Anda di halaman 1dari 16

Critical Book Review

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN


Dosen Pengampu : Boimin

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. .
2. JOGITO SITORUS (1203113041)
3. .
4. .

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Critical
Book Review (CBR) ini tepat waktu. Tugas ini kami buat untuk memenuhi tugas salah satu
mata kuliah yaitu Pendidikan Agama Kristen.
Kami berterima kasih kepada dosen pengampu yang telah membimbing kami dalam
mengerjakan tugas ini. Kami berharap CBR ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menjadi
salah satu referensi bagi pembaca.
Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam tulisan CBR ini,
kami sadar bahwa tugas ini jauh dari kata sempurna,kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari pembaca sehingga tugas tugas berikut nya akan lebih
baik kedepan nya. Sekian dan terimakasih

Medan, November 2023

KELOMPOK 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

A. Rasionalisasi Pentingnya CBR..................................................................1


B. Tujuan CBR...............................................................................................1
C. Manfaat CBR.............................................................................................1
D. Identitas Buku............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2

A. Ringkasan Buku.........................................................................................2
B. Riview Buku.............................................................................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................12
A. Kesimpulan............................................................................................... 12
B. Saran.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Rasionalisasi Pentingnya CBR

Salah satu dari enam tugas dari kurikulum KKNI adalah critical book review (CBR). Cara
mengerjakan critical book review (CBR), yaitu pertama-tama harus mencari satu, dua, atau
tiga buku yang relevan yang materinya sesuai dengan apa yang ingin di kritisi. Kemudian
ringkas buku terlebih dahulu agar kita mengetahui isi dari buku itu seperti apa. Lalu
bandingkan kedua atau ketiga buku tersebut dengan point yang dinilai yaitu kelebihan dan
kekurangannya. Terakhir simpulkan tentang kritikan buku tersebut.

B. Tujuan Penulisan CBR

• Untuk mengkritisi buku Pendidikan Agama Kristen.


• Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Kristen.
• Untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan buku Pendidikan Agama Kristen.

C. Manfaat CBR

• Dapat mengkritisi buku Pendidikan Agama Kristen.


• Dapat memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Kristen.
• Dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan buku Pendidikan Agama Kristen.

D. Identitas Buku

Judul Buku : Pendidikan Agama Kristen

Penulis : Paristiyanti Nurwardani,dkk

Penerbit : Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan


RISTEKDIKTI

Kota Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2016

Jumlah Halaman : 232 Halaman

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. RINGKASAN BUKU
 BUKU I
A. Menelusuri Konsep Seni Bergaul
Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa hubungan dengan orang lain. Oleh
sebab itu, adanya individu-individu lain merupakan suatu keharusan. Manusia
diciptakan sebagai makhluk sosial yang selalu akan hidup dalam suatu hubungan
keterikatan dengan individu lainnya. Seorang manusia selalu membutuhkan pergaulan
dengan manusia lainnya agar dapat mencapai taraf tingkah laku manusia.

Dalam perkembangan usia, pola hubungan seseorang juga berkembang. Pola


itu jelas pada usia remaja dan terus bertahan sampai usia lanjut. Pola itu terdiri atas
lima dimensi (Ismail 2007, 109). Pertama, dimensi persamaan. Kita memilih teman
yang mempunyai persamaan dalam kepribadian, nilai-nilai hidup, perilaku, minat dan
latar belakang. Kedua, dimensi timbal balik. Kita mencari teman yang bisa saling
mengerti, saling percaya, saling tolong, saling mengakui keunggulan dan saling
memaklumi kelemahan masing-masing. Ketiga, dimensi kecocokan. Kita berteman
karena merasa cocok dan senang berada bersama dia. Keempat, dimensi struktur. Kita
mencari teman yang berjarak dekat, mudah dihubungi dan bisa langgeng. Kelima,
dimensi model. Kita berteman karena kita respek dan mengagumi kualitas
kepribadiannya.

Sejalan dengan berkembangnya kemampuan, kematangan dan kebutuhan, pola


hubungan antarorang berkembang dalam tujuh tahap. Adapun ketujuh tahap tersebut
adalah: tahap bayi, tahap anak kecil (3-6 tahun), tahap anak besar (6-12 tahun), tahap
remaja dan pemuda (12-25 tahun), tahap dewasa muda (25-40 tahun), tahap dewasa
(40-65) dan tahap usia lanjut.

 Tahap bayi.
Bayi berusia setahun terheran-heran melihat bayi lain. Biasanya ia melihat
orang dewasa, tiba-tiba ia melihat makhluk kecil. Ia tertarik pada temannya
dengan cara meraba, menyentuh atau memukul. Ia ikut menangis ketika
temannya menangis. Menjelang usia dua tahun ia bisa menghibur temannya

2
dengan cara membelai atau memberikan mainan. Bayi yang sekalikali
didekatkan pada bayi lain belajar berteman.
 Tahap anak kecil (3-6 tahun).
Pada tahap ini anak hanya melihat dari sudut pandang dan kepentingannya
sendiri. Ia mengukur teman dari faktor kebendaan. Katanya, “Si Daniel
temanku, ia punya sepeda merah.” Pada usia ini perangai mulai tampak. Anak
yang menerima cukup kehangatan, pujian, dan perlakuan baik dari orang
tuanya akan lebih terbuka dan berprakarsa mendekati teman. Sebaliknya, ada
anak yang malu dan ragu-ragu, bahkan bermasalah, misalnya merasa
terancam, curiga, iri, merampas, menjerit, mengejek atau membentak.
 Tahap anak besar (6-12 tahun).
Keberhasilan atau kegagalan berteman pada tahap ini akan mewarnai hidup
kita seterusnya. Pergaulan dengan teman pada tahap ini membentuk
kepribadian kita. Ketika ada teman yang lebih pandai, apakah kita ikut bangga
ataukah mendengki? Di sinilah letak faedah utama bersekolah. Anak yang
mendapat ilmu secara pribadi di rumah, mungkin akan menjadi orang dewasa
yang hipersensitif terhadap ejekan, perlakuan iseng dan persaingan, atau
menjadi orang dewasa yang cuma mau menang sendiri, sulit bergaul dan sulit
bekerja sama.
 Tahap remaja dan pemuda (12-25 tahun).
Pada tahap ini kita membentuk jati diri sambil menjauhkan diri dari pengaruh
orang tua, sehingga pengaruh teman menjadi dominan. Tanpa teman kita
merasa kurang percaya diri. Demi memelihara persahabatan, kita meniru
perbuatan teman dan menaati seluruh suruhannya. Akibatnya kita kurang kritis
dalam memilih teman. Kita mengalami sejumlah ambivalensi. Di satu pihak
kita merasa mandiri, di lain pihak kita merasa bergantung, terutama pada
teman. Di satu pihak, kita tidak mau diatur oleh orang tua, tetapi pada
kenyataannya kita justru diatur oleh teman.
 Tahap dewasa muda (25-40 tahun).
Jumlah kawan kita memuncak pada usia ini karena teman di lingkungan
perumahan, kantor, gereja dan sesama orang tua anak di sekolah. Biasanya
pada usia ini kita sulit mempunyai intimasi karena tidak mau mencampuri
urusan pribadi teman. Pergaulan yang sehat ditandai oleh teratasinya kesulitan

3
itu, sehingga kita bisa intim dengan kawan, namun tidak mencampuri urusan
pribadinya. Mereka yang sudah menikah juga akan menikmati “persahabatan
ganda,” yaitu dua pasang suami-istri yang cocok satu sama lain.
 Tahap dewasa (40-65 tahun).
Pada tahap ini kita cenderung sibuk dengan kepentingan sendiri, karena kita
berada pada puncak karier. Kita tidak mendapat banyak teman baru, kecuali
tetangga atau teman organisasi.

 Tahap usia lanjut.


Pada usia ini biasanya jumlah teman berkurang namun mutu persahabatan
menjadi lebih matang dan murni. Dengan teman segolongan usia, kita bisa
saling ikut merasakan dan saling menopang dalam suka maupun duka.
Sedangkan dengan teman yang lebih muda kita bisa menjadi sumber hikmat
dan bijak dalam menghadapi persoalan sehari-hari, karena kita telah
mengalami semua itu.

Mendapatkan sahabat bukanlah perkara yang mudah. Oleh sebab itu, kita perlu
mengetahui cara mendapatkan sahabat dengan mudah. Berikut ini ada beberapa hal
praktis yang dapat menolong Anda mendapatkan sahabat dengan mudah:

1. Memusatkan perhatian Anda pada orang lain. Pikirkanlah tentang


bagaimanakah Anda dapat menolong mereka.Jika berbicara dengan orang lain,
janganlah berbicara diri Anda. Tunjukkanlah bahwa Anda menikmati
kehadiran mereka.
2. Menghargai orang lain. Belajarlah untuk membuat orang lain berharga.
Perlakukanlah mereka sebagai gambar dan rupa Allah yang sama dengan
Anda. Penampilan, kedudukan sosial dan keadaan ekonomi bukanlah dasar
penghargaan kita. Hargailah mereka sebagai ciptaan Allah.
3. Mengubah cara berpikir tentang orang lain. Kecurigaan adalah senjata yang
ampuh untuk melumpuhkan atau memutuskan tali persahabatan. Berpikiran
negatif tentang orang lain akan mendorong tindakan yang negatif pula.

4
4. Mencari orang yang terlantar dan sedih. Dunia penuh dengan orang yang tidak
mempunyai teman, orang yang menderita kesakitan dan yang menjadi korban
kekejian orang lain sehingga mereka penuh dengan dendam.

B. Menjadi Sahabat Sejati


Menjadi sahabat bagi orang lain dan mempunyai seorang sahabat adalah
sesuatu yang sangat berarti dan berharga dalam hidup seseorang, karena memang
Sang Pencipta menata manusia untuk hidup bersama dengan orang lain. Bagi orang
Inggris, arti seorang sahabat diungkapkan dalam sebuah pepatah: afriend in need is a
friend indeed, artinya sahabat yang sejati ialah sahabat yang selalu siap menolong
ketika seseorang memerlukannya (Chandra 2006, 97).

Persahabatan yang baik berawal dari perkenalan dengan orang yang memiliki
suatu persamaan dengan kita. Ada daya tarik timbal balik. Anda senang berada
bersama-sama dengannya. Anda merasa orang yang lain itu menyegarkan, memberi
dorongan dan menyenangkan. Anda melihat dia mau mendengarkan Anda, memberi
dorongan yang tepat kepada Anda. Persahabatan pun tumbuh. Persahabatan itu
memerlukan waktu. Anda mungkin bertemu seseorang dan segera berhubungan.
Sebelum hubungan itu bisa tumbuh menjadi persahabatan yang sungguh, Anda harus
saling mengenal selama suatu jangka waktu. Persahabatan jangan seluruhnya
bergantung pada perasaan. Perasaan memang penting, tetapi jengkel atau kecewa
terhadap seseorang jangan sampai merusak hubungan itu. Kita hendaknya tidak
membuang atau mematikan persahabatan hanya karena ternyata tidak semuanya
menyenangkan.

Kita harus membangun persahabatan denganorang-orang non-Kristen juga. Ini


hendaknya tidak merupakan hubungan dengan maksud penginjilan (persahabatan
demi satu jiwa), melainkan persahabatan karena kita benarbenar mengasihi orang-
orang tersebut. Bila Anda mempunyai sahabat orangorang non- Kristen, Anda perlu
bertanya kepada diri Anda sendiri, apakah persahabatan ini memungkinkan Anda
tetap dekat dengan Tuhan atau dapat memisahkan Anda dari Tuhan. Jikalau Anda
mulai melihat bahwa persahabatan Anda dengan seorang non-Kristen tertentu
menjauhkan Anda dari Tuhan, Anda harus melakukan sesuatu.

5
 Pertama, sahabat sejati adalah sahabat yang bersedia mendengarkan segala
macam cerita dan keluh kesah sahabatnya. Oleh sebab itu, jadilah pendengar
yang baik untuk sahabat-sahabat Anda. Jika mereka membutuhkan masukan,
berilah pendapat Anda secara perlahan-lahan tanpa bersikap menggurui.
 Kedua, belajarlah menghargai segala macam perbedaan sifat sahabat Anda.
Ingat setiap orang memiliki berbagai macam kepribadian yang berbeda.
Cobalah mengerti bagaimana karakter sahabat Anda. Jika Anda mengalami
perbedaan pendapat, selesaikanlah masalah tersebut dengan baik-baik. Sebab,
semua masalah pasti ada jalan keluarnya.
 Ketiga, jagalah baik-baik kepercayaan yang telah diberikan oleh sahabat Anda.
Jangan pernah sekali pun Anda membocorkan rahasia penting sahabat Anda,
apalagi yang berupa aib. Banyak kejadian sahabat berubah menjadi musuh
karena telah membocorkan rahasia penting sahabatnya.
 Keempat, jadilah sahabat yang selalu siap memberikan dukungan. Jika sahabat
Anda melakukan kesalahan, jadilah orang pertama yang menyemangatinya.
Jika perlu sebisa mungkin Anda jangan menyalahkannya. Berilah sahabat
Anda motivasi agar dapat bangkit dari kesalahannya.
 Kelima, jangan jadikan sahabat Anda sebagai saingan terberat Anda.
Hilangkan perasaan iri atas keberhasilan sahabatAnda. Jadikanlah rasa iri
tersebutsebagai cambuk bagi Anda agar berbuat lebih baik lagi. Lalu, jangan
lupa ikutlah berbahagia dengan keberhasilan yang telah dicapainya.
 Keenam, jangan pernah ragu untuk minta maaf pada sahabat saat Anda
melakukan sebuah kesalahan padanya. Setelah itu, berusahalah perbaiki
kesalahan Anda. Begitu pula sebaliknya, berikanlah maaf dan lupakan
kesalahan sahabat Anda jika ia bersalah.

C. Menggali Sumber Alkitab tentang Pergaulan


Dalam 1 Korintus 5:9-11 tersebut, Paulus melarang jemaat di Korintus untuk
bergaul dengan orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau
penipu. makna perkataan Paulus yang terdapat dalam 1 Korintus 5:9-11.

6
“Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan
orang-orang cabul. Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada
umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan semua
penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. Tetapi
yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang
sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala,
pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu
sekali-kali makan bersama-sama.”

Ada dua bahaya yang menyangkut hubungan kita dengan teman-teman kita
(Brownlee 1986, 77-78). Bahaya pertama adalah keeksklusifan, yaitu kecenderungan
untuk menolak orang-orang dari kalangan tertentu. Mungkin orang itu ditolak karena
suku bangsanya, kemiskinannya, dianggap bodoh atau terlalu pintar, atau karena
alasan yang lain. Bahaya kedua yang menyangkut hubungan kita dengan teman-teman
ialah tekanan untuk menyesuaikan diri dengan pendapat dan perbuatan yang tidak
baik.

Dalam 1 Korintus diberitahukan agar kita berhati-hati dalam pergaulan.


Karena pergaulan yang buruk dapat merusak kehidupan kita. Misalnya, kita bisa
terlibat dalam seks bebas, minum minuman keras dan memakai narkotika. Di dalam
Amsal 18:24 dikatakan, “Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga
sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara.” Ada sahabat yang lebih baik
daripada saudara sendiri. Ayat di atas bukan mengajak kita hanya bersahabat dengan
orang Kristen saja. Siapa saja boleh menjadi sahabat kita. Dengan kata lain, pergaulan
Kristen bukanlah eksklusif pada orang Kristen saja. Sebaliknya, pergaulan Kristen
juga bukan “asal bergaul” sehingga dapat merusak kehidupan dan kesaksian kita,
melainkan harus memerhatikan prinsip bergaul yang benar.

Pergaulan yang berprinsip bukan pergaulan yang eksklusif. Tetapi pergaulan


yang bertanggung jawab, beretiket pergaulan yang sesuai dengan prinsip Firman
Tuhan. Motif dalam pergaulan Kristen adalah “kasih yang sudah kita terima dari

7
Kristus,” bukan “kasih yang sekuler,” misalnya kasih yang dikuasai oleh hawa nafsu,
kasih yang materialistis atau kasih yang egoistis.

Beberapa prinsip pergaulan yang berdasarkan kasih Kristus dan yang sesuai
dengan kebenaran Alkitab adalah sebagai berikut:

 Kemuliaan bagi Allah.


 Demi kebaikan orang lain
 Kebaikan bagi diri sendiri.
 Saling mempercayai
 Saling menghargai.
 Saling mengasihi.

Contoh pergaulan dan persahabatan yang baik tersebut terlihat dengan jelas
pada kisah pergaulan dan persahabatan antara Yonatan dan Daud yang dipaparkan
oleh Andar Ismail dalam buku Selamat Berteman (Ismail 2007, 10-14).

D. Membangun Argumen tentang Suka dan Duka Pergaulan.


Oleh para ahli sosiologi, pergaulan disebut interaksi. Interaksi bisa bersifat
luas (bergaul dengan banyak orang) atau bersifat frekuen (sering bergaul dengan
orang). Dua orang yang bersahabat secara kental tidak bergaul secara luas tetapi
frekuen, sedangkan seorang ekstrovert bergaul secara luas tetapi hanya sebentar saja
(Brouwer 1981, 2).

Manusia mempunyai naluri untuk hidup berkumpul dengan orang-orang lain,


karena memang manusia itu tidak diperlengkapi dengan alat-alat yang cukup untuk
dapat hidup sendiri di dunia. Oleh karena itu, gejala yangwajar jika manusia selalu
akan mencari kawan, baik semas dia baru dilahirkan, maupun sampai dewasa. Selain
itu, tidaklah terlalu mengherankan bila muda- mudi senang hidup berkumpul dan
bergaul dengan kawan-kawannya, walaupun hal tersebut tidak selalu akan membawa

8
pengaruh-pengaruh yang baik. Sebab sukar untuk disangkal bahwa di samping
pengaruh-pengaruh baik atau positif, pergaulan juga memiliki banyak pengaruh-
pengaruh buruk atau negatif. Apalagi kalau kawan-kawannya berasal dari lingkungan
sosial yang kurang baik.

Suka dan duka dalam pergaulan tentu saja ada, bahkan boleh dikatakan
banyak. Contoh sukanya adalah sebagai berikut. Anda sedang sendirian di rumah
karena anggota keluarga yang lain sedang pergi. Sendiri adalah sesuatu yang tidak
menyenangkan. Tiba-tiba datang seorang teman dan akhirnya Anda asyik ngobrol.
Dengan bergaul Anda juga dapat mencari jalan untuk memecahkan persoalan yang
Anda hadapi bersama dengan teman. Mengatasi kesulitan bersama-sama tentu lebih
mudah daripada mengatasi sendirian. Selain itu, ketika Anda dalam keadaan sedih dan
susah teman dapat menghibur dan memberikan nasihat-nasihat.

Dalam pergaulan Anda tidak boleh terlalu acuh atau akrab sebab dalam
pergaulan ada duka. Misalnya, Anda telah akrab dengan seseorang. Apabila terjadi
perselisihan dengan orang tersebut, rahasia Anda bisa dibongkar semua. Sikap
tersebut tidaklah benar bagi persahabatan.

E. Mendiskripsikan Tahap-Tahap Pergaulan


Tulus Tu’u (1988, 33-36) membagi pergaulan muda-mudi ke dalam lima
tahap, yaitu:

 Sifatnya terbatas pada persahabatan biasa


Dalam tahap ini, hubungan seorang dengan yang lain masih bebas tanpa
ikatan.
 Persahabatan yang lebih istimewa
Hubungan ini berdasarkan keinginan untuk lebih mengenal seorang atau
beberapa orang lawan jenis karena kita merasa tertarik kepada mereka. Kita
berusaha untuk mengenal mereka dengan lebih baik dengan bercakap-cakap
bersama di gereja, di kampus pada waktu santai. Pada tahap ini pertemuan-
pertemuan tidak selalu terjadi secara kebetulan saja, tetapi berdasarkan usaha
dan rencana untuk bertemu.
9
 Pacaran
Pergaulan tahap ini sepasang pemuda pemudi melakukan suatu persetujuan
bahwa mereka akan mengadakan hubungan khusus dan akan menghentikan
semua hubungan khusus dan akrab yang lain dengan orang-orang dari lawan
jenisnya.
 Bertunangan
Tahap ini merupakan masa ujian. Mereka memperdalam hubungan mereka
dengan menguji apakah mereka tepat menikah atau cocok membangun suatu
rumah tangga. Ada persetujuan bahwa mereka akan menikah kecuali kalau
ternyata suatu alasan kuat untuk tidak menikah.
 Pernikahan
Pada tahap ini, ada dua unsur baru. Pertama, hubungan antara dua orang itu
sekarang tidak boleh diceraikan. Menurut ajaran Kristen mereka yang telah
menikah tidak boleh dipisahkan kecuali oleh kematian. Kedua, mereka mulai
hidup bersama dan bersenggama. Unsur kedua berhubungan erat dengan unsur
pertama, karena senggama hanya tepat kalau dilindungi oleh hubungan yang
tidak dapat dihentikan.

B. RIVIEW BUKU

KELEBIHAN BUKU

Keterkaitan Antar Paragraf


Pada buku Pendidikan Agama Kristen yang ditulis oleh Paristiyanti
Nurwardani,dkk. Keterkaitan antar paragraf dipaparkan secara padu sehingga
penjelasan dalam tiap paragraf memiliki hubungan yang sinkron dengan
menggunakan bahasa Indonesia baku yang baik dan benar. Topik utama dengan
topic yang terkait saling berhubungan. Kajian materi yang dibahas di sajikan
saling berhubungan dengan baik.

Kemutakhiran Isi Buku

Kemutakhiran buku ini tidak diragukan lagi dilihat dari tahun terbitannya dan
sumber-sumbernya, kemudian pembahasan yang dipaparkan oleh penulis dalam
buku utama sangat menyeluruh sehingga sangat mudah untuk dipahami oleh

10
pembaca. Bahasa yang digunakan dalam buku ini sederhana dan mudah
dimengerti sehingga dapat membantu pembaca untuk memahami dengan mudah
apa isi buku yang disampaikan. Buku ini merupakan terbitan yang belum lama,
yaitu terbit pada tahun 2016.

KEKURANGAN BUKU

Keterkaitan Antar Paragraf


Menurut kami pada buku ini tidak terdapat kelemahan dari segi keterkaitan antar
paragraf karena cakupan yang dimuat buku ini sudah cukup bagus keterkaitan
babnya. Keterkaitan antar bab Paragraf yang tergabung dalam bab ini dinilai
sudah memiliki kegayutan yang baik dan sistematis dan logis sehingga, tidak
ditemukan bagian yang tidak berhubungan atau dengan kata lain paragraf-paragraf
yang terdapat dalam buku ini sangat berkesinambungan dengan subjudul yang
membatasi.
Kemutakhiran Isi Buku
Menurut kami buku I tidak ada yang perlu dikritik dari buku ini, karena cakupan
yang dimuat buku ini sudah cukup bagus mulai dari kemutakhiran serta
keterkaitan babnya. Pada kemutakhiran isi buku ini kami juga menganggap bahwa
buku ini masih sangat layak dan mutakhir untuk dipakai.

11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada hasil review yang dilakukan oleh kami mengenai topik Pergaulan
dan Perpektif Kristiani mengenai moral dan budaya dalam buku maka dapat
dperoleh bahwa buku memiliki kelebihan dan kekurangan seperti yang sudah tertera
diatas.. Oleh karena itu , dapat disimpulkan bahwa penggunaan buku dalam proses
pembelajaran dapat digunakan secara baik dan untuk kelemahan buku dapat
diminilisir dengan pemahaman yang benar akan kaidah-kaidah dan konsep dalam
penggunaan kata/kalimat yang rancu .

B. SARAN
Saran penulis terhadap pembaca dan pengguna buku ini sebaiknya menggunakan dan
memahami konsep dan kaidah dalam penggunaan kata/kalimat yang rancu agar lebih
mudah untuk memahami isi materi dari kedua buku tersebut .

12
DAFTAR PUSTAKA

Nurwardani, P, dkk. 2016. PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN. Jakarta: Ristekdikti.

Poceratu, I. C. (2016). TEOLOGI KRISTEN UNTUK PERGURUAN TINGGI. Yogyakarta:


CV. Mulia Jaya.

13

Anda mungkin juga menyukai