Anda di halaman 1dari 19

MANAJEMEN SISWA

PAPER

Digunakan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Manajemen

Dosen Pengampu:
Robit Nurul Jamil, S.Pd., M.Pd.
Sumardi, M.Hum.

Oleh Kelompok 6:
Putri Riza Febriana Aurellia 210210302020
Erna Paramitha 210210302021
Pramudito Widiono 210210302022
Kelas A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
Manajemen Siswa
Konsep manajemen peserta didik
Manajemen:
Manajemen peserta didik merupakan gabungan yang terdiri dari dua kata, yaitu kata manajemen dan
peserta didik. Istilah manajemen ada yang menyebutnya dengan administrasi, akan tetapi dalam
pelaksanaannya kedua istilah tersebut memiliki makna yang sama.Secara bahasa manajemen sendiri berasal
dari Bahasa Latin, yaitu dari kata “manus”, yang memiliki arti tangan dan “agree”, yang memiliki arti
melakukan.Kata -kata itu digabung menjadi kata kerja manager yang artinya menangani.
Manajemen merupakan suatu upaya pengaturan atau pemanfaatan sumber daya yang dilakukan atas dasar
aturan-aturan yang telah ditetapkan dengan proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan untuk memperoleh hasil sebagai upaya dalam mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan. Manajemen juga dapat di definisikan sebagai suatu ilmu mengatur proses kegiatan tertentu
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Karena itu, tidak akan ada organisasi yang akan
berhasil secara sukses jika tidak menerapkan manajemen yang baik.
Peserta didik:
Terdapat ragam terminologi peserta didik dalam konteks pendidikan Indonesia yaitu siswa, murid,
anak didik, pembelajar, subjek didik, warga belajar dan santri. Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2003 pasal 1 ayat 4 dinyatakan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu.
Djamarah (2005:51) menyatakan peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang
atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Dalam konteks yang lebih luas peserta didik
menurut Prawiradilaga (2007:12) adalah siapa saja yang belajar mulai dari TK, SD sampai SMA, mahasiswa,
peserta pelatihan di lembaga pendidikan pemerintah atau swasta. Peserta didik adalah miniature adult yang
dalam keterbatasannya mendapatkan bimbingan oleh orang yang lebih dewasa, lebih berpengalaman, atau
lebih dalam ilmu pengetahuannya, sehingga oleh karenanya menjadi individu yang lebih matang (Spodek
dalam Hernimo, 2016:9).
Manajemen peserta didik
manajemen peserta didik dijelaskan Suryosubroto (2010:74) bahwa manajemen peserta didik adalah
pekerjaan-pekerjaan atau kegiatan pencatatan peserta didik semenjak dari proses penerimaan sampai saat
peserta didik meninggalkan sekolah karena sudah tamat mengikuti pendidikan pada sekolah tersebut.
manajemen peserta didik adalah sebagai suatu usaha untuk mengatur, mengawasi, dan melayani berbagai
hal yang memiliki kaitan dengan peserta didik agar peserta didik mampu mencapai tujuan pembelajaran di
sekolah, mulai dari peserta didik tersebut masuk sekolah sampai peserta didik tersebut lulus dari sekolah.

A Pengertian dan Ruang Lingkup Manajemen Siswa


1. Ruang lingkup manajemen Peserta Didik
Secara umum ruang lingkup manajemen peserta didik sedikitnya memiliki tiga tugas utama yang
harus diperhatikan, yaitu penerimaan murid baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan dan
pembinaan disiplin (Fathurrohman, 2012). Ruang lingkup manajemen peserta didik menurut Imron
(2016:18) adalah sebagai berikut: (1) perencanaan peserta didik, (2) penerimaan peserta didik baru, (3)
orientasi peserta didik, (4) mengatur kehadiran dan ketidakhadiran peserta didik, (5) pengelompokkan
peserta didik, (6) mengatur evaluasi hasil belajar peserta didik, (7) mengatur kenaikan tingkat peserta didik,
(8) mengatur peserta didik yang mutasi dan drop out, dan (9) kode etik, pengadilan, hukuman dan disiplin
peserta didik.
 Perencanaan Peserta Didik. Peserta didik harus direncanakan, karena dengan adanya perencanaan
segala sesuatunya dapat dipikirkan dengan matang dengan memperhatikan seluruh aspek yang
melingkupinya. Dengan demikian, masalah-masalah yang muncul akan dapat ditangani sesegera
mungkin.
 Penerimaan Peserta Didik Baru. Penerimaan peserta didik baru adalah salah satu kegiatan
manajemen peserta didik yang sangat penting. Dalam penerimaan peserta didik baru ini meliputi
beberapa tahapan, yaitu: (1) kebijaksanaan penerimaan peserta didik, (2) sistem penerimaan peserta
didik, (3) kriteria penerimaan peserta didik baru, (4) prosedur penerimaan peserta didik baru, dan
(5) problema penerimaan peserta didik baru.
 Orientasi Peserta Didik. Peserta didik yang sudah melakukan daftar ulang, mereka kemudian akan
memasuki masa orientasi peserta didik di sekolah. orientasi ini dilakukan dari hari-hari pertama
masuk sekolah. Pada bagian ini secara berurutan terdiri dari: (1) alasan dan batasan orientasi peserta
didik, (2) tujuan dan fungsi orientasi peserta didik, (3) hari-hari pertama di sekolah, dan (4) orientasi
peserta didik.
 Mengatur Kehadiran dan Ketidakhadiran Peserta Didik. Kehadiran peserta didik di sekolah sangat
penting, karena jika peserta didik tidak hadir di sekolah, tentu aktivitas belajar mengajar di sekolah
tidak dapat dilaksanakan. Kehadiran peserta didik di sekolah adalah suatu kondisi yang
memungkinkan terjadinya interaksi belajar mengajar.
 Pengelompokan Peserta Didik. Peserta didik yang sudah melakukan daftar ulang, mereka perlu
dikelompokkan atau diklasifikasikan. Pengklasifikasian diperlukan bukan dimaksudkan untuk
mengkotakkotakkan peserta didik, tetapi justru dimaksudkan untuk membantu keberhasilan mereka.
Kegiatan yang termasuk dalam bagian ini yaitu: (1) urgensi pengelompokan, (2) wacana
pengelompokan, (3) jenis-jenis pengelompokan, dan (4) pengelompokan dan penjurusan
 Mengatur Evaluasi Hasil Belajar Peserta Didik. Evaluasi hasil belajar terhadap peserta didik sangat
perlu dilakukan, agar diketahui perkembangan mereka dari waktu ke waktu. Evaluasi hasil belajar
peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat menampilkan
performa sesuai yang diharapkan. Kegiatan yang termasuk dalam bagian ini yaitu: (1) alasan perlunya
evaluasi hasil belajar peserta didik, (2) batasan evaluasi hasil belajar peserta didik, (4) teknik-teknik
evaluasi hasil belajar peserta didik, (5) kriteria-kriteria evaluasi hasil belajar peserta didik, dan (6)
tindak lanjut evaluasi hasil belajar peserta didik.
 Mengatur Kenaikan Tingkat Peserta Didik. Kenaikan kelas dapat diatur sesuai dengan kebijakan dari
msing-masing sekolah. Dalam kenaikan kelas sering terjadi masalah-masalah yang memerlukan
penyelesaian secara bijak. Masalah ini dapat diperkecil jika data-data tentang hasil evaluasi siswa
obyektif dan mendayagunakan fungsi. Juga para guru harus berhati-hati dalam memberikan nilai
hasil evaluasi belajar kepada siswa.
 Mengatur Peserta Didik yang Mutasi dan Drop Out. Mutasi dan drop out seringkali membawa
masalah di dunia pendidikan. Oleh karena itu, keduanya harus ditangani dengan baik, agar tidak
mengakibatkan keruwetan dan keribetan yang berlarut-larut, sehingga pada akhirnya akan
mengganggu aktivitas sekolah secara keseluruhan.
 Kode Etik, Pengadilan, Hukuman dan Disiplin Peserta Didik. Pendidikan didasarkan atas norma-
norma tertentu bagi peserta didik. Norma-norma dan aturan-aturan tersebut, mengharuskan peserta
didik untuk mengikutinya. Selain itu, para pendidik selayaknya juga menjadi contoh terdepan dalam
dalam hal pentaatan terhadap tradisi dan aturan yang dikembangkan di lembaga pendidikan.

2. Penerimaan Siswa Baru


Penerimaan peserta didik merupakan proses pencarian, menentukan, dan menarik calon pelamar yang
mampu untuk menjadi peserta didik di lembaga pendidikan (sekolah) yang bersangkutan. Selanjutnya
dijelaskan oleh Mustari bahwa penerimaan peserta didik merupakan proses pendataan dan pelayanan
kepada peserta didik yang baru masuk sekolah, setelah mereka memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan sekolah menjelang tahun ajaran baru.
Dengan demikian, penerimaan peserta didik merupakan kegiatan mencari peserta didik baru untuk dapat
mendaftar di suatu sekolah. Tatang Amirin menyebutkan dalam penerimaan atau rekrutmen peserta didik
baru, terdapat beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan diantaranya:
a. Membentuk kepanitiaan penerimaan peserta didik baru, panitia tersebut melibatkan guru dan tenaga
kependidikan. Pembentukan kepanitiaan dilakukan secara musyawarah yang terdiri dari semua
unsur guru, tenaga kependidikan dan komite sekolah. Tugas dari panitia ini adalah mengadakan
pendaftaran calon peserta didik, melakukan seleksi terhadap calon peserta didik dan menerima
pendaftaran kembali peserta didik yang lulus dari seleksi penerimaan.
b. Pembuatan dan pemasangan iklan pengumuman penerimaan mahasiswa baru secara terbuka. Isi dari
pengumuman penerimaan peserta didik baru terdiri dari: gambaran singkat sekolah yang meliputi a)
visi, misi tujuan, sejarah, kelengkapan atau fasilitas sekolah; b) persyaratan pendaftaran peserta didik
baru; c) cara melakukan pendaftaran; d) waktu dan tempat pendaftaran; e) berapa uang pendaftaran;
f) waktu dan tempat seleksi; g) pengumuman waktu seleksi yang meliputi waktu pengumuman dan
tempat pengumuman hasil seleksi.

Selanjutnya, dalam penerimaan peserta didik baru ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh suatu
lembaga pendidikan, diantaranya tentang:

a. Kebijakan Penerimaan Peserta Didik. Kebijakan dalam penerimaan peserta didik baru
sebenaranya menggunakan dasar-dasar manajemen peserta didik. Bahwa agar seseorang diterima
sebagai peserta didik suatu lembaga pendidikan maka haruslah memenuhi persyaratan-persyaratan
sebagaimana yang telah ditentukan. Sungguhpun setiap orang mempunyai hak yang sama untuk
mendapatkan layanan pendidikan, tidak secara otomatis mereka dapat diterima di suatu lembaga
pendidikan seperti sekolah. Sebab, untuk dapat diterima menjadi peserta didik di sekolah, haruslah
terlebih dahulu memenuhi kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan.
Kebijakan operasional penerimaan peserta didik baru, memuat aturan mengenai jumlah peserta didik
yang dapat diterima di suatu sekolah. Aturan mengenai jumlah peserta didik yang dapat diterima,
didasarkan ada faktor kondisional sekolah, yang meliputi daya tampung kelas baru, kriteria mengenai
siswa yang dapat diterima, anggaran yang tersedia, prasarana dan sarana yang ada, tenaga
kependidikan yang tersedia, jumlah peserta didik yang tinggal di kelas satu, dan sebagainya.
Kebijakan operasional penerimaan peserta didik, juga memuat sistem pendaftaran dan seleksi atau
penyaringan yang akan diberlakukan untuk peserta didik. Selain itu, kebijakan penerimaan peserta
didik, juga berisi mengenai waktu pendaftaran, kapan dimulai dan kapan diakhiri. Selanjutnya,
kebijakan penerimaan peserta didik harus juga memuat tentang personalia-personalia yang akan
terlibat dalam pendaftaran, seleksi dan penerimaan peserta didik
b. Sistem Penerimaan Peserta Didik. Sistem penerimaan peserta didik disini menunjukkan kepada
cara penerimaan peserta didik baru. Ada dua macam sistem penerimaan peserta didik baru, di
antaranya: Pertama, dengan menggunakan sistem promosi, adalah penerimaan peserta didik, yang
sebelumnya tanpa menggunakan seleksi.Mereka yang mendaftar sebagai peserta didik di suatu
sekolah, diterima semua begitu saja. Sehingga mereka yang mendafar menjadi peserta didik, tidak
ada yang ditolak.

Sistem seleksi ini dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: (1) seleksi administratif, dan (2) seleksi
akademik
1. Seleksi administratif merupakan seleksi atas kelengkapan-kelengkapan administratif calon peserta
didik. Jika calon peserta didik tidak dapat memenuhi kriteria persyaratan administratif yang telah
ditentukan maka mereka tidak dapat mengikuti seleksi akademik. Sedangkan,
2. seleksi akademik merupakan suatu aktivitas yang bermaksud untuk mengetahui kemampuan
akademik calon peserta didik yaitu apakah calon yang akan diterima di suatu sekolah tersebut dapat
memenuhi kemampuan persyaratan yang ditentukan ataukah tidak. Jika kemampuan prasyarat yang
diinginkan oleh sekolah tidak dapat dipenuhi maka yang bersangkutan tidak diterima sebagai calon
peserta didik
Selanjutnya ada juga yang membagi sistem seleksi menjadi tiga, yaitu seleksi berdasarkan daftar nilai ujian
nasional, seleksi berdasarkan penelusuran minat dan kemampuan (PMDK) dan seleksi berdasarkan hasil tes
masuk

3. Ketatausahaan Peserta Didik


Pada konteks ketatausahaan, pelayanan ketatausahaan merupakan kegiatan pemberian pelayanan
mengenai hal-hal yang bersifat adminisratif. Pada kegiatan manajemen peserta didik bukan hanya terdapat
pelayanan pada aspek operasional yang dilakukan oleh guru untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik melalui proses pendidikan di sekolah, melainkan terdapat pelayanan pada
aspek administratif yang dilakukan oleh tenaga administrasi sekolah atau yang biasa disebut sebagai tata
usaha sekolah. Aspek administratif tersebut berupa kegiatan pencatatan, pendataan, dan pemberkasan
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan peserta didik mulai dari peserta didik masuk di suatu sekolah
sampai keluar dari sekolah tersebut. Kegiatan pencatatan, pendataan, dan pemberkasan yang berkaitan
dengan peserta didik tersebut merupakan tugas dari bagian ketatausahaan.
Pendapat mengenai ketatausahaan yang berkaitan dengan peserta didik sebagaimana dikemukakan oleh Edi
Suardi (1979: 24) bahwa yang dimaksud dengan ketatausahaan peserta didik adalah segala bentuk catatan
yang berkaitan dengan peserta didik. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat Mulyasa (2007: 46)
yang menyatakan bahwa ketatausahaan peserta didik berkaitan dengan pencatatan data dan pengaturan
mengenai hal-hal yang berhubungan dengan peserta didik mulai dari masuk sampai dengan keluarnya
peserta didik tersebut dari suatu sekolah.
Sementara itu, ketatausahaan peserta didik sebagaimana disebutkan Abdul Aziz Wahab (2008: 107)
berkaitan dengan kegiatan kesekretariatan, menghimpun surat, keterangan, dan informasi. Pelaksanaan
ketatausahaan siswa merupakan bentuk pelayanan administratif siswa yang terselenggara selama siswa
berada di sekolah. Jadi, pelayanan ketatausahaan siswa berupa pelayanan mengenai surat-menyurat,
keterangan (data), dan informasi yang berkaitan dengan peserta didik mulai dari masuk sekolah, proses
perkembangan di sekolah, sampai dengan keluarnya peserta didik tersebut dari suatu sekolah.
Kegiatan ketatausahaan sekolah dilakukan oleh petugas tata usaha sekolah yang telah diserahi tugas
pada bidang pekerjaannya masing-masing untuk dapat memberikan pelayanan secara prima kepada para
pelanggan pendidikan. Demikian pula penerapannya pada kegiatan ketatausahaan peserta didik bahwa
petugas tata usaha sekolah diharapkan dapat memberikan pelayanan ketatausahaan secara prima sehingga
peserta didik tidak memiliki hambatan dalam melaksanakan kegiatan belajar di sekolah. Adanya
pelaksanaan pelayanan ketatausahaan peserta didik di suatu sekolah memiliki tujuan-tujuan tertentu yang
dikehendaki oleh penyelenggara pendidikan pada masing-masing sekolah tersebut. Petugas bagian
ketatausahaan sekolah memberikan pelayanan ketatausahaan peserta didik dimaksudkan untuk
mempermudah proses penyelenggaraan kegiatan pendidikan di sekolah (Tim Dosen AP, 2011: 118).
Sementara itu, Mulyasa (2007: 47) berpendapat bahwa pelaksanaan pelayanan ketatausahaan peserta didik
di suatu sekolah memiliki tujuan sebagai berikut :
 Memudahkan pihak sekolah, guru, dan orang tua peserta didik dalam memantau keberhasilan,
kemajuan, dan prestasi belajar para peserta didik selama mengikuti pembelajaran di sekolah.
 Mendeteksi kondisi setiap peserta didik sehingga pihak sekolah dapat memberikan bimbingan
maupun bantuan terhadap peserta didik yang memiliki suatu permasalahan.
 Menunjang aktivitas pengembangan pengetahuan, sikap kepribadian, aspek sosial emosional, dan
keterampilan setiap peserta didik sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai
potensi masing-masing.
 Mengetahui dan mengontrol keberhasilan atau prestasi kepala sekolah sebagai manajer pendidikan
di suatu sekolah

B Bimbingan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan alih bahasa dari bahasa Inggris yaitu guidance dan counseling.
Dulu istilah counseling diindonesiakan menjadi penyuluhan (nasehat). Akan tetapi, karena istilah
penyuluhan banyak digunakan di bidang lain, seperti penyuluhan pertanian dan penyuluhan keluarga
berencana yang sama sekali berbeda isinya dengan counseling, maka agar tidak menimbulkan salah paham,
istilah counseling tersebut diserap menjadi konseling
Kedudukan dan hubungan bimbingan dan konseling terdapat banyak pandangan, salah satunya memandang
konseling sebagai teknik bimbingan. Dengan kata lain, konseling berada dalam bimbingan. Pendapat lain
mengatakan bahwa bimbingan memusatkan diri pada pencegahan masalah yang dihadapi individu.
Bimbingan sifat dan fungsinya preventif, sementara konseling bersifat kuratif atau korektif. Dengan
demikian bimbingan dan konseling berhadapan dengan objek garapan yang sama, yaitu problem atau
masalah. Perbedaannya terletak pada titik berat perhatian dan perlakuan terhadap masalah tersebut.
Bimbingan memperhatikan juga penyembuhan atau pemecahan masalah, tetapi titik beratnya pada
pencegahan, dan konseling menitikberatkan pada pemecahan masalah, tetapi juga memperhatikan
pencegahan masalah. Masalah yang digarap bimbingan merupakan masalah yang ringan, sementara yang
digarap konseling masalah yang relatif berat. Jika masalah yang dihadapi individu (klien) sangat berat,
konseling kerap sekali harus menyerahkannya (membuat referal) kepada bimbingan ilmu lain, seperti
psikoterapi atau psikiater.
Masalah yang menjadi objek garapan bimbingan dan konseling adalah masalah-masalah psikologis, bukan
masalah fisik. Masalah fisik diserahkan kepada bidang yang relevan, seperti kedokteran. Dalam kasus
tertentu yang melibatkan fisik, terlebih dahulu ditangani fisiknya oleh kedokteran kemudian masalah
psikologisnya ditangani oleh konseling.
4. Tujuan bimbingan konseling
Bimo Walgito (2004: 33) menyatakan bahwa tujuan Bimbingan dan Konseling adalah membantu tercapainya
tujuan pendidikan, pengajaran, dan membantu individu untuk mencapai kesejahteraan. Tujuan bimbingan
adalah untuk membantu para siswa agar ia dapat mengatasi kesulitan-kesulitan atau permasalahan yang
dihadapi, dan mengarahkan pada kebaikan secara cermat. Disisi lain Dewa Ketut Sukardi (2008: 28)
menyatakan bahwa tujuan lain Bimbingan dan Konseling secara umum adalah sesuai dengan tujuan
pendidikan, yaitu terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya yang cerdas, beriman, dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Menurut Syaiful Akhyar (2015: 27-30), ada beberapa tujuan dari konseling, yaitu:
1) Menyediakan fasilitas untuk perubahan tingkah laku.
2) Meningkatkan hubungan antar perorangan dan pembinaan kesehatan mental.
3) Meningkatkan keterampilan untuk menghadapi masalah
4)Menyediakan fasilitas untuk pengembangan kemampuan.
5) Meingkatkan kemampuan dalam menentukan keputusan.
Tujuan akhir dari bimbingan dan konseling adalah agar klien terhindar dari berbagai masalah, apakah
masalah tersebut berkaitan dengan gejala penyakit mental (neurona dan psychose), sosial maupun spritual,
atau dengan kata lain agar masing-masing individu memiliki mental yang sehat.

5. Fungsi Bimbingan dan Konseling


Fungsi bimbingan dan konseling ditinjau dari segi kegunaan dan manfaat pelayanan dapat dikelompokkan
menjadi sepuluh fungsi pokok, yaitu :
a. Fungsi Pemahaman Dewa Ketut Sukardi (2008: 26) menyatakan bahwa fungsi pemahaman yaitu
fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-
pihak tertentu sesuai dengan keperluan pengembangan siswa yang mencakup pemahaman tentang
diri siswa, lingkungan siswa, dan lingkungan yang lebih luas terutama oleh siswa.
b. Fungsi Preventif Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk
senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan
kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan
dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan
kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka
mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya: bahayanya minuman keras,
merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
c. Fungsi Perbaikan Fungsi perbaikan yaitu fungsi Bimbingan dan Konseling yang akan menghasilkan
terpecahnya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami siswa. Fungsi perbaikan ini
diharapkan dapat menghasilkan terpecahnya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dihadapi
siswa.
d. Fungsi Pengembangan Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya
lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel
Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama
merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan
dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang
dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat
(brain storming), home room, dan karyawisata.
e. Fungsi Penyaluran Fungsi Penyaluran yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli
memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir
atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri ciri kepribadian lainnya. Dalam
melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di
luar lembaga pendidikan
f. Fungsi Adaptasi Fungsi Adaptasi yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala
Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap
latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan
informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam
memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah,
memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan
kemampuan dan kecepatan konseli.
g. Fungsi Penyesuaian Fungsi Penyesuaian yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu
konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
h. Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat
memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor
melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang
sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada
tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
i. Fungsi Fasilitasi Fungsi Fasilitasi yaitu memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam
diri konseling.
j. Fungsi Pemeliharaan Fungsi Pemeliharaan yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu
konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam
dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan
penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang
menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseling.

6. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling


Prinsip-prinsip bimbingan adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan layanan
bimbingan. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah: 1

1. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan


a. Bimbingan dan konseling melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis
kelamin, suku, agama, dan status sosila ekonomi.
b. Bimbingan dan konseling berurusan dengan pribadi dan tingkah laku yang unik dan
dinamis.
c. Bimbingan dan konseling memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek
perkembangan individu.
d. Bimbingan dan konseling memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual
yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.
2. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan permasalahan individu
a. Bimbingan dan konseling berurusan dengan hal-hal yang menyangkut pengaruh
kondisi mental (fisik) individu terhadap penyesuaian dirinya di rumah, di sekolah serta
dalam kaitannya dengan kontak social dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh
lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu.
b. Kesenjangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan, merupakan faktor timbulnya masalah
pada individu dan kesemuanya menjadi perhatian utama pelayanan bimbingan.
3. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan program layanan
a. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan dan
pengembangan individu, karena itu program bimbingan harus disesuaikan dan
dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik.
b. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan
individu, masyarakat dan kondisi lembaga.
c. Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari jenjang
pendidikan yang terendah sampai yang tertinggi.
d. Terhadap isi dan dan pelaksanaan program bimbingan dan konseling perlu adanya
penilaian yang teratur dan terarah.
4. Prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelaksanaan layanan
a. Bimbingan dan konseling harus diarahkan untuk pengembangan individu yang
akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahan.
b. Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan hendak dilakukan
oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena kemauan
atas desakan dari pembimbing atau pihak lain.
c. Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan
dengan permasalahan yang dihadapi.
d. Kerjasama antara pembimbing, guru dan orang tua sangat menentukan hasil pelayanan
bimbingan.
e. Pengembangan proram pelayanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui
pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu.
7. Kedudukan Guru Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing suatu perjalanan (Journey). Fungsi atau
peran penting guru dalam PBM ialah sebagai “director of learning” (direktur belajar). Artinya,
setiap guru diharapkan untuk pandai-pandai mengarahkan kegiatan belajar siswa agar mencapai
keberhasilan belajar (kinerja akademik) sebagai mana yang telah ditetapkan dalam sasaran
kegiatan PBM.2 Pada pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
secara implisit terkandung makna bahwa peran guru BK sebagai agen pelayanan bimbingan dan

1
Nasution, H. S., Abdillah. 2019. Bimbingan Konseling Konsep, Teori dan Aplikasinya. Medan: LPPPI
2
Ramayulis, Ilmu Pendidukan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia,2008), hal 74-75
konseling yang memandirikan peserta didik yang berfungsi untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Selain itu juga guru bimbingan dan konseling berkedudukan sebagai
pendidik profesional yang memiliki peran penting dalam penyelenggaraan sistem pendidikan
formal di sekolah. Merujuk pasal 2 sampai dengan pasal 6 Undang-Undang RI Nomor 14 tahun
2005 tentang Guru dan Dosen, Guru BK berkedudukan sebagai tenaga profesional pada lembaga
pendidikan formal di jenjang pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan anak usia dini yang
secara formal dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat pendidik.
Guru BK mengemban tugas untuk memberikan fasilitasi kepada setiap peserta didik
berupa pelayanan bimbingan dan konseling agar mereka mampu mengikuti pembelajaran secara
maksimal dengan memanfaatkan sumber belajar dalam upaya mengembangkan potensinya
menuju terwujudnya kepemilikan suatu keahlian tertentu yang dibutuhkan masyarakat global.
Dengan demikian kedudukan guru BK sebagai aspek penting dalam penyelenggaraan sistem
pendidikan formal di sekolah yang berperan menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan
konseling yang memandirikan peserta didik sebagai konseling.

Secara umum, Rochman Natawidjaja (1987:54-55) mengidentifikasi peran bimbingan


seorang guru sebagai penyesuaian internasional dalam proses belajar mengajar, yaitu:

1. Perlakuan terhadap siswa sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang
dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri
2. Sikap yang positif yang wajar terhadap siswa
3. Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati dan menyenangkan
4. Pemahaman siswa secara empatik
5. Penghargaan terhadap martabat siswa secara individu
6. Penampilan diri secara asli, (genuine) di depan siswa
7. Kekongkritan dalam menyatakan diri
8. Peneriman siswa secara apa adanya
9. Perlakuaan terhadap siswa secara terbuka
10. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan siswa untuk menyadari perasaannya itu
11. Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap
bahan pengajaran saja
12. Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus. Manakala ditelusuri, nampak bahwa
peran-peran tersebut berakar dari konsep Carl Rogers (Joyce dan Weil, 1996:18-19)
tentang Nondirective Counseling yang yang dikembangkan menjadi Nondirective
Teaching.
8. Pengelolaan Program Bimbingan Pribadi dan Sosial
1. Bimbingan Pribadi
Bimbingan pribadi diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan
kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan
layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan
keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan yang dialami oleh individu.
Menurut Sukardi (2008: 55) bidang ini dapat dirinci menjadi pokok- pokok berikut :
a. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan-
kegiatan yang kreatif dan produktif , baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk
peranannya dimasa depan.
c. Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha penanggulangannya.
d. Pemantapan kemampuan mengambil keputusan.
e. Pemantapan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya.
f. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara rohaniah
maupun jasmaniah.
g. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara
efektif.
h. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta berargumentasi
secara dinamis, kretaif, dan produktif”.
2. Bimbingan Sosial
Bimbingan sosial merupakan bimbingan untuk membantu para individu dalam
memecahkan masalah-masalah sosial. Yang tergolong dalam masalah-masalah sosial adalah
masaah hubungan dengan sesama teman, dengan guru dan dosen, serta staf, pemahaman sifat dan
kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka
tinggal, dan penyelesaian konflik.
Dalam Depdiknas (2008: 7) pelayanan bimbingan sosial membantu peserta didik
memahami diri dalam kaitannya dengan lingkungan dan etika pergaulan sosial yang dilandasi
budi pekerti luhur dan tanggung jawab sosial. 3 Menurut Sukardi (2008:55) bidang ini dapat dirinci
menjadi pokok-pokok berikut:
1. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik melalui ragam lisan maupun tulisan
secara efektif.
2. Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta
berargumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif.
3. Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di
sekolah, maupun di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan
santun, serta nilai-nilai agama, adat, hukum, ilmu, dan kebiasaan yang berlaku.
4. Pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman
sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah yang lain, di luar sekolah, maupun di
masyarakat pada umumnya.
5. Pemantapan pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya
pelaksanaannya serta dinamis dan bertanggung jawab.
6. Orientasi tentang hidup berkeluarga.4
9. Pengelolaan Program Bimbingan Belajar
Pengelolaan bimbingan belajar merupakan kegiatan yang dilakukan disekolah atau di luar
sekolah untuk menunjang program pendidikan. Pengelolaan bimbingan belajar ini dapat
diartikan sebagai serangakaian kegiatan yang diberikan kepada peserta didik tujuannya
membantu peserta didik memecahkan masalah dan keluar dari masalah yang terkait dengan
pembejaran. Didalam bimbingan belajar perlu adanya sebuah perencanaan, perencanaan
merupakan proses terpenting dari semua kegiatan yang dilakukan, tanpa adanya sebuah
perencanaan maka segala kegiatan yang dilakukan tidak akan berjalan secara efektif dan efesien.
Menurut Winkel (2007: 43) bentuk layanan bimbingan belajar dapat dilakukan dengan
program bimbingan belajar yang terencana dan terorganisir dengan baik, meliputi:
1. Pemberian informasi kepada siswa baru di sekolah mengenai tujuan sekolah, isi kurikulum,
penyesuaian diri di sekolah, cara-cara belajar dan struktur organisasi sekolah. Semua ini
diusahakan dalam orientasi belajar siswa.
2. Memberikan informasi kepada siswa dan tuntunan dalam hal belajar di rumah dan
membentuk kelompok-kelompok belajar.

3
Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Penataan Pendidikan Profesional dan Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur
Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.
4
Sukardi, Dewa Ketut dan Desak Nila Kusmawati. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
3. Memberikan informasi tentang kemungkinan dan kesempatan untuk melanjutkan studi dan
tuntutan- tuntutan apa yang harus dipenuhi supaya berhasil.
4. Mengumpulkan data mengenai bakat-bakat dan hasil belajar masing-masing siswa, agar siswa
dapat ditolong untuk mengenal dirinya sendiri. Tanpa tersedianya data semacam ini, program
bimbingan belajar tidak dapat terlaksana dengan baik.
5. Melakukan wawancara dengan siswa untuk membicarakan kesukaran-kesukaran dalam
belajar, untuk membicarakan pilihan sekolah lanjutan, dan untuk membicarakan kegagalan
yang disebabkan karena salah memilih jurusan. Jadi, bentuk layanan bimbingan belajar yang
diberikan kepada siswa adalah segala informasi yang menunjang kegiatannya dalam hal
belajar mulai dari pengenalan tentang sekolah, pengenalan bakat dan kemampuan diri dalam
hal belajar sampai kepada kesulitan belajar yang akan dihadapinya nanti. 5

Pelaksanaan Bimbingan Belajar


Pelaksanaan bimbingan belajar adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana
yang telah disusun secara matang dan terperinci. Dalam pelaksanaan bimbingan guru harus mampu:
a. Menyusun program bimbingan, melaksanakan bimbingan, mengevaluasi program
bimbingan, dan menganalisis hasil evaluasi program bimbingan yang menjadi tanggung
jawabnya.
b. Melaksanakan tindak lanjut program bimbingan
c. Menunjukkan kecerdasan dalam berfikir, dan bertindak
d. Menunjukkan sikap disiplin, Meningkatkan kreativis, memiliki sikap bertanggung
jawab dalam melaksanakan tugas, menguasasi kelas, menerima pendapat orang lain,
serta melakukan komunikasi yang baik dengan siswa.
Dalam pelaksanaan bimbingan belajar perlu adanya kerja sama antara guru, peserta didik dan
pihak sekolah agar pelaksanaan perencanaan pengelolaan bimbingan belajar ini dapat berjalan sesuai
harapan.
Tujuan dari pelaksanaan bimbingan belajar di sekolah adalah:
a. Mengenal, memahami, menerima, mengarahkan dan mengaktualisasikan potensi
secara optimal
b. Mengembangkan berbagai keterampilan belajar
c. Mengembangkan suasanana belajar yang kondusif, dan
d. Memahami lingkungan pendidikan.
Bimbingan belajar berfungsi membantu peserta didik dalam mengatasi masalah-masalah
pribadi sosial yang berhubungan dengan penyelenggaraan proses belajar, penempatan, penghubung,
antara peserta didik, guru serta tenaga administrasi sekolah.

10. Pengelolaan Program Bimbingan karier


1. Pengertian bimbingan karier
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling telah ditetapkan adanya empat bidang pelayanan
yang harus diberikan kepada peserta didik yakni : bimbingan pembelajaran, bimbingan pribadi,
bimbingan sosial dan bimbingan karier. Bimbingan karier sendiri pada hakekatnya merupakan salah
satu satu upaya pendidikan melalui pendekatan pribadi dalam membantu individu untuk mencapai
kompetisi yang diperlukan dalam menghadapi masalah-masalah karir.
Donald E. Super (Herr dan Cramer, 1984:6) mendefinisikan bimbingan karir sebagai suatu proses
membantu pribadi untuk mengembangkan penerimaan kesatuan dan gambaran diri serta
peranannya dalam dunia kerja. Menurut definisi ini ada dua hal yang penting, yaitu pertama, proses
membantu individu untuk memahami dan menerima diri sendiri, dan kedua, memahami dan

5
Winkel, W.S., dan Srihastuti M.M., 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
menyesuaikan diri dalam dunia kerja. Oleh sebab itu yang penting dalam bimbingan karir adalah
pemahaman dan penyesuaian diri baik terhadap dirinya maupun terhadap dunia kerja. Bimbingan
karir merupakan suatu proses perkembangan konsep diri (self-concept). Pemahaman tentang diri
dan penyesuaian pekerjaan hendaknya menjadikan orang mempunyai gambaran yang jelas tentang
dirinya (bakat, kemampuan, kecakapan, keunggulan dan sebagainya) dan sadar bahwa dia mampu
melaksanakan pekerjaannya dan memperoleh kepuasan pribadi dalam dunia itu. Dengan kata lain
pekerjaan itu sesuai dengan nilai-nilai (norma-norma) yang dipedomaninya.
Conny Semiawan (1996:3) mendefinisikan bimbingan karir sebagai pelayanan bantuan
terhadap keseluruhan populasi dalam perwujudan hidupnya sebagai pernyataan bermakna daripada
kualitas individualnya dalam keseimbangan interaksi dengan masyarakat dimana ia hidup yang terus
menerus berubah. Bimbingan karir menurut Rochman Natawidjaja (1980) adalah proses membantu
seseorang untuk mengerti dan menerima gambaran diri pribadinya dan dunia kerja diluar dirinya,
mempertemukan gambaran diri dengan dunia kerja itu, dan pada akhirnya dapat memilih bidang
pekerjaan; menyiapkan diri untuk bidang pekerjaan; memasuki dan membina karir dalam bidang
pekerjaan tersebut tersebut.
Pengertian yang sama dijelaskan W.S. Winkel (1991:124) bahwa bimbingan karir merupakan
bimbingan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan, dalam memilih lapangan
pekerjaan atau jabatan tertentu serta membekali diri supaya siap memangku jabatan dan dalam
menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan dari lapangan pekerjaan yang telah dimasuki.
Menurut Munandir (1996:71) bimbingan karir adalah kegiatan dan layanan bantuan kepada
para siswa dengan tujuan agar mereka memperoleh pemahaman dunia kerja dan akhirnya mereka
mampu menentukan pilihan kerja dan menyusun perencanaan karir.
Bimbingan karir, konseling dan penempatan merupakan suatu program pendidikan yang
bertanggung jawab untuk membantu individu dalam mengembangkan pengertian diri dan
keterampilan-ketrampilan interpersonal, perencanaan karir hidup, menempatkan kompetisi dan
pengetahuannya dalam pekerjaan dan kebahagiaan dunia (Tolbert, 1973:4). Artinya, bahwa
bimbingan karir sebagai suatu program pendidikan harus mempunyai visi dan misi di dalam
mengembangkan kemampuan, bakat dan minat siswa, sehingga bisa memahami dan menyesuaikan
diri terhadap dirinya maupun terhadap dunia kerja atau lingkungan masyarakatnya. Dari beberapa
pengertian ahli bimbingan karir di atas, maka dapat dijelaskan bahwa konsep bimbingan karir
mempunyai peran yang sangat strategis dalam membantu para siswa untuk memahami dirinya
sendiri, dunia kerja, mengembangkan rencana dan kemampuan membuat keputusan yang bermakna
bagi masa depannya sesuai dengan kemampuan, bakat, minat dan kepribadian serta faktor-faktor
yang dapat mendukung kemajuan dirinya, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat. Dalam rangka
upaya membantu siswa di sekolah dalam memahami dunia kerja, karir dan lingkungannya, maka
perlu adanya informasi yang diberikan tentang pekerjaan atau jabatan yang tersedia dalam pasaran
kerja secara memadai dan tepat.
2. Prinsip-Prinsip Bimbingan Karir Di Sekolah

Agar bimbingan karir di sekolah dapat berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan, maka ada beberapa prinsip bimbingan yang perlu diperhatikan, diantaranya:
a. Pelaksanaan bimbingan karir di sekolah harus di dasarkan kepada hasil penelusuran yang
cermat terhadap kemampuan dan minat siswa serta pola dan jenis karir dalam masyarakat.
b. Pemilihan dan penentuan jenis bidang karir didasarkan kepada keputusan siswa sendiri
melalui proses penelusuran kemampuan dan minat serta pengenalan karir dalam masyarakat,
baik karir yang telah berkembang maupun yang mungkin dapat dikembangkan dalam
masyarakat.
c. Pelaksanaan bimbingan karir harus merupakan suatu proses yang berjalan terus mengikuti
pelaksanaan program pendidikan di sekolah.
d. Pelaksanaan bimbingan karir harus merupakan perpaduan pendayagunaan setinggi-tingginya
(optimalisasi) potensi siswa dan potensi lingkungannya.
e. Pelaksanaan bimbingan karir jangan sampai menimbulkan tambahan beban pembiayaan yang
berlebihan.
f. Pelaksanaan bimbingan karir harus menjalin hubungan kerjasama antara sekolah dengan
unsur-unsur di luar sekolah dan bersifat saling menunjang fungsi masing- 188 masing, serta
mengarah kepada pencapaian tujuan pembinaan siswa. (Khabibah, 2017)

Sedangkan menurut Surya (1988:27) prinsip-prinsip umum bimbingan karir di sekolah


diantaranya :
a. Seluruh siswa hendaknya mendapat kesempatan yang sama untuk mengembangkan
dirinya dalam pencapaian karir yang tepat
b. Program bimbingan karir hendaknya memiliki tujuan untuk menstimulasi perkembangan
pendidikan siswa
c. Setiap siswa hendaknya memahami bahwa karir sebagai suatu jalan hidup dan pendidikan
sebagai persiapan untuk hidup
d. Siswa hendaknya dibantu dalam mengembangkan pemahaman yang memadai terhadap
diri sendiri dan kaitannya dengan perkembangan sosial pribadi dan perencanaan
pendidikan karir
e. Siswa pada setiap saat dan tingkat pendidikan, hendaknya dibantu untuk memperoleh
pemahaman tentang hubungan antara pendidikan dan karir
f. Siswa memerlukan pemahaman tentang dimana dan mengapa mereka dalam suatu alur
pendidikan
g. Setiap siswa pada setiap tahap program pendidikan hendaknya memiliki pengalaman-
pengalaman yang berorientasikan karir secara berarti dan realistik
h. Siswa hendaknya memiliki kesempatan untuk mentes konsep dirinya, keterampilan dan
peranan untuk mengembangkan nilai-nilai yang memiliki aplikasi bagi karirnya di masa
depan
i. Program bimbingan karir berpusat dalam kelas dengan koordinasi pembimbing, disertai
partisipasi orang tua dan masyarakat
j. Program bimbingan karir di sekolah hendaknya diintegrasikan secara fungsional dengan
program bimbingan dan program pendidikan secara keseluruhan.
Prinsip-prinsip bimbingan karir yang telah dijelaskan di atas, bila ditelaah dengan seksama,
bimbingan karir di sekolah sangatlah penting untuk diaplikasikan dan diimplementasikan ke dalam
bentuk program bimbingan secara keseluruhan, dengan memasukkan unsur-unsur yang
mempengaruhi perkembangan karirnya seperti penelusuran terhadap minat dan kemampuan siswa,
serta pengenalan diri terhadap masyarakat.
3. Strategi Implementasi pengelolaan bimbingan Informasi Karir

Dalam pelaksanaan program di sekolah, konselor bersama guru pembimbing


mengimplementasikan isi program layanan informasi karir dan mendorong guru pembimbing, guru
bidang studi serta kepala sekolah untuk bekerjasama dalam menata sistem manajemen bimbingan.
Secara rinci kegiatan yang dilakukan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Layanan Dasar Umum. Guru pembimbing/konselor melaksanakan layanan bimbingan
karir tentang jenis-jenis informasi karir siswa di sekolah secara kelompok dan klasikal,
berkonsultasi dengan guru-guru serta kepala sekolah berupa kerjasama dalam
melaksanakan berbagai unsur layanan dasar karir.
b. Layanan Responsif. Dalam layanan responsif, guru pembimbing menyelenggarakan
konseling individual pada siswa yang bermasalah, berkonsultasi dengan guru bidang studi
dan personil sekolah lainnya juga kepala sekolah dengan penanganan siswa tersebut,
mengkoordinasikan berbagai strategi intervensi kepada siswa.
c. Layanan Perencanaan Individual. Dalam layanan perencanaan individual, guru
pembimbing/konselor memandu seluruh siswa secara klasikal dalam memahami dan
mengembangkan secara khusus layanan informasi karir. Layanan ini meliputi berbagai
kegiatan diantaranya :
 Memandu siswa dalam menilai tugas-tugas perkembangan karir yang dicapainya
 Memandu siswa dalam membuat perencanaan dan perumusan karir yang
dicapainya untuk mewujudkan tujuan perkembangan dan tujuan hidupnya
 Memandu siswa dalam mengambil keputusan karir yang sesuai dengan potensinya
secara efektif, dan
 mendorong siswa untuk berbuat sesuai rencana-rencana yang telah dibuatnya dan
keputusan-keputusan yang telah diambilnya
4. Penataan Sistem Manajemen Bimbingan Karir.
a. Guru pembimbing, guru-guru bidang studi dan personil sekolah lainnya serta kepala
sekolah mendiskusikan dan merumuskan tentang visi dan misi bimbingan karir di
sekolah, apakah sesuai dengan yang dirumuskan dalam program layanan informasi
karir yang dihasilkan. Pertanyaan dan permintaan pendapat ini dimaksudkan untuk
memantapkan dan menyamakan visi dan misi bimbingan karir diantara mereka.
Kegiatan ini lebih bersifat memperoleh kejelasan dan ketegasan tentang visi dan misi
bimbingan karir.
b. Melalui curah pendapat atau diskusi, guru pembimbing harus bisa menumbuhkan
motivasi pada dirinya dan personil sekolah lainnya dengan cara meminta bantuannya
untuk secara bersama-sama mengimplementasikan program hasil penelitian ini, dan
menjelaskan manfaat besar yang akan diperolehnya baik bagi sekolah maupun bagi
konselor.
c. Guru pembimbing, guru bidang studi dan kepala sekolah harus punya komitmen di
dalam menata layanan informasi karir ini dengan
(1) berkemauan menyusun program layanan informasi karir di waktu mendatang
yang lebih didasarkan kepada jenis-jenis informasi yang lebih komprehensif
sesuai dengan kebutuhan siswa
(2) menyediakan jam masuk kelas yang cukup bagi guru pembimbing serta sarana
dan prasarana yang lebih memadai dibanding dengan yang ada sekarang
(3) meningkatkan kerjasama antara guru bidang studi dengan guru pembimbing
dalam memberikan layanan informasi karir kepada siswa, dan
(4) meningkatkan profesionalitas konselor.
d. Guru pembimbing bekerja sama dengan kepala sekolah dengan cara
(1) menata secara lebih jelas dan efektif organisasi layanan bimbingan karir di
sekolah termasuk mekanisme kerjanya
(2) menata dan membuat kebijakan-kebijakan yang menunjang kelancaran
pelaksanaan layanan informasi karir sesuai dengan kondisi objektif dan
kebutuhan nyata siswa.
e. Mendorong guru pembimbing, guru bidang studi dan kepala sekolah untuk lebih
meningkatkan kerjasamanya dengan pihak lain di dalam dan di luar sekolah dalam
rangka mengembangkan layanan informasi karir.
f. Mendorong kepala sekolah dan guru pembimbing dengan cara memberi saran agar
pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan layanan informasi karir ditingkatkan.

11. Pencatatan Prestasi Siswa


Pencatatan prestasi belajar merupakan bagian penting dari manajemen pendidikan. Hal ini mencakup
pengumpulan, analisis, dan pelaporan data prestasi belajar siswa untuk membantu pengambilan
keputusan dan perbaikan berkelanjutan dalam proses pendidikan. Berikut adalah beberapa aspek yang
perlu dipertimbangkan dalam pencatatan prestasi belajar dalam konteks manajemen pendidikan:
a. Sistem Penilaian yang Jelas: Tetapkan sistem penilaian yang jelas dan transparan, termasuk kriteria
penilaian, bobot nilai, dan metode evaluasi yang digunakan. Hal ini membantu siswa dan orang tua
memahami cara prestasi mereka dinilai.
b. Penggunaan Beragam Metode Penilaian: Gunakan beragam metode penilaian, seperti ujian
tertulis, proyek, presentasi, dan penugasan. Pendekatan ini dapat memberikan gambaran yang lebih
holistik tentang kemampuan siswa.
c. Sistem Pemantauan dan Evaluasi Berkelanjutan: Tetapkan sistem pemantauan dan evaluasi
berkelanjutan untuk mengidentifikasi kemajuan siswa sepanjang waktu. Ini dapat melibatkan rapat
konseling, ulasan kinerja, dan umpan balik langsung.
d. Penggunaan Teknologi untuk Pencatatan: Manfaatkan teknologi informasi untuk mengelola data
prestasi belajar secara efisien. Sistem manajemen pembelajaran dan perangkat lunak pencatatan
prestasi dapat membantu dalam mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis data dengan lebih
baik.
e. Penetapan Standar Prestasi: Tetapkan standar prestasi yang jelas dan objektif untuk setiap tingkat
pendidikan. Standar ini dapat membantu dalam menilai sejauh mana siswa telah mencapai tujuan
pembelajaran.
f. Pelaporan Berkala: Berikan laporan prestasi belajar secara berkala kepada siswa, orang tua, dan
guru. Laporan ini sebaiknya tidak hanya mencakup nilai, tetapi juga memberikan insight tentang
kekuatan dan area yang perlu ditingkatkan.
g. Pertemuan Orang Tua-Guru: Selenggarakan pertemuan rutin antara orang tua dan guru untuk
membahas prestasi belajar siswa. Pertemuan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang kemajuan siswa dan merencanakan langkah-langkah perbaikan jika diperlukan.
h. Dukungan Konseling: Sediakan dukungan konseling bagi siswa yang mungkin mengalami kesulitan
akademis. Konselor dapat membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar dan memberikan bimbingan yang diperlukan.
i. Program Perbaikan: Tentukan program perbaikan untuk siswa yang memerlukan bantuan
tambahan. Ini bisa termasuk program remidiasi, dukungan tambahan, atau bimbingan akademis.
j. Analisis Data Prestasi: Lakukan analisis data prestasi secara teratur untuk mengidentifikasi tren,
kekuatan, dan kelemahan dalam prestasi belajar. Informasi ini dapat digunakan untuk membuat
keputusan berbasis data dalam perencanaan dan pengembangan kurikulum.

Pencatatan prestasi belajar yang efektif dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan dan
memberikan dasar bagi pengambilan keputusan yang informasional di tingkat institusi pendidikan.
Dengan demikian, pencatatan prestasi belajar merupakan komponen penting dari manajemen
pendidikan yang baik.

12. MUTASI SEKOLAH

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mutasi adalah pemindahan pegawai dari satu jabatan
ke jabatan lain. Sedangkan menurut Imron (2012) menjelaskan bahwa mutasi peserta didik adalah
perpindahan peserta didik dari kelas yang satu ke kelas lain yang sejajar, dan atau dari sekolah satu ke
sekolah lain yang sejajar. Mutasi sendiri adalah perpindahan siswa dari satu sekolah ke sekolah lain
dengan ketentuan tertentu. Perpindahan siswa mempunyai dua pengertian yaitu perpindahan siswa dari
suatu sekolah ke sekolah lain yang sejenis dan perpindahan siswa dari suatu jenis program ke jenis
program yang lain. Perpindahan jenis ini pada hakikatnya merupakan perpindahan wilayah atau tempat.
Jenis sekolah, tingkat/kelas dan jurusan atau program studi di sekolah baru sama dengan jenis sekolah,
kelas, dan jurusan pada sekolah asalnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mutasi peserta didik adalah
perpindahan peserta didik baik antar sekolah yang sejajar maupun antar kelas atau jurusan yang sejajar
dengan sebab tertentu.
 Adapun jenis-jenis mutasi sekolah

Menurut imron (2012) Mutasi atau perpindahan peserta didik dapat dibedakan menjadi dua macam
yakni :
1. Mutasi Internal. Mutasi internal sendiri merupakan mutasi yang dilakukan peserta didik
dalam data sekolah. umumnya, peserta didik hanyalah pindah kelas yang tingkatannya sejajar.
Mutasi internal ini dilakukan oleh peserta didik yang jurusannya sama atau berbeda. Contoh :
di suatu Sekolah Menengah Atas (SMA) ada tiga tingkatan yaitu tingkat satu, dua dan tiga. Pada
tingkat dua dibagi lagi menjadi tingkat 2A dan 2B. Tingkat 2A sendiri ada beberapa program
yaitu A1, A2, A3, dan A4. Jumlah A1 ada 3 kelas yaitu A1A, A1B, dan A1C. Jika peserta didik
mutasi dari satu tempat ke tempat lain dalam satu tingkatan di wilayah sekolah ini disebut
mutasi internal. Katakanlah, bahwa siswa tersebut sebelumnya berada di program A1A ke A1B
atau ke A1C. Bahkan tidak jarang, peserta didik juga dapat mutasi (selama masih baru
pemilihan program) dari A1A ke A2A.
2. Mutasi eksternal. Mutasi Eksternal adalah perpindahan peserta didik dari satu sekolah ke
sekolah lain dalam satu jenis dan satu tingkatan. Meskipun ada juga peserta didik yang pindah
ke sekolah lain dengan jenis sekolah yang berlainan. Pada sekolah-sekolah negeri, hal
demikian menjadi persoalan. Namun tidak demikian pada sekolah swasta, terutama yang
kekurangan peserta. Contohnya : mbak diyah bersekolah di SMA 1 Blitar kls IPS5, karna
mengikuti orang tuanya pergi dinas ke kota lain, maka ia mengajukan mutasi ke SMA Hayama-
Maluku. Sebab-sebab mutasi biasanya terjadi karna beberapa faktor, seperti faktor yang
berasal dari diri sendiri, keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan pergaulan.
 Prosedur Mutasi Peserta Didik
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (PERMENDIKBUD) nomor 14 tahun 2018 tentang
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), dijelaskan pada BAB IV pasal 20 sampai pasal 22, mengenai
Perpindahan Peserta Didik adalah harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Perpindahan peserta didik dilaksanakan harus dengan persetujuan kepala sekolah asal dan
kepala sekolah yang dituju.
b. Setelah dilakukan mutasi, sekolah berkewajiban mengubah data pokok pendidikan (Dapodik)
c. Perpindahan peserta didik harus memenuhi persyaratan PPDB dan sistem zonasi.
d. Peserta didik yang berasal dari luar negeri dengan sekolah setara SD/MI, SMP/MTs,
SMA/MA/SMK atau sekolah kesetaraan di Indonesia dapat berpindah ke sekolah formal
dengan persyaratan administrasi yang ditentukan, melampirkan surat pernyataan dari kepala
sekolah asal, melampirkan surat keterangan dari Direktorat Jenderal yang menangani bidang
pendidikan dasar dan menengah, serta lulus tes kelayakan sesuai kebijakan sekolah yang
dituju.

Sedangkan menurut Tim Dosen Administrasi Perkantoran FIP IKIP Malang (1989) mengenai
perpindahan siswa (mutasi siswa) dari seolah kesekolah lain ini biasanya ada pedoman-pedoman peraturan
yang harus diikuti pedoman-pedoman tersebut antara lain menyangkut:
1. Pembatasan wilayah. Murid tidak diperkenankan pindah dari sekolah ke sekolah lain dalam satu
wilayah. Perpindahan antar wilayah bisa dibenarkan apabila didasarkan pada alasan yang cukup
mendasar misalnya orang tua pindah tempat kerja dan anak ikut saudaranya dikota lain.
2. Status sekolah. Murid dari sekolah swasta walaupun memiliki mutu yang lebih baik dari pada
sekolah negeri, tidak diperkenankan untuk pindah ke sekolah negeri. Sekolah-sekolah negeri hanya
diperkenankan siswa pindahan dari sekolah negeri saja.
3. Jenis sekolah. Sekolah negeri atau sekolah menengah dapat dibedakan dalam dua jenis sekolah, yaitu
sekolah-sekolah umum dan sekolah-sekolah kejuruan. Sekolah kejuruan ada beberapa jenis pula,
misalnya Sekolah Teknologi Menengah (STM), Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA), Sekolah
Kesejahteraan Keluarga Atas (SKKA), dll. Perpindahan siswa dari lain jenis sekolah tidak
diperbolehkan.
4. Pindah sekolah tidak naik kelas. Suatu sekolah tidak boleh menaikkan kelas seorang siswa yang
telah dinyatakan tidak naik kelas oleh sekolah lain, walaupun sama-sama sebagai sekolah negeri.
Menaikan kelas seorang murid yang telah dinyatakan tidak naik kelas oleh suatu sekolah mungkin
saja terjadi di sekolah-sekolah swasta. Misalnya tidak naik kelas disekolah negeri kemudian pindah
di sekolah swasta sejenis dengan dinaikan kelasnya.
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan mutasi adalah
1. Siswa tidak mempunyai masalah dengan pihak sekolah yang lama
2. Siswa mempunyai nilai yang memuaskan atau dinyatakan naik kelas
3. Apabila nilainya kurang baik, maka siswa tersebut telah bersekolah di tempat yang lama dan diterima
di sekolah baru pada kelas atau tingkat yang sama pula dengan sekolah lama, artinya mutasi tidak
dimaksudkan untuk menaikkan siswa di kelas setingkat lebih tinggi pada sekolah baru, karena di
sekolah lama ia tinggal kelas
4. Perpindahan siswa harus mendapat persetujuan tertulis dari institusi pengirim
DAFTAR PUSTAKA
Ali Imron. 2012. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Jakarta : Bumi Aksara.
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan IKIP Malang. 1989. Administrasi Pendidikan. Malang : IKIP
Malang Press.
Khabibah, Z. A. (2017). Peran Guru Kelas Sebagai Pelaksana Bimbingan Konseling Bagi Peserta Didik Di SD
Muhamadiyah 13 Surakarta. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9).
Munandir, 2000. Program Bimbingan Karir di Sekolah, Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti.
Masdudi. 2003. Pengembangan Program Informasi Karir dalam Bimbingan dan Konseling di SMK. (Tesis
Magister, UPI Bandung).
Surya, M, 1988, Dasar-dasar Penyuluhan (Konseling), Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti P2LPTK.
Amiruddin. (2017). Kinerja Pegawai Tata Usaha dengan Mutu Layanan Administrasi. Al-Idarah : Jurnal
Kependidikan Islam, 7(1), 126–145.
Masdudi (2015). Bimbingan dan Konseling Perspektif Sekolah
Rifa’i, M. (2018). Manajement Peserta Didik. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue
9).
Setiawan, H. R. (2021). Manajemen Peserta Didik (Upaya Peningkatan Kualitas Lulusan) ebook. In Umsu
Press.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=Tyo_EAAAQBAJ&oi=fnd&pg=PT2&dq=info:Tq9z_g_N
RHoJ:scholar.google.com/&ots=EU2mFEE6kI&sig=epFmtl2a1dRdSTwDWpsDkgNRkyw&redir_esc=y#
v=onepage&q&f=false
Susanto, A. (2018). Bimbingan Dan Konseling. Konsep,Teori,Dan Aplikasinya.
Nasution, H. S., Abdillah. 2019. Bimbingan Konseling Konsep, Teori dan Aplikasinya. Medan: LPPPI
Ramayulis, Ilmu Pendidukan Islam, (Jakarta, Kalam Mulia,2008), hal 74-75
Winkel, W.S., dan Srihastuti M.M., 2007. Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media
Abadi.
Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Penataan Pendidikan Profesional dan Layanan Bimbingan dan
Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta: Depdiknas.
Sukardi, Dewa Ketut dan Desak Nila Kusmawati. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta.

Anda mungkin juga menyukai