam
di jawa berkembang dengan pesat.
b. Tahap kompleksifikasi
Pada tahap ini merupakan salah satu akibat proses pertambahan dimana semakin rumitnya
struktur organisme yang bersangkutna dan struktur keorganisasian semakin lama semakin
kompleks. Seperti halnya dalam pelaksanaan tahlil dan slametan dulu memakai sesajen
untuk menghormati para leluhur, sekarang menggunakan berkat untuk diberikan kepada
orang-orang yang hadir dalam acara tersebut guna sebagai wujud terimakasih kepada
orang-orang yang ikut mendoakan dalam acara tahlil dan slametan.
c. Tahap Differensi
Evolusi masyarakat juga menonjolkan pembagian tugas atau fungsi yang semakin berbeda-
beda. Pembagian kerja menghasilkan pelapisan social (Stratifikasi). Seperti halnya
masyarakat jawa yang dibedakan dengan daerah, jadi tradisi tahlilan dan slametan di jawa
bagian timur,tengah,dan barat ada perbedaan
d. Tahap Integrasi
Proses diferensiasi mengakibatkan bahaya perpecahan, maka kecenderungan negative ini
perlu dibendung dan diimbangi oleh proses yang mempersatukan. Pengintegrasian ini
merupakan tahap dalam proses evolusi yang bersifat alami dan spontan otomatis. Adanya
Tradisi tahlil dan slametan banyak sekali kelompok-kelompok yang menentang adanya
tradisi tersebut. Seiring berjalannya waktu, masyarakat jawa dapat menerima tradisi tahlil
dan slametan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Nurul Mahmudah, (2019). Jurnal Studi Keislaman:Tradisi Ritual Kematian Islam Kejawen
Ditinjau Dari Sosiologi Hukum Islam. Institute Agama Islam Negeri Jurai Siwo Metro.

Erwin Arsadani MS, (2012) ISLAM DAN KEARIFAN BUDAYA LOKAL: Studi Terhadap Tradisi
Penghormatan Arwah Leluhur Masyarakat Jawa. Yogyakarta.

Salah satu contoh prosesi ritual dalam tradisi Jawa nampak pada Ritual Pengesahan Warga Baru
Persaudaraan Setia Hati terate. Lihat Fauzan, “Akulturasi Islam dan Budaya Jawa: Kajian Pada
Ritual ‘Pengesahan’ Warga Baru Persaudaraan Setia Hati Terate,” Kalam Vol. 6, no. 1 (2012).

Sudirman Tebba, Sosiologi Hukum Islam (Yogyakarta: UII Press, 2003).

Ahmad khalil, Islam Jawa, (Sufisme dalam etika dan Tradisi Jawa) (Malang: UIN Malang Press,
2008).

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa (Jakarta: Balai Pustaka, 1984).

Muhammad Sholikhin, Ritual Kematian Islam Jawa (Yogyakarta: Narasi, 2010).

Anda mungkin juga menyukai