PAPER
Dosen Pengampu:
Robit Nurul Jamil, S.Pd., M.Pd.
Sumardi, M.Hum.
Oleh Kelompok 6:
Putri Riza Febriana Aurellia 210210302020
Erna Paramitha 210210302021
Pramudito Widiono 210210302022
Kelas A
Selanjutnya, dalam penerimaan peserta didik baru ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh suatu
lembaga pendidikan, diantaranya tentang:
a. Kebijakan Penerimaan Peserta Didik. Kebijakan dalam penerimaan peserta didik baru
sebenaranya menggunakan dasar-dasar manajemen peserta didik. Bahwa agar seseorang diterima
sebagai peserta didik suatu lembaga pendidikan maka haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagaimana yang telah ditentukan. Sungguhpun setiap orang mempunyai hak yang sama untuk
mendapatkan layanan pendidikan, tidak secara otomatis mereka dapat diterima di suatu lembaga
pendidikan seperti sekolah. Sebab, untuk dapat diterima menjadi peserta didik di sekolah, haruslah
terlebih dahulu memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan.
Kebijakan operasional penerimaan peserta didik baru, memuat aturan mengenai jumlah peserta didik
yang dapat diterima di suatu sekolah. Aturan mengenai jumlah peserta didik yang dapat diterima,
didasarkan ada faktor kondisional sekolah, yang meliputi daya tampung kelas baru, kriteria mengenai
siswa yang dapat diterima, anggaran yang tersedia, prasarana dan sarana yang ada, tenaga
kependidikan yang tersedia, jumlah peserta didik yang tinggal di kelas satu, dan sebagainya.
Kebijakan operasional penerimaan peserta didik, juga memuat sistem pendaftaran dan seleksi atau
penyaringan yang akan diberlakukan untuk peserta didik. Selain itu, kebijakan penerimaan peserta
didik, juga berisi mengenai waktu pendaftaran, kapan dimulai dan kapan diakhiri. Selanjutnya,
kebijakan penerimaan peserta didik harus juga memuat tentang personalia-personalia yang akan
terlibat dalam pendaftaran, seleksi dan penerimaan peserta didik
b. Sistem Penerimaan Peserta Didik. Sistem penerimaan peserta didik disini menunjukkan kepada
cara penerimaan peserta didik baru. Ada dua macam sistem penerimaan peserta didik baru, di
antaranya: Pertama, dengan menggunakan sistem promosi, adalah penerimaan peserta didik, yang
sebelumnya tanpa menggunakan seleksi.Mereka yang mendaftar sebagai peserta didik di suatu
sekolah, diterima semua begitu saja. Sehingga mereka yang mendafar menjadi peserta didik, tidak
ada yang ditolak.
Sistem seleksi ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: (1) seleksi administratif, dan (2) seleksi
akademik
1. Seleksi administratif merupakan seleksi atas kelengkapan-kelengkapan administratif calon peserta
didik. Jika calon peserta didik tidak dapat memenuhi kriteria persyaratan administratif yang telah
ditentukan maka mereka tidak dapat mengikuti seleksi akademik. Sedangkan,
2. seleksi akademik merupakan suatu aktivitas yang bermaksud untuk mengetahui kemampuan
akademik calon peserta didik yaitu apakah calon yang akan diterima di suatu sekolah tersebut dapat
memenuhi kemampuan persyaratan yang ditentukan ataukah tidak. Jika kemampuan prasyarat yang
diinginkan oleh sekolah tidak dapat dipenuhi maka yang bersangkutan tidak diterima sebagai calon
peserta didik
Selanjutnya ada juga yang membagi sistem seleksi menjadi tiga, yaitu seleksi berdasarkan daftar nilai ujian
nasional, seleksi berdasarkan penelusuran minat dan kemampuan (PMDK) dan seleksi berdasarkan hasil tes
masuk
B Bimbingan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari bahasa Inggris yaitu guidance dan counseling.
Dulu istilah counseling diindonesiakan menjadi penyuluhan (nasehat). Akan tetapi, karena istilah
penyuluhan banyak digunakan di bidang lain, seperti penyuluhan pertanian dan penyuluhan keluarga
berencana yang sama sekali berbeda isinya dengan counseling, maka agar tidak menimbulkan salah paham,
istilah counseling tersebut diserap menjadi konseling
Kedudukan dan hubungan bimbingan dan konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang
konseling sebagai teknik bimbingan. Dengan kata lain, konseling berada dalam bimbingan. Pendapat lain
mengatakan bahwa bimbingan memusatkan diri pada pencegahan masalah yang dihadapi individu.
Bimbingan sifat dan fungsinya preventif, sementara konseling bersifat kuratif atau korektif. Dengan
demikian bimbingan dan konseling berhadapan dengan objek garapan yang sama, yaitu problem atau
masalah. Perbedaannya terletak pada titik berat perhatian dan perlakuan terhadap masalah tersebut.
Bimbingan memperhatikan juga penyembuhan atau pemecahan masalah, tetapi titik beratnya pada
pencegahan, dan konseling menitikberatkan pada pemecahan masalah, tetapi juga memperhatikan
pencegahan masalah. Masalah yang digarap bimbingan merupakan masalah yang ringan, sementara yang
digarap konseling masalah yang relatif berat. Jika masalah yang dihadapi individu (klien) sangat berat,
konseling kerap sekali harus menyerahkannya (membuat referal) kepada bimbingan ilmu lain, seperti
psikoterapi atau psikiater.
Masalah yang menjadi objek garapan bimbingan dan konseling adalah masalah-masalah psikologis, bukan
masalah fisik. Masalah fisik diserahkan kepada bidang yang relevan, seperti kedokteran. Dalam kasus
tertentu yang melibatkan fisik, terlebih dahulu ditangani fisiknya oleh kedokteran kemudian masalah
psikologisnya ditangani oleh konseling.
4. Tujuan bimbingan konseling
Bimo Walgito (2004: 33) menyatakan bahwa tujuan Bimbingan dan Konseling adalah membantu tercapainya
tujuan pendidikan, pengajaran, dan membantu individu untuk mencapai kesejahteraan. Tujuan bimbingan
adalah untuk membantu para siswa agar ia dapat mengatasi kesulitan-kesulitan atau permasalahan yang
dihadapi, dan mengarahkan pada kebaikan secara cermat. Disisi lain Dewa Ketut Sukardi (2008: 28)
menyatakan bahwa tujuan lain Bimbingan dan Konseling secara umum adalah sesuai dengan tujuan
pendidikan, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, beriman, dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Menurut Syaiful Akhyar (2015: 27-30), ada beberapa tujuan dari konseling, yaitu:
1) Menyediakan fasilitas untuk perubahan tingkah laku.
2) Meningkatkan hubungan antar perorangan dan pembinaan kesehatan mental.
3) Meningkatkan keterampilan untuk menghadapi masalah
4)Menyediakan fasilitas untuk pengembangan kemampuan.
5) Meingkatkan kemampuan dalam menentukan keputusan.
Tujuan akhir dari bimbingan dan konseling adalah agar klien terhindar dari berbagai masalah, apakah
masalah tersebut berkaitan dengan gejala penyakit mental (neurona dan psychose), sosial maupun spritual,
atau dengan kata lain agar masing-masing individu memiliki mental yang sehat.
1
Nasution, H. S., Abdillah. 2019. Bimbingan Konseling Konsep, Teori dan Aplikasinya. Medan: LPPPI
2
Ramayulis, Ilmu Pendidukan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia,2008), hal 74-75
konseling yang memandirikan peserta didik yang berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Selain itu juga guru bimbingan dan konseling berkedudukan sebagai
pendidik profesional yang memiliki peran penting dalam penyelenggaraan sistem pendidikan
formal di sekolah. Merujuk pasal 2 sampai dengan pasal 6 Undang-Undang RI Nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, Guru BK berkedudukan sebagai tenaga profesional pada lembaga
pendidikan formal di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini yang
secara formal dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat pendidik.
Guru BK mengemban tugas untuk memberikan fasilitasi kepada setiap peserta didik
berupa pelayanan bimbingan dan konseling agar mereka mampu mengikuti pembelajaran secara
maksimal dengan memanfaatkan sumber belajar dalam upaya mengembangkan potensinya
menuju terwujudnya kepemilikan suatu keahlian tertentu yang dibutuhkan masyarakat global.
Dengan demikian kedudukan guru BK sebagai aspek penting dalam penyelenggaraan sistem
pendidikan formal di sekolah yang berperan menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
konseling yang memandirikan peserta didik sebagai konseling.
1. Perlakuan terhadap siswa sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang
dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri
2. Sikap yang positif yang wajar terhadap siswa
3. Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati dan menyenangkan
4. Pemahaman siswa secara empatik
5. Penghargaan terhadap martabat siswa secara individu
6. Penampilan diri secara asli, (genuine) di depan siswa
7. Kekongkritan dalam menyatakan diri
8. Peneriman siswa secara apa adanya
9. Perlakuaan terhadap siswa secara terbuka
10. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan siswa untuk menyadari perasaannya itu
11. Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap
bahan pengajaran saja
12. Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus. Manakala ditelusuri, nampak bahwa
peran-peran tersebut berakar dari konsep Carl Rogers (Joyce dan Weil, 1996:18-19)
tentang Nondirective Counseling yang yang dikembangkan menjadi Nondirective
Teaching.
8. Pengelolaan Program Bimbingan Pribadi dan Sosial
1. Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan
kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan
layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan
keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh individu.
Menurut Sukardi (2008: 55) bidang ini dapat dirinci menjadi pokok- pokok berikut :
a. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan-
kegiatan yang kreatif dan produktif , baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk
peranannya dimasa depan.
c. Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha penanggulangannya.
d. Pemantapan kemampuan mengambil keputusan.
e. Pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya.
f. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara rohaniah
maupun jasmaniah.
g. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara
efektif.
h. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta berargumentasi
secara dinamis, kretaif, dan produktif”.
2. Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam
memecahkan masalah-masalah sosial. Yang tergolong dalam masalah-masalah sosial adalah
masaah hubungan dengan sesama teman, dengan guru dan dosen, serta staf, pemahaman sifat dan
kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka
tinggal, dan penyelesaian konflik.
Dalam Depdiknas (2008: 7) pelayanan bimbingan sosial membantu peserta didik
memahami diri dalam kaitannya dengan lingkungan dan etika pergaulan sosial yang dilandasi
budi pekerti luhur dan tanggung jawab sosial. 3 Menurut Sukardi (2008:55) bidang ini dapat dirinci
menjadi pokok-pokok berikut:
1. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui ragam lisan maupun tulisan
secara efektif.
2. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta
berargumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif.
3. Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di
sekolah, maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan
santun, serta nilai-nilai agama, adat, hukum, ilmu, dan kebiasaan yang berlaku.
4. Pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman
sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah yang lain, di luar sekolah, maupun di
masyarakat pada umumnya.
5. Pemantapan pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya
pelaksanaannya serta dinamis dan bertanggung jawab.
6. Orientasi tentang hidup berkeluarga.4
9. Pengelolaan Program Bimbingan Belajar
Pengelolaan bimbingan belajar merupakan kegiatan yang dilakukan disekolah atau di luar
sekolah untuk menunjang program pendidikan. Pengelolaan bimbingan belajar ini dapat
diartikan sebagai serangakaian kegiatan yang diberikan kepada peserta didik tujuannya
membantu peserta didik memecahkan masalah dan keluar dari masalah yang terkait dengan
pembejaran. Didalam bimbingan belajar perlu adanya sebuah perencanaan, perencanaan
merupakan proses terpenting dari semua kegiatan yang dilakukan, tanpa adanya sebuah
perencanaan maka segala kegiatan yang dilakukan tidak akan berjalan secara efektif dan efesien.
Menurut Winkel (2007: 43) bentuk layanan bimbingan belajar dapat dilakukan dengan
program bimbingan belajar yang terencana dan terorganisir dengan baik, meliputi:
1. Pemberian informasi kepada siswa baru di sekolah mengenai tujuan sekolah, isi kurikulum,
penyesuaian diri di sekolah, cara-cara belajar dan struktur organisasi sekolah. Semua ini
diusahakan dalam orientasi belajar siswa.
2. Memberikan informasi kepada siswa dan tuntunan dalam hal belajar di rumah dan
membentuk kelompok-kelompok belajar.
3
Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Penataan Pendidikan Profesional dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.
4
Sukardi, Dewa Ketut dan Desak Nila Kusmawati. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
3. Memberikan informasi tentang kemungkinan dan kesempatan untuk melanjutkan studi dan
tuntutan- tuntutan apa yang harus dipenuhi supaya berhasil.
4. Mengumpulkan data mengenai bakat-bakat dan hasil belajar masing-masing siswa, agar siswa
dapat ditolong untuk mengenal dirinya sendiri. Tanpa tersedianya data semacam ini, program
bimbingan belajar tidak dapat terlaksana dengan baik.
5. Melakukan wawancara dengan siswa untuk membicarakan kesukaran-kesukaran dalam
belajar, untuk membicarakan pilihan sekolah lanjutan, dan untuk membicarakan kegagalan
yang disebabkan karena salah memilih jurusan. Jadi, bentuk layanan bimbingan belajar yang
diberikan kepada siswa adalah segala informasi yang menunjang kegiatannya dalam hal
belajar mulai dari pengenalan tentang sekolah, pengenalan bakat dan kemampuan diri dalam
hal belajar sampai kepada kesulitan belajar yang akan dihadapinya nanti. 5
5
Winkel, W.S., dan Srihastuti M.M., 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
menyesuaikan diri dalam dunia kerja. Oleh sebab itu yang penting dalam bimbingan karir adalah
pemahaman dan penyesuaian diri baik terhadap dirinya maupun terhadap dunia kerja. Bimbingan
karir merupakan suatu proses perkembangan konsep diri (self-concept). Pemahaman tentang diri
dan penyesuaian pekerjaan hendaknya menjadikan orang mempunyai gambaran yang jelas tentang
dirinya (bakat, kemampuan, kecakapan, keunggulan dan sebagainya) dan sadar bahwa dia mampu
melaksanakan pekerjaannya dan memperoleh kepuasan pribadi dalam dunia itu. Dengan kata lain
pekerjaan itu sesuai dengan nilai-nilai (norma-norma) yang dipedomaninya.
Conny Semiawan (1996:3) mendefinisikan bimbingan karir sebagai pelayanan bantuan
terhadap keseluruhan populasi dalam perwujudan hidupnya sebagai pernyataan bermakna daripada
kualitas individualnya dalam keseimbangan interaksi dengan masyarakat dimana ia hidup yang terus
menerus berubah. Bimbingan karir menurut Rochman Natawidjaja (1980) adalah proses membantu
seseorang untuk mengerti dan menerima gambaran diri pribadinya dan dunia kerja diluar dirinya,
mempertemukan gambaran diri dengan dunia kerja itu, dan pada akhirnya dapat memilih bidang
pekerjaan; menyiapkan diri untuk bidang pekerjaan; memasuki dan membina karir dalam bidang
pekerjaan tersebut tersebut.
Pengertian yang sama dijelaskan W.S. Winkel (1991:124) bahwa bimbingan karir merupakan
bimbingan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan, dalam memilih lapangan
pekerjaan atau jabatan tertentu serta membekali diri supaya siap memangku jabatan dan dalam
menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan dari lapangan pekerjaan yang telah dimasuki.
Menurut Munandir (1996:71) bimbingan karir adalah kegiatan dan layanan bantuan kepada
para siswa dengan tujuan agar mereka memperoleh pemahaman dunia kerja dan akhirnya mereka
mampu menentukan pilihan kerja dan menyusun perencanaan karir.
Bimbingan karir, konseling dan penempatan merupakan suatu program pendidikan yang
bertanggung jawab untuk membantu individu dalam mengembangkan pengertian diri dan
keterampilan-ketrampilan interpersonal, perencanaan karir hidup, menempatkan kompetisi dan
pengetahuannya dalam pekerjaan dan kebahagiaan dunia (Tolbert, 1973:4). Artinya, bahwa
bimbingan karir sebagai suatu program pendidikan harus mempunyai visi dan misi di dalam
mengembangkan kemampuan, bakat dan minat siswa, sehingga bisa memahami dan menyesuaikan
diri terhadap dirinya maupun terhadap dunia kerja atau lingkungan masyarakatnya. Dari beberapa
pengertian ahli bimbingan karir di atas, maka dapat dijelaskan bahwa konsep bimbingan karir
mempunyai peran yang sangat strategis dalam membantu para siswa untuk memahami dirinya
sendiri, dunia kerja, mengembangkan rencana dan kemampuan membuat keputusan yang bermakna
bagi masa depannya sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan kepribadian serta faktor-faktor
yang dapat mendukung kemajuan dirinya, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam rangka
upaya membantu siswa di sekolah dalam memahami dunia kerja, karir dan lingkungannya, maka
perlu adanya informasi yang diberikan tentang pekerjaan atau jabatan yang tersedia dalam pasaran
kerja secara memadai dan tepat.
2. Prinsip-Prinsip Bimbingan Karir Di Sekolah
Agar bimbingan karir di sekolah dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, maka ada beberapa prinsip bimbingan yang perlu diperhatikan, diantaranya:
a. Pelaksanaan bimbingan karir di sekolah harus di dasarkan kepada hasil penelusuran yang
cermat terhadap kemampuan dan minat siswa serta pola dan jenis karir dalam masyarakat.
b. Pemilihan dan penentuan jenis bidang karir didasarkan kepada keputusan siswa sendiri
melalui proses penelusuran kemampuan dan minat serta pengenalan karir dalam masyarakat,
baik karir yang telah berkembang maupun yang mungkin dapat dikembangkan dalam
masyarakat.
c. Pelaksanaan bimbingan karir harus merupakan suatu proses yang berjalan terus mengikuti
pelaksanaan program pendidikan di sekolah.
d. Pelaksanaan bimbingan karir harus merupakan perpaduan pendayagunaan setinggi-tingginya
(optimalisasi) potensi siswa dan potensi lingkungannya.
e. Pelaksanaan bimbingan karir jangan sampai menimbulkan tambahan beban pembiayaan yang
berlebihan.
f. Pelaksanaan bimbingan karir harus menjalin hubungan kerjasama antara sekolah dengan
unsur-unsur di luar sekolah dan bersifat saling menunjang fungsi masing- 188 masing, serta
mengarah kepada pencapaian tujuan pembinaan siswa. (Khabibah, 2017)
Pencatatan prestasi belajar yang efektif dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan dan
memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang informasional di tingkat institusi pendidikan.
Dengan demikian, pencatatan prestasi belajar merupakan komponen penting dari manajemen
pendidikan yang baik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mutasi adalah pemindahan pegawai dari satu jabatan
ke jabatan lain. Sedangkan menurut Imron (2012) menjelaskan bahwa mutasi peserta didik adalah
perpindahan peserta didik dari kelas yang satu ke kelas lain yang sejajar, dan atau dari sekolah satu ke
sekolah lain yang sejajar. Mutasi sendiri adalah perpindahan siswa dari satu sekolah ke sekolah lain
dengan ketentuan tertentu. Perpindahan siswa mempunyai dua pengertian yaitu perpindahan siswa dari
suatu sekolah ke sekolah lain yang sejenis dan perpindahan siswa dari suatu jenis program ke jenis
program yang lain. Perpindahan jenis ini pada hakikatnya merupakan perpindahan wilayah atau tempat.
Jenis sekolah, tingkat/kelas dan jurusan atau program studi di sekolah baru sama dengan jenis sekolah,
kelas, dan jurusan pada sekolah asalnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mutasi peserta didik adalah
perpindahan peserta didik baik antar sekolah yang sejajar maupun antar kelas atau jurusan yang sejajar
dengan sebab tertentu.
Adapun jenis-jenis mutasi sekolah
Menurut imron (2012) Mutasi atau perpindahan peserta didik dapat dibedakan menjadi dua macam
yakni :
1. Mutasi Internal. Mutasi internal sendiri merupakan mutasi yang dilakukan peserta didik
dalam data sekolah. umumnya, peserta didik hanyalah pindah kelas yang tingkatannya sejajar.
Mutasi internal ini dilakukan oleh peserta didik yang jurusannya sama atau berbeda. Contoh :
di suatu Sekolah Menengah Atas (SMA) ada tiga tingkatan yaitu tingkat satu, dua dan tiga. Pada
tingkat dua dibagi lagi menjadi tingkat 2A dan 2B. Tingkat 2A sendiri ada beberapa program
yaitu A1, A2, A3, dan A4. Jumlah A1 ada 3 kelas yaitu A1A, A1B, dan A1C. Jika peserta didik
mutasi dari satu tempat ke tempat lain dalam satu tingkatan di wilayah sekolah ini disebut
mutasi internal. Katakanlah, bahwa siswa tersebut sebelumnya berada di program A1A ke A1B
atau ke A1C. Bahkan tidak jarang, peserta didik juga dapat mutasi (selama masih baru
pemilihan program) dari A1A ke A2A.
2. Mutasi eksternal. Mutasi Eksternal adalah perpindahan peserta didik dari satu sekolah ke
sekolah lain dalam satu jenis dan satu tingkatan. Meskipun ada juga peserta didik yang pindah
ke sekolah lain dengan jenis sekolah yang berlainan. Pada sekolah-sekolah negeri, hal
demikian menjadi persoalan. Namun tidak demikian pada sekolah swasta, terutama yang
kekurangan peserta. Contohnya : mbak diyah bersekolah di SMA 1 Blitar kls IPS5, karna
mengikuti orang tuanya pergi dinas ke kota lain, maka ia mengajukan mutasi ke SMA Hayama-
Maluku. Sebab-sebab mutasi biasanya terjadi karna beberapa faktor, seperti faktor yang
berasal dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan pergaulan.
Prosedur Mutasi Peserta Didik
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (PERMENDIKBUD) nomor 14 tahun 2018 tentang
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dijelaskan pada BAB IV pasal 20 sampai pasal 22, mengenai
Perpindahan Peserta Didik adalah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Perpindahan peserta didik dilaksanakan harus dengan persetujuan kepala sekolah asal dan
kepala sekolah yang dituju.
b. Setelah dilakukan mutasi, sekolah berkewajiban mengubah data pokok pendidikan (Dapodik)
c. Perpindahan peserta didik harus memenuhi persyaratan PPDB dan sistem zonasi.
d. Peserta didik yang berasal dari luar negeri dengan sekolah setara SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA/SMK atau sekolah kesetaraan di Indonesia dapat berpindah ke sekolah formal
dengan persyaratan administrasi yang ditentukan, melampirkan surat pernyataan dari kepala
sekolah asal, melampirkan surat keterangan dari Direktorat Jenderal yang menangani bidang
pendidikan dasar dan menengah, serta lulus tes kelayakan sesuai kebijakan sekolah yang
dituju.
Sedangkan menurut Tim Dosen Administrasi Perkantoran FIP IKIP Malang (1989) mengenai
perpindahan siswa (mutasi siswa) dari seolah kesekolah lain ini biasanya ada pedoman-pedoman peraturan
yang harus diikuti pedoman-pedoman tersebut antara lain menyangkut:
1. Pembatasan wilayah. Murid tidak diperkenankan pindah dari sekolah ke sekolah lain dalam satu
wilayah. Perpindahan antar wilayah bisa dibenarkan apabila didasarkan pada alasan yang cukup
mendasar misalnya orang tua pindah tempat kerja dan anak ikut saudaranya dikota lain.
2. Status sekolah. Murid dari sekolah swasta walaupun memiliki mutu yang lebih baik dari pada
sekolah negeri, tidak diperkenankan untuk pindah ke sekolah negeri. Sekolah-sekolah negeri hanya
diperkenankan siswa pindahan dari sekolah negeri saja.
3. Jenis sekolah. Sekolah negeri atau sekolah menengah dapat dibedakan dalam dua jenis sekolah, yaitu
sekolah-sekolah umum dan sekolah-sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan ada beberapa jenis pula,
misalnya Sekolah Teknologi Menengah (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah
Kesejahteraan Keluarga Atas (SKKA), dll. Perpindahan siswa dari lain jenis sekolah tidak
diperbolehkan.
4. Pindah sekolah tidak naik kelas. Suatu sekolah tidak boleh menaikkan kelas seorang siswa yang
telah dinyatakan tidak naik kelas oleh sekolah lain, walaupun sama-sama sebagai sekolah negeri.
Menaikan kelas seorang murid yang telah dinyatakan tidak naik kelas oleh suatu sekolah mungkin
saja terjadi di sekolah-sekolah swasta. Misalnya tidak naik kelas disekolah negeri kemudian pindah
di sekolah swasta sejenis dengan dinaikan kelasnya.
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan mutasi adalah
1. Siswa tidak mempunyai masalah dengan pihak sekolah yang lama
2. Siswa mempunyai nilai yang memuaskan atau dinyatakan naik kelas
3. Apabila nilainya kurang baik, maka siswa tersebut telah bersekolah di tempat yang lama dan diterima
di sekolah baru pada kelas atau tingkat yang sama pula dengan sekolah lama, artinya mutasi tidak
dimaksudkan untuk menaikkan siswa di kelas setingkat lebih tinggi pada sekolah baru, karena di
sekolah lama ia tinggal kelas
4. Perpindahan siswa harus mendapat persetujuan tertulis dari institusi pengirim
DAFTAR PUSTAKA
Ali Imron. 2012. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara.
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan IKIP Malang. 1989. Administrasi Pendidikan. Malang : IKIP
Malang Press.
Khabibah, Z. A. (2017). Peran Guru Kelas Sebagai Pelaksana Bimbingan Konseling Bagi Peserta Didik Di SD
Muhamadiyah 13 Surakarta. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9).
Munandir, 2000. Program Bimbingan Karir di Sekolah, Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti.
Masdudi. 2003. Pengembangan Program Informasi Karir dalam Bimbingan dan Konseling di SMK. (Tesis
Magister, UPI Bandung).
Surya, M, 1988, Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling), Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK.
Amiruddin. (2017). Kinerja Pegawai Tata Usaha dengan Mutu Layanan Administrasi. Al-Idarah : Jurnal
Kependidikan Islam, 7(1), 126–145.
Masdudi (2015). Bimbingan dan Konseling Perspektif Sekolah
Rifa’i, M. (2018). Manajement Peserta Didik. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue
9).
Setiawan, H. R. (2021). Manajemen Peserta Didik (Upaya Peningkatan Kualitas Lulusan) ebook. In Umsu
Press.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=Tyo_EAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PT2&dq=info:Tq9z_g_N
RHoJ:scholar.google.com/&ots=EU2mFEE6kI&sig=epFmtl2a1dRdSTwDWpsDkgNRkyw&redir_esc=y#
v=onepage&q&f=false
Susanto, A. (2018). Bimbingan Dan Konseling. Konsep,Teori,Dan Aplikasinya.
Nasution, H. S., Abdillah. 2019. Bimbingan Konseling Konsep, Teori dan Aplikasinya. Medan: LPPPI
Ramayulis, Ilmu Pendidukan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia,2008), hal 74-75
Winkel, W.S., dan Srihastuti M.M., 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media
Abadi.
Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Penataan Pendidikan Profesional dan Layanan Bimbingan dan
Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.
Sukardi, Dewa Ketut dan Desak Nila Kusmawati. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta.