Anda di halaman 1dari 8

TUGAS RUTIN 4

ALIRAN ATAU TEORI DALAM


ANTROPOLOGI SOSIAL
BUDAYA

Skor Nilai:

ALIRAN ATAU TEORI DALAM ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA

WAHYUNI SINAGA

3203122042

PENDIDIKAN ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

OKTOBER 2020
ALIRAN/TEORI DALAM ANTROPOLOGI SOSIAL BUDAYA
A. TEORI EVOLUSI UNIVERSAL
Konsepsi tentang proses evolusi social universal, soal asal mula dan evolusi kelompok
keluarga, asal mula dan evolusi konsep hak milik, asal mula dan evolusi negara, asal
mula dan evolusi religi, semua hal tersebut harus dipandang dalam rangka masyarakat
manusia yang telah berkembang dengan lambat (berevolusi), dari tingkat yang rendah
dan sederhana, yang lama-kelamaan akan berubah menjadi makin tinggi dan kompeks.
Hal tersebutlah yang menjadi suatu alasan, mengapa masih banyak kelompok etnik dalam
masyarakat masih dalam bentuk aslinya atau bisa dikatakan belum berubah dari zaman
dahulu, yang berarti bahwa kelompok masyarakat itu masih ada pada fase atau tingkatan
yang permulaan dari proses evolusi mereka, dan bangsa lain ada pada proses pertengahan
dari evolusi tersebut, dan ada pula masyarakat yang telah mencapai tingkat evolusi yang
tinggi, yaitu masyarakat Eropa Barat.

Pada hal ini, ada kaum cendikiawan dan ahli filsafat yang telah menulis berbagai
karangan, baik itu mendeskripsikannya secara luas dan sistematis, telah mempergunakan
bahan etnografi dan etnografika tersebut. Terbitnya karya-karya mereka, yang menjadi
permulaan antropologi du dunia ilmiah.

B. TEORI EVOLUSI SOSIAL UNIVERSAL HERBERT SPENCER


Filsafat Inggris, Herbert Spencer (1820-1903) dengan ahli filsafat Prancis, August
Comte, termasuk aliran cara berpikir positivism, yaitu aliran ilmu filsafat yang bertujuan
menerapkan metodologi eksak yang telah dikembangkan dalam ilmu fisika dana lam,
dalam studi masyarakat manusia. Semua karya beliau diciptakan berdasarkan konsepsi
bahwa seluruh alam itu, baik berwujud non-organis, organis, maupun superorganism,
berevolusi karena didorong oleh kekuatan mutlak yang disebutnya evolusi universal
(Spencer 1876:1.434), ia telah menulis sebuah buku yang cukup besar untuk melukiskan
proses evolusi universal itu di antara semua bangsa di dunia. Buku yang terdiri dari 15
jilid tersebut, ia sebut sebagai Descriptive Sociology (1873-1934). Cukup banyak pihak
yang membantunya dalam pembuatan buku ini, baik itu asisten dan sumber data yaitu
catatan etnografi yang bersifat sekunder. Yang menulis ringkas tentang bentuk dan
sejarah masyarakat dari berpuluh-puluh bangsa atau suku bangsa.
Gambaran menyeluruh tentang evolusi universal dari umat manusia yang ada dalam buku
tersebut menunjukkan bahwa dalam garis besarnya Spencer melihat perkembangan
masyarakat dan kebudayaan setiap bangsa akan melalui tingkat-tingkat evolusi yang
sama. Namun, tak mengabaikan fakta yang mengungkapkan bahwa secra khusus tiap
bagian dalam masyarakat dan sub-sub kebudayaan bisa mengalami proses evolusi yang
melalui tingkat yang berbeda-beda. Misalnya teori Spencer yang mengemukakan bahwa
keberadaan atau kemunculan religi atau kepercayaan semua bangsa berawal dari
kesadaran manusia akan takut dan maut. Serupa dengan pendirian E.B Taylor, yaitu
bentuk religi tertua adalah penyembahan kepada roh-roh yang merupakan personifikasi
dari jiwa-jiwa orang-orang yang telah meninggal, terutama nenek moyangnya. Religi dari
semua bangsa yang ada di dunia pada garis besar evolusi universal akan berkembang
dari tingkat penyembahan roh nenek moyang ke tingkat penyembahan dewa-dewa,secara
khusu tiap bangsa dapat mengalami proses evolusi yang berbeda-beda.

Mengenai anggapan Spencer tentang perbedaat antara evolusi universal yang seragam
dan proses evolusi khusus yang berbeda-beda, tampak dalam teorinya tentang evolusi
hukum dalam masyarakat. Dalam hal itu, beliau berpendirian bahwa hukum dalam
manusia adalah hukum keramat, karena merupakan aturan-aturan hidup dan bergaul oleh
nenek moyang dan berlandaskan atas ketakutan masyarakat terhadap kemarahan nenek
moyang mereka, jika aturan tersebut dilangar. Tetapi secara Sosiologi, aturan yang
mereka anggap dari nenek moyang mereka itu adalah karena memang mereka hidup
saling membutuhkan satu sama lain. Pada hal ini, jika masyarakat menjado lebih
kompleks, maka hukum keramat yang ada di dalamnya yang bersifat statis akan semakin
berkurang karena tidak sesuai lagi dengan keadaan, yang memunculkan hukum yang
sekuler, yang berazas butuh-membutuhkan yang secara timbal balik, tetapi semakin besar
masyarakat akan dibutuhkan juga sebuah kekuasaan yang bersifat otoriter untuk menjaga
aturan tersebut, dan dilaksanakan oleh masyarakat.
C. TEORI EVOLUSI KELUARGA J.J BACHOFEN
J.J Bachofen, seorang ahli hukum Jerman, yang juga terkenal di bidang ilmu antropologi,
karena pengembangan teori tentang evolusi hukum milik dan hukum waris, dan erat
bersangkutan dan erat bersangkutan tentang teori evolusi keluarga. Pada buku Bachofen
Das Mutterrecht (1861), ia telah menguraikan teori tersebut, dengan bahan bukti yang
tidak hanya diambilnya dari masyarakat Yunani dan Rum Klasik, tetapi bahan etnografi
dari masyarakat bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan suku-suku bangsa Indian, Amerika.
Menurut Bachofen, di seluruh dunia, keluarga manusia berkembang melalui empat
tingkat evolusi. Pada zaman yang cukup lampau ada keadaan promiskuitas, dimana suatu
keadaan manusia hidup serupa layaknya dengan sekawan binatang berkelompok, dan
laki-laki serta wanita berhubungan dengan bebas dan melahirkan hubungannya tanpa ada
ikatan, jika tanpa ikatan, bearti status dalam keluarga pun belum ada padda masa ini.
Tetapi lambat laun ada perubahan. Yaitu kesadaran akan hubungan antara ibu dan anak-
anaknya sebagai keluarga inti dalam masyarakat, karena memang saat itu, anak-anak
hanya mengenal ibunya, tanpa mengenal ayahnya.

Pada masa ini, perkawinan antara ibu dan anak laki-laki sangatlah dilarang dan dihindari,
dan hal ini berdampak pada munculnya istilah adat exogami. Saat itu, garis keturunan
diambil dari ibu, para kaum sarjana menamainya dengan istilah ‘matriarchate’. Tingkayt
yang selanjutnya disebabkan oleh adanya ketidakpuasan dari kaum laki-laki, dengan
mengambil gadis dari kelompok lain, dan membawanya ke kelompok nya sendiri.
Otomatis, keturunan mereka juga akan tinggal pada kelompok tersebut, lambat laun,
seorang pria menjadi kepala keluarga dalam kelompok itu, dengan istilah ‘patriarchate’.
Tingkat terakhir, yaitu adanya perubahan dari exogami menjadi endogamy oleh berbagai
sebab. Endogami atau perkwinan dalam batas-batas kelompok, menyebabkan seorang
anak senantiasa akan berhubungan dengan orangtuanya, dengan demikian ‘patriartache’
pun lambat laun hilang, dan berubah menjadi suatu susunan kekerabatan, yang Bachofen
sebut dengan parental.
D. TEORI EVOLUSI KEBUDAYAAN LH. MORGAN
LH. Morgan seorang ahli hukum yang tinggal di antara suku-suku bangsa Indian Iroquois
di daerah huku Sungai St. Lawrence dan di sebelah selatan danau-danau besar Ontario
dan Erie. Karena hal itu ia mendapatkan pengetahuan tentang kebudayaan orang Indian
itu. Karangan etnografinya, yang berjudul ‘League of the Ho-de-noSau-bie or Iroquois
(1851). Karangan tersebut menulis tentang orang Iroquois, terutama soal susunan
kemasyarakatan dan sistem kekerabatan. Ia mendapatkan suatu cara untuk mempelajari
semua sistem kekerabatan tersebut dari semua suku yang memiliki karakteristik yang
berbeda dan khas pula. Cara itu didasarkan pada gejala kesejajaran yang sering kali ada
di antara sistem istilah kekerabatan dan kekerabatan.

Sesuai dengan zamannya, ia juga percaya pada konsep evolusi masyarakat. Karya
pokoknya yang berjudul ‘Ancient Society’ pada 1877, mencoba melukiskan proses
evolusi masyarakat dan kebudayaan manusia melalui delapan tingkatan evolusi yang
universal. Menurut LH. Morgan, masyarakat dari semua bangsa di sunia sudah atau
masih akan menyelesaikan proses evolusinya melalui kedelapan tingkatan evolusi
sebagai berikut.
1. Zaman Liar Tua, yaitu zaman sejak adanya manusia sampai ia menemukan api, dalam
zaman ini manusia hidup dari meramu, mencari akar-akar, dan tumbuhan liar.
2. Zaman Liar Madya, yaitu zaman sejak manusia menemukan api, sampai ia
menemukan senjata busur-panah, dalam zaman ini manusia telah mulai merobah mata
pencahariannya dari meramu menjadi mencari ikan di sungai, atau mungkin juga
berburu,
3. Zaman Liar Muda, yaitu zaman sejak manusia menemukan senjata busur-panah,
sampai kemahiran dalam menciptakan barang-barang tembikar, tetapi memang mata
pencaharian hidupnya masih meramu, pemburu, dan pencari ikan di sungai.
4. Zaman Barbar Tua, yaitu zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat
tembikar sampai beternak dan bercocok tanam.
5. Zaman Barbar Madya, yaitu zaman sejak manusia beternak dan bercocok tanam, dan
menemukan kepandaian membuat benda-benda dari logam, sampai ia mengenal
benda-benda dari loam.
6. Zaman Barbar Muda, zaman sejak manusia menemukan kepandaian membuat benda-
benda dari logam, sampai mengenal tulisan.
7. Zaman Peradaban Purba
8. Zaman Peradapan masa kini.
Kedelapan proses evolusi tersebut dipakai untuk menyusun bahan yang sangat banyak
jumlahnya tentang unsur-unsur kebudayaan dari berbagai suku bansa Indian di
Amerika Serikat, dari penduduk asli Australia, bangsa YUnani dan Rum Klasik, dan
bberapa bangsa di Eropa. Tetapi, sayangnya terori yang dibuat oleh Morgan
mendapat banyak kecaman dari para antropolog di Inggris dan Amerika, pada awal
abad ke-20, dan ditambah lagi walaupun ia seorang yang berkewarganegaraan
Amerika dan memiliki pengetahuan luas tantang Amerika serta kebudayaannya, tetapi
ia tidak dijadikan sebagai pendekar Ilmu Antropologi Amerika, tokoh yang dianggap
sebagai ‘bapak’ ilmu antropologi di masa itu adalah Franz Boaz, kelahiran Jerman.
Sebaliknya, LH. Morgan diakui sebagai pendekara antropologi di Uni Soviet, karena
teorinya mengenai evolusi budaya itu sangat cocok dengan ajaran Karl Marx dan F.
Engels mengenai masyarakat manusia, dan juga cocok dengan gagasan kedua tokoh
pendekar komunis yang tercantum dalam Manifesto Komunis (1848).

E. TEORI EVOLUSI RELIGI E.B. TAYLOR


E.B Taylor merupakan orang Inggris, yang mendapatkan pendidikan dalam kesusastraan
dan peradaban Yunani dan Roma Klasik, dan kemudian ia tertarik pada ilmu arkeologi.
Pada tahun 1856 ia turut ikut dalam suatu ekspedisi Inggris untuk menggali benda-benda
arkeologi di Mexiko. Walau hanya sekedar asisten saja, ia mampu menghasilkan sebuah
buku mengenai kebudayaan Meksiko kuno, dibandingkan dengan kebudayaan Meksiko
masa kini, buku itu adalah buku pertamanya, yang berjudul’Anahuac, or Mexico and the
Mexicans, Ancient and Modern’ (1861).

Suatu penelitian ia lakukan dengan mengambil sebagai pokok dan unsur-unsur


kebudayaan. Penelitin itu menghasilkan karyanya yang terpenting, yaitu dua jilid
‘Primitive Culture: Researches into the Development of Mytology, Phylosoph, Religion,
Language, Art, and Custom’ (1874). Dalam buku tersebut ia juga mengajukan teorinya
tentang asal mula religi, yang berbunyi sebagai berikut : Asal mula religi adalah
kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran akan faham jiwa itu disebabkan karena
dua hal, yaitu:
1. Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dan hal-hal yang
mati. Satu organisme pada satu saat bergerak-gerak, artinya hidup, tetapi tak lama
kemudian, organisme itu juga tak akan bergerak lagi, yang berarti sudah dalam
keadaan mati. Maka manusia sadar, bahwa adanya suatu kekuatan yang menyebabkan
gerak itu adalah jiwa.
2. Peristiwa mimpi, yaitu dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempat-tempat
lain. Maka manusia mulai membedakan mana tubuh jasmaniah dan suatu bagian
dirinya yang pergi ke tempat-tempat lain, yaitu disebut jiwa.

Sifat abstrak dari jiwa itu menimbulkan keyakinan pada manusia bahwa jiwa dapat
hidup langsung, lepas dari tubuh jasmaninya. Pada waktu hidup, jiwa itu masih ada
dalam tubuh tersebut, dan hanya dapat meninggalkan tubuh itu saat manusia itu
pingsan dan tertidur. Tetapi Taylor berpendirian bahwa walaupun sedang melayang,
hubungan jiwa dengan jasmani pada saat tidur dan pingsan masih tetap ada. Hanya
ketika manusia mati, jiwanya akan benar-benar terlepas dari badan manusia tersebut.
Alam semesta penuh dengan jiwa-jiwa merdeka itu, oleh taylor, hal itu tak lagi
disebut sebagai jiwa atau soul, tetapi sebagai spirit (roh). Dengan hal itu, pikiran
manusia telah menjadi keyakinan akan mahluk-mahluk halus.

Pada tingkat tertua dalam evolusi religinya, manusia percaya bahwa mahluk-mahluk
halus itulah yang menempati alam sekeliling tempat tinggal mereka. Mahluk-mahluk
tersebut adalah tak kasat mata, sehingga manusia yang masih hidup memberikan
penghormatan dan menjadikannya sebagai objek penyembahan, dengan berbagai
sesaji, doa, dan korban. Taylor menamai hal ini sebagai animism.

Kemudian taylor melanjutkan teorinya tentang asal mula religi dengan cara berpikir
evolusionisme. Dalam hal ini, animism merupakan bentuk religi yang tertua. Pada
tingkat kedua dalam revolusi ini, manusia berkeyakinan bahwa adanya suatu gerak
alam oleh adanya jiwa di belakang peristiwa dan gejala alam itu. Jiwa alam itu
kemudian dipersonifikasi dan dianggap sebagai mahluk-mahluk yang memiliki
kepribadian dengan kemauan dan pikiran, yang disebut dengan dewa-dewa alam.
Pada tingkat ketiga dalam evolusi religi bersama dengan timbulnya susunan
kenegaraan, serupa dengan masyarakat manusia,
,timbul pula keyakinan bahwa dewa-dewa alam itu juga hidup dalam suatu susunan
kenegaraan,, serupa dalam dunia masyarakat. Akibat dari keyakinan itu adalah
berkembangnya keyakinan kepada satu Tuhan dan timbulnya religi-religi yang
bersifat monotheisme sebagai tingkat terakhir dalam evolusi religi manusia.

F. TEORI J.G. FRAZER MENGENAI ILMU GAIB DAN RELIGI.

J.G. Frazer merupakan ahli folklore Inggris yang juga sangat banyak menggunakan bahan
etnografi dalam karya-karyanya, dan yang karena itu juga dapat kita anggap dapat
dimasukkan sebagai salah satu tokoh pendekat ilmu antropologi. Karya Frazer mengenai
asal-mula dan perkembangan jiwa ilmu gaib dan religi yang juga dibayangkan olehnya
sebagai suatu proses yang melalui tingkat evolusi bagi semua bangsa di dunia.

Teori Frazer mengenai asal-mula ilmu gaib dan religi itu dapat diringkas sebagai berikut,
manusia menghadapi segala macam tantangan dan persoalan dalam kehidupannya
menggunakan akal serta pengetahuannya, tetapi hal tersebut memiliki batasan. Persoalan
dan permasalahan hidup yang tak isa dipecahkan dengan akal, maka hal itu akan dibahas
dengan hal yang berhubungan dengan alam gaib. Awalnya, manusia menggunakan ilmu
gaib untuk memecahkan soal-soal hidupnya yang ada di luar batas kemampuan dan
pengetahuan akalnya. Tetapi, lambat laun manusia menyadari bahwa sihir atau magic itu
tidak memberikan hasil, maka muncullah sebuah keyakinan bahwa alam itu didiami
mahluk lain yang lebih kuat dari pada magic, yaitu mahluk-mahluk halus. Mulailah
mereka mencari hubungan dengan mahluk halus itu, dengan demikian religi pun muncul.

Frazer berpendapat, bahwa ada suatu perbedaan besr dari ilmu gaib dan religi. Ilmu gaib
adalah segala sistem tingkah laku dan sikap manusia untuk mencapai suatu maskud
dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan-kekuatan dan kaidah gaib yang ada di
sana. Sebaliknya religi adalah, segala sistem tingkah laku manusia, untuk mencapai suatu
maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kuasa mahluk-mahluk
halus seperti roh, dewa, yang menempati alam.

Anda mungkin juga menyukai