Anda di halaman 1dari 12

KOMUNIKASI POLITIK

Makalah :
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Komunikasi Politik

Oleh :
Silvi Rahmawati
20520007

Dosen Pengampu : Wahyu Kuncoro, S.IP., M.IP, M.Si

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2022
​KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Komunikasi Politik” ini tepat pada waktunya.
Penulis mengucapan terima kasih kepada Bapak Wahyu selaku dosen pengampu
mata kuliah Komunikasi Politik yang telah memberikan tugas ini sehingga penulis dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak salah apabila ada pepatah yang menyebutkan bahwa tak ada gading yang tak
retak, demikian juga makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat
jauh dari kata sempurna, baik dari segi materi maupun cara penyampaiannya. Oleh
karena itu, penulis mengharap kritik dan saran demi perbaikan penulis kedepannya.

Surabaya, 29 Maret 2022

Penulis

i
​DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
BAB III PENUTUP 8
DAFTAR PUSTAKA 9

ii
1

​BAB I
PENDAHULUAN
​1.1 Latar Belakang
Persoalan krusial pemindahan Ibu Kota Negara (IKN), bukan hanya pergeseran
lokasi, melainkan juga komunikasi. Jika pemerintah tidak optimal
mengomunikasikan urgensi perpindahan tersebut, bisa jadi IKN justru banyak
disalahpahami oleh publik. Sebab proyek mercusuar seperti ini tak sekadar urusan
pemindahan lokus kekuasaan jangka pendek, tetapi perlu diperhatikan adalah upaya
pemulihan harapan dan pemerataan kesejahteraan.
Perbincangan mengenai perpindahan ibu kota kita sebenarnya sudah muncul
sejak era Hindia Belanda. Sementara pasca kemerdekaan, Presiden Soekarno juga
pernah menggagas Palangka Raya sebagai pusat pemerintahan.
Persoalannya, kini pemindahan ibu kota bukan hanya wacana, tetapi sudah di
tahap proses realisasi. Pengumuman resmi oleh Presiden Jokowi pada 26 Agustus
2019 di Istana Kepresidenan yang menetapkan Kalimantan Timur sebagai ibu kota
baru Republik Indonesia. Disusul dengan persetujuan desain istana negara dan
pemberian nama Nusantara menjadi bukti bahwa pemindahan itu sedang proses
berjalan. Tentu saja pro kontra masih muncul termasuk berbagai ketidaksepakatan
terhadap perumusan payung hukum yang mengesahkan RUU IKN menjadi UU.
Presiden Joko Widodo memanggil beberapa menteri untuk menghadiri rapat
kabinet pada tanggal 23 Maret 2022. Kepala Negara mengevaluasi kinerja dan
agenda pemerintahan yang sudah berlangsung. Sebelumnya, beredar kabar Jokowi
akan menggelar reshuffle. Namun, pihak Istana Kepresidenan menyatakan tidak ada
rencana perombakan menteri pada hari ini. Berdasarkan informasi yang dihimpun,
perombakan kabinet dilakukan setelah payung hukum Ibu Kota Negara (IKN) dan
pemilihan Kepala Otorita IKN rampung.
​1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, didapat rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana komunikasi politik yang perlu dalam upaya pembangunan IKN?
2. Apakah diperlukan reshuffle jajaran kabinet Kominfo?
3. Siapa komunikator profesional yang diperlukan untuk meningkatkan performa
komunikasi antara pemerintah dan publik secara meluas?
2

​BAB II
PEMBAHASAN
KOMUNIKASI POLITIK DALAM PEMBANGUNAN IKN
Merumuskan kebijakan itu berat, tetapi mengomunikasikan kebijakan jauh lebih
berat. Apalagi kebijakan yang relatif masih banyak menuai pro kontra. Kita tahu jika
mengikuti perjalanan perumusan RUU IKN, baik di parlemen yang notabene terdapat
“pertarungan politik”, maupun di ranah masyarakat yang menilai urgensi pemindahan
ibu kota masih belum tuntas. Tarik menarik kepentingan itu berpotensi membuat banyak
mispersepsi, karena miskomunikasi.
Ada lima tantangan mengomunikasikan ibu kota negara baru. Pertama,
komunikasi sosial dengan masyarakat setempat. Proses komunikasi sifatnya tak hanya
menginformasikan adanya perpindahan, melainkan mekanisme adaptasi termasuk
memastikan warga daerah tak tergusur. Kedua, komunikasi politik dengan elite yang
kontra (oposisi) terhadap kebijakan IKN. Upaya komunikasi dilakukan untuk
menjelaskan rasionalisasi pemindahan ibu kota secara komprehensif. Ketiga,
komunikasi korupsi di antara para pihak yang berkepentingan. Dengan angka proyek
yang cukup besar ditunjang dengan skema APBN, kerja sama pemerintah dan badan
usaha termasuk investasi langsung dari swasta, rawan terjadi penyalahgunaan anggaran.
Keempat, komunikasi bencana berkaitan dengan risiko lingkungan hidup yang
berpotensi terjadi. Pembangunan infrastruktur di ibu kota negara baru, tentu tak bisa
lepas dari konsekuensi-konsekuensi ekologis yang menyertainya. Kelima, komunikasi
terpadu antara pemerintah pusat dan daerah. Pola komunikasi itu tak bisa hanya
top-down, tetapi bottom-up.
Pengesahan Nusantara sebagai nama ibu kota negara baru sekaligus RUU IKN
menjadi UU menunjukkan megaproyek itu telah mencapai kesepakatan politik.
Pemilihan nama Nusantara dinilai sebagai upaya merujuk historisitas untuk memanggil
memori kolektif dalam konsodilasi narasi kebangsaan. Lebih lanjut kecuali PKS,
kedelapan fraksi di DPR RI meliputi: PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, NasDem,
PKB, PAN, PPP dan Demokrat menyetujui RUU IKN menjadi UU. Hal itu
menggambarkan legitimasi politik ibu kota negara baru sangat kuat.
Pertanyaannya, sejauh mana legitimasi politik dapat sejalan dengan legitimasi
publik? Apakah persetujuan delapan fraksi di DPR RI serta merta mewakili suara
3

masyarakat secara langsung terlebih warga lokal di kawasan IKN? Pertanyaan itu tak
bisa dijawab secara sepihak, tetapi pemerintah juga perlu lebih banyak mendengar dan
mengakomodasi suara-suara minoritas yang barangkali jauh dari pusaran kekuasaan.
Para pemangku kebijakan perlu memerhatikan arus publik. Sebab, sekecil apa pun
riak publik atau gejolak yang ada di masyarakat, tetap berpotensi menjadi krisis
komunikasi termasuk menyulut konflik horizontal. Jika mengacu pada konsep spiral of
silence, individu yang mempunyai pandangan minoritas memang cenderung tak berani
menyuarakan aspirasinya. Tapi, itu bukan berarti dapat langsung dinilai menerima, bisa
jadi mereka belum memahami atau mendalami isunya.
Maka, sekecil apa pun suara sumbang yang muncul, tetap harus disikapi secara
benar dan tepat. Kegagalan melakukan manajemen isu dapat menjadi bom waktu.
Kesepakatan politik saja tak cukup, perlu kesepahaman makna dengan publik. Sebab
mereka bukan hanya objek, tetapi subjek pembangunan. Sehingga, setiap narasi perlu
dirancang untuk menerjemahkan bahwa ibu kota negara bukan hanya ibu kota
pemerintah, namun juga ibu kota publik, ibu kota sebagai pusat pemulihan harapan dan
pemerataan kesejahteraan masyarakat.

RESHUFFLE KABINET KOMINFO


Di masa-masa tersulit, kabinet ini diperumit oleh perilaku kekuasaan satu dua
anggotanya yang diduga menyimpang dan belum sesuai harapan. Benar-benar mengusik
kepercayaan. Presiden Jokowi perlu menunjuk pengganti satu dua anggota kabinet itu,
yang bisa memulihkan kerusakan wibawa lembaga dimaksud.
Setelah melalui masa-masa yang tidak mudah, maka sejatinya terbuka mana yang
bersih, punya skills di atas rata-rata, dan mana yang di bawah rata-rata. Oleh karenanya,
jangan ragu bagi Jokowi untuk mengambil sikap tegas untuk ganti pemain dengan yang
punya rekam jejak excellent work. Ini agar target pertumbuhan tercapai. Sudah saatnya
pemerintah bekerja dengan perencanaan. Tidak didikte dengan emergency situation.
Semua rencana sudah memperhitungkan skenario terburuk. Jadi, perencanaannya andal.
Wakil Ketua Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa meminta Presiden Joko Widodo
(Jokowi) melakukan reshuffle kepada menteri yang komunikasi publiknya buruk.
Kemudian ia menyebut nama Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo)
Johnny G Plate. Menurutnya, Johnny memiliki gaya komunikasi publik yang buruk.
4

Pernyataan Johnny G Plate memang sempat viral saat menjadi narasumber di


talkshow Mata Najwa . Saat itu, talkshow sedang membahas hoax di UU Cipta Kerja
hingga demonstrasi yang berujung rusuh.
Dalam talkshow itu, hadir pula Ketua BEM Seluruh Indonesia, Remy Hastian.
Najwa Shihab, yang membawakan acara, bertanya soal apakah mahasiswa berdemo
karena mendapat informasi keliru soal UU Cipta Kerja.
Remi kemudian berbicara soal banyaknya masyarakat yang termakan hoax atau
disinformasi UU Cipta Kerja. Ia mempertanyakan bagaimana pemerintah bisa
menyimpulkan UU Cipta Kerja yang dipersoalkan masyarakat adalah hoax padahal saat
itu DPR belum memberikan naskah final UU Cipta Kerja.
Menkominfo Johnny pun memberi tanggapan. Ia menegaskan apa yang
disampaikan pemerintah terkait UU Cipta Kerja memiliki akuntabilitas tinggi.
"Mengapa ini, karena memang itu hoax. Kalau pemerintah bilang, versi pemerintah, itu
hoax ya dia hoax. Kenapa membantah lagi? Dan ini untuk kepentingan...," ungkap
Johnny dengan berapi-api.
Pernyataan Johnny yang menyebut 'kalau pemerintah bilang hoax itu berarti hoax'
menjadi viral di media sosial. Banyak netizen yang kemudian membandingkan Johnny
dengan Menteri Penerangan era Presiden Soeharto, Harmoko. Sebab, Harmoko
dianggap sebagai sosok yang juga tidak bisa dibantah.

KOMUNIKATOR PROFESIONAL
Dalam kajian komunikasi politik, selain pesan dan saluran ada faktor yang teramat
penting untuk memainkan situasi dan sistem politik. Peran komunikator politik ini
sesungguhnya bisa dilakukan siapa saja. Setiap orang yang sedang berbicara tentang
politik, diparlemen, perkuliahan bahkan sampai warung kopi sekalipun bisa disebut
sebagai komunikator politik. Namun ada perbedaan kualitas di antara masing-masing
komunikator politik tersebut.
Yang paling utama, komunikator politik itu adalah para pemimpin politik atau
pejabat pemerintah karena mereka aktif menciptakan pesan politik bagi kepentingan
politis mereka. Dalam hal ini, mereka-mereka yang dapat memberi informasi tentang
hal-hal yang mengandung makna atau bobot politik, misalnya Presiden, Menteri,
anggota DPR, MPR, KPU, Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD, politisi fungsionaris
5

partai politik, LSM dan kelompok-kelompok penekan dalam masyarakat yang bisa
memengaruhi jalannya pemerintahan.
Komunikator politik utama memainkan peran sosial yang utama, khususnya
dalam pembentukan opini publik. Karl Popper mengemukakan ”teori pelopor mengenai
opini publik” yang menyatakan bahwa opini publik seluruhnya dibangun di sekitar
komunikator politik. Dalam proses politik hampir tidak mungkin para pemimpin atau
komunikator politik tidak berupaya membentuk opini publik. Mereka menciptakan
opini karena berhasil membuat beberapa gagasan, yang awalnya ditolak, kemudian
dipertimbangkan dan akhirnya diterima khalayak. Hubungan antara komunikator dan
khalayak menjadi bagian integral dari sistem sosial. Komunikator Politik menduduki
posisi penting dalam jaringan sosial, menanggapi berbagai tekanan dengan menolak dan
memilih informasi yang semuanya terjadi dalam sistem sosial yang bersangkutan.
Karena itu, komunikator politik memainkan peran sosial yang utama, terutama dalam
pembentukan opini publik. Secara umum, komunikator politik dapat dikelompokkan
menjadi tiga jenis, yakni :
1. Politikus
Politikus adalah orang yang memiliki otoritas untuk berkomunikasi sebagai
wakil dari kelompok atau khalayak, yang pesan-pesannya mengajukan dan
melindungi tujuan kepentingan politik. Politikus didefinisikan juga sebagai
seseorang yang bercita-cita untuk dan atau memegang jabatan pemerintah, tidak
peduli apakah mereka dipilih, ditunjuk, atau pejabat karier, tidak mengindahkan
apakah jabatan itu eksekutif, legislatif, atau yudikatif.
Ada dua jenis politikus, pertama politikus ideolog ; orang yang dalam proses
politik lebih memperjuangkan kepentingan bersama atau publik yang
mempunyai aktivitas membuat kebijakan luas, mengusahakan reformasi dan
bahkan mendukung perubahan revolusioner. Menolak politik uang dan
kesehariannya selalu bersama rakyat, sederhana dan jujur.
Sang politikus ideolog akan selalu hadir dan menjadi komunikator politik untuk
semua persoalan rakyat walau sedikitpun tidak ada kepentingannya di dalam.
Baginya menyampaikan pesan dan motivasi rakyat agar selalu dijalan kebenaran
adalah kebehagiaan tersendiri.
6

Sedangkan yang kedua politikus partisan ; orang yang dalam proses politik lebih
memperjuangkan kepentingan pribadi atau kelompoknya saja. Politikus partisan
ini akan menjalin komunikasi dengan rakyat hanya pada saat tertentu saja. Saat
kepentingannya hadir, maka pada saat itulah ia bersama rakyat dan
menyampaikan pesan-pesan untuk menguntungkan kepentingan politiknya saja.
2. Komunikator Profesional
Komunikator profesional ialah orang yang menghubungkan golongan elite
dalam organisasi atau komunitas dengan khalayak umum dan sekaligus
merupakan orang yang mata pencariannya dengan cara berkomunikasi karena
hal tersebut merupakan keahliannya.
Komunikator profesional adalah peranan sosial yang relatif baru, suatu hasil
sampingan dari revolusi komunikasi yang sedikitnya mempunyai dua dimensi
utama, yaitu munculnya media massa dan perkembangan media khusus (seperti
majalah untuk khalayak khusus dan stasiun radio) yang menciptakan publik baru
untuk menjadi konsumen informasi dan hiburan.
Pesan yang dihasilkan komunikator profesional tidak memiliki hubungan pasti
dengan pikiran dan tanggapannya sendiri. Yang termasuk dalam kategori
komunikator profesional di antaranya jurnalis dan promotor.
3. Aktivis atau Komunikator Paruh Waktu (Part Time)
Aktivis ialah orang yang cukup banyak terlibat dalam kegiatan politik atau
komunikasi politik, tetapi tidak menjadikan kegiatan tersebut sebagai lapangan
pekerjaannya. Katagori komunikasi ini adalah juru bicara (spokeman), pemuka
pendapat (opinion leader) dan pengamat.
Aktivis adalah komunikator politik utama yang bertindak sebagai saluran
organisasional dan interpersonal. Tugas komunikator aktivis adalah, pertama,
juru bicara bagi kepentingan yang terorganisasi. Pada umumnya, orang ini tidak
memegang atau mencita-citakan jabatan di pemerintahan. Dalam konteks ini,
komunikator tersebut tidak seperti politikus yang menjadikan politik sebagai
lapangan kerjanya.
Juru bicara juga bukan seorang profesional dalam bidang komunikasi. Berbicara
demi kepentingan yang terorganisasi merupakan peran yang serupa dengan
peran politikus partisan, yakni mewakili tuntutan keanggotaan suatu organisasi.
7

Kedua, pemuka pendapat yang bergerak dalam jaringan interpersonal. Suatu


badan penelitian yang besar menunjukkan bahwa banyak warga negara
dihadapkan pada pembuatan keputusan yang bersifat politis; mereka meminta
petunjuk kepada orang-orang yang dihormati, baik untuk mengetahui apa yang
harus dilakukannya maupun memperkuat putusan yang dibuatnya.
Tiga kelompok komunikator di atas dengan sendirinya akan menempatkan setiap
orang pada posisinya masing-masing. Bagi para politikus, jadilah komunikator politik
yang ideologis karena itu sangat membahagiakan dan rakyatpun sangat merindukannya.
8

​BAB III
PENUTUP
Komunikator politik dalam upaya pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) harus
memahami tantangan-tantangan dalam komunikasi secara meluas. Kesepakatan politik
saja tak cukup, perlu kesepahaman makna dengan publik. Sebab mereka bukan hanya
objek, tetapi subjek pembangunan. Sehingga, setiap narasi perlu dirancang untuk
menerjemahkan bahwa ibu kota negara bukan hanya ibu kota pemerintah, namun juga
ibu kota publik, ibu kota sebagai pusat pemulihan harapan dan pemerataan
kesejahteraan masyarakat.
Buruknya komunikasi publik oleh Menteri Komunikasi dan Informatika
(Menkominfo) Johnny G Plate mencerminkan bahwa perlunya pergantian atau reshuffle
kabinet pada lembaga Kominfo. Hal ini juga diperlukan untuk memperbaiki citra dan
wibawa publik lembaga yang dimaksud.
Komunikator Politik menduduki posisi penting dalam jaringan sosial, menanggapi
berbagai tekanan dengan menolak dan memilih informasi yang semuanya terjadi dalam
sistem sosial yang bersangkutan. Karena itu, komunikator politik memainkan peran
sosial yang utama, terutama dalam pembentukan opini publik. Secara umum,
komunikator politik dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yakni : Politikus,
Komunikator Profesional, dan Aktivis. Tiga kelompok komunikator di atas dengan
sendirinya akan menempatkan setiap orang pada posisinya masing-masing. Bagi para
politikus, jadilah komunikator politik yang ideologis karena itu sangat membahagiakan
dan rakyatpun sangat merindukannya.
9

​DAFTAR PUSTAKA
https://www.republika.co.id/berita/r63g6v385/cara-bijak-mengomunikasikan-ibu-kota-n
egara-baru-ke-publik
https://rm.id/baca-berita/vox-populi/116288/reshuffle-adalah-opsi
https://news.detik.com/berita/d-5219717/sarankan-reshuffle-desmond-yang-harus-dipec
at-menkominfo
https://www.rmolsumut.id/rakyat-merindukan-komunikator-politik-ideologis

Anda mungkin juga menyukai