Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN GAWATDARURAT

PADA KASUS HIPERGLIKEMIA

Disusun oleh :
KELOMPOK 1E

G2A021244 Ani Khanifah


G2A021245 Putri Indah Wahyuni
G2A021246 Fiktor Anggi Sunaryo
G2A021247 Iqbal Ahmed
G2A021248 Afita Rizky Kinanti
G2A021250 Yulia Candra Widyastuti
G2A021251 Luthfi Eka Meylinda

KELAS 5E

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Istilah "hiperglikemia" berasal dari bahasa Yunani hyper (tinggi),
glykys (manis/gula) dan haima (darah). Hiperglikemia adalah glukosa
darah lebih besar dari 125 mg/dL saat puasa dan lebih besar dari 180
mg/dL 2 jam postprandial. Seorang pasien mengalami gangguan toleransi
glukosa, atau pra-diabetes, dengan glukosa plasma puasa 100 mg/dL
hingga 125 mg/dL. Seorang pasien disebut penderita diabetes jika glukosa
darah puasanya lebih besar dari 125 mg/dL. (Mouri, 2023)
Hiperglikemia adalah kondisi di mana kadar glukosa darah
seseorang lebih tinggi dari normal. Menurut hasil Riskesdas tahun 2018,
pada usia 35 tahun ke atas, terjadi peningkatan total kolesterol di border
line sebesar 40% dan gula darah puasa terganggu sebesar 31% . Menurut
IDF, sekitar 425 juta orang berusia 20 - 79 tahun di seluruh dunia
menderita diabetes melitus pada tahun 2017, prevalensinya sekitar 8,8% .
Sementara itu, MCU di PT. X menemukan bahwa angka kejadian
hiperlipidemia mencapai 60%, hiperglikemia 39%, dan menderita
keduanya sebesar 27% .
Dampak yang diakibatkan oleh kondisi hiperglikemia dan
hipoglikemia jika tidak segera diatasi akan berakibat fatal dan berujung
kematian. Hiperglikemia dapat beresiko terjadi komplikasi yaitu
komplikasi mikrovaskuler dan komplikasi makrovaskuler. Komplikasi
jangka pendek yang akan terjadi diabetes berupa peningkatan kadar
glikemik yang dapat menimbulkan ketoasidosis, kerusakan jaringan organ
tubuh, dan tubuh akan kekurangan insulin dikarenakan glukosa yang
tersedia tidak dapat digunakan oleh tubuh. Sedangkan komplikasi jangka
panjang berupa neuropati, stroke, kerusakan mata dan gangguan pada
jantung serta pembuluh darah.
Selain itu, dampak langsung yang disebabkan hiperglikemia dapat
mengakibatkan penderita diabetes menjalani rawat inap hingga kematian.
Selain hiperglikemia, dampak dari kondisi hipoglikemia dapat
mengakibatkan kelainan pada kardiovaskuler seperti inflamasi, koagulasi
darah, disfungsi endotel dan pengaktifan sistem saraf simpatik. Jika tidak
segera ditangani, hipoglikemia dapat menyebabkan kematian dan
morbiditas yang serius jika akut dan berlangsung lama.

B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Agar mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan
Gawadarurat pada pasien hiperglikemia.
2. Tuj uan Instruksional Khusus
a. Agar mahasiswa mampu memahami konsep keperawatan pada
klien dengan hiperglikemia.
b. Agar mahasiswa mampu memahami patofisiologi pada klien
dengan hiperglikemia.
c. Agar mahasiswa mampu memahami etiologi pada klien dengan
hiperglikemia.
d. Agar mahasiswa mampu memahami faktor resiko pada klien
dengan hiperglikemia.
e. Agar mahasiswa mampu memahami klasifikasi pada klien dengan
hiperglikemia.
f. Agar mahasiswa mampu memahami maniseftasi klinis pada klien
dengan hiperglikemia.
g. Agar mahasiswa mampu memahami komplikasi pada klien dengan
hiperglikemia.
h. Agar mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada klien
dengan hiperglikemia.
i. Agar mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan pada
klien dengan hiperglikemia.
j. Agar mahasiswa mampu merumuskan diagnosea keperawatan pada
lien dengan hiperglikemia.
k. Agar mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan pada
klien dengan hiperglikemia.
l. Agar mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan
sesuai dengan rencana keperawatan yang dibuat pada klien dengan
hiperglikemia

C. METODE PENULISAN
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
metode studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku atau literatur
yang berkaitan dengan konsep hiperglikemi.

D. SISTEMATIKA PENULISAN
1. Cover
2. Bab I Pendahuluan
3. Bab II Konsep Dasar
4. Bab III Penutup
5. Daftar Pustaka
BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Istilah "hiperglikemia" berasal dari bahasa Yunani hyper (tinggi), glykys
(manis/gula) dan haima (darah). Hiperglikemia adalah glukosa darah lebih besar
dari 125 mg/dL saat puasa dan lebih besar dari 180 mg/dL 2 jam postprandial.
Seorang pasien mengalami gangguan toleransi glukosa, atau pra-diabetes, dengan
glukosa plasma puasa 100 mg/dL hingga 125 mg/dL. Seorang pasien disebut
penderita diabetes jika glukosa darah puasanya lebih besar dari 125 mg/dL
(Mouri, 2023).
Jika hiperglikemia tidak diobati, hal ini dapat menyebabkan banyak
komplikasi serius yang mengancam jiwa yang mencakup kerusakan pada mata,
ginjal, saraf, jantung, dan sistem pembuluh darah perifer. Oleh karena itu, sangat
penting untuk menangani hiperglikemia secara efektif dan efisien untuk mencegah
komplikasi penyakit dan meningkatkan hasil pengobatan pasien (Mouri, 2023).
Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas dari penyakit diabetes
mellitus. Hiperglikemia terjadi karena adanya peningkatan kadar glukosa dalam
darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan
kadar glukosa darah puasa melebihi 126mg/Dl atau kadar glukosa darah sewaktu
melebihi 200 mg/dL yang dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium kadar
glukosa darah dan gambaran klinis pasien (Farid, 2014).

B. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya hiperglikemia
termasuk berkurangnya sekresi insulin, penurunan pemanfaatan glukosa, dan
peningkatan produksi glukosa. Homeostasis glukosa adalah keseimbangan antara
produksi glukosa hepatik dan penyerapan serta pemanfaatan glukosa perifer.
Insulin adalah pengatur homeostasis glukosa yang paling penting (Mouri, 2023).
Penyebab umum hiperglikemia adalah sebagai berikut:
1. Penghancuran pankreas akibat pankreatitis kronis, hemochromatosis, kanker
pankreas, dan fibrosis kistik
2. Gangguan endokrin yang menyebabkan resistensi insulin perifer seperti
sindrom Cushing, akromegali, dan pheochromocytoma
3. Penggunaan obat-obatan seperti glukokortikoid, fenitoin, dan estrogen
4. Diabetes gestasional diketahui terjadi pada 4% dari seluruh kehamilan dan
terutama disebabkan oleh penurunan sensitivitas insulin
5. Total nutrisi orang tua dan infus dekstrosa
6. Reaktif seperti yang terlihat pasca operasi atau pada pasien sakit kritis
(Mouri, 2023).

C. FAKTOR RISIKO UTAMA HIPERGLIKEMIA


a. Berat badan lebih dari 120% dari berat badan yang diinginkan
b. Riwayat keluarga diabetes tipe 2
c. Penduduk asli Amerika, Hispanik, Amerika Asia, Penduduk Kepulauan
Pasifik, atau Afrika Amerika
d. Adanya hiperlipidemia atau hipertensi
e. Riwayat diabetes gestasional
f. Adanya sindrom ovarium polikistik (Mouri, 2023)

D. KLASIFIKASI
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada
Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan
komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik.
Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD),
status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen
kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis
metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai
dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih
tinggi dari KAD murni (Fayfman et al., 2017)

1. Ketoasidosis diabetic (KAD) terjadi karena defisiensi insulin dengan


hiperglikemia yang menyebabkan hilangnya air dan elektrolit (natrium,
kalium, klorida) dan deplesi volume cairan ekstraseluler (ECFV) yang
dihasilkan. Kalium digeser keluar dari sel dan sebagai akibat dari peningkatan
kadar glukagon dan defisiensi insulin absolut (dalam kasus DM1) atau tingkat
katekolamin tinggi yang menekan pelepasan insulin (dalam kasus DM2),
hingga terjadi kondisi ketoasidosis (PERKENI, 2022).
2. Status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) sedikit berbeda dengan KAD
dengan derajat dehidrasi lebih berat karena diuresis osmotik dan tidak
ditemukan ketosis/ketonemia yang signifikan. Kondisi KAD dan SHH
memiliki patofisiologi yang mirip, sehingga kedua kondisi ini dapat terjadi
pada satu pasien secara bersamaan dan disebut sebagai sindrom overlap jika
memenuhi kriteria diagnosis keduanya (biasanya terjadi pada kadar
osmolalitas >320 mOsm).1,2,3 48 Faktor pemicu atau presipitasi tersering
pada kondisi KAD dan SHH adalah infeksi (PERKENI, 2022).

E. PATOFISIOLOGI
Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat disebabkan oleh
proses autoimun, kerja pankreas yang berlebih dan herediter. Insulin yang
menurun mengakibatkan glukosa sedikit yang masuk ke dalam sel. Hal itu bisa
menyebabkan lemas dan kadar glukosa dalam darah meningkat. Kompensasi
tubuh dengan meningkatkan glukagon sehingga terjadi glukoneogenesis. Selain
itu tubuh akan menurunkan penggunaan glukosa oleh otot, lemak dan hati serta
peningkatan produksi glukosa oleh hati dengan pemecahan lemak terhadap
kelaparan sel. Dengan menurunnya insulin dalam darah, asupan nutrisi akan
meningkat sebagai akibat kelaparan sel. Menurunnya glukosa intrasel
menyebabkan sel mudah terinfeksi. Gula darah yang tinggi dapat menyebabkan
penimbunan glukosa pada dinding pembuluh darah menjadi keras (aterosklerosis)
dan bila plak ini terlepas akan menyebabkan thrombus (Lee & Halter, 2017).
Menurut (Corwin, EJ. 2009), Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).
Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala
lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting (Corwin, 2009).
Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil
sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang akan
menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan oksigen tidak
adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadinya gangguan. Gangguan
pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina menurun, sehingga
suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya pandangan menjadi
kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan
pada struktur dan fungsi ginjal, sehingga terjadi nefropati (Hanum, 2013).
F. MANIFESTASI KLINIK
Hiperglikemia adalah keadaan kadar gula darah yang tinggi. Tanda-tanda
dan gejalanya dapat timbul selama beberapa jam yaitu sebagai berikut.
- Haus
- Urin berlebih
- Mual
- Nyeri perut
- Muntah
- Mengantuk
- Napas cepat
- Kulit merah dan kering
- Tidak sadar (hiperglikemik atau koma diabetes)

Jika kadar gula darah seseorang tinggi, tetapi la merasa baik-baik saja maka
hal ini tidak menjadi masalah. Tambahan insulin kerja cepat dapat digunakan
untuk membuat kadar gula darah turun. Jika gula darah Anda tetap tinggi setelah
mendapat insulin tambahan dan Anda merasa tidak sehat, Anda mungkin perlu
dirawat di rumah sakit dengan cairan dan insulin yang diberikan secara intravena.
Jika Anda merasa khawatir, mintalah bantuan petugas kesehatan.
(Charles Fox, 2010)
.

Gejala hiperglikemia berat meliputi poliuria, polidipsia, dan penurunan berat


badan. Ketika glukosa darah pasien meningkat, gejala neurologis dapat
berkembang. Pasien mungkin mengalami kelesuan, defisit neurologis fokal, atau
perubahan status mental. Pasien dapat berkembang menjadi keadaan koma.
Pasien dengan ketoasidosis diabetikum mungkin mengalami mual, muntah, dan
sakit perut selain gejala di atas. Mereka juga mungkin mempunyai bau buah-
buahan pada napasnya dan mempunyai pernapasan dangkal yang cepat,
mencerminkan hiperventilasi kompensasi untuk asidosis. Pemeriksaan fisik dapat
menunjukkan tanda-tanda hipovolemia seperti hipotensi, takikardia, dan selaput
lendir kering.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi hiperglikemia yang tidak diobati atau tidak terkontrol dalam
jangka waktu lama meliputi:
1. Komplikasi Mikrovaskuler
a. Retinopati
b. Nefropati
c. Sakit saraf
2. Komplikasi Makrovaskular
a. Penyakit arteri coroner
b. Penyakit serebrovaskular
c. Penyakit pembuluh darah perifer

Penderita diabetes lebih rentan mengalami depresi dibandingkan mereka


yang tidak menderita diabetes. Hal ini terutama terjadi pada penderita diabetes
yang baru terdiagnosis dan pasien muda karena diperlukannya perubahan gaya
hidup yang signifikan. (Mouri, 2023)

H. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
American Diabetes Association telah menetapkan sasaran glikemik pada
pasien rawat inap. Pada pasien dengan penyakit kritis, terapi berupa insulin
intravena (IV) ditambah diet DM dengan sasaran GD ditetapkan pada rentang
140-180 mg/dL. Pada pasien dengan pengalaman ekstensif dan dukungan
keperawatan yang mumpuni, pasien operasi jantung, dan kendali glikemik stabil
tanpa hipoglikemia sasaran diturunkan menjadi 110 - 140 mg/dL. Sementara pada
pasien dengan penyakit non-kritis, sasaran pasien serupa dengan pasien rawat
jalan. Insulin diberikan melalui subkutan (SC) dengan sasaran GDP <140 mg/dL
serta GD acak 180 mg/dL (PERKENI, 2022).
Membedakan antara KAD dan SHH penting karena berbagai alasan.
Namun, dasar pengobatan untuk kedua keadaan darurat hiperglikemik ini serupa
dan mencakup:
1. Penggantian cairan
Terapi cairan awal ditujukan pada perluasan volume intravaskular,
interstisial, dan intraseluler, yang semuanya menurun pada DKA dan HHS.
Jika tidak ada disfungsi jantung, ADA merekomendasikan infus saline
isotonik dengan kecepatan 15-20ml/kg/jam selama satu jam pertama. Pilihan
penggantian cairan selanjutnya tergantung pada hemodinamik pasien, status
volume, dan elektrolit. Peringatan terhadap penggunaan larutan garam
isotonik adalah karena rekomendasi ADA ini, beberapa penelitian telah
menemukan manfaat dalam penggunaan kristaloid seimbang seperti LR atau
Plasmalyte dibandingkan NS untuk menghindari asidosis metabolik
hiperkloremik (Chan & By Beata Kubacka, 2019)
2. Penggantian elektrolit
Keadaan darurat hiperglikemik menyebabkan penipisan kalium seluruh
tubuh. Namun, hiperkalemia pada pemeriksaan laboratorium tidak jarang
terjadi. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium harus dimulai
setelah kadar serum turun di bawah batas normal. Jarang, pasien DKA
mungkin mengalami hipokalemia. Dalam kasus ini, penggantian kalium harus
segera dimulai, dan infus insulin harus ditunda sampai kadar kalium serum
>3,3 mEq/L (Chan & By Beata Kubacka, 2019)
3. Terapi insulin
Pemberian insulin dengan dosis yang kecil dapat mengurangi risiko
terjadinya hipoglikemia dan hipokalemia. Fungsi insulin adalah untuk
meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer, menurunkan
produksi glukosa oleh hati sehingga dapat menurunkan konsentrasi glukosa
darah. Selain itu, insulin juga berguna untuk menghambat keluaran asam
lemak bebas dari jaringan adiposa dan mengurangi ketogenesis
(Semarawima, 2017).

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penggunaan obat antihiperglikemia oral ternyata sudah tersedia diindonesi
di atur dalam (KEMENKES, 2020) diantanya adalah:
2. Obat Antihiperglikemia suntik
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, GLP-1 RA dan
kombinasi insulin dan GLP-1 RA.
a. Insulin
Insulin digunakan pada keadaan:
- HbA1c saat diperiksa ≥ 7.5% dan sudah menggunakan satu atau
dua obat antidiabetes
- HbA1c saat diperiksa > 9%
- Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang
disertai ketosis
- Krisis hiperglikemik
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan.
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Inkretin adalah hormon peptida yang disekresi gastrointestinal setelah
makanan dicerna, yang mempunyai potensi untuk meningkatkan
sekresi insulin melalui stimulasi glukosa. Dua macam inkretin yang
dominan adalah glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP)
dan GLP-1. GLP-1 RA mempunyai efek menurunkan berat badan,
menghambat pelepasan glukagon, menghambat nafsu makan, dan
memperlambat pengosongan lambung sehingga menurunkan kadar
glukosa darah postprandial. Efek samping yang timbul pada pemberian
obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk
golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, Lixisenatide
dan Dulaglutide.
c. Kombinasi Insulin Basal dengan GLP-1 RA
Manfaat insulin basal terutama adalah menurunkan glukosa darah
puasa, sedangkan GLP-1 RA akan menurunkan glukosa darah setelah
makan, dengan target akhir adalah penurunan HbA1c. Manfaat lain
dari kombinasi insulin basal dengan GLP-1 RA adalah rendahnya
risiko hipoglikemia dan mengurangi potensi peningkatan berat badan.
Keuntungan pemberian secara terpisah adalah pengaturan dosis yang
fleksibel dan terhindar dari kemungkinan interaksi obat, namun pasien
kurang nyaman karena harus menyuntikkan 2 obat sehingga dapat
menurunkan tingkat kepatuhan pasien. Ko-formulasi rasio tetap insulin
dan GLP-1 RA yang tersedia saat ini adalah Ideglira, ko-formulasi
antara insulin degludeg dengan liraglutide dan IGlarLixi, ko-formulasi
antara insulin glargine dan lixisenitide (Endokrinologi Indonesia PEDOMAN PENG
J. PENGKAJIAN FOKUS
Identitas Pasien
- Nama
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan terakhir
- Pekerjaan
- Status social
- Agama
- Alamat
Keluhan utama
Kondisi hiperglikemia; penglihatan kabur, lemah, rasa haus dan banyak
BAK, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.

K. PENGKAJIAN PRIMER
AIRWAY
Kaji adanya sumbatan jalan nafas dan tanda-tanda bila terjadi
hambatan jalan nafas

BREATHING
Kaji pernafasan klien dengan cara Look. Listen and Feel
1. Look: lihat ada pergerakan dada atau tidak
2. Listen: dengar jika ada suara nafas tambahan (snoring, gargling,
crowing) 3. Feel: rasakan hembusan nafas klien
kaji ada tidaknya hiperventilasi, napas bau aseton

CIRCULATION
Pada pemeriksaan fisik circulation data yang diperoleh adalah
detak jantung meningkat serta akral dingin dan pucat. lemah, tampak pucat
(disebabkan karena glukosa Intra Sel Menurun sehingga Proses
Pembentukan ATP/Energi Terganggu)

DISSABILITY
Kesadaran menurun sampai koma karena otak kekurangan suplai
glukosa. Untuk menilai kesadaran kita juga dapat menggunakan metode
AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive) dengan cara :
A: Korban sadar, jika tidak segera lanjutkan dengan Verbal
V: Coba memanggil klien dengan keras di dekat telinga klien, jika tidak
ada respon lanjut ke Pain
P: Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah
menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu dapat
juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal
diatas mata (supra orbital).
U: Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi maka
pasien berada dalam keadaan unresponsive
Bisa terjadi perubahan kesadaran (jika sudah terjadi ketoasidosis
metabolik)

EXPOSURE
Pada exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh,
hipoglikemia lebih sering terjadi pada klien dengan riwayat diabetes
mellitus kita harus mengkaji apakah ada luka/infeksi pada tubuh klien

L. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
Pada pemeriksaan sekunder, Biasanya berisi tentang pemeriksaan seluruh
tubuh (head to toe) dimana perawat memeriksa seluruh tubuh pasien atau bisa
di sebut dengan pemeriksaan head to toe pada pemeriksaan sekunder juga di
periksa tekanan darah, nadi,suhu, dan juga kesaran pasien dengan
menggunakan GCS (Glasgow coma scale).
- Kepala, Bentuk simetris, warna rambut hitam, persebaran rambut merata,
kebersihan cukup, benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada.
- Muka, Bentuk simetris, agak pucat, edema tidak ada, nyeri tidak ada.
- Mata, Konjungtiva anemis, reflek pupil ishokor, benjolan tidak ada,
nyeritekan tidak ada.
- Hidung, Bentuk simetris, secret tidak ada
- Telinga, Serumen tidak ada, bentuk simetris, nyeri tekan tidak ada.
- Mulut dan Gigi, bentuk simetris, mukosa mulut kering, kebersihan
cukup, lidah bersih, pembesaran tonsil tidak ada.
- Leher, Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, distensi vena jugularis
tidakada
- Thorak, Bentuk dada simetris, suara nafas wheezing dan krekel tidak ada,
retraksi otot dada tidak ada
- Abdomen, Bentuk simetris, lesi tidak ada, peristaltic usus 8 x/menit,
pembesaran hati tidak ada, nyeri lepas dan nyeri tekan tidak ada, asites
tidak ada.
- Ekstermitas, Edema tidak ada, sianosis tidak ada, pergerakan terkoordinir
tetapi lemah (Nisiin, 2010)
b. Pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan Laboratorium
Kadar glukosa darah dipantau melalui tes laboratorium seperti
HbA1C dan tes glukosa jari. Perubahan nilai laboratorium ini dapat
mengindikasikan kondisi yang mendasari seperti diabetes. Urinalisis
dapat memeriksa kadar keton tinggi yang mengindikasikan ketoasidosis
dan memerlukan perhatian medis segera.
- Tes toleransi glukosa oral (TTGO).
Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan
spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
karena membutuhkan persiapan khusus
- Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik,
serta ankle brachial index (ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit
pembuluh darah arteri tepi.
- USG,
- Rontgen, Rontgen dada untuk menentukan adanya kelainan paru-paru
- MRI,
- CT Scan, dll
- Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan
insulin) dan pemeriksaan neurologis j. Tanda-tanda penyakit lain yang
dapat menimbulkan DM tipe-lain (PERKENI, 2015)

M. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Berisi tentang kapan terjadinya penyakit serta upaya apa saja yang sudah
di lakukan pasien dalam mengatasi penyakit yang di idap

N. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Berisi tentang adakah penyakit penyerta lainya selain DM seperti jantung,
obesitas, dan juga berisi tentang tindakatan medis apa sajakah yang sudah di
lakukan oleh penderita.

O. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Berisi tentang ada atau tidaknya penyakit yang turun temurun ataupun
penyakit yang beresiko menular dalam keluarga
P. PATHWAYS KEPERAWATAN

Hiperglikemia

Herediter, sel Beta pancreas rusak/terganggu, obesitas

Produksi insulin terganggu

Defisiensi insulin (Glukagon meningkat)

Hiperglikemia

Glukosuria Sel kelaparan

Diuretik osmotic Selera makan Simpanan kalori Hilangnya protein tubuh

Poliuria & Polidispsia Polifagia Kelelahan Resiko Infeksi

Dehidrasi Perubahan nutrisi <kebutuhan tubuh Keletihan

Defisit volume cairan Defisit nutrisi

Sumber: (Corwin, 2009)

Q. DIAGNOSA KEPERAWATAN (PES)


Berdasarkan (PPNI, 2016) Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
diantaranya adalah:
1. Defisit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan Peningkatan kebutuhan
metabolisme
2. Keletihan (D.0057) berhubungan dengan Kondisi fisiologi
3. Resiko infeksi (D. 0142) berhubungan dengan malnutrisi
4. Hipovolemia (D.0023) berhubungan dengan kekurangan intake
cairan/kehilangan cairan aktif

R. FOKUS INTERVENSI DAN RASIONAL


NO DIAGNOSA TUJUAN HASIL INTERVENSI RASIONAL
1 Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan Management Nutrisi Rasional:
(D.0019) keperawatan selama……... (I.03119): - Menentukan
berhubungan diharapkan Starus Nutrisi Mengindentifikasi dan kebutuhan nutrisi
dengan (L.03030) membaik dengan mengelola asupan nutrisi klien
Peningkatan kriteria hasil: yang seimbang - Mengidentifikasi
kebutuhan - frekuensi makan Tindakan: kekurangan dan
metabolisme membaik, - identifikasi status penyimpangan dan
- nafsu makan membaik, nutrisi kebutuhan terapetik
- bising usus membaik, - identifikasi alergi dan - Mengkaji pemasukan
- pengetahuan tentang intoleransi makanan makanan yang
standar asupan nutrisi - identifikasi kebutuhan adekuat
yang tepat meningkat, kalori dan jenis - Mengkajin
- pengetahuan tentang nutrient pemasukan makanan
pilihan makanan yang - monitor asupan yang adekuat
sehat meningkat makanan - Memvalidasi dan
- Monitor berat badan menetapkan derajat
- Monitor hasil masalah untuk
pemeriksaan menetapkan pilihan
laboratorium intervensi yang tepat.
- Ajarkan diet yang - Penimbangan berat
diprogramkan badan dilakukan
- Kolaborasi dengan sebagai evaluasi
ahli gizi untuk terhadap intervensi
menentukan jumlah yang akan diberikan.
kalori dan jenis - Diet yang tepat
nurtrien yang penting untuk
dibutuhkan. penyembuhan
- Ahli gizi berkompeten
dalam menentukan
dan merencanakan
kebutuhan nutrisi
klien
2 Keletihan Setelah dilakukan tindakan Management Energi Rasional:
(D.0057) keperawatan selama……... (I.05178): - Untuk mengetahui
berhubungan diharapkan Tingkat Mengidentifikasi dan pembatasan dalam
dengan Kondisi Keletihan (L.05046) mengelola penggunaan melakukan aktivitas
fisiologi Menurun dengan kriteria energi untuk mengatasi - Kelelahan fisik dan
hasil: atau mencegah kelelahan emosi yang
- Kemampuan melakukan dan mengoptimalkan berlebihan berlarut
aktivitas rutin proses pemulihan larut harus segera
meningkat Tindakan: diatasi karena bisa
- Verbalisasi kepulihan - Identifikasi gangguan menghambat
energi meningkat fungsi tubuh yang - Tidur yang kurang
- Tenaga meningkat mengakibatkan cukup
- Verbalisasi Lelah kelelahan mengindikasikan
menurun - Monitor kelelahan tubuh kurang istirahat
- Lesu menurun fisik dan emosional terhadap keletihan
- Gangguan konsentrasi - Monitor pola dan jam - Mencegah kelelahan
menurun tidur yang berlebihan
- Gelisah menurun - Sediakan lingkungan - Mengidentifikasikan
- Pola napas membaik nyaman dan rendah area perhatiannya dan
stimulus memudahkan secara
- Fasilitasi tempat pemecahan masalah
duduk disisi tempat - Untuk mengetahui
tidur, jika tidak dapat pembatasan dalam
berpindah atau melakukan aktivitas
berjalan
- Anjurkan
menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I. Rasional:
(D. 0142) keperawatan selama……... 14539): mengidentifikasi - Mencegah timbulnya
berhubungan diharapkan Tingkat Infeksi dan menurunkan risiko infeksi silang (infeksi
dengan (L.14137) Menurun dengan terserang organisme nosokomial)
malnutrisi kriteria hasil: patogenik. - Mencegah timbulnya
- Kemampuan mengikuti Tindakan: infeksi silang (infeksi
perintah meningkat - Monitor tanda dan nosokomial)
- Orientasi waktu, gejala infeksi local - Pengetahuan akan
tempat, dan orang dan sistemik tanda dan gejala
membaik - Cuci tangan sebelum infeksi dapat
- Pola tidur membaik dan sesudah kontak mencegah terjadinya
- Aktivitas social dengan pasien dan infeksi
membaik lingkungan pasien - Nutrisi atau sumber
- Interaksi social - Jelaskan tanda dan energy dibutuhkan
membaik gejala infeksi untuk tenaga dalam
- Kontinensia fekal dan - Anjurkan melakukan aktivitas
urine membaik meningkatkan asupan
- Perilaku bertujuan nutrisi
menungkat
- Curiga, gelisah, depresi
menurun
4 Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Management Rasional:
(D.0023) keperawatan selama……... Hipovolemia (I.03116): - Untuk mengetahui
berhubungan diharapkan Status Cairan Mengidentifikasi dan perkembangan
dengan (L.03028) membaik dengan mengelola penurunan pasien, karena
kekurangan kriteria hasil: volume cairan perubahan TTV
intake - Kekuatan nadi intravaskuler menandakan adanya
cairan/kehilanga meningkat Tindakan: masalah mengenai
- Turgor kulit meningkat - Observasi TTV (suhu, TD, nadi, RR, dan
- Output urine meningkat TD, nadi, RR) suhu.
- Keluhan haus menurun - Periksa tanda dan - Untuk mengetahui
- Konsentrasi urine gelaja hypovolemia terjadinya dehidrasi
menurun - Monitor intake dan yang ditandai
- Perasaan lemah output cairan dengan nadi
menurun - Kolaborasi dengan menurun, kulit
- Berat badan membaik tim medis lainya kering, membrane
- Intake cairan membaik untuk pemberian mukosa kering,
n cairan aktif - Status mental membaik terapi cairan turgor hangat, CRT
- Status tubuh membaik kembali kurang dari
3 detik
- Untuk mengetahui
keseimbangan cairan
di dalam tubuh
- Untuk proses
kesembuhan dengan
memberikan
pemenuhan cairan.

Sumber:
- Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan PPNI
- Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
PPNI
- Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan PPNI
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa darah dapat terjadi
pada berbagai situasi klinis. Hiperglikemia terjadi ketika glukosa darah
lebih besar dari 125 mg/dL saat puasa dan lebih besar dari 180 mg/dL 2
jam postprandial (setelah makan). Diabetes mellitus adalah kelainan paling
umum yang berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa darah. Obat-
obatan tertentu mempunyai efek samping hiperglikemia. Faktor yang
berkontribusi terhadap hiperglikemia antara lain berkurangnya sekresi
insulin, penurunan pemanfaatan glukosa, dan peningkatan produksi
glukosa.
Krisis hiperglikemik memerlukan pengenalan dini dan inisiasi
pengobatan segera dengan penilaian ulang dan penyesuaian rencana
perawatan sesuai kebutuhan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Meskipun kekurangan insulin eksogen dan infeksi merupakan penyebab
umum, pemahaman terhadap berbagai kemungkinan penyebab dan gejala
sisa dapat membantu menghindari kesalahan diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA

Chan, C., & By Beata Kubacka, S. T. (2019). Acute hyperglycemic emergencies: Diabetic
ketoacidosis and hyperosmolar hyperglycemic state. www.nursingcriticalcare.com

Charles Fox, A. K. (2010). Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2: Vol. Cet. 1 (Annisa R., Ed.;
Penerjemah Joko S). Penerbit Plus.

Corwin, E. (2009). Buku Saku Patofisiologi (EGC, Ed.; 3 Revisi).

Endokrinologi Indonesia PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS


TIPE, P. (2021). PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PENCEGAHAN DIABETES MELITUS TIPE 2
DEWASA DI INDONESIA-2021 PERKENI i Penerbit PB. PERKENI.

Fayfman, M., Pasquel, F. J., & Umpierrez, G. E. (2017). Management of Hyperglycemic Crises:
Diabetic Ketoacidosis and Hyperglycemic Hyperosmolar State. In Medical Clinics of North
America (Vol. 101, Issue 3, pp. 587–606). W.B. Saunders.
https://doi.org/10.1016/j.mcna.2016.12.011

KEMENKES. (2020). PEDOMAN NASIONAL PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA DIABETES


MELITUS TIPE 2 DEWASA.

Lee, P. G., & Halter, J. B. (2017). The pathophysiology of hyperglycemia in older adults: Clinical
considerations. In Diabetes Care (Vol. 40, Issue 4, pp. 444–452). American Diabetes
Association Inc. https://doi.org/10.2337/dc16-1732

Mouri, B. M. (2023). Hyperglycemia (C. S. R. H. DRMC, Ed.). StatPearls Publishing LLC.

PERKENI. (2022). TATALAKSANA PASIEN DENGAN HIPERGLIKEMIA DI RUMAH SAKIT


PERKUMPULAN ENDOKRINOLOGI INDONESIA PERKENI.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (1st
ed.). DPP PPNI.
https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_Pasien_dengan_Ganggu
a/8gOdEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=0

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan
(1st ed.). DPP PPNI.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan
(1st ed.). DPP PPNI.

Semarawima, G. (2017). Status hiperosmolar hiperglikemik. Directory Of Open Access Journals,


48, 49–53. https://doi.org/10.15562/medi.v48i1.25

Anda mungkin juga menyukai