Disusun oleh :
KELOMPOK 1E
KELAS 5E
B. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Instruksional Umum
Agar mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan
Gawadarurat pada pasien hiperglikemia.
2. Tuj uan Instruksional Khusus
a. Agar mahasiswa mampu memahami konsep keperawatan pada
klien dengan hiperglikemia.
b. Agar mahasiswa mampu memahami patofisiologi pada klien
dengan hiperglikemia.
c. Agar mahasiswa mampu memahami etiologi pada klien dengan
hiperglikemia.
d. Agar mahasiswa mampu memahami faktor resiko pada klien
dengan hiperglikemia.
e. Agar mahasiswa mampu memahami klasifikasi pada klien dengan
hiperglikemia.
f. Agar mahasiswa mampu memahami maniseftasi klinis pada klien
dengan hiperglikemia.
g. Agar mahasiswa mampu memahami komplikasi pada klien dengan
hiperglikemia.
h. Agar mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan pada klien
dengan hiperglikemia.
i. Agar mahasiswa dapat melakukan pengkajian keperawatan pada
klien dengan hiperglikemia.
j. Agar mahasiswa mampu merumuskan diagnosea keperawatan pada
lien dengan hiperglikemia.
k. Agar mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan pada
klien dengan hiperglikemia.
l. Agar mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan
sesuai dengan rencana keperawatan yang dibuat pada klien dengan
hiperglikemia
C. METODE PENULISAN
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini adalah
metode studi kepustakaan dengan mempelajari buku-buku atau literatur
yang berkaitan dengan konsep hiperglikemi.
D. SISTEMATIKA PENULISAN
1. Cover
2. Bab I Pendahuluan
3. Bab II Konsep Dasar
4. Bab III Penutup
5. Daftar Pustaka
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Istilah "hiperglikemia" berasal dari bahasa Yunani hyper (tinggi), glykys
(manis/gula) dan haima (darah). Hiperglikemia adalah glukosa darah lebih besar
dari 125 mg/dL saat puasa dan lebih besar dari 180 mg/dL 2 jam postprandial.
Seorang pasien mengalami gangguan toleransi glukosa, atau pra-diabetes, dengan
glukosa plasma puasa 100 mg/dL hingga 125 mg/dL. Seorang pasien disebut
penderita diabetes jika glukosa darah puasanya lebih besar dari 125 mg/dL
(Mouri, 2023).
Jika hiperglikemia tidak diobati, hal ini dapat menyebabkan banyak
komplikasi serius yang mengancam jiwa yang mencakup kerusakan pada mata,
ginjal, saraf, jantung, dan sistem pembuluh darah perifer. Oleh karena itu, sangat
penting untuk menangani hiperglikemia secara efektif dan efisien untuk mencegah
komplikasi penyakit dan meningkatkan hasil pengobatan pasien (Mouri, 2023).
Hiperglikemia merupakan salah satu tanda khas dari penyakit diabetes
mellitus. Hiperglikemia terjadi karena adanya peningkatan kadar glukosa dalam
darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan keadaan peningkatan
kadar glukosa darah puasa melebihi 126mg/Dl atau kadar glukosa darah sewaktu
melebihi 200 mg/dL yang dibuktikan melalui pemeriksaan laboratorium kadar
glukosa darah dan gambaran klinis pasien (Farid, 2014).
B. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya hiperglikemia
termasuk berkurangnya sekresi insulin, penurunan pemanfaatan glukosa, dan
peningkatan produksi glukosa. Homeostasis glukosa adalah keseimbangan antara
produksi glukosa hepatik dan penyerapan serta pemanfaatan glukosa perifer.
Insulin adalah pengatur homeostasis glukosa yang paling penting (Mouri, 2023).
Penyebab umum hiperglikemia adalah sebagai berikut:
1. Penghancuran pankreas akibat pankreatitis kronis, hemochromatosis, kanker
pankreas, dan fibrosis kistik
2. Gangguan endokrin yang menyebabkan resistensi insulin perifer seperti
sindrom Cushing, akromegali, dan pheochromocytoma
3. Penggunaan obat-obatan seperti glukokortikoid, fenitoin, dan estrogen
4. Diabetes gestasional diketahui terjadi pada 4% dari seluruh kehamilan dan
terutama disebabkan oleh penurunan sensitivitas insulin
5. Total nutrisi orang tua dan infus dekstrosa
6. Reaktif seperti yang terlihat pasca operasi atau pada pasien sakit kritis
(Mouri, 2023).
D. KLASIFIKASI
Krisis hiperglikemia merupakan komplikasi akut yang dapat terjadi pada
Diabetes Mellitus (DM), baik tipe 1 maupun tipe 2. Keadaan tersebut merupakan
komplikasi serius yang mungkin terjadi sekalipun pada DM yang terkontrol baik.
Krisis hiperglikemia dapat terjadi dalam bentuk ketoasidosis diabetik (KAD),
status hiperosmolar hiperglikemik (SHH) atau kondisi yang mempunyai elemen
kedua keadaan diatas. KAD adalah keadaan yang ditandai dengan asidosis
metabolik akibat pembentukan keton yang berlebihan, sedangkan SHH ditandai
dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum yang biasanya lebih
tinggi dari KAD murni (Fayfman et al., 2017)
E. PATOFISIOLOGI
Hiperglikemia dapat disebabkan defisiensi insulin yang dapat disebabkan oleh
proses autoimun, kerja pankreas yang berlebih dan herediter. Insulin yang
menurun mengakibatkan glukosa sedikit yang masuk ke dalam sel. Hal itu bisa
menyebabkan lemas dan kadar glukosa dalam darah meningkat. Kompensasi
tubuh dengan meningkatkan glukagon sehingga terjadi glukoneogenesis. Selain
itu tubuh akan menurunkan penggunaan glukosa oleh otot, lemak dan hati serta
peningkatan produksi glukosa oleh hati dengan pemecahan lemak terhadap
kelaparan sel. Dengan menurunnya insulin dalam darah, asupan nutrisi akan
meningkat sebagai akibat kelaparan sel. Menurunnya glukosa intrasel
menyebabkan sel mudah terinfeksi. Gula darah yang tinggi dapat menyebabkan
penimbunan glukosa pada dinding pembuluh darah menjadi keras (aterosklerosis)
dan bila plak ini terlepas akan menyebabkan thrombus (Lee & Halter, 2017).
Menurut (Corwin, EJ. 2009), Pada diabetes tipe satu terdapat ketidakmampuan
untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh
proses autoimun. Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah
cukup tinggi maka ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).
Ketika
glukosa yang berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan
diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala
lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal insulin
mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan
substansi lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan
keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan
tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan kesadaran,
koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan elektrolit sesuai
kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik tersebut dan
mengatasi gejala hiperglikemi serta ketoasidosis. Diet dan latihan disertai
pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting (Corwin, 2009).
Hiperglikemia dapat mempengaruhi pembuluh darah kecil, arteri kecil
sehingga suplai makanan dan oksigen ke perifer menjadi berkurang, yang akan
menyebabkan luka tidak cepat sembuh, karena suplai makanan dan oksigen tidak
adekuat akan menyebabkan terjadinya infeksi dan terjadinya gangguan. Gangguan
pembuluh darah akan menyebabkan aliran darah ke retina menurun, sehingga
suplai makanan dan oksigen ke retina berkurang, akibatnya pandangan menjadi
kabur. Salah satu akibat utama dari perubahan mikrovaskuler adalah perubahan
pada struktur dan fungsi ginjal, sehingga terjadi nefropati (Hanum, 2013).
F. MANIFESTASI KLINIK
Hiperglikemia adalah keadaan kadar gula darah yang tinggi. Tanda-tanda
dan gejalanya dapat timbul selama beberapa jam yaitu sebagai berikut.
- Haus
- Urin berlebih
- Mual
- Nyeri perut
- Muntah
- Mengantuk
- Napas cepat
- Kulit merah dan kering
- Tidak sadar (hiperglikemik atau koma diabetes)
Jika kadar gula darah seseorang tinggi, tetapi la merasa baik-baik saja maka
hal ini tidak menjadi masalah. Tambahan insulin kerja cepat dapat digunakan
untuk membuat kadar gula darah turun. Jika gula darah Anda tetap tinggi setelah
mendapat insulin tambahan dan Anda merasa tidak sehat, Anda mungkin perlu
dirawat di rumah sakit dengan cairan dan insulin yang diberikan secara intravena.
Jika Anda merasa khawatir, mintalah bantuan petugas kesehatan.
(Charles Fox, 2010)
.
H. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN
American Diabetes Association telah menetapkan sasaran glikemik pada
pasien rawat inap. Pada pasien dengan penyakit kritis, terapi berupa insulin
intravena (IV) ditambah diet DM dengan sasaran GD ditetapkan pada rentang
140-180 mg/dL. Pada pasien dengan pengalaman ekstensif dan dukungan
keperawatan yang mumpuni, pasien operasi jantung, dan kendali glikemik stabil
tanpa hipoglikemia sasaran diturunkan menjadi 110 - 140 mg/dL. Sementara pada
pasien dengan penyakit non-kritis, sasaran pasien serupa dengan pasien rawat
jalan. Insulin diberikan melalui subkutan (SC) dengan sasaran GDP <140 mg/dL
serta GD acak 180 mg/dL (PERKENI, 2022).
Membedakan antara KAD dan SHH penting karena berbagai alasan.
Namun, dasar pengobatan untuk kedua keadaan darurat hiperglikemik ini serupa
dan mencakup:
1. Penggantian cairan
Terapi cairan awal ditujukan pada perluasan volume intravaskular,
interstisial, dan intraseluler, yang semuanya menurun pada DKA dan HHS.
Jika tidak ada disfungsi jantung, ADA merekomendasikan infus saline
isotonik dengan kecepatan 15-20ml/kg/jam selama satu jam pertama. Pilihan
penggantian cairan selanjutnya tergantung pada hemodinamik pasien, status
volume, dan elektrolit. Peringatan terhadap penggunaan larutan garam
isotonik adalah karena rekomendasi ADA ini, beberapa penelitian telah
menemukan manfaat dalam penggunaan kristaloid seimbang seperti LR atau
Plasmalyte dibandingkan NS untuk menghindari asidosis metabolik
hiperkloremik (Chan & By Beata Kubacka, 2019)
2. Penggantian elektrolit
Keadaan darurat hiperglikemik menyebabkan penipisan kalium seluruh
tubuh. Namun, hiperkalemia pada pemeriksaan laboratorium tidak jarang
terjadi. Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium harus dimulai
setelah kadar serum turun di bawah batas normal. Jarang, pasien DKA
mungkin mengalami hipokalemia. Dalam kasus ini, penggantian kalium harus
segera dimulai, dan infus insulin harus ditunda sampai kadar kalium serum
>3,3 mEq/L (Chan & By Beata Kubacka, 2019)
3. Terapi insulin
Pemberian insulin dengan dosis yang kecil dapat mengurangi risiko
terjadinya hipoglikemia dan hipokalemia. Fungsi insulin adalah untuk
meningkatkan penggunaan glukosa oleh jaringan perifer, menurunkan
produksi glukosa oleh hati sehingga dapat menurunkan konsentrasi glukosa
darah. Selain itu, insulin juga berguna untuk menghambat keluaran asam
lemak bebas dari jaringan adiposa dan mengurangi ketogenesis
(Semarawima, 2017).
I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Penggunaan obat antihiperglikemia oral ternyata sudah tersedia diindonesi
di atur dalam (KEMENKES, 2020) diantanya adalah:
2. Obat Antihiperglikemia suntik
Termasuk anti hiperglikemia suntik, yaitu insulin, GLP-1 RA dan
kombinasi insulin dan GLP-1 RA.
a. Insulin
Insulin digunakan pada keadaan:
- HbA1c saat diperiksa ≥ 7.5% dan sudah menggunakan satu atau
dua obat antidiabetes
- HbA1c saat diperiksa > 9%
- Penurunan berat badan yang cepat Hiperglikemia berat yang
disertai ketosis
- Krisis hiperglikemik
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut,
stroke)
- Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan.
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
- Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi
b. Agonis GLP-1/Incretin Mimetic
Inkretin adalah hormon peptida yang disekresi gastrointestinal setelah
makanan dicerna, yang mempunyai potensi untuk meningkatkan
sekresi insulin melalui stimulasi glukosa. Dua macam inkretin yang
dominan adalah glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP)
dan GLP-1. GLP-1 RA mempunyai efek menurunkan berat badan,
menghambat pelepasan glukagon, menghambat nafsu makan, dan
memperlambat pengosongan lambung sehingga menurunkan kadar
glukosa darah postprandial. Efek samping yang timbul pada pemberian
obat ini antara lain rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk
golongan ini adalah: Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, Lixisenatide
dan Dulaglutide.
c. Kombinasi Insulin Basal dengan GLP-1 RA
Manfaat insulin basal terutama adalah menurunkan glukosa darah
puasa, sedangkan GLP-1 RA akan menurunkan glukosa darah setelah
makan, dengan target akhir adalah penurunan HbA1c. Manfaat lain
dari kombinasi insulin basal dengan GLP-1 RA adalah rendahnya
risiko hipoglikemia dan mengurangi potensi peningkatan berat badan.
Keuntungan pemberian secara terpisah adalah pengaturan dosis yang
fleksibel dan terhindar dari kemungkinan interaksi obat, namun pasien
kurang nyaman karena harus menyuntikkan 2 obat sehingga dapat
menurunkan tingkat kepatuhan pasien. Ko-formulasi rasio tetap insulin
dan GLP-1 RA yang tersedia saat ini adalah Ideglira, ko-formulasi
antara insulin degludeg dengan liraglutide dan IGlarLixi, ko-formulasi
antara insulin glargine dan lixisenitide (Endokrinologi Indonesia PEDOMAN PENG
J. PENGKAJIAN FOKUS
Identitas Pasien
- Nama
- Umur
- Jenis kelamin
- Pendidikan terakhir
- Pekerjaan
- Status social
- Agama
- Alamat
Keluhan utama
Kondisi hiperglikemia; penglihatan kabur, lemah, rasa haus dan banyak
BAK, dehidrasi, suhu tubuh meningkat, sakit kepala.
K. PENGKAJIAN PRIMER
AIRWAY
Kaji adanya sumbatan jalan nafas dan tanda-tanda bila terjadi
hambatan jalan nafas
BREATHING
Kaji pernafasan klien dengan cara Look. Listen and Feel
1. Look: lihat ada pergerakan dada atau tidak
2. Listen: dengar jika ada suara nafas tambahan (snoring, gargling,
crowing) 3. Feel: rasakan hembusan nafas klien
kaji ada tidaknya hiperventilasi, napas bau aseton
CIRCULATION
Pada pemeriksaan fisik circulation data yang diperoleh adalah
detak jantung meningkat serta akral dingin dan pucat. lemah, tampak pucat
(disebabkan karena glukosa Intra Sel Menurun sehingga Proses
Pembentukan ATP/Energi Terganggu)
DISSABILITY
Kesadaran menurun sampai koma karena otak kekurangan suplai
glukosa. Untuk menilai kesadaran kita juga dapat menggunakan metode
AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unresponsive) dengan cara :
A: Korban sadar, jika tidak segera lanjutkan dengan Verbal
V: Coba memanggil klien dengan keras di dekat telinga klien, jika tidak
ada respon lanjut ke Pain
P: Cobalah beri rangsang nyeri pada pasien, yang paling mudah adalah
menekan bagian putih dari kuku tangan (di pangkal kuku), selain itu dapat
juga dengan menekan bagian tengah tulang dada (sternum) dan juga areal
diatas mata (supra orbital).
U: Setelah diberi rangsang nyeri tapi pasien masih tidak bereaksi maka
pasien berada dalam keadaan unresponsive
Bisa terjadi perubahan kesadaran (jika sudah terjadi ketoasidosis
metabolik)
EXPOSURE
Pada exposure kita melakukan pengkajian secara menyeluruh,
hipoglikemia lebih sering terjadi pada klien dengan riwayat diabetes
mellitus kita harus mengkaji apakah ada luka/infeksi pada tubuh klien
L. PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Pemeriksaan fisik (Head to Toe)
Pada pemeriksaan sekunder, Biasanya berisi tentang pemeriksaan seluruh
tubuh (head to toe) dimana perawat memeriksa seluruh tubuh pasien atau bisa
di sebut dengan pemeriksaan head to toe pada pemeriksaan sekunder juga di
periksa tekanan darah, nadi,suhu, dan juga kesaran pasien dengan
menggunakan GCS (Glasgow coma scale).
- Kepala, Bentuk simetris, warna rambut hitam, persebaran rambut merata,
kebersihan cukup, benjolan tidak ada, nyeri tekan tidak ada.
- Muka, Bentuk simetris, agak pucat, edema tidak ada, nyeri tidak ada.
- Mata, Konjungtiva anemis, reflek pupil ishokor, benjolan tidak ada,
nyeritekan tidak ada.
- Hidung, Bentuk simetris, secret tidak ada
- Telinga, Serumen tidak ada, bentuk simetris, nyeri tekan tidak ada.
- Mulut dan Gigi, bentuk simetris, mukosa mulut kering, kebersihan
cukup, lidah bersih, pembesaran tonsil tidak ada.
- Leher, Pembesaran kelenjar tiroid tidak ada, distensi vena jugularis
tidakada
- Thorak, Bentuk dada simetris, suara nafas wheezing dan krekel tidak ada,
retraksi otot dada tidak ada
- Abdomen, Bentuk simetris, lesi tidak ada, peristaltic usus 8 x/menit,
pembesaran hati tidak ada, nyeri lepas dan nyeri tekan tidak ada, asites
tidak ada.
- Ekstermitas, Edema tidak ada, sianosis tidak ada, pergerakan terkoordinir
tetapi lemah (Nisiin, 2010)
b. Pemeriksaan penunjang:
- Pemeriksaan Laboratorium
Kadar glukosa darah dipantau melalui tes laboratorium seperti
HbA1C dan tes glukosa jari. Perubahan nilai laboratorium ini dapat
mengindikasikan kondisi yang mendasari seperti diabetes. Urinalisis
dapat memeriksa kadar keton tinggi yang mengindikasikan ketoasidosis
dan memerlukan perhatian medis segera.
- Tes toleransi glukosa oral (TTGO).
Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan
spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun
pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk
dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
karena membutuhkan persiapan khusus
- Pengukuran tekanan darah, termasuk pengukuran tekanan darah dalam
posisi berdiri untuk mencari kemungkinan adanya hipotensi ortostatik,
serta ankle brachial index (ABI),untuk mencari kemungkinan penyakit
pembuluh darah arteri tepi.
- USG,
- Rontgen, Rontgen dada untuk menentukan adanya kelainan paru-paru
- MRI,
- CT Scan, dll
- Pemeriksaan kulit (acantosis nigrican dan bekas tempat penyuntikan
insulin) dan pemeriksaan neurologis j. Tanda-tanda penyakit lain yang
dapat menimbulkan DM tipe-lain (PERKENI, 2015)
Hiperglikemia
Hiperglikemia
Sumber:
- Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan PPNI
- Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik
PPNI
- Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan PPNI
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa darah dapat terjadi
pada berbagai situasi klinis. Hiperglikemia terjadi ketika glukosa darah
lebih besar dari 125 mg/dL saat puasa dan lebih besar dari 180 mg/dL 2
jam postprandial (setelah makan). Diabetes mellitus adalah kelainan paling
umum yang berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa darah. Obat-
obatan tertentu mempunyai efek samping hiperglikemia. Faktor yang
berkontribusi terhadap hiperglikemia antara lain berkurangnya sekresi
insulin, penurunan pemanfaatan glukosa, dan peningkatan produksi
glukosa.
Krisis hiperglikemik memerlukan pengenalan dini dan inisiasi
pengobatan segera dengan penilaian ulang dan penyesuaian rencana
perawatan sesuai kebutuhan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Meskipun kekurangan insulin eksogen dan infeksi merupakan penyebab
umum, pemahaman terhadap berbagai kemungkinan penyebab dan gejala
sisa dapat membantu menghindari kesalahan diagnosis.
DAFTAR PUSTAKA
Chan, C., & By Beata Kubacka, S. T. (2019). Acute hyperglycemic emergencies: Diabetic
ketoacidosis and hyperosmolar hyperglycemic state. www.nursingcriticalcare.com
Charles Fox, A. K. (2010). Bersahabat dengan Diabetes Tipe 2: Vol. Cet. 1 (Annisa R., Ed.;
Penerjemah Joko S). Penerbit Plus.
Fayfman, M., Pasquel, F. J., & Umpierrez, G. E. (2017). Management of Hyperglycemic Crises:
Diabetic Ketoacidosis and Hyperglycemic Hyperosmolar State. In Medical Clinics of North
America (Vol. 101, Issue 3, pp. 587–606). W.B. Saunders.
https://doi.org/10.1016/j.mcna.2016.12.011
Lee, P. G., & Halter, J. B. (2017). The pathophysiology of hyperglycemia in older adults: Clinical
considerations. In Diabetes Care (Vol. 40, Issue 4, pp. 444–452). American Diabetes
Association Inc. https://doi.org/10.2337/dc16-1732
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (1st
ed.). DPP PPNI.
https://www.google.co.id/books/edition/Asuhan_Keperawatan_Pasien_dengan_Ganggu
a/8gOdEAAAQBAJ?hl=en&gbpv=0
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan
(1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan
(1st ed.). DPP PPNI.