Anda di halaman 1dari 30

REVISI

LAPORAN MODIFIKASI
FORMULA ENTERAL RUMAH SAKIT
MOSCA: “MODIFIKASI SOYA BCAA” UNTUK PASIEN PENYAKIT
HATI (NAFLD)
Dosen Pengampu :
1. Choirun Nissa, S.Gz, M.Gizi
2. Ayu Rahadiyanti, S. Gz, M.PH

Disusun Oleh:
Kelompok 12
Epy Yhufara Bunga 22030113120065
Anenda Kusumaning Tyas 22030115120014
Rizka Ayu Dwi Yuliana 22030115120030
Zulfatul Masruroh 22030115120046
Rahmawati Ramadhan 22030115120068
Mutiara Irma Maharani 22030115130084
Pravita Dewi Suhada 22030115130104
Fiona Christina Widya 22030115130122

DEPARTEMEN ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada kondisi tertentu kebutuhan gizi tidak dapat terpenuhi melalui jalur
oral/mulut. Hal ini dapat disebabkan karena gangguan menelan. Jika hal ini
terjadi maka pemberian makanan enteral dapat menjadi salah satu alternatif
pilihan.
Makanan enteral adalah makanan yang diberikan pada pasien yang
tidak dapat memenuhi zat gizinya melalui rute oral. Tujuan dari pemberian
makanan yang dilakukan secara enteral adalah untuk memberikan asupan gizi
yang cukup pada pasien yang mengalami gangguan menelan atau gangguan
pada absorbsi zat gizi. Di dalam pembuatan formula enteral perlu
memperhatikan ukuran pipa yang digunakan, formula yang digunakan,
toleransi sistem saluran cerna dan kondisi klinis pasien.
Pada pasien penyakit hati pemberian enteral Oral Nutritional
Supplements (ONS) karena pada seseorang yang mengalami penyakit hati
kronik sering terjadi undernutrition. Formula enteral dapat memperbaiki
status zat gizi dan tingkat kelangsungan hidup pada pasien dengan malnutrisi
derajat berat seperti penyakit hati non-alkoholik atau Non-Alcoholic Fatty
Liver Disease (selanjutnya disingkat NAFLD ). (1)
NAFLD adalah menumpuknya lemak dihati pada seseorang yang
mengkonsumsi sedikit atau tidak konsumsi alkohol. Terdapat 2 tipe NAFLD:
Isolated Fatty Liver dimana tidak berkembang menjadi penyakit hati kronis,
Non-Alcoholic SteatoHepatitis (NASH) yang mana terdapat lemak, inflamasi
dan kerusakan sel-sel hati. NASH ini akan berkembang menjadi sirosis
(pengerasan dan jaringan parut pada hati). Faktor risiko NAFLD adalah
sindrom metabolik termasuk obesitas, diabetes mellitus, resistansi insulin dan
hiperlipidemia. Penanganan NAFLD disesuai dengan penyebabnya, jika
obesitas maka perlu penurunan berat badan, makan makanan yang sehat dan
aktivitas fisik. Jika seseorang memiliki diabetes atau hiperlipidemia, diet
rendah lemak (mengurangi asupan lemak jenuh dan lemak trans), mengganti
asupan lemak dengan lemak sehat seperti omega 3, meningkatkan asupan
serat, mengurangi makanan tinggi gula dan diet rendah kalori yang dapat
mengontrol gula darah dan menurunkan kadar lemak tubuh. (2)
NAFLD merupakan penyakit yang tidak hanya berpengaruh pada sel
hati itu sendiri namun juga berpengaruh pada extra-hepatic organs dan
regulatory pathways. Seperti, meningkatkan resiko Diabetes Melitus Tipe 2,
penyakit kardiovaskular dan cardiac disease, serta penyakit jantung kronis
(CKD). (3)
Pada penderita NAFLD pemberian formula enteral dapat dilakukan
melalui tube feeding yang dapat memperbaiki status gizi dan fungsi hati serta
menurunkan resiko terjadinya komplikasi. (1)
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa formula enteral sangat
penting bagi pasien penyakit NAFLD. Akan tetapi, formula enteral komersial
yang ada di pasaran memiliki harga yang kurang terjangkau. Hal ini dapat
menyebabkan pembengkakan pengeluaran di Rumah Sakit. Oleh karena itu,
perlu dilakukan suatu pemecahan masalah untuk mengatasi masalah tersebut
salah satunya dengan cara membuat Formula Enteral Rumah Sakit. Dengan
pembuatan formula enteral rumah sakit diharapkan dapat menekan biaya
pengeluaran instalasi gizi karena bahan yang digunakan lebih terjangkau dan
mudah ditemukan.
Modifikasi soya BCAA (MOSCA) adalah FERS modifikasi berbasis
soya dengan penambahan FOS untuk pasien NAFLD. Bahan – bahan yang
digunakan untuk formula enteral penyakit NAFLD dimodifikasi
disesuaikan dengan referensi yang ada. Beberapa komposisi bahan yang
dimodifikasi yaitu susu skim, lemak MCT dari minyak zaitun (Olive Oil)
dan minyak kelapa (virgin coconut oil), karbohidrat dari maltodekstrin,
BCCA yang berasal dari susu kedelai , gula dan juga penambahan serat
pangan dalam bentuk probiotik FOS (Fructooligosaccharides) dari tepung
pisang.
Susu skim digunakan karena susu skim memiliki kadar lemak
rendah kurang dari 0,5% karena pada umumnya susu juga tidak
mempengaruhi kinerja obat-obatan yang dikonsusmsi oleh penderita NAFLD.
Sumber MCT diantaranya dari minyak kelapa dan olive oil , MCT dapat
mencegah penyakit hati alkoholik dengan menghambat aktivasi sel kupffer.
(4)
Sel kupffer berperan penting dalam inflamasi dan respon imun. Minyak
zaitun digunakan karena memberikan kontribusi untuk pendistribusian lemak
tubuh dan memodifikasi efisiensi sel lemak lipolitik serta mengatur eskpresi
gen yang terkait dengan sensitivitas insulin perifer. (5) Minyak zaitun juga
memiliki efek antioksidan dan anti inflamasi dan dapat mengurangi risiko
aterosklerosis. Mekanisme utama minyak zaitun yaitu menurunkan aktivitas
oksidasi LDL dengan peningkatan resistensi insulin. (5) Minyak kelapa
digunakan karena minyak kelapa mengandung asam lemak yang baik untuk
kesehatan karena hampir 50% asam lemak yang terkandung di dalamnya
merupakan asam laurat yang merupakan asam lemak rantai sedang dan
banyak digunakan sebagai bahan formula enteral rumah rumah sakit. Minyak
kelapa juga tidak memerlukan banyak energi dan memerlukan sedikit enzim
untuk memecah lemak menjadi bentuk yang siap diserap oleh tubuh.(5)
Pada pasien NAFLD konsentrasi serum BCAA rendah sedangkan
konsentrasi asam amino aromatik (AAA) seperti phenylalanin dan tirosin
meningkat. Ketidakseimbangan asam amino meningkatkan progresivitas
penyakit hati.(6) Penambahan BCAA bertujuan untuk regenerasi sel-sel hati,
dalam hal ini soya sebagai sumber BCAA yang formulasikan pada MOSCA.
MOSCA yang berbasis soya relatif terjangkau untuk dijadikan bahan baku
formula enteral rumah sakit selain itu soya kaya BCAA yang baik untuk
penderita NAFLD.(7) FOS mampu mengurangi kolesterol secara signifikan
dibandingkan dengan nilai basal. Literatur menunjukkan bahwa penambahan
FOS berfungsi untuk menurunkan kadar serum Trigliserida, tetapi tidak
dapat melihat penurunan kadar Trigliserida. Selain itu FOS dapat
(8)
menurunkan jumlah lemak di hati dan jantung. Di Indonesia, jenis FOS
yang relatif tinggi dan mudah didapat yaitu pisang. Secara umum terdapat
kadar FOS 2 mg/g berat pisang matang. Oleh karena itu pada formula
MOSCA ditambahkan tepung pisang sebagai salah satu komposisinya.
Atas dasar pertimbangan hal diatas formula ”Modifikasi Soya BCAA”
(MOSCA) berpotensi untuk dijadikan formula enteral rumah sakit yang
cukup terjangkau lagi efektif untuk pasien NAFLD.
B. Tujuan
1. Mendeskripsikan osmolaritas FERS MOSCA
2. Mendeskripsikan viskositas FERS MOSCA
3. Mendeskripsikan zat gizi FERS MOSCA
4. Mendeskripsikan densitas energi FERS MOSCA
5. Menganalisis zat gizi FERS MOSCA
6. Menganalisis karakteristik organoleptik FERS MOSCA
7. Memformulasikan FERS MOSCA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada formula enteral penyakit hati membahas tentang penyakit Non


Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). NAFLD merupakan kelainan hati
dengan gambaran khas berupa stetaosis (perlemakan) pada pasien yang
tidak mengonsumsi alkohol. Kelainan hati ini dimulai dari steatosis
sederhana (tanpa inflamasi dan fibrosis), stetaosis dengan inflamasi atau
tanpa fibrosis dan dapat berlangsung menjadi sirosis dan hepatocellular
carcinoma (HCC).

Gambar 1. Patofisiologi Penyakit NAFLD menjadi Sirosis Hati

NAFDL berhubungan dengan komponen dari sindrom metabolik:


Diabetes Mellitus Tipe 2 (T2DM), resistensi insulin, hipertensi,dan terutama
obesitas viseral serta dislipidemia(hipertrigliseridemia, level HDL rendah,
dan tingginya level LDL).
Formula enteral pada pasien Non Alcoholic Fatty Liver Disease
(NAFLD) ini terdiri dari bahan-bahan dasar komposisi formula enteral yang
dimodifikasi pada jenisnya. Bahan-bahan tersebut antara lain, maltodekstrin,
susu skim dan susu soya, lemak mct berupa minyak kelapa (Virgin Coconut
Oil/ VCO), dan minyak zaitun (Olive Oil), serta penambahan prebiotik
Frukto oligosakarida (FOS) dari tepung pisang. Masing-masing telah
disesuaikan dengan kondisi pasien dan telah memenuhi syarat formula
enteral yaitu mengandung susu, gula, dan minyak.

Tatalaksana pasien dengan NAFLD yaitu modifikasi gaya hidup,


memperbaiki komponen dari sindroma metabolik, farmakoterapi yang
ditujukan untuk hati pada pasien risiko tinggi, dan mengatasi komplikasi
dari sirosis. Panduan rekomendasi diet untuk pasien NAFLD antara lain:(9,10)

1. Pengurangan kalori sebanyak 600-800 kalori per hari atau retriksi kalori
menjadi 25-30 kkal/kg/hari dari berat badan ideal
2. Protein sebesar 1-1,5 g/kgBB/hari
3. Restriksi karbohidrat menjadi 40-45 % dari total kalori
4. Retriksi lemak menjadi <30 % dari total energi dengan asam lemak
jenuh < 10 %
5. Sebaiknya konsumsi buah dan sayuran dibandingkan dengan makanan
tinggi fruktosa.
6. Jika pasien tidak dapat mengkonsumsi makanan secara oral, maka rute
pemberian dengan menggunakan suplemen zat gizi secara oral (oral
nutritional supplements), atau melalui tube feeding.
7. Jenis formula menggunakan formula kaya BCAA.
8. Tidak direkomendasikan menggunakan fruktosa (seperti corn syrup),
sukrosa (seperti gula).

Bahan-bahan yang digunakan antara lain: maltodekstrin, susu skim


dan susu soya, lemak mct berupa minyak kelapa, dan minyak zaitun, serta
penambahan prebiotik Frukto oligosakarida (FOS) dari tepung pisang.
Masing-masing telah disesuaikan dengan kondisi pasien dan telah
memenuhi syarat formula enteral yaitu mengandung susu, gula, dan
minyak.

a. Maltodekstrin
Maltodekstrin adalah polisakarida tidak manis yang dapat berasal dari
berbagai sumber seperti jagung, oat, kentang, beras, tapioca dan tepung
gandum. Maltodekstrin dihasilkan dari hidrolisis parsial pati melalui
proses enzimatik atau konversi asam. Maltodextrin dengan Dextrose
equivalent (DE) rendah digunakan sebagai stabilizer, pengental,
pengubahtekstur, pengikat lemak atau rasa. (11)
Maltodekstrin mengandung 16 kJ/g (4 kkal/gram). Penggunaan
maltodekstrin pada formula makanan sangat penting karena maltodekstrin
dapat membatasi osmolaritas dan dapat mempertahankan tingkat
kepadatan yang tinggi yaitu lebih besar dari 1 kkal/ml.(12)

b. Susu skim
Susu skim adalah produk susu cair yang sebagian besar lemaknya
telah dihilangkan dan dipasteurisasi atau disterilisasi secara UHT.
Kandungan lemak yang terdapat dalam susu skim relative rendah.(13)
Komposisi dalam 100 susu skim bubuk(14)

ZatGizi Jumlah

Protein 34-37.0%

Asam amino

- Triptophan^ 0.51 g

- Treonin^ 1.63 g

-Isoleusin^* 2.18 g

- Leusin^* 3.54 g

- Lisin^ 2.86 g

- Metionin^ 0.99 g
- Sistin 0.33 g

- Fenilalanin^ 1.74 g

- Tirosin^ 1.74 g

- Valin^* 2.42 g

- Arginin 1.30 g

- Histidin 0.89 g

- Alanin 1.24 g

- Asamaspartat 2.74 g

- AsamGlutamat 7.57 g

- Glisin 0.75 g

- Prolin 3.50 g

- Serin 1.96 g

Lactosa 49.5-52 %

Lemak 0.60-1-25%

^ Asam amino esensial


*BCAA

c. Susu soya
Susu kedelai merupakan salah satu produk olahan kedelai yang
diperoleh dengan cara menggiling kedelai yang dicampur air kemudian
disaring dan dipanaskan. Per 100 gram susu kedelai mengandung 41
kkal, 3.5 gram protein, 2.5 gram lemak dan 5 gram karbohidrat. Susu
kedelai adalah hasil ekstraksi dari kedelai. Pada penilitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa kedelai mengandung banyak komponen
bioaktif seperti protein dan isoflavon yang memiliki efek biologis.
Protein yang terkandung di dalam susu kedelai dapat menghambat
absorpsi lemak LDL dengan cara mengikat asam empedu sehingga dapat
menurunkan kadar kolesterol, trigliserida dan asam lemak bebas dalam
darah. (15)
Selain itu, konsumsi protein kedelai dapat mengurangi stress
oksidatif, peradangan, steatosis dan dapat menurunkan metabolism
peroksidasi lipid. Isoflavon yang terkandung di dalam susu kedelai yaitu
fenol heterosiklik dapat berikatan dengan radikal bebas sehingga dapat
membantu mengatur regulasi ekstraseluler. Dapat disimpulkan bahwa
konsumsi kedelai dapat mengurangi akumulasi lemak hati dan sitokin.(16)

d. Medium Chain Trigliserida (MCT)


Diet asam lemak terlibat dalam lipogenesis hati dan memainkan
peranan dalam patogenesis steatosis hati karena terlibat dalam
perkembangan dalam mencegah atau membalikkan terjadinya akumulasi
lemak dihati. Komposisi diet asam lemak merupakan komponen penting
dalam perkembangan NAFLD, karena 15 % trigliserida dihati berasal
dari makanan. Hati terpapar berbagai jenis lipid, seperti asam lemak,
kolesterol, triasilgliserol) dari makanan dan jaringan adiposa viseral
yang melewati vena porta hepatika. Asam lemak bebas yang berlebihan
dalam tubuh disimpan di hati melewati vena porta hepatika, sehingga
dapat menyebabkan perlemakan dihati dan resistensi insulin hepatik.
Oleh karena itu, formula enteral yang kami gunakan yaitu menggunakan
jenis lemak medium chain fatty acid (MCFA).
Medium chain fatty acid (MCFA) memiliki 8-10 rantai karbon
yang ditemukan sebagai triasilgliserol dalam makanan. MCFA
ditemukan didalam biji kelapa sawit, minyak kelapa, mentega, fresh
cream dan susu. Medium chain triasilgliserol (MCT) memiliki
penyerapan yang cepat dan kelarutannya tinggi. MCT diangkut secara
langsung ke hati melalui vena porta hepatika, dihati MCT
dimetabolisme secara cepat dengan beta oksidasi, meningkatkan
thermogenesis makanan.
Diet dengan MCT dapat meninduksi thermogenesis tetapi tidak
berkontribusi dalam meningkatkan berat badan karena tidak disimpan
didalam jaringan adiposa, sehingga MCT dapat digunakan sebagai
pencegahan dan penanganan obesitas. Diet kaya MCFA telah terbukti
mengurangi tingkat steatosis dan tanda-tanda perlukaan dihati, seperti
transaminase hati. Tingkat keparahan steatosis tergantung dari
kandungan lemak jenuh pada makanan, sehingga memperhatikan jenis
lemak makanan merupakan hal penting yang mempengaruhi patologi
hati dengan mendorong atau meningkatkan perkembangan NAFLD.
MCT memiliki kekurangan tertentu apabila dimasak, seperti titik
pengasapan yang rendah dan kelebihan busa ketika digunakan untuk
menggoreng dengan metode deep frying. Sehingga, lebih baik penggunaan
MCT tidak diolah dengan pemasakan.(17)
Pada formula enteral MCT yang digunakan menggunakan jenis
minyak kelapa /Virgin Coconut Oil (VCO). VCO diekstrak dari daging
buah kelapa segar pada suhu rendah dan tanpa menggunakan bahan kimia.
Cara alami untuk menghasilkan VCO yaitu dengan proses fermentasi
melalui mikroorganisme alami. Berdasarkan penelitian, pada kelompok
yang memiliki kadar trigliserida tinggi dengan diberikan VCO
menghasilkan penurunan trigliserid, hal ini terjadi karena perbedaan dari
transpor dan katabolisme dari medium chain fatty acid(MCFA). VCO
paling cepat diserap melalui vena porta hepatik dan dengan cepat
dioksidasi oleh jalur mitokondria dan peroximal. Kandungan VCO antara
lain mengandung asam capric (7,46 %), asam caprylic (7,79 %), dan asam
laurat (58,4%). Asam laurat adalah mct utama didalam VCO tersebut.
MCT dengan mudah diserap melewati usus halus tanpa proses enzimatis.
Asam lemak ini dibawa ke aliran darah hati untuk dimetabolisme dan
diangkut ke mitokondria tanpa adanya karnitin untuk menghasilkan energi
dengan cepat dan efisien serta tidak disimpan sebagai lemak di jaringan
adiposa. Selain itu, VCO juga mengandung komponen polifenol dan
vitamin E. Polifenol dapat menghambat lipogenesis hati dan
meningkatkan lipida hepatik, menurunkan serum lipid dan akumulasi lipid
di hati. VCO juga dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL. (18)

e. Olive oil
Penambahan minyak zaitun yang telah diperas pertama kali
memiliki keasaman bebas yang maksimum, mengandung banyak
squalene dan antioksidan phenolic termasuk phenolik sederhana
(hydroxytyrosol, tyrosol), aldehid secoiridoid, flavonoid, dan lignan
(acetoxypinoresnol, pinoresinol). Kandungan fenolik dan squalene lebih
tinggi daripada biji minyak dan minyak murni. Pada biji minyaknya
tidak mengandung fenolik dan rendah squalene.
Komposisi dari 100 g olive oil yaitu mengandung asam lemak
MUFA 73,7 g(asam oleat), saturated fatty acid(SFA) 13,5 g(aam
palmitat), polyunsaturated fatty acid (PUFA) 7,9 g(asam linoleat dan
asam linolenat). MUFA termasuk asam palmitat, asam oleat, dan asam
vasentik. MUFA yang paling banyak dimakanan yaitu asam oleat. Di
negara Mediterania, sumber utama MUFA yaitu minyak zaitun (74
g/100 g), sumber lainnya yaitu minyak kanola(59 g/100 g), kacang tanah
(46 g/100 g),minyak bunga matahari (32 g/100 g), minyak jagung (29,
g/100 g), minyak kedelai (24 g/100 g) dan minyak bunga safir (14 g/100
g).
Peningkatan asupan MUFA khususnya dalam menggantikan SFA
memiliki manfaat untuk pasien NAFLD. Konsumsi MUFA dapat
menurunkan trigliserida darah oleh adanya peningkatan oksidasi asam
lemak melalui aktivasi peroxisome proliferatior activated receptor
(PPAR)α atau dengan mengurangi aktivitas unsur sterol regulatory
element binding protein (SREBP) dan menghambat lipogenesis. Diet
MUFA mengaktifkan PPAR α dan PPARɤ, meningkatkan oksidasi lipid,
dan menurunkan resistensi insulin untuk mengurangi steatosis hati.

Tabel 1 . Mekanisme aktivitas dari minyak zaitun pada fatty liver


Komponen yang terlibat Mekanisme

Asam oleat dan phenolic Anti inflamasi dan efek


imunodulator

Antioksidan : menurunkan
peroksidasi lemak, mengurangi
oksidasi kerusakan DNA

Squalene Menghambat HMG-CoA


reduktase, mengurangi aktivasi
RAS

Hydroxytyrosol Menghambat lipooxygenase

Pasien NAFLD memiliki nilai respon TG postprandial lebih tinggi


dan peningkatan VLDL setelah konsumsi asupan berlemak. Total
konsumsi lemak yang berganti ke MUFA pada minyak zaitun sebesar 20
-40 % dari total energi atau n-3 PUFA yang ditemukan pada minyak
ikan (2g/hari) dapat menyebabkan penurunan postprandial lipidemia dan
stetosis. Namun, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
memantapkan penelitian sebelumnya. (19)

f. Prebiotik FOS
Prebiotik merupakan bahan makanan yang tidak mudah dicerna
dan merangsang pertumbuhan bakteri bifidogenic dan asam laktat di
saluran pencernaan. Prebiotik terdiri dari serat makanan dan
oligosakarida. Manfaat prebiotik yaitu dapat menjaga kesehatan usus,
pencegahan kolitis, menghambat kanker, imunopotensioterapi,
mengurangi kolesterol, mencegah penyakit kardiovaskuler, mencegah
obesitas dan konstipasi. Salah satu prebiotik yang bermanfaat untuk
pasien NAFLD yaitu FOS. (20)
FOS termasuk dalam golongan fructose oligosaccharides alami
yang diperoleh dari berbagai jenis tanaman. Hal ini meningkatkan
metabolisme karbohidrat dan mengurangi ketersediaan radikal bebas.
FOS mampu mengurangi kolesterol secara signifikan dibandingkan
dengan nilai basal. Literatur menunjukkan bahwa FOS juga menurunkan
kadar serum TG, tetapi tidak dapat melihat penurunan kadar TG. Selain
itu FOS dapat menurunkan jumlah lemak di hati dan jantung. (21)

Peningkatan paparan terhadap produk bakteri usus dapat


menyebabkan patogenesis non alcoholic steatohepatitis (NASH).
Bifidobacteria adalah spesies bakteri predominan dalam mikrobiota usus
manusia untuk memberikan efek menguntungkan pada kesehatan
manusia dengan menjaga keseimbangan mikrobiota. Pada suatu
penelitian Bifidobacterium longum dengan FOS dan modifikasi pola
hidup, secara signifikan mengurangi TNF-α, CRP, level serum AST,
HOMA-IR, serum endotoxin, steatosis, dan indeks aktivitas NASH. (22)

Fruktan adalah istilah umum yag digunakan sebagai karbohidrat


yang dibentuk oleh fruktosilfruktosa dan unit glukosydic.
Fruktooligosakarida (FOS) dapat didefinisikan sebagai kombinasi dari
tiga gula, yaitu 1 ketosa, nystose, dan furanosylnystose. Sumber FOS
dapat berasal dari produk industri dan produk alami dari bahan
makanan. Sumber alami tersebut antara lain asparagus, bawang putih,
bawang bombay, bawang merah, Artichoke Yerusalem, sawi putih, dan
buah-buahan (seperti buah pisang). (23)

Pada formula enteral FERS hati, kami memilih menggunakan FOS


dari tepung pisang, dikarenakan pisang sebagai sumber yang baik dari
FOS dan rasanya yang memungkinkan untuk dijadikan makanan enteral.
Sumber pangan yang mengandung FOS relatif tinggi dan mudah ditemui
di Indonesia adalah pisang. Kandungan dalam pisang yang dapat
berperan sebagai prebiotik adalah fruktooligosakarida. Jenis pisang yang
biasa digunakan untuk bahan olahan makanan adalah pisang tanduk.
Pisang tanduk (Musa paradisiaca fa. corniculata) memiliki kandungan
pati dan amilosa sebesar 71,73% dan 32,99% berat kering.(24) Bahan
untuk tepung pisang tanduk dibuat dari buah pisang muda atau masih
mengkal agar kandungan glukosa yang ada tidak terlalu tinggi dan tidak
terlalu berair. Kandungan FOS pada tepung pisang tanduk sebesar
(25)
6,08%. Fruktooligosakarida yang berperan sebagai prebiotik yang
memiliki efek menguntungkan terhadap mikroflora usus dengan
merangsang pertumbuhan dan atau aktivitas sejumlah bakteri di usus
besar dan mengurangi penyerapan lipid disertai dengan peningkatan
ekskresi lipid melalui feses. (26)

Kandungan yang terdapat dalam formula enteral penyakit NAFDL,


antara lain karbohidrat, protein, lemak, serat pangan yang mengandung
prebiotik.

a. Karbohidrat
Pada pasien NAFLD, kebutuhan karbohidrat sebanyak 40-50 %
dari total kebutuhan energi. Diet dengan kadar karbohidrat rendah
yaitu <45 % karbohidrat/hari dapat menurunkan berat badan dan
mengurangi trigliserida intrahepatik. Pada penelitian meta analisis
dengan rendah lemak (≤25 % lipid/hari) ini menunjukkan
pengurangan yang signifikan trigliserid dan meningkatkan HDL
dengan diet rendah karbohidrat. Diet dengan kandungan tinggi
fruktosa, seperti corn syrup berkaitan dengan perkembangan
sindrom metabolik dan NAFLD karena merangsang resintesis
asam lemak dan menghambat sekresi leptin. (27)
Fruktosa adalah monosakarida yang ditemukan secara alami
pada buah dan sayuran. Fruktosa memiliki tingkat kemanisan lebih
tinggi daripada glukosa dan sukrosa. Corn syrup yang tinggi
fruktosa dikaitkan dengan kelainan metabolik, dan dapat
menyebabkan NAFLD. Karbohidrat yang diserap menjadi stimulus
utama dalam lipogenesis de novo hati dan lebih berkontribusi
menyebabkan NAFLD daripada asupan lemak. Fruktosa sebagai
perantara metabolisme glukosa. Konsumsi fruktosa berlebih dapat
menyebabkan beban metabolik pada hati berupa fruktokinase dan
asam lemak sintase. (28)
Sedangkan diet menggunakan sukrosa, seperti gula tidak
menyebabkan obesitas tetapi berpotensi menyebabkan perubahan
adiposit (mengalami hipertrofi). intoleransi glukosa,
hiperinsulinemia, hiperlipidemia, hepatic steatosis dan
meningkatkan jumlah sitokin inflamatori. (29)
Penyerapan karbohidrat sederhana, seperti fruktosa dan
sukrosa sebaiknya tidak melebihi 10 % dari total asupan energi. (30)
Sehingga, pada kandungan karbohidrat, formula enteral kami
menggunakan maltodekstrin dan tidak menggunakanfruktosa dan
sukrosa.
b. Protein
Berdasarkan rekomendasi protein untuk pasien NAFLD
sebanyak 15-20 % dari total energi, sehingga asupan moderat
protein optimum untuk pasien NAFLD karena dapat mengurangi
resistensi insulin. Pengkonsumsian protein yang tidak normal pada
NAFLD dapat menyebabkan peningkatan asam amino aromatik
(AAAs) dan penurunan asam amino rantai panjang (BCAAs) yang
menyebabkan kerusakan histologist dan ensefalopati. Peningkatan
penyerapan AAA dapat menyebabkan pembentukan
neurotransmitter palsu yang menyebabkan disfungsi neurologis
seiring meningkatnya kadar amonia.(31) Oleh karena itu, dipelukan
peningkatan asupan BCAA tinggi. Hal ini dikarenakan BCAA
efektif dalam meregulasi metabolisme protein di hati dan
memperbaiki keseimbangan nitrogen. Protein BCAA juga dapat
lolos dari metabolism hati dan tersedia dalam sirkulasi untuk
sintetis protein.

Kandungan leusin dalam protein BCAA dapat berfungsi


sebagai agen yang dapat mengaktifkan sintesis dari Hepatocyte
Growth Factror (HGF), zat pleiotropic dengan aktivitas mitogenik.
Dengan pemberian BCAA yang tinggi diharapkan dapat
meningkatkan regenerasi hati dan mencegah perkembangan
kerusakan sel hati. (32)

c. Lemak
Rekomendasi total lemak dalam tubuh sebanyak 20-35 % dari
total kalori dalam tubuh. Kelebihan konsumsi asam lemak
jenuh(SFA) dapat meningkatkan stres retikulum endoplasmik dan
perlukaan hepatosit, tetapi pembatasan tidak diperbolehkan dan
tidak bermanfaat bagi pasien NAFLD.
Monounsaturated fatty acids (MUFA) biasanya terdapat pada
minyak zaitun (olive oil), kacang-kacangan, dan alpukat. MUFA
dapat mengurangi LDL dan trigliserida. Diet MUFA lebih dari 20
% dari total asupan kalori telah ditunjukkan dapat menguntungkan
NAFLD karena adanya oksidasi dari asam lemak melalui aktivasi
peroxisom proliferatoractivated receptors (PPARs) alpha dan
gamma serta mengurangi lipogenesis.
Rekomendasi omega 6 Polyunsaturated Fatty acid (PUFA)
sebanyak 5-10 % dari total kebutuhan kalori dan asupan kolesterol
sebanyak 200-300 mg/hari. Omega 6 PUFA banyak terdapat di
minyak sayur(kedelai, jagung, bunga matahari). Kelebihan asupan
omega 6 tidak dianjurkan karena mengubah produksi dari marker
inflamasi dan lebih rentan terhadap peroksidasi lemak dan
pengurangan HDL. (33)
Pada penelitian terhadap subyek obesitas diberikan 14 gram
minyak MCT pada roti untuk sarapan yang menghasilkan
terjadinya peningkatan pengeluaran energi, lebih cepat kenyang
dan dapat mengontrol berat badan.
Tabel 2. Klasifikasi lemak

Klasifikasi Jenis Sumber Efekbiologis


SCFA Butirat Lactobacillus, serat dari Meningkatkan FGF 21
buah dan sayur
Propionat Susu, yogurt, keju, serat Peranan yang
berlawanan
Asetat Vinegar Respon mukosa
terhadap pelepasan
hormon di usus,
aktivasi syaraf aferen
MCFA Minyak kelapa Thermogenesis,
penurunan steatosis,
mengontrol berat badan
LCFA Monosaturated: Minyak zaitun, alpukat,
Asam oleat biji bunga matahari, biji
anggur
Polyunssaturated:
Asam linolenat Minyak kanola, minyak Penurunan lemak
bunga matahari, intraseluler
almond, minyak jagung

EPA dan DHA Krill oil, minyakkanola, Antiobesitas,


kacang-kacangan, antisteatosis,
kedelai, minyak bunga antiinflamasi
matahri, avocado

Asam linoleat Salmon, tuna, kedelai, Glukosa dan


hazelnut metabolisme lipid

Bepengaruh pada
antidiabetes,
menurunkan akumulasi
lemak intramuskular,
penurunan berat badan
d. FOS
Prebiotik terkandung dalam serat pangan, yaitu karbohidrat
yang tidak dapat dicerna yang dapat menstimulasi pertumbuhan
dan aktivitas bakteri yang bermanfaat. Jenis prebiotik tersebut
seperti lactobacilli dan bifidobacteria. Penelitian pada manusia
prebiotik dijadikan sebagai penanda NASH, obesitas,T2DM,
dan NAFLD. Suplementasi prebiotik dengan 30 g/hari
dikaitkan dengan efek samping gastrointestinal. Tingginya
prevalensi NAFLD pada pasien dislipidemia, T2DM, dan
sindrom metabolik, penggunaan serat sebagai terapi untuk
mengontrol indeks glikemik, lipid, berat badan, dan steatosis
hati. Rekomendasi serat pangan yaitu 20-40 g/hari (5-15 g/hari
dari zat terlarut). (34)

Pengolahan Formula FERS

Pengolahan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi


atau menghilangkan bahaya sampai ke titik aman, mencegah
pertumbuhan mikroba patogen, dan pembentukan bahan kimia
beracun serta menjaga agar tidak terjadi kontaminasi silang. (35)
Pencegahan kontaminasi silang salah satunya dilakukan
dengan menggunakan wadah yang berbeda untuk mencegah
terjadinya kontaminasi yang tidak diinginkan.

Pada saat pembuatan Formula enteral harus memperhatikan


lamanya proses pengadukan bahan-bahan dari formula yang
akan dibuat. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya
endapan. Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan saat
makanan cair dalam suhu batas aman yaitu berkisar <4 dan
>60o C. Apabila suhu berkisar antara 4-60o C (danger zone)
maka akan tumbuh berbagai macam bakteri. Oleh karena itu
suhu makanan harus selalu dijaga selama waktu tunggu
berlangsung. Batas aman waktu tunggu untuk formula enteral
adalah 2-4 jam.(36)
BAB III

METODE

A. Pembuatan Formula Enteral

Alat:

 Wadah
 Mangkok aluminium
 Whisk
 Mikser
 Blender
 Gelas
Bahan:

 Maltodekstrin
 Susu soya
 Susu skim
 Bubuk FOS
 Minyak zaitun
 Air hangat bersuhu 70° C
Cara pembuatan:

1. Timbanglah bahan-bahan satu persatu di wadah terpisah


2. Campurkan bubuk maltodekstrin, susu soya, susu skim, dan bubuk
FOS, kemudian aduklah hingga tercampur dengan rata selama 5 menit
3. Tambahkan dengan minyak zaitun, kemudian aduklah kembali selama
2 menit
4. Dengan menggunakan mikser, aduklah lagi campuran tersebut selama
8 menit
5. Kemaslah campuran tersebut per sajian menggunakan plastik kedap
udara
6. Apabila ingin disajikan, seduhlah satu kemasan FERS tersebut dengan
air bersuhu 70° C sebanyak 1 L dan aduklah hingga campuran
tersebut larut
7. Untuk menghomogenkan FERS, maka blenderlah campuran tersebut
selama 1 detik dan ulangi sebanyak 3 kali
8. Sajikan kepada pasien

B. Pengukuran

a. Osmolaritas
Osmolalitas merupakan jumlah partikel zat terlarut dalam 1 kg larutan dan
diekspresikan sebagai mOsm/kg. Osmolaritas merupakan jumlah partikel
zat terlarut dalam 1 liter larutan dan diekspresikan sebagai mOsm/L. Pada
dasarnya, osmolaritas makanan enteral sesuai dengan osmolaritas tubuh
manusia. Osmolalitas yang ideal adalah berkisar anara 350-400 mOsm/kg,
namun manusia dapat menoleransi osmolalitas formula enteral yang
berkisar antara 325-690 mOsm/kg.(37) Sedangkan untuk osmolaritas,
toleransi orang dewasa normal terhadap formula enteral berkisar dari 1200
– 1400 mOsm/L. (38)
Cara yang tepat untuk menghitung osmolalitas dari suatu larutan
adalah menggunakan osmometer, namun karena adanya suatu batasan,
tidak dapat dilakukan pengujian menggunakan alat tersebut. Sedangkan
untuk menghitung osmolaritas untuk dari suatu larutan parenteral dapat
digunakan rumus: molar × jumlah partikel yang terdisosiasi. Namun
karena larutan yang diuji adalah larutan enteral yang partikelnya cukup
besar dan banyak, maka tidak dapat dilakukan perhitungan menggunakan
rumus tersebut.
1. Berdasarkan referensi jurnal yang kami teliti, belum pernah diadakan
pengujian osmolaritas mengenai FERS hati yang telah dimodifikasi
dengan tambahan prebiotik FOS, sehingga tidak dapat dipastikan secara
akurat berapa osmolaritas dari FERS hati yang telah dimodifikasi tersebut.
Oleh karena itu, kami menggunakan kisaran osmolaritas formula enteral
standar dari referensi yang dapat dipercaya, yakni antara 200-790
mOsm/L. (39) Apabila osmolaritas dari FERS hati yang telah dimodifikasi
melebihi ukuran standar, maka akan dilakukan perbaikan dan pengujian
ulang kembali hingga produk ini dapat mencapai osmolaritas yang sesuai
bagi formula enteral.
b. Viskositas
Viskositas (kekentalan) pada zat cair terjadi karena adanya gaya kohesi
sedangkan pada zat gas viskositas terjadi karena adanya tumbukan antara
molekul. Viskositas menentukan kemudahan suatu molekul bergerak
karena adanya gesekan antar lapisan material. Kecepatan aliran berbeda
karena adanya perbedaan viskositas. Viskositas yang dimiliki setiap fluida
berbeda dan dinyatakan secara kuantitatif oleh koefisien viskositas (η).
Apabila zat cair tidak kental maka koefisien viscositasnya sama dengan
nol sedangkan pada zat cair kental bagian yang menempel dinding
mempunyai kecepatan yang sama dengan dinding. Salah satu alat yang
digunakan untuk mengukur viskositas adalah viskosimeter. (40)
Teknik pengukuran viskositas ada beberapa cara antara lain
capillary tube viscometer, yaitu digunakan untuk memperoleh nilai
viskositas dengan cara membiarkan sampel mengalir di dalam sebuah
kapiler dan mengukur beda tekanan kedua ujung pipa kapiler tersebut. (41)
c. Analisis Zat Gizi
Analisis zat gizi bertujuan untuk mengetahui apa saja zatgizi yang
terkandung di dalam FERS hati yang telah dimodifikasi dan apakah
proporsi zat gizi tersebut telah sesuai bagi pasien. Dalam menganalisis zat
gizi, kami menggunakan aplikasi‘Nutrisurvey 2004’ dan Master yang telah
dibagikan oleh dosen kepada kami.
d. Densitas Energi
Densitas energi merupakan salah satu komponen dalam healthy
diet index yang merupakan indikator kualitas diet. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa kualias diet yang baik ditandai dengan nilai densitas
energi diet yang rendah, skor serat yang cukup, serta proporsi zat gizi
makro dan mikro yang seimbang. (42)
Bilamana tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung
protein 1 gr/KgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kkal/hari atau 35-40
kcal/kgBB/hari dengan protein berkisar antara 1,2-1,6 g/kgBB bergantung
pada derajat malnutrisi dan kondisi lain yang dialami pasien. Dalam
preskripsi diet pasien sirosis hati, tidak ada pembatasan asupan karbohidrat
walaupun pasien mengalami resistensi insulin. (43)
e. Organoleptik
Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada
proses pengindraan. Pengindraan bisa berarti reaksi mental (sensation) jika
alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang
ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap mendekati atau
menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan penyebab rangsangan.
Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis
atau reaksi subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian
atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan
pengukuran. Ada beberapa metode yang digunakan dalam uji
organoleptik, yaitu : (44)
1. Uji Pembeda (Discrimination Test)
a. Uji segitiga
b. Uji duo trio
c. Uji berpasangan (paired)
2. Uji Deskripsi (Description Test)
3. Uji Afektif (Affective Test)
a. Uji Hedonik
b. Uji Mutu Hedonik
4. Uji Skalar
a. Uji Skalar Garis
b. Uji Skalar Skor
c. Uji Perbandingan Pasangan
d. Uji Perbandingan Jamak
e. Uji Penjenjangan
Karakteristik makanan cair agar dapat diterima oleh pasien bedah
dan dapat melewati pipa sonde makanan cair maka perlu dipertimbangkan
berbagai aspek seperti kekentalan, rasa, warna, aroma, kestabilan dan
penerimaan umum. Uji ini dilakukan untuk mengukur tingkat penerimaan
terhadap suatu produk makanan enteral.

Maka dari itu, dari beberapa metode diatas kami menggunakan uji
hedonik dan mutu hedonik kepada panelis. Uji hedonik dilakukan untuk
mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik produk enteral.
Sedangkan uji mutu hedonik ditujukan untuk mengetahui respon panelis
terhadap karakteristik produk yang lebih spesifik. Penilaian dilakukan
terhadap karakteristik tekstur, warna, aroma, rasa, dan viskositas.(45)
DAFTAR PUSTAKA

1. Plauth M, Cabré E, Riggio O, Assis-Camilo M, Pirlich M, Kondrup J, et


al. ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition: Liver disease. Clin Nutr.
2006;25(2):285-94.
2. Managing Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD). Hamilton Health
Sciences. 2012.
3. Christopher D, Byre, Giovanni Targher. NAFLD: A multisystem disease.
Journal of Hepatology. 2015; 62: 47 – 64.
4. Tajiri K, Shimizu zY. Branched-chain amino acids in liver diseases. World
J Gastroenterol. 2013; 19(43): 7620 – 9.
5. Nimer Assy, Faris Nassar, Gattas Nasser, Maria Grosovki. Olive Oil
Consumption and Non-Alcoholic Fatty Liver Disease. World J
Gastroenterol. 2009; 15(15): 1809 – 1815.
6. Rees Parrish C. Tthe Use of Medium-Chain Trihlycerides. Nutr Issues
Gastroenterol. 2017;160(February): 20 – 8.
7. Haubert, Nadia,. Marchini, Julio,. Cunha, Selma,. Dkk. Choline and
Fructooligosaccharide: Non-alcoholic Fatty Liver Disease, Cardiac Fat
Deposition and Oxidative Stress Markers. Nutrition and Metabolic Insight.
2015; 8: 1 – 6.
8. R.S. Singh And R.P. Singh: Fructooligosaccharides from Inulin as
Prebiotics, Food Technol. Biotechnol. 2010; 48(4) 435 – 450.
9. Adiwinata, Randy,. Kristanto, Andi,. Chritianty, Finna, dkk,. Tatalaksana
Terkini Perlemakan Hati Non Alkoholik. Jurnal Penyakit Dalam
Indonesia. 2015; Vol 2(1): 53-59.
10. Plauth, M,. Cabre, E,. Riggio, O,. dkk,. ESPEN Guidelines on Enteral
Nutrition: Liver Disease. ESPEN Guideline Clinical Nutrition. 2006; 25:
285-294.
11. Sze-Yin, Lai Hoong. Effects of Maltodextrin and Trehalosa on Physical
Properties of Chinese Steamed Bread Made From Frozen Doughs.
International Food Research Journal. 2013; 20(4). 1529-1535.
12. Cristine, H, et. Et all. Nutritional Needs and Support for Children with
Chronic Liver Desease. Nutrients. Multidisciplinary Digital Publishing
Institute. 2017; 9(10): 1127.
13. Isni, U. Hubunagn antara pengetahuan gizi mengenai susu dan faktor
lainnya dengan riwayat konsumsi susu selama masa usia Sekolah Dasar
pada siswa kelas 1 SMPI PB Sudirman Jakarta Timur. [Artikel Penelitian
Ilmiah] Universitas Indonesia. 2009
14. Dairy for Global Nutrition. Dairy Export Council. 2005.
15. Wanyi wang and Elvira G. A New Frontier in Soy Bioactive Peptides That
May Prevent Age-related Chronic Desease. Institute Food Technologies.
2005.
16. Hsin Y, et all. Effects of Soy Protein in alcoholic Liver Desease in Rats
Undergoing Ethanol With Rwal. Journal of Nutritional Biochemistry.
2012.
17. Juarez-Hernandez, Eva,. Chavez-Tapis, Norberto,. Uribe, Misael,.
Barbero-Becerra, Varenka,. Role of bioactive fatty acids in
nonalcoholicfatty liver disease. Nutrition Journal. 2016;15(72): 1-10.
18. Syukur, Sumaryati,. Syafrizayanti,. Zulaiha, Siti,. dkk,. Virgin Coconut Oil
Increase High Density Lipoprotein (LDL), Lower Triglyceride And Fatty
Acids Profile (C6-C18) In Blood Serum of Musmusculus. Research
Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences. 2017; 8(2):
1077-1081.
19. Assy,Nimer,. Nassar,Faris,. Nasse,Gattas,. Grosovski,Maria,. Olive oil
consumption and non-alcoholic fatty liver disease. World Journal of
Gastroenterology. 2009 April; 15(15): 1809-1815.
20. Goyal, Arun, Patel,. The current trends and future perspectives of
prebiotics research: a review. Biotech. 2012; 2: 115-125.
21. Haubert, Nadia,. Marchini, Julio,. Cunha, Selma,. dkk. Choline and
Fructooligosaccharide: Non-alcoholic Fatty Liver Disease, Cardiac Fat
Deposition, and Oxidative Stress Markers. Nutrition and Metabolic
Insight. 2015; 8: 1-6.
22. Malaguarnera, Michele,. Vacante, Marco,. Antic, Tijana,. dkk.
Bifidobacteriumlongum with Fructo-Oligosaccharides in Patients with
Non Alcoholic Steatohepatitis. Digestive Disease and Science.2012
Februari; 57(2): pp 545–553
23. Jenie BSL, Widowati S, Nurjanah S. Pengembangan Produk Tepung
Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan
Pangan Fungsional. Jurnal Teknologi dan Ilmu Pangan Institut Pertanian
Bogor. 2009;1-3.
24. Jenie BSL, Widowati S, Nurjanah S. Pengembangan Produk Tepung
Pisang dengan Indeks Glikemik Rendah dan Sifat Prebiotik Sebagai Bahan
Pangan Fungsional. Jurnal Teknologi dan Ilmu Pangan Institut Pertanian
Bogor. 2009;1-3.
25. Karlina R, Rahayuni A. Potensi Yogurt Tanpa Lemak dengan Penambahan
Tepung Pisang dan Tepung Gembili Sebagai Alternatif Menurunkan
Kolesterol. Jurnal of Nutrition College. 2014; 610:1-25.
26. Costa GT, de Abreu GC, Guimarães ABB, de Vasconcelos PRL,
Guimaraes SB. Fructo oligosaccharide Effects on Serum Cholesterol
Levels: An Overview. Acta Cirúrgica Brasileira. 2015; 30(5): 366-70.
27. Oliveira,Claudia,. Sanches,Priscila,. Abreu-SilvaErlon,. Marcadenti,
Aline,. Nutrition and Physical Activity in Nonalcoholic Fatty Liver
Disease. Journal of Diabetes Research. 2015; 2016: 1-12.
28. Basaranoglu, Metin,. Basaranoglu, Gokcen,. Bugianesi, Elisabetta,.
Carbohydrate intake and nonalcoholic fatty liver disease: fructose as a
weapon of mass destruction. Hepato Biliary Surgery and Nutrition. 2015
April; 4(2): 109-116.
29. Oliveira, Liliane,. Santos, Daiane,. Silva, Sandra,. dkk. The inflammatory
profile and liver damage of a sucrose-rich diet in mice. The Journal of
Nutritional Biochemistry. 2014 Februari; 25(2): 193-200.
30. Kargulewicz, Angelika,. Kulpa, Hanna,. Grzymislawski, Marian,. Dietary
recommendations for patientswith nonalcoholic fatty liver disease.
Przeglad Gastroenterologicaczny. 2014; 9(1): 18-23.
31. Cristine, H, et. Et all. Nutritional Needs and Support for Children with
Chronic Liver Desease. Nutrients. 2017.
32. Giuleo, M. Branched-Chain Amino Acid Supplementation in Ptient With
Liver Desease. American Society for Nutritional Science. 2005.
33. Oliveira,Claudia,. Sanches,Priscila,. Abreu-SilvaErlon,. Marca denti,
Aline,. Nutrition and Physical Activity in NonalcoholicFatty Liver
Disease. Journal of Diabetes Research. 2015; 2016: 1-12.
34. Oliveira, Claudia,. Sanches, Priscila,. Abreu-Silva Erlon,. Marcadenti,
Aline,. Nutrition and Physical Activity in Nonalcoholic Fatty Liver
Disease. Journal of Diabetes Research. 2015; 2016: 1-12.
35. Hanna TPH, 2012. Pengendalian mutu dalam proses pembuatan enteral di
Rumah Sakit Dustira Kota Cimahi, Jawa Barat. Institute Pertanian Bogor
36. Atiq Y. Gambaran waktu tunggu, suhu dan total bakteri makanan cair di
RS. Dr. Kariadi Semarang. Medica Hospitalia. 2014.
37. Zarling E, Parmar J, Mobarhan S, Clapper M. Effect of Enteral Formula
Infusion Rate, Osmolality, and Chemical Composition upon Clinical
Tolerance and Carbohydrate Absorption in Normal Subjects. Journal of
Parenteral and Enteral Nutrition. 1986;10(6):588-590.
38. Elsevier Inc. Enteral and Parenteral Nutrition Support. Presentation
presented at; 2004. Solusi dengan osmolaritas yang dibatasi (<350 mOsm)
digunakan untuk meminimalisasi iritasi mukosa. Abbruzzese J.
Gastrointestinal oncology. Oxford: Oxford University Press; 2004.
39. Buchman A. Clinical Nutrition in Gastrointestinal Disease. 4th ed.
Thorofare: SLACK Incorporated; 2006.
40. Ningrum, Rr. Sinta Kusuma, Toifur, Moh. Penentuan Viskositas Larutan
Gula Menggunaan Metode Vessel Terhubung Viscosimeter Berbasis
Video Based Laboratory dengan Software Tracker. JRKPF UAD.
2014.;1(2)
41. Arun Saldanha. Phsycelic White. Goa Trance the Viscosity of Race
Psydhelic white. University of Minnesota press: 2007.
42. Putri, Lintang Prinkaniswari. Hubungan Densitas Energi Dan Asupan Zat
Gizi Makro Dengan Kejadian Sindrom Metabolik Pada Remaja Obesitas.
[Artikel Penelitian.]. 2017.
43. Tsiaousi, Eleni T; et.al., 2008. Malnutrition in End Stage Liver Disease:
Recommendations and Nutritional Support. J Gastroenterol
Hepatol. 2008;23(4):527-533
44. Soekarto ST. Penilaian Organoleptik. Bogor: Pusbangtepa, Institut
Pertanian Bogor: 1981.
45. Huda, Nurul. Formulasi Makanan Cair Alternatif Berbasis Tepung Ikan
Lele (Clarias Gariepinus) Sebagai Sumber Protein. Karya Tulis Ilmiah:
IPB; 2014.

Anda mungkin juga menyukai