Sistem rujukan mengatur alur dari mana dan harus ke mana seseorang yang mempunyai
masalah kesehatan tertentu untuk memeriksakan kesehatannya (Ali et al., 2015). Rujukan horizontal
dilakukan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan, dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau
menetap. Sedangkan, rujukan vertikal dari tingkat pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dengan syarat bahwa pasien memang membutuhkan pelayanan kesehatan
spesialistik atau sub spesialistik dan perujuk yang mana dalam hal ini adalah Puskesmas tidak dapat
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,
peralatan dan/atau ketenagaan (Permenkes RI, 2012). Selain itu, rujukan terhadap pasien dilakukan
juga karena pasien membutuhkan pelayanan kesehatan dengan peralatan diagnostik dan atau terapetik,
tambahan pelayanan atau pelayanan yang berbeda yang tidak dapat diberikan di fasilitas pelayanan
kesehatan perseorangan bersangkutan, termasuk diantaranya kasus dengan kondisi emergensi
(Nurhani & Rahmadani, 2020). Diberlakukannya sistem rujukan berjenjang mengharuskan pasien
mengutamakan berobat ke Puskesmas terlebih dahulu sebagai fasilitas pelayanan primer dan apabila
tidak bisa ditangani oleh fasilitas kesehatan primer barulah diberlakukan rujukan pasien ke fasilitas
pelayanan sekunder, misalnya Rumah Sakit (Ratnasari, 2017).