Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL PENGEMBANGAN RESEP

ILMU TEKNOLOGI PANGAN


“NUGGET TEMPE”

Dosen Pembimbing : Zulfiana Dewi, SKM., MP


Rahmani, STP., MP
Ir. Hj. Ermina Syainah, MP

Disusun Oleh :
KELOMPOK 1
Kahfina Sarra Soraya (P07131218062)
Magfirah Annisa Rifqa (P07131218065)
Muhammad Rizky (P07131218069)
Nor Wahidah (P07131218072)
Raissa Kamelia (P07131218074)
Raudatul Jannah (P07131218075)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN BANJARMASIN
PROGRAM SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA JURUSAN
GIZI
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan proposal mengenai “Proposal Pengembangan Resep Ilmu
Teknologi Pangan Nugget Tempe”, untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Teknologi Pangan.
Proposal ini berisikan informasi mengenai Model-Model Evaluasi yang
kami dapatkan dari berbagai sumber dan referensi. Kami berharap makalah ini
dapat membantu para pembaca ataupun para mahasiswa dalam meningkatkan
pengetahuan dan wawasan.
Demikianlah makalah yang kami buat ini, Kami menyadari bahwa
makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca yang budiman sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan proposal ini kedepannya.

Banjarbaru, 7 April 2020

Penyusun Kelompok 1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes melitus (DM) menjadi masalah paling umum di dunia.
Banyak negara maju dan berkembang yang penduduknya menderita penyakit
ini.(PB. PERKENI 2006)
Diabetes mellitus adalah penyakit multifaktorial, yang ditandai dengan
sindroma hiperglikemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
serta protein yang disebabkan insufisiensi sekresi insulin ataupun aktivitas
endogen insulin atau keduanya (Price, S & Wilson, L, (2005)). Hiperglikemia
yang tidak terkontrol juga dapat menimbulkan banyak penyakit komplikasi
seperti neuropati, stroke dan penyakit pembuluh darah perifer (Cade W.T.
(2008)).
WHO memprediksi kenaikan jumlah pasien Diabetes Mellitus (DM) di
Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2004 meningkat menjadi sekitar 21,3 juta
pada tahun 2030 (Perkeni, 2006). Terapi DM dengan pengaturan diet tidak
memerlukan biaya mahal, mudah dilakukan namun perlu kedisiplinan yang
tinggi. Salah satu bahan makanan sebagai pilihan dalam menu diet adalah
bahan makanan berbasis kedelai (Retnaningsih et al, 2001).
Prevalensi DM menurut WHO, bahwa lebih dari 382 juta jiwa orang di
dunia telah mengidap penyakit diabetes mellitus (P.B. PERKENI (2011)).
Prevalensi DM di dunia dan Indonesia akan mengalami peningkatan, secara
epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes
Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang (Almaida piteto,(2015)).
Selain itu diabetes melitus menduduki peringkat ke enam penyebab kematian
terbesar di indonesia (CDC Ching-de Chiu (2012). Menurut data Riset
Kesehatan Dasar di Propinsi Kalimantan Selatan, Prevalensi dari tahun 2007
1,0% dan mengalami peningkatan menjadi 1,4% pada tahun 2013 (CDC
Ching-de Chiu (2012)). Di RSUD ulin Banjarmasin dari laporan terakhir
prevalensi jumlah kunjungan rawat jalan penderita diabetes mellitus pada
tahun 2014 jumlah kunjungan rawat jalan pasien diabetes mellitus sebanyak
1.013 (RSUD. Ulin Banjarmasin (2015)).
Diabetes melitus dibedakan menjadi dua, yaitu diabetes melitus tipe 1
dan diabetes melitus tipe 2. DM tipe 1 terjadi karena pankreas tidak bisa
memproduksi insulin. Pada DM tipe 1 ini terdapat sedikit atau tidak sama
sekali sekresi, sedangkan pasien yang menderita diabetes tipe 2 adalah jika
tubuhnya masih dapat memproduksi insulin, namun insulin yang dihasilkan
tidak cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal terhadal insulin
(American Diabetes Association (ADA) (2010)).
DM Tipe 2 adalah gangguan metabolisme dari sistem endokrin,
terutama ditandai dengan ketidakseimbangan glikemik (American Diabetes
Association, 2010). DM Tipe 2 terjadi ketika pankreas tidak memproduksi
insulin yang cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal atau
ketika tubuh tidak mampu menggunakan insulin yang dihasilkan (resistensi
insulin). DM tipe 2 disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya genetik,
obesitas, aktifitas fisik, umur, gaya hidup yang salah, dan kebiasaan makan
yang tidak sehat (Almaida piteto,(2015). Komplikasi medis dari DM Tipe 2
lainnya yang berhubungan dengan sistem saraf pusat menimbulkan penyakit
Alzheimer dan demensia vaskular (Banu S. dkk 2013). Prinsip dari
pengelolaan penyakit DM tipe 2 yaitu melalui pelaksanaan 4 pilar
pengelolaan DM diantaranya edukasi, olahraga, obatobatan pengaturan pola
makan atau diet nutrisi (Williams textbook of endocrinology. (2012)).
Prediabetes merupakan suatu keadaan yang mendahului timbulnya
DM. Prevalensi prediabetes terus mengalami peningkatan. Sebanyak 4-9%
orang dengan prediabetes akan menderita DM setiap tahunnya. Prediabetes
ditandai dengan kadar glukosa darah puasa antara 100-125 mg/dl. Prediabetes
dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan kardiovaskular sebesar 1,5
kali lebih tinggi dibanding orang sehat. Kondisi prediabetes dapat diperbaiki
dengan merubah gaya hidup, menurunkan berat badan, mengatur diet, dan
melakukan olahraga secara teratur.( PB. PERKENI 2006)
Penyakit DM dapat diketahui apabila kadar glukosa plasma acak sesaat
bernilai ≥ 11,1 mmol/L atau 200 mg/dL. DM tipe 1 disebabkan oleh
kerusakan sel β pankreas yang mampu meningkatkan produksi reactive
oxygen species (ROS) dan menyebabkan stres oksidatif. Stres oksidatif dapat
merusak membran sel dan membentuk malondialdehid dan menurunkan
jumlah enzim antioksidan superoksida dismutase (SOD) di hati. Kondisi
hiperglikemia dapat merusak sel yang tidak mampu mengurangi transpor
glukosa sehingga dapat menyebabkan penyakit non-hiperglikemia seperti
hipertensi, hiperlipidemia, dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular
yang dapat berujung pada kematian (Brownlee, 2005; Skyler, dkk., 2017).
Konsumsi kedelai yang merupakan bahan dasar dari tempe
memperbaiki kadar lemak darah pada manusia dan binatang, dan lebih jauh
lagi proses pencernaan kedelai akan mengatur insulin dalam keadaan normal
(Ascencio et al, 2004).

Tempe dibuat dengan cara fermentasi atau peragian dengan


menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus. Pembuatan tempe
membutuhkan bahan baku kedelai. Melalui proses fermentasi, komponen-
komponen nutrisi yang kompleks pada kedelai dicerna oleh kapang dengan
reaksi enzimatis dan dihasilkan senyawa-senyawa yang lebih sederhana
(Cahyadi,2007).

Komponen kedelai terdiri dari protein, lemak, serat, dan


phitochemical termasuk isoflavone. Beberapa penelitian mengenai isoflavone
mengungkapkan isoflavone sebagai komponen bioaktif yang penting dari
kedelai. Isoflavone terdiri dari 3 komponen yaitu genistein, daidzein dan
glycitein. Penelitian Mezei et al (2003) mengatakan bahwa konsumsi kedelai
akan mengurangi beberapa gejala DM tipe 2 seperti insulin resistance dan
glycemic control, efek ini kemungkinan adalah hasil dari profil lipid darah
yang membaik.

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas, sehingga


menghambat proses penuaan dan mencegah penyakit degeneratif
( aterosklerosis, jantung coroner, diabetes mellitus, kangker dan lain-lain).
Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare, penurunan
kolestrol darah, pencegah penyaki jantung, hipertensi, dan lain-lain (Yudana,
2003).

Alasan kami memilih nugget tempe karena Tempe mengandung asam


lemak dan serat yang tinggi. Tempe mengandung lemak tak jenuh majemuk
(PUFA), niasin, omega 3 dan 6 yang berperan menurunkan kolestero jahat.
Tempe kaya akan asam lemak tak jenuh, kandungan ini bermanfaat untuk
membersihkan endapan kolesterol yang dapat menghambat pembuluh darah
di jantung sehingga dapat menurunkan resiko serangan jantung.
Protein tempe tinggi kandungan arginin dan glisin, yang terkait
sekresi insulin dan glukagon dari pancreas (Bhathena SJ dkk 2002)
Kandungan isoflavon berupa genistein dapat menghambat αglukosidase yang
berperan pada beberapa kelainan metabolik seperti DM.4,5 Serat dapat
mempengaruhi kadar glukosa darah karena memperlambat absorbsi glukosa
sehingga mempengaruhi penurunan glukosa (Waspadji S dkk 2003) Indeks
glikemik tempe yang rendah menjadikan respon glukosa darah tubuh rendah
sehingga peningkatan kadar glukosa darah relatif kecil.( Rimbawan dkk
2004)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana mengetahui berhasil tidaknya pengembangan produk nugget
yang berbahan dasar tempe?
2. Bagaimana menganalisa pada menu hasil modifikasi ( nilai gizi, teknik
pengolahan, biaya )

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Melakukan pengembangan resep terhadap makanan untuk


mengetahui hasil modifikasi menu untuk meningkatkan mutu resep
dan makanan.
1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui berhasil tidaknya pengembangan produk


kue basah yang berbahan dasar tempe
b. Melakukan analisa pada menu hasil modifikasi ( nilai gizi,
teknik pengolahan, biaya )
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nugget
Nugget adalah makanan yang pertama kali dikenalkan di Amerika
Serikat sebagai makanan yang praktis dan cepat saji sesuai dengan
aktivitas masyarakat yang padat (Nurzainah dan Namida, 2005). Nugget
merupakan produk olahan dari daging giling, diberi penambahan bumbu,
dicetak kemudian dilumuri dengan tepung roti pada bagian
permukaannya dan digoreng (Syamsir, 2008).
Bahan utama pembuatan nugget biasanya berasal dari bahan
pangan hewani yaitu daging ayam, daging sapi, dan ikan. Selain terbuat
dari daging dan ikan, nugget juga dapat dibuat dari sayuran. Pengolahan
sayur menjadi olahan lain dapat menjadi upaya meningkatkan minat
konsumen khususnya anak-anak yang tidak menyukai sayur dan
menambah nilai gizi produk karena terdapat kandungan vitamin, mineral,
dan serat (Alamsyah, 2007).
Karakteristik produk nugget yang dihasilkan ditentukan oleh
bahan dasar dan bahan pengisi yang digunakan. Bahan pengisi yang baik
mengandung karbohidrat dan bahan pengikat dapat menyatukan semua
bahan serta membentuk tekstur, salah satu bahan pengisi dan pengikat
yang biasa digunakan pada produk olahan pangan yaitu tepung terigu dan
tepung susu (Priwnindo, 2009).
Produk nugget yang telah dimasak dan dibekukan sebelum
dikemas dan distribusikan dalam kondisi beku. Proses distribusi dalam
keadaan beku membuat kerusakan produk karena pertumbuhan mikroba
biasanya tidak terjadi. Kerusakan kerena pertumbuhan mikroba tidak
menjadi faktor pembatas umur simpan produk, dan produk tidak
memerlukan pengawet yang berfungsi untuk menghambat pertumbuhan
mikroba (Syamri, 2011).

2.2 Standar Mutu Nugget


Standarisasi kualitas untuk bahan pangan untuk nugget meliputi
sifat kimia dan organoleptik. Persyaratan untuk menguji kualitas bahan
pangan menurut Badan Standarisasi Nasional (2002) menggunakan uji
kualitas kimia meliputi kadar lemak, air, abu, protein dan karbohidrat. Uji
kualitas organoleptik meliputi aroma, rasa, dan tekstur. Badan Standarisasi
Nasional (BSN) (2002) pada SNI.01-6683-2002 mendefinisikan nugget
ayam sebagai produk olahan ayam yang dicetak, dimasak, dibuat dari
campuran daging ayam giling yang diberi bahan pelapis dengan atau tanpa
penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang
diizinkan. Sebagai pedoman standar karakteristik nugget tempe, mengacu
pada SNI. 01–6683–2002 (BSN, 2002) yang membahas tentang standar
kualitas nugget ayam dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Persyaratan mutu nugget menurut SNI 01-6683-2002


Kriteria uji Satuan Persyaratan
Keadaan
Aroma - Normal, sesuai label
Rasa - Normal, sesuai label
Tekstur - Normal, sesuai label
Benda asing - Tidak boleh
Air %, b/b Maks. 60
Protein %, b/b Min. 12
Lemak %, b/b Maks. 20
Karbohidrat %, b/b Maks. 25
Kalsium (Ca) mg/100g Maks. 30
Bahan tambahan makanan
Sesuai dengan SNI 01-
Pengawet - 0222-1995
Pewarna -
Cemaran logam berat
Timbal (Pb) mg/kg Maks. 2,0
Tembaga mg/kg Maks. 20,0
Seng (Zn) mg/kg Maks. 40,0
Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0
Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,03
Cemaram Arsen (As) mg/kg Maks. 1,0
Cemaran Mikroba
4
Angka lempeng total Koloni/g Maks. 5x10
Coliform APM/g Maks. 10
E. Coli APM/g <3
Salmonella /25g Negatif
2
Staphylococcus Koloni/g Maks. 1x10
Sumber : (Badan Standarisasi Nasional, 2002).
Keterangan: APM (Angka Lempeng Total).

2.3 Pembuatan Nugget


Pembuatan nugget mencakup lima tahap, yaitu penggilingan yang
disertai oleh pencampuran bumbu, es dan bahan tambahan, pengukusan
dan pencetakan, pelapisan perekat tepung dan pelumuran tepung roti,
penggorengan awal (pre-frying) dan pembekuan (Aswar, 2005). Tahapan
pembuatan nugget adalah sebagai berikut :
1. Penggilingan
Penggilingan daging diusahakan pada suhu di bawah 15ºC, yaitu
dengan menambahkan es pada saat penggilingan daging (Tatono,
1994). Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein
aktomiosin oleh panas. Pada proses penggilingan daging terjadi
gesekan-gesekan yang dapat menimbulkan panas. Air yang
ditambahkan ke dalam adonan nugget pada waktu penggilingan daging
keong sawah dalam bentuk serpihan es. Air es digunakan untuk
mempertahankan temperatur selama pendinginan. Air es selain
berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi
untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang
akan melarutkan protein myofibril (Afrisanti, 2010).
2. Pengukusan
Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula–
granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa
pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat
kembali seperti keadaan semula (Winarno, 1997). Mekanisasi
gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air yang memecah
kristal amilosa dan memutuskan ikatan–ikatan struktur heliks dari
molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan
amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya
mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu
matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 1997).
3. Batter dan Breading
Menurut Fellow (2000), perekat tepung (batter) adalah campuran
yang terdiri dari air, tepung pati, dan bumbu-bumbu yang digunakan
untuk mencelupkan produk sebelum dimasak. Pelumuran tepung roti
(breading) merupakan bagian yang paling penting dalam proses
pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Coating
adalah tepung yang digunakan untuk melapisi produk–produk makanan
dan dapat digunakan untuk melindungi produk dari dehidrasi selama
pemasakan dan penyimpangan. Breading dapat membuat produk
menjadi renyah, enak dan lezat. Nugget termasuk salah satu produk
yang pembuatannya menggunakan batter dan breading. Batter yang
digunakan dalam pembuatan nugget berupa tepung halus dan berwarna
putih, bersih dan tidak mengandung benda–benda asing. Tepung roti
harus segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warnanya
cemerlang, serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda-
benda asing (BSN, 2002).
4. Penggorengan
Penggorengan merupakan proses termal yang umum dilakukan
orang dengan menggunakan minyak atau lemak pangan. Bahan pangan
yang digoreng mempunyai permukaan luar berwarna coklat keemasan.
Warna yang muncul disebabkan karena reaksi pencoklatan (Maillard)
(Ketaren, 1986). Reaksi Maillard terjadi antara protein, asam amino,
dan amin dengan gula aldehida dan keton, yang merupakan penyebab
terjadinya pencoklatan selama pemanasan atau penyimpanan dalam
waktu yang lama pada bahan pangan berprotein.
Penggorengan awal (pre-frying) adalah langkah yang terpenting
dalam proses aplikasi batter dan breading. Tujuan penggorengan awal
adalah untuk menempelkan perekat tepung pada produk sehingga dapat
diproses lebih lanjut dengan pembekuan selanjutnya didistribusikan
kepada konsumen. Penggorengan awal akan memberikan warna pada
produk, membentuk kerak pada produk setelah digoreng, memberikan
penampakan goreng pada produk serta berkontribusi terhadap rasa
produk (Fellow, 2000). Penggorengan awal dilakukan dengan
menggunakan minyak mendidih (180-195°C) sampai setengah matang.
Suhu penggorengan jika terlalu rendah, pelapis produk menjadi kurang
matang. Jika suhu terlalu tinggi, pelapis produk akan berwarna gelap
dan gosong. Waktu untuk penggorengan awal adalah sekitar 30 detik.
Penggorengan awal dilakukan karena penggorengan pada produk akhir
hanya berlangsung sekitar 4 menit, atau tergantung pada ketebalan dan
ukuran produk (Tanoto, 1994). Menurut Jamaludin et al (2008) selama
proses penggorengan terjadi secara simultan perpindahan panas dan
massa.

2.4 Bahan-bahan yang Ditambahkan Pada Pembuatan Nugget


2.4.1 Roti
Roti merupakan bahan tambahan dalam pembuatan nugget
yang berfungsi membentuk adonan padat, tekstur kenyal, dan tidak
pecah saat dilakukan pemotongan. Penambahan roti
dilakukan dengan cara dipotong-potong atau disuir halus kemudian
dicampurkan kedalam adonan. Nilai gizi nugget yang dihasilkan
dapat meningkat karena pada roti terdapat kandungan zat gizi yang
baik seperti karbohidrat, protein, vitamin, dan lemak (Dien, 2012).
Kandungan gizi penyusun roti diperoleh dari bahan-bahan
pembuatannya yang terdiri dari tepung terigu, air, dan ragi yang
dicampurkan dan difermentasi kemudian dipanggang dalam oven
(Yahyono, 1999). Protein pada roti cukup tinggi berasal dari
tepung terigu yaitu sekitar 12-13%. Selain digunakan sebagai
bahan tambahan, makanan berbahan baku terigu ini juga dapat
dikonsumsi langsung bersama selai (Astawan, 2008).
2.4.2 Carboxy Methyl Cellulose (CMC)
CMC (carboxy Methyl Cellulose) adalah bentuk penstabil
yang memiliki sifat biodegradable, berbentuk butiran atau bubuk
yang dapat larut dalam air. Namun dalam larutan organik
kemampuan melarutkannya tidak berfungsi, bersifat transparan,
tidak bereaksi dengan senyawa organik, tidak berbau, tidak
beracun, memiliki pH 2,0 – 10 bersifat stabil (Deviwings, 2008).
Sifat dari CMC sebagai penstabil yang sering dimanfaatkan
dalam bahan makanan yaitu kemampuannya dalam mencegah
proses retrogradasi selama pengolahan dan mampu memperbaiki
tekstur dari produk yang diinginkan. Adapun jenis CMC yang
paling sering dimanfaatkan dalam pengolahan bahan pangan adalah
gum selulosa yang merupakan bentuk murni dari garam carboxy
methyl cellulose (Winarno, 2007).
2.4.3 Susu Skim
Susu skim berguna sebagai bahan pengikat yang mampu
membentuk tekstur produk dalam pengolahan pangan. Penambahan
susu skim mampu meningkatkan mutu nugget dan bersifat sebagai
emulsifier. Kadar lemak yang rendah pada susu skim memiliki
pengaruh yang kecil terhadap produk nugget. Selain itu
penambahan susu skim juga mampu meningkatkan nilai WHC dari
daging dan nilai organoleptik panelis (Widjanarko, dkk., 2011).
2.4.4 Air

Air adalah jenis pelarut yang dapat melarutkan semua


bahan secara merata, seperti protein yang mampu larut dalam air
dan garam yang ada didalamnya. Penambahan air yang
berlebihan dapat mengakibatkan tekstur adonan menjadi cair dan
susah untuk dibentuk. Biasanya air yang ditambahkan kedalam
adonan terdapat dalam jumlah yang relatif lebih sedikit karena
hanya bertindak sebagai pengkalis adonan (Warintek, 2010).

2.4.5 Bumbu-Bumbu
Penambahan bumbu-bumbu dalam pengolahan bahan
pangan hampir sama fungsinya dengan penambahan gula dan
garam, namun dengan adanya bumbu tersebut mampu
meningkatkan aroma yang mempengaruhi penilaian
organoleptik (Tarwotjo, 1998). Bumbu-bumbu yang digunakan
dalam pembuatan nugget antara lain, bawang merah, bawang
putih, dan merica (Alamsyah, 2007).
2.4.6 Bahan Pelapis
Bahan pelapis yang befungsi untuk melapisi bagian
permukaan nugget menjadi lebih menarik terdiri dari dua bahan
yaitu putih telur dan tepung panir atau tepung roti. Putih telur
merupakan 60% dari keseluruhan bagian yang terdapat pada
telur (Syarief dan Irawati, 2008). Berat rata-rata putih telur
adalah 33 gram, yang tersusun dari albumin dan sedikit lemak
(Hadiwiyoto, 1983).
Tepung roti disebut juga sebagai remah roti atau tepung
panir. Pemanfaatan tepung jenis ini biasanya hanya dijadikan
sebagai pelapis permukaan pada produk yang berbahan dasar
daging yang kemudian dibekukan. Pelapisan bagian permukaan
produk dengan tepung panir membuat tampilan lebih bagus dan
mampu meningkatkan daya tarik konsumen (Matz, 1992).

2.5 Tempe
Tempe merupakan makanan tradisional yan telah lama dikenal
di Indonesia. Didalam SNI No. 01-1144-1992 tempe didefinisikan
sebagai produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang
tertentu, berbentuk padatan kompal dan berbau khas serta berwarna
putih atau sedikit keabu-abuan.
Tempe dibuat dengan cara fermentasi atau peragian dengan
menggunakan bantuan kapang golongan Rhizopus. Pembuatan tempe
membutuhkan bahan baku kedelai. Melalui proses fermentasi,
komponen-komponen nutrisi yang kompleks pada kedelai dicerna oleh
kapang dengan reaksi enzimatis dan dihasilkan senyawa-senyawa yang
lebih sederhana (Cahyadi,2007).
Tempe merupakan hasil proses fermentasi yang dengan waktu
36-48 jam. Pada waktu tersebut, tempe siap untuk dipasarkan. Hal ini
ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur
lebih kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama menyebabkan
terjadinya kenaikan jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas,
pertumbuhan jamur juga menurun, dan menyebabkan degradasi protein
lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya, tempe yang dihasilkan
mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi tidak enak,
tetapi dapat digunakan sebagai campuran bumbu pada masakan
(Kasmidjo,1990).
Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan tetapi yang dikenal
sebagai tempe oleh sebagian peminat tempe adalah yang dibuat dari
kedelai. Menurut Kasmidjo (1990), di Indonesia terdapat berbagai
macam tempe yang dibuat dengan bahan selain kedelai, antara lain:
ampas tahu, ampas kacang, biji benguk (koro) dan biji kecipir.

2.6 Kandungan Tempe

Tempe kaya akan serat, kalsium, vitamin B dan zat besi. Berbeda
dengan tahu, tempe terasa agak masam. Tempe banyak dikonsumsi di
Indonesia, tetapi sekarang telah mendunia terutama kaum vegetarian
seluruh dunia banyak yang telah menemukan tempe sebagai pengganti
daging. Dengan ini sekarang tempe diproduksi di banyak tempat di dunia,
tidak hanya di Indonesia (Yudana, 2003).

Tempe berpotensi untuk digunakan melawan radikal bebas,


sehingga menghambat proses penuaan dan mencegah penyakit degeneratif
(aterosklerosis, jantung coroner, diabetes mellitus, kanker dan lain-lain).
Selain itu tempe juga mengandung zat antibakteri penyebab diare,
penurunan kolestrol darah, pencegah penyakit jantung, hipertensi, dan
lain-lain (Yudana, 2003).

Komposisi gizi tempe baik kadar protein, lemak, dan


karbohidratnya tidak banyak berubah dibanding kedelai. Namun, karena
adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, maka
protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna
didalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Oleh karena itu,
tempe sangat baik untuk diberikan kepada segala kelompok umur (dari
bayi hingga lansia), sehingga bisa dibuat sebagai makanan semua umur
(Yudana, 2003) untuk melihat kandungan gizi tempe dapat dilihat pada
Tabel 2.

Kandungan Gizi Jumlah Satuan


Kalori 149 Kalori
Protein 18,3 Gram
Lemak 4 Gram
Karbohidrat 12,7 Gram
Kalsium 129 Miligram
Besi 10 Miligram
Vitamin A 50 SI
Vitamin C 0,17 Miligram

Tabel2. Kandungan Gizi Tempe per 100 Gram

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004)

Tempe mengandung protein yang bagus dan senyawa anti


inflamasi (anti peradangan). Protein yang terkandung didalam tempe
sudah siap untuk diserap tubuh karena dia sudah terlebih dahulu dicerna
oleh kapang yang ada di tempe.
Biasanya protein utuh harus dicerna terlebih dahulu menjadi
partikel-partikel yang lebih kecil agar mudah diserap, tapi pada tempe
protein tersebut sudah dicerna oleh kapang.
Tempe mengandung asam lemak dan serat yang tinggi. Tempe
mengandung lemak tak jenuh majemuk (PUFA), niasin, omega 3 dan 6
yang berperan menurunkan kolesterol jahat. Tempe kaya akan asam lemak
tak jenuh, kandungan ini bermanfaat untuk membersihkan endapan
kolesterol yang dapat menghambat pembuluh darah di jantung sehingga
dapat menurunkan resiko serangan jantung.
BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat
 Baskom
 Loyang
 Pisau
 Panci
 Kompor
 Blender
3.2 Resep Nugget dan Cara Pengolahannya
Resep Standar :
 Dada ayam, giling 250 gram
 Telur, kocok lepas 2 butir
 Bawang putih, haluskan 3 siung
 Tepung Tapioka 2 sdm
 Tepung terigu 1 sdm
 Merica 1/4 sdt
 Gula pasir 1/2 sdt
 Garam 1 sdt
 Minyak goreng secukupnya
Pelapis :
 Telur, kocok lepas 2 butir
 Tepung panir secukupnya

Cara Pengolahan

1. Membersihkan daging ayam lalu memisahkan daging dengan


tulang/urat (debonding)
2. Memasukan Fillet/potonagn daging ayam kedalam blender (food
processor) dan menambahkan es batu 20% dari berat daging
kemudian di giling ±2 menit
3. Haluskan bawang putih, merica, gula pasir dan garam
4. Campurkan daging ayam yang sudah dihaluskan dengan bumbu,
tepung terigu, tepung tapioka aduk hingga rata.
5. Setelah tercampur masukan telur aduk kembali secara merata.
6. Ambil loyang, olesi dengan minyak goreng, masukan adonan lalu
kukus hingga matang, kurang lebih 15 - 20 menit.
7. Setelah matang, keluarkan dari pengukus, tunggu sampai dingin
kemudian keluarkan adonan nugget dari Loyang
8. Potong-potong adonan nugget sesuai selera
9. Celupkan pada kocokan telur kemudian gulingkan dalam tepung
panir lakukan sampai nugget habis. (nugget bisa di simpan di
frezzer atau langsung di goreng).
10.Panaskan minyak, lalu goreng sampai berwarna kuning keemasan,
angkat dan tiriskan.
11.Nugget ayam siap untuk disajikan.

Resep Nugget yang dikembangkan


 Tempe 200 gram
 Telur, kocok lepas 2 butir
 Bawang putih 2 siung
 Tepung tapioka 2 sdm
 Tepung terigu 1 sdm
 Merica bubuk secukupnya, kira-kira 1/2 sdt
 Garam secukupnya kira-kira 1 sdt
 Minyak goreng secukupnya
Pelapis :
 Telur, kocok lepas 2 butir
 Tepung panir secukupnya

Cara Pengolahan
1. Kukus tempe hingga matang lalu haluskan hingga halus.
2. Haluskan bawang putih, merica, garam
3. Campurkan tempe yang sudah dihaluskan dengan bumbu, tepung
terigu, tepung tapioka aduk hingga rata.
4. Setelah tercampur masukan telur aduk kembali secara merata.
5. Ambil loyang, olesi dengan minyak goreng, masukan adonan lalu
kukus hingga matang, kurang lebih 15 - 20 menit.
6. Setelah matang, keluarkan dari pengukus, tunggu sampai dingin
kemudian keluarkan adonan nugget dari Loyang
7. Potong-potong adonan nugget sesuai selera
8. Celupkan pada kocokan telur kemudian gulingkan dalam tepung
panir lakukan sampai nugget habis. (nugget bisa di simpan di
frezzer atau langsung di goreng).
9. Panaskan minyak, lalu goreng sampai berwarna kuning keemasan,
angkat dan tiriskan.
Nugget tempe siap untuk disajikan.

2. Diagram Alir

A. Nugget Ayam

Bersihkan daging ayam dan


pisahkan dari tulangnya
Masukkan potongan daging ayam kedalam
blender dan tambahkan es batu 20% dari
berat daging dan digiling ± 2 menit

Haluskan bawang putih, merica, gula pasir dan garam, campurkan


daging ayam dengan bumbu tepung terigu tepung tapioka aduk
hingga rata.

Setelah tercampur masukkan telur dan aduk secara merata,


ambil loyang olesi dengan minyak goreng masukkan adonan
dan kukus hingga matang (± 15-20 menit).

Setelah matang, keluarkan dan tunggu sampai dingin kemudian


keluarkan dari loyang, potong-potong adonan nugget .

Celupkan pada kocokan telur kemudian gulingkan dalam tepung


panir, Panaskan minyak, lalu goreng sampai berwarna kuning
keemasan

B. Nugget yang dikembangkan


Nugget Ayam

Kukus Tempe

Haluskan tempe yang sudah


dikukus
bisa di simpan di
frezzer atau langsung
di goreng
DAFTAR PUSTAKA

AYU RAHADIYANTI. Artikel penelitian. PENGARUH TEMPE


KEDELAI TERHADAP KADAR GLUKOSA DARAH PADA PREDIABETES.
PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
DIPONEGORO SEMARANG 2011

I Nyoman Suarsana1), Bambang Pontjo Priosoeryanto2),Tutik Wresdiyati3)


dan Maria Bintang4). Sintesis Glikogen Hati dan Otot pada Tikus Diabetes yang
Diberi Ekstrak Tempe. Jurnal Veteriner September 2010 Vol. 11 No. 3 : 190-195.

Nany Suryani1, Pramono2 , Henny Septiana3. Diet dan Olahraga sebagai


Upaya Pengendalian Kadar Gula Darah pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2015. Jurkessia, Vol.
VI, No. 2, Maret 2016

Rachel Meiliawati Yoshari1, Alifah Nur Aini2, Endang Prangdimurti2,


Tutik Wresdiyati3, dan Made Astawan2. Artikel Pengaruh Konsumsi Tempe dari
Kedelai Germinasi dan Non-Germinasi Terhadap Profil Darah Tikus Diabetes.
Program Studi Ilmu Pangan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 13
September 2019.

Rika Meldy Agustina, Noor Diani, Agianto. HUBUNGAN


PENGETAHUAN DAN PERILAKU PASIEN TENTANG
PENATALAKSANAAN DIABETES MELLITUS DI BANJARBARU
KALIMANTAN SELATAN. Agustina. Nusantara Medical Science Journal
(NMSJ) 2019; 4(1): 1-5

Siti Narsito Wulan 1 , Mary Astuti 2 , Y. Marsono 2 , Zuheid Noor 2.


Pengujian Efek Hipoglisemik Kedele, Fraksi Protein Kedele dan Tempe pada
Tikus Diabetes. Efek Hipoglisemik Kedele dan Tempe – Wulan, dkk Jurnal
Teknologi Pertanian 3(2): 94 – 102

Sufiati Bintanah 1 , Hapsari Sulistya Kusuma 2. The Influence of Rice bran


and Flour Tempeh on Blood Sugar Profile in Rats Fed Alloxan. Jurnal Pangan dan
Gizi Vol 01 No. 02 Tahun 2010

Anonim. -. Latar Belakang Tempe. eprints.ums.ac.id › BAB_I

Anda mungkin juga menyukai