1 - Revisi - Laporan Praktikum - Kelompok A1.4 FERS Muter Netfliks
1 - Revisi - Laporan Praktikum - Kelompok A1.4 FERS Muter Netfliks
Dosen Pengampu:
Muti’ah Mustaqimatusy Syahadah, S.Gz, M.Gz
Dr. Etika Ratna Noer, S.Gz, M.Si
Ayu Rahadiyanti, S.Gz, MPH
Kelompok A1.4:
Agapita Ivanne Amadeaputri 22030120110029
Monica Rachmani 22030120120005
Velicia 22030120120006
Erna Febriani 22030120120011
2. Protein V FEK: 5 g
FERS: 11,3 g
3. Lemak V FEK: 10 g
FERS: 18,1 g
4. Karbohidrat V FEK: 49 g
FERS: 110,4 g
C. Klaim Produk4-6
Jika dibandingkan dengan FEK, FERS “Muter Netfliks” memiliki
beberapa keunggulan, seperti mengandung asam lemak omega-3 dan omega-6
karena menggunakan bahan dasar tepung pati kacang hijau (hunkwe) dan
minyak canola. Selain itu, kacang hijau juga diketahui memiliki kandungan
asam amino lisin, leusin, arginin, valin, dan isoleusin; serta senyawa bioaktif
seperti asam fenol dan flavonoid (antioksidan) berupa vitexin dan isovitexin.
Kedua senyawa tersebut diketahui berperan sebagai anti-hiperalgesik,
antikanker, anti-inflamasi, dan efek neuroprotektif. Adapun minyak canola juga
memiliki kandungan lemak jenuh yang rendah (>7%), namun tinggi asam lemak
tidak jenuh tunggal (60%), asam lemak omega-6 sedang (20%), serta tinggi
asam lemak omega-3 (10%), sehingga memiliki sifat lebih stabil daripada
minyak kedelai, minyak jagung, dan minyak bunga matahari.
D. Penelitian Sebelumnya
Pemberian formula enteral diperlukan pada pasien dengan gagal ginjal
kronik. Hal tersebut karena pasien memiliki risiko terhadap undernutrition
akibat keluhan yang dialami, seperti mual, muntah, dan kehilangan selera
makan. Formula enteral untuk pasien GGK dapat dibuat menggunakan beberapa
bahan yang dapat dimodifikasi, seperti minyak dan tepung-tepungan. Seperti
pada penelitian sebelumnya yang memanfaatkan tepung ikan gabus dan
konsentrat protein kecambah kedelai. Penambahan tepung ikan gabus pada
formula enteral tersebut diketahui dapat meningkatkan osmolaritas formula,
namun menurunkan nilai energi dan viskositas formula enteral GGK.
Sebaliknya, proporsi konsentrat protein kecambah kedelai yang semakin rendah
dapat menyebabkan viskositas formula enteral menjadi lebih encer. Adapun
minyak kelapa pada formula tersebut digunakan karena mengandung asam
lemak rantai sedang atau MCT (Medium Chain Triglyserides) dengan dominasi
asam lemak laurat 48,2%, sehingga tidak memerlukan kerja garam empedu dan
lipase pankreas dalam menyerap jenis lemak tersebut dibandingkan dengan LCT
(Long Chain Triglyserides). Peningkatan sistem imun juga dilakukan dengan
menambahkan minyak kedelai dalam formula enteral tersebut karena
mengandung asam lemak linolenat dan linoleat. Namun, proporsi
masing-masing bahan yang digunakan pada formula tersebut masih melebihi
syarat osmolaritas formula enteral yang berkisar antara 350 – 400 mOsm/L.
Dimana osmolaritas yang tinggi dapat mengakibatkan oedema pada pasien yang
dapat berpengaruh terhadap perburukan kondisi penyakit. Hal tersebut diduga
karena penggunaan bahan penyusun yang mudah dicerna, seperti gula pasir
sebagai monosakarida dan tepung mocaf yang mengalami hidrolisa.7
Salah satu jenis tepung-tepungan lain yang umum digunakan dalam
membuat formula enteral adalah tepung labu kuning. Pada penelitian lain,
penggunaan tepung labu kuning memerlukan cara penyimpanan khusus, seperti
disimpan menggunakan plastik dengan lapisan alumunium foil agar tidak
terdapat udara dan sinar matahari yang menembus wadah. Formula enteral pada
penelitian tersebut juga masih memiliki kadar air yang relatif lebih tinggi dari
standar akibat tingginya kandungan sukrosa dan maltodekstrin, yaitu mencapai
50% dari total bahan.8 Oleh karena itu, pemilihan bahan penyusun lain dengan
proporsi yang berbeda dapat menjadi cara dalam menciptakan formula enteral
pasien GGK yang memenuhi syarat. Beberapa bahan yang dapat digunakan
adalah tepung kacang hijau, dan minyak kanola.
E. Tujuan
1. Mengetahui cara pembuatan Modifikasi Formula Enteral Rendah Protein
“MUTER NETFLIKS”.
2. Mendeskripsikan dan menguji organoleptik (aroma, rasa, bentuk,
konsistensi, kematangan, dan penerimaan) dari Modifikasi Formula Enteral
Rendah Protein “MUTER NETFLIKS”.
F. Manfaat
1. Mengetahui terkait cara pembuatan Modifikasi Formula Enteral Rendah
Protein “MUTER NETFLIKS”.
2. Mengetahui hasil pengujian dari organoleptik (aroma, rasa, bentuk,
konsistensi, kematangan, dan penerimaan) Modifikasi Formula Enteral
Rendah Protein “MUTER NETFLIKS”.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Metabolisme
Gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan sebagai adanya kelainan pada
struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan. Hal ini
mencakup (1) GFR <60 mL/menit/1,73 m2, (2) albuminuria (albumin urin 30 mg
per 24 jam atau rasio albumin-kreatinin urin 30 mg/g), (3) kelainan pada
sedimen urin, histologi, atau adanya kerusakan ginjal, (4) gangguan tubulus
ginjal, atau (5) riwayat transplantasi ginjal.1 Pada pasien GGK, penurunan fungsi
ginjal secara progresif terjadi sehingga menyebabkan ginjal tidak dapat
mempertahankan keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit. Menurunnya
fungsi ginjal menyebabkan zat sisa metabolisme yang seharusnya dikeluarkan
melalui urin, tidak dapat seluruhnya dikeluarkan dari tubuh sehingga akan
menumpuk di dalam darah dan semakin memperberat fungsi ginjal.9
5. Maltodekstrin 7 4,7
E. Penjelasan Bahan
1. Tepung Hunkwe 60 g
Tepung hunkwe merupakan bentuk olahan yang berasal dari pati kacang
hijau. Penggunaan tepung hunkwe merupakan salah satu bentuk
pengembangan dalam pembuatan formula enteral rumah sakit (FERS). Hal
tersebut karena tepung hunkwe dapat menjadi sumber karbohidrat dan
protein yang baik. Meskipun merupakan sumber protein, jika dibandingkan
dengan tepung lain seperti tepung terigu dan tepung kacang kedelai,
kandungan protein tepung hunkwe lebih rendah yaitu hanya 4,5 g dengan
kandungan karbohidrat yang lebih tinggi yaitu 83,5 g dalam 100 g berat
tepung.19
Kandungan asam amino lisin, leusin, arginin, valin, dan isoleusin pada
kacang hijau juga dapat meningkatkan nilai gizi pada produk olahan tepung
hunkwe. Adapun kandungan asam amino metionin dan sistein yang
merupakan protein pembatas lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis
kacang lain. Sedangkan kandungan lemak yang lebih rendah dari jenis
kacang lain dapat memperlama masa simpan kacang hijau. Adapun jenis
asam lemak esensial yang terkandung dalam kacang hijau sebagian besar
adalah asam lemak tidak jenuh oleat, linoleat (asam lemak omega-6) dan
linolenat (asam lemak omega-3).4
Selain itu, tepung hunkwe juga menjadi salah satu sumber amilosa yang
baik karena kandungan amilosa pada kacang hijau termasuk sangat tinggi
yaitu dapat mencapai >50% dari berat kering (varietas lokal Indonesia).
Kandungan amilosa tersebut dapat mengalami gelatinisasi dan retrogradasi
selama proses pengolahan. Akibatnya, akan terbentuk pati resisten tipe 3
yang diketahui memiliki sifat sulit untuk dicerna dan bermanfaat baik bagi
kesehatan.20 Serat pangan (dietary fiber) pada kacang hijau juga memiliki
manfaat kesehatan terutama pada penyakit yang berkaitan dengan sistem
pencernaan. berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan bayi
dan anak.4
Kacang hijau juga diketahui memiliki kandungan senyawa bioaktif,
seperti asam fenol dan flavonoid (antioksidan). Senyawa utama pada asam
fenol yang dimiliki kacang hijau adalah vitexin dan isovitexin. Kedua
senyawa tersebut merupakan bentuk senyawa flavonoid yang diketahui
memiliki peran sebagai anti-hiperalgesik, antikanker, anti-inflamasi, dan
efek neuroprotektif.5
2. Susu Fullcream 25 g
Pada pembuatan formula enteral rumah sakit, penggunaan susu fullcream
didasarkan pada kandungan lemak yang cukup tinggi. Diketahui bahwa
dalam 100 g susu fullcream, mengandung protein sebesar 2,6 g. Oleh karena
itu, susu fullcream juga dapat menjadi pilihan sebagai penyumbang energi
yang cukup tinggi. Bentuk bubuk yang digunakan pada susu fullcream juga
didasarkan karena memiliki daya simpan yang lebih lama, sehingga
meminimalkan risiko kontaminasi mikrobiologi. Selain itu, susu juga dapat
meningkatkan rasa pada formula enteral yang dibuat, seperti rasa manis dari
laktosa, asin dari klorida, sitrat, dan beberapa garam mineral lain.21
3. Susu Skim 15 g
Susu skim adalah salah satu produk olahan susu yang telah melalui
proses penghilangan lemak disertai dengan pasteurisasi, sterilisasi, atau
dengan UHT (Ultra High Temperature).22 Berbeda dengan fullcream, susu
skim merupakan penyumbang karbohidrat dan protein yang baik, dengan
energi yang lebih sedikit. Dalam 100 g susu skim memiliki kandungan
karbohidrat dan protein lebih tinggi dari susu fullcream, masing-masing 37,1
g dan 57,1 g. Meskipun memiliki kandungan protein yang tinggi,
penggunaan susu skim dalam formula ini hanya sedikit, yaitu sebanyak 15 g.
4. Maltodekstrin 7 g
Maltodekstrin adalah produk yang berasal dari pati dengan proses
hidrolisis yang tidak sempurna. Maltodekstrin memiliki karakteristik berupa
nilai DE (Dextrose Equivalent) yang tidak lebih dari 20. Beberapa sifat atau
karakteristik lain yang dimiliki maltodekstrin dimanfaatkan dalam bidang
industri seperti untuk memperbaiki tekstur dari produk, mengontrol
kristalisasi dalam proses pembekuan (freezing), sebagai pengganti lemak,
memiliki kemampuan membentuk film, dan sebagai penyumbang nilai gizi
pada produk yang dihasilkan.23 Diketahui bahwa dalam 100 g maltodekstrin,
memiliki kandungan energi 400 kkal yang berasal dari karbohidrat.19
Adapun dalam formula enteral, penggunaan maltodekstrin juga ditujukan
sebagai substitusi gula dan bahan penstabil. Hal tersebut karena
maltodekstrin memiliki tekanan osmotik yang lebih rendah dibandingkan
dengan gula, sehingga osmolalitas produk akan lebih rendah.24 Selain itu,
maltodekstrin juga memiliki daya larut yang tinggi pada air dingin.
Penggunaan bahan penstabil tersebut juga diketahui dapat mempengaruhi
kekentalan produk enteral yang dihasilkan. Meskipun demikian, penggunaan
maltodekstrin pada formula ini hanya sedikit yaitu 7 g mengingat semakin
banyak jumlah maltodekstrin yang ditambahkan, maka formula enteral yang
dihasilkan akan semakin kental.25
5. Gula Halus 30 g
Tujuan utama penggunaan gula halus pada pembuatan formula enteral
adalah untuk menambah rasa manis pada produk yang dihasilkan.
7. Air 500 mL
Air dalam FERS ini digunakan untuk melarutkan semua bahan agar
menjadi homogen.
III. METODE
A. Pembuatan Formula Enteral
1. Alat
a. Timbangan digital
b. Sendok
c. Spatula
d. Mixer
e. Blender
f. Gelas ukur
g. Termometer
h. Wadah
2. Bahan
a. Tepung hunkwee 60 gram
b. Susu bubuk fullcream 25 gram
c. Susu bubuk skim 15 gram
d. Maltodekstrin 7 gram
e. Gula halus 30 gram
f. Minyak canola 11,5 gram
g. Air 500 mL
3. Prosedur
a. Seluruh alat dipersiapkan dan bahan ditimbang terlebih dahulu.
b. Campurkan semua bahan kering (tepung hunkwee, susu bubuk fullcream,
susu bubuk skim, maltodekstrin, gula halus) ke dalam wadah yang telah
disiapkan.
c. Bahan kering diaduk dengan spatula hingga homogen selama 5 menit.
d. Tambahkan minyak canola ke dalam campuran kering sebelumnya,
kemudian aduk dengan spatula selama 2 menit.
e. Aduk seluruh campuran menggunakan mixer selama 8 menit.
f. Blender campuran FERS selama 30 detik untuk memperkecil luas
permukaan.
g. Tambahkan air matang (sebanyak 1000 mL) bersuhu 70°C, kemudian
seduh campuran bahan.
h. Blender larutan FERS dengan blender selama 2 detik, jangan sampai
berbuih.
B. Pengukuran Organoleptik
Uji organoleptik atau uji indera merupakan cara pengujian dengan
menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya
penerimaan terhadap produk. Dalam penilaian bahan pangan, sifat yang
menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawiya. Indra yang
digunakan dalam menilai sifat indrawi adalah indra penglihatan, peraba,
pembau, dan pengecap.
Pengukuran uji organoleptik dilakukan untuk menentukan daya terima
konsumen terhadap karakteristik Modifikasi FERS Rendah Protein “MUTER
NETFLIKS”. Metode pengujian kesukaan dilakukan dengan cara skoring.
Jumlah panelis yang dibutuhkan adalah sebanyak 10 orang. Uji hedonik yang
dilakukan memiliki empat parameter yang menjadi fokus penilaian yaitu warna,
aroma, rasa, dan tekstur.
1. Alat
a. Formulir uji organoleptik 10 lembar
b. Pulpen 10 buah
c. Gelas 10 buah
d. Sendok 10 buah
2. Bahan
Modifikasi FERS Rendah Protein “MUTER NETFLIKS”.
3. Prosedur
a. Persiapkan sampel Modifikasi FERS Rendah Protein “MUTER
NETFLIKS”.
b. Tuangkan formula ke dalam gelas milik panelis.
c. Sajikan formula ke masing-masing panelis.
d. Panelis dipersilahkan untuk melakukan uji organoleptik kemudian
menuliskan hasilnya di formulir yang sudah disediakan.
e. Rekap hasil uji formulir setelah semua formulir dari panelis menilai.
Tabel 3. Lembar Penilaian Uji Organoleptik Modifikasi FERS Rendah Protein
“MUTER NETFLIKS”
IV. HASIL
Tabel 4. Viskositas dengan Uji Alir
9,23
9,46
0,12
0,17
Parameter
Overall
No Appearance Donenes
Flavor Taste Consistency Acceptability
(Color) s
5 Putih tulang Cukup beraroma Kurang Cair dan ada Matang Diterima
kacang hijau dan manis gumpalan
susu
B. Viskositas
Viskositas formula enteral adalah besarnya hambatan atau resistensi
formula enteral rumah sakit terhadap aliran, perlakuan pengadukan, atau
guncangan. Viskositas merupakan hal penting yang perlu diperhatikan pada
pembuatan formula enteral untuk menunjukkan daya dan aliran pada formula
enteral.21 Viskositas pada percobaan ini diketahui melalui 2 cara yaitu uji
Ostwald dan uji alir. Uji viskositas pertama dilakukan dengan viskometer yang
merupakan alat pengukur kekentalan suatu cairan. Viskometer Ostwald adalah
salah satu jenis viskometer yang umum digunakan.26 Kelebihan viskometer ini
adalah memerlukan sampel yang lebih sedikit dibandingkan viskometer lainnya.
Prinsip yang digunakan adalah dengan mengukur waktu yang diperlukan oleh
cairan untuk melewati dua garis yang telah ditentukan pada sebuah tabung
kapiler vertikal. Sementara itu, flow behavior/uji alir/lama waktu alir dari
formula enteral juga dilakukan untuk mengetahui viskositas. Flow behavior
dapat dengan cepat berubah hasilnya karena dipengaruhi beberapa hal seperti
proses pemanasan, pendinginan, homogenisasi, pencampuran, dsb.27
Pada praktikum ini pembuatan formula enteral gagal ginjal kronik
predialisis yang dinamakan Muter Netfliks yang kemudian diseduh dengan air
hangat bersuhu 70°C diperoleh hasil uji viskositas rata-rata 12,7 cP sedangkan
FEK Nephrisol memiliki hasil uji viskositas rata-rata 15,4 cP. Adapun viskositas
FERS Muter Netfliks melalui uji alir didapatkan rata-rata dari hasil uji yaitu 10,8
cP sedangkan FEK Nephrisol memiliki rata-rata dari hasil uji yaitu 9,8 cP.
Viskositas yang direkomendasikan adalah 7-13,5 cP.28 Sehubungan dengan itu,
dapat disimpulkan bahwa viskositas kedua jenis formula enteral dengan dua uji
yang berbeda memiliki nilai yang sesuai dengan viskositas yang
direkomendasikan. Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas pada formula
enteral adalah suhu, konsentrasi larutan, berat molekul solute dan tekanan.21
Pada percobaan ini menggunakan air sekitar suhu 70°C saat uji
viskositas. Semakin tinggi suhu maka viskositas akan semakin rendah. Pada
percobaan kelompok kami, harus dilakukan penambahan air panas kembali
karena suhu formula menjadi turun saat terpapar angin di suhu ruangan hal ini
terjadi karena pada saat formula ada pada suhu yang tepat, alat untuk menguji
viskositas (ostwald) rusak, sehingga harus menunggu kelompok lain yang
memiliki alat yang dapat digunakan untuk uji viskositas menggunakan ostwald.
Sementara itu, pada saat uji alir, suhu FERS sudah mulai turun karena diseduh
lebih awal dibandingkan dengan FEK, selain itu FERS juga baru bisa dilakukan
uji alir setelah selang beberapa jam karena yang pertama dilakukan adalah
ostwald dimana saat uji coba tersebut terdapat kendala teknis yang cukup
memakan waktu.
0,131
0,161
C. Osmolaritas
Osmolaritas adalah konsentrasi zat terlarut total, dinyatakan dalam
satuan mOsm/L. Analisis osmolaritas makanan enteral dilakukan untuk menilai
kemampuan penerimaan fisiologis dari makanan dan untuk menghindari
komplikasi. Makanan enteral yang memiliki osmolaritas tinggi mudah
menyebabkan diare karena cairan tubuh akan ditarik ke dalam lumen usus.
Osmolaritas makanan enteral yang ideal adalah mendekati cairan ekstraseluler
tubuh yaitu antara 300 – 450 mOsm. Nilai osmolaritas pada hasil formulasi
makanan enteral dapat dipengaruhi oleh zat gizi terhidrolisis dalam makanan
yang dapat mempengaruhi beban zat terlarut seperti monosakarida dan
disakarisa, mineral dan elektrolit, protein terhidrolisis, asam amino, serta
medium chain triglyseride (MCT).24
FERS Muter Netfliks memiliki nilai osmolaritas sebesar 351,6 mOsm/L.
Apabila dibandingkan dengan FEK Nephrisol, osmolaritas FERS Muter Netfliks
masih berada di bawah osmolaritas Nephrisol, yaitu 436 mOsm/L. Osmolaritas
yang rendah disebabkan oleh proses pemanasan yang dilakukan pada FERS
Muter Netfliks. Pada tepung hunkwe, kandungan pati terdiri atas amilosa 28,8%
dan amilopektin 71,2%.29 Jumlah fraksi amilosa dan amilopektin tersebut sangat
berpengaruh pada profil gelatinisasi pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih
kecil dengan struktur tidak bercabang. Sementara amilopektin merupakan
molekul berukuran besar dengan struktur bercabang banyak dan membentuk
double helix. Saat pati dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin
merenggang dan terlepas saat ada ikatan hidrogen yang terputus. Jika suhu yang
lebih tinggi diberikan, ikatan hidrogen akan semakin banyak yang terputus,
menyebabkan air terserap masuk ke dalam granula pati. Pada proses ini, molekul
amilosa terlepas ke fase air yang menyelimuti granula sehingga struktur dari
granula pati menjadi lebih terbuka dan lebih banyak air yang masuk ke dalam
granula. Hal ini juga menyebabkan granula membengkak dan volumenya
meningkat. Molekul air kemudian membentuk ikatan hidrogen dengan gugus
hidroksil gula dari molekul amilosa dan amilopektin. Di bagian luar granula,
jumlah air bebas menjadi berkurang, sedangkan jumlah amilosa yang terlepas
meningkat. Molekul amilosa cenderung untuk meninggalkan granula karena
strukturnya lebih pendek dan mudah larut. Mekanisme ini menjelaskan bahwa
semakin banyak kandungan pati berupa amilopektin, maka ketika dipanaskan
akan menjadi semakin kental.30
Pengentalan yang terjadi pada FERS Muter Netfliks, menyebabkan
terjadinya penambahan air secara berlebihan. Penambahan air tersebut
mengakibatkan FERS Muter Netfliks berkonsistensi cair tetapi dengan
gumpalan-gumpalan kecil. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk ini menandakan
adanya zat yang tidak terlarut dalam air. Oleh karena itu, semakin sukar larutan
suatu formula larut dalam air, semakin rendah osmolaritasnya. Meskipun
osmolaritas FERS Muter Netfliks masih di bawah formula standar,
osmolaritasnya masih sesuai dengan syarat osmolaritas formula enteral secara
umum yaitu antara 300 – 450 mOsm, dimana osmolaritas tersebut sama dengan
osmolaritas cairan ekstraseluler.24
D. Uji Organoleptik
1. Appearance (Color)
2. Flavor
Flavor atau aroma dapat didefinisikan sebagai suatu bahan yang dapat
diamati dengan indera pembau. Aroma merupakan bau yang ditimbulkan
oleh rangsangan kimia (senyawa volatil) yang tercium oleh syaraf-syaraf
olfaktori dalam rongga hidung. Agar dapat menghasilkan bau, zat-zat bau
harus dapat sedikit larut dalam air dan sedikit dapat larut dalam lemak.
Aroma sangat menentukan kelezatan makanan dan mempengaruhi
penerimaannya. Di dalam industri pangan, pengujian terhadap aroma
dianggap penting karena dengan cepat dapat memberikan hasil penilaian
terhadap produk tentang diterima atau tidaknya suatu produk.36
Berdasarkan hasil pengamatan uji organoleptik aroma pada FERS
Rendah Protein “Muter Netfliks”, 3 panelis (30%) menyatakan FERS kami
cukup beraroma kacang hijau dan susu, 5 panelis (50%) menyatakan kurang
beraroma kacang hijau dan susu, sementara 2 panelis (20%) menyatakan
tidak beraroma kacang hijau dan susu. Dari pengamatan organoleptik yang
telah dilakukan, aroma yang dihasilkan dari FERS Muter Netfiks adalah
aroma khas tepung hunkwe atau tepung kacang hijau dan susu dimana
berbau seperti minuman susu sereal kacang hijau. Pada umumnya, kacang
hijau memiliki bau langu yang disebabkan oleh keberadaan enzim
lipoksigenase. Akan tetapi, FERS Muter Netfliks menggunakan bahan
berupa kacang hijau yang sudah berbentuk tepung sehingga bau langu
tersebut telah hilang akibat proses pencucian, perendaman, pengukusan dan
penghalusan. Aroma tepung kacang hijau berasal dari senyawa tridecane,
dodecane, formic acid, hexyl ester, benzene, 1 ethenyl-4-methoxy, dan
nephtalene.37 Sementara itu, susu memiliki aroma khas karena adanya
kandungan asam volatil (diacetyl, isovaleradehid, 4-cis-heptenal, aldehid,
keton) dan lemak.38
Aroma khas tepung hunkwe dan susu tidak terlalu dapat dirasakan akibat
penambahan air yang berlebihan pada FERS Muter Netfliks. Penambahan air
ini terjadi karena FERS Muter Netfilks mengental setelah dipanaskan. FERS
dipanaskan karena saat melakukan pengujian viskositas menggunakan
viskometer Ostwald, kami mengira FERS Muter Netfiks terlalu kental
sehingga formula tidak dapat melewati garis reservoir. Namun saat
dilakukan pengecekan kembali, ternyata viskometer Ostwald yang
digunakan mengalami kerusakan dan sebenarnya formula yang kami buat
telah memiliki konsistensi yang sesuai. Oleh sebab itu, penambahan air
secara berlebihan yang dilakukan membuat aroma khas tepung hunkwe dan
susu pada FERS Muter Netfiks tidak terlalu dapat dirasakan, sehingga hal ini
tentunya berpengaruh pada hasil pengujian terhadap aroma.
3. Taste
Taste atau rasa merupakan hasil tanggapan terhadap rangsangan saraf di
indra pengecap atau lidah yang menghasilkan sensasi seperti manis, asin,
asam, dan pahit.1 Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi rasa adalah
senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa lain.2
Pada suatu produk, rasa merupakan salah satu aspek yang paling dominan.
Hal tersebut karena jika rasa pada suatu produk tidak disukai, maka
parameter lain dari produk tersebut dapat ditolak oleh konsumen.39
Berdasarkan hasil pengamatan uji organoleptik rasa pada FERS Rendah
Protein “Muter Netfliks”, terdapat 7 (70%) panelis yang menyatakan kurang
manis, dan 3 (30%) panelis yang menyatakan tawar. Rasa yang tidak
cenderung tidak manis tersebut disebabkan oleh proses pembuatan yang
mengalami kendala, yaitu menambahkan air terlalu banyak. Hal tersebut
dengan tujuan untuk menurunkan viskositas formula yang sebelumnya
mengental akibat proses pengadukan dengan dipanaskan. Penambahan air
yang terlalu banyak pada formula dapat menghilangkan rasa alami dari
bahan-bahan yang digunakan. Diketahui bahwa susu memiliki rasa manis,
sedangkan kacang hijau memiliki rasa yang khas.39 Rasa khas langu tersebut
berasal dari kandungan enzim lipoksigenase pada kacang hijau.41 Selain itu,
penggunaan gula halus juga akan meningkatkan rasa manis pada formula.
Kombinasi kedua bahan tersebut serta beberapa bahan lain diketahui akan
melengkapi rasa sehingga dapat meningkatkan daya terima konsumen.39
4. Consistency
Consistency (konsistensi) didefinisikan sebagai tingkat keseragaman dan
menyatu atau tidaknya bahan padatan terlarut. Produk dengan konsistensi
yang baik akan memiliki kenampakan yang seragam dan homogen.42
Konsistensi berkaitan dengan daya terima karena dapat mempengaruhi cita
rasa makanan. Hal tersebut karena konsistensi mencerminkan struktur yang
dirasakan di dalam mulut, sehingga akan berpengaruh terhadap sensitivitas
terhadap makanan.43 Diketahui bahwa tekstur dan konsistensi dipengaruhi
oleh kadar air yang terkandung pada suatu bahan pangan.44 Selain itu, proses
pemasakan dan lama waktu masak juga dapat berpengaruh terhadap
konsistensi makanan.43
Berdasarkan hasil pengamatan uji organoleptik konsistensi pada FERS
Rendah Protein “Muter Netfliks”, sebagian besar atau sebanyak 5 (50%)
panelis yang menyatakan kurang kental, diikuti dengan 2 (20%) panelis yang
menyatakan cukup kental, 2 (20%) panelis menyatakan kental, serta 1 (10%)
panelis menyatakan cair dan terdapat gumpalan. Konsistensi yang tidak
terlalu kental pada FERS “Muter Netfliks” dipengaruhi oleh tingginya kadar
air yang ditambahkan pada formula. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan
bahwa kadar air pada suatu bahan dapat mempengaruhi konsistensi produk
yang dihasilkan.44 Meskipun demikian, terdapat panelis yang menyatakan
bahwa formula memiliki konsistensi cukup kental bahkan kental. Tingkat
kekentalan tersebut diduga dipengaruhi oleh penggunaan bahan tepung pati
kacang hijau yang diketahui memiliki kemampuan menyerap air atau
swelling power. Kemampuan tersebut disebabkan oleh kandungan gugus
hidroksil yang terdapat pada molekul pati. Akibatnya, pati memiliki sifat
mudah mengikat air atau hidrofilik. Selain itu, penambahan air dengan suhu
>55°C menyebabkan granula pati menyerap air lalu membengkak dan pecah.
Pada percobaan ini, air yang digunakan memiliki suhu 70°C yang termasuk
suhu gelatinisasi, sehingga tingkat pembengkakan pati masih terbatas dan
dapat kembali seperti semua (reversible). Namun, proses pemanasan yang
kembali dilakukan pada FERS “Muter Netliks” menyebabkan tingkat
kekentalan meningkat. Hal tersebut disebabkan karena proses pemanasan
yang berlanjut dapat menyebabkan granula pati mengalami pembengkakan
yang lebih besar hingga pecah. Pecahnya granula pati tersebut tidak dapat
kembali seperti semula atau bersifat ireversible. Kemudian, kandungan
amilosa pada pati akan dibebaskan lalu terbentuk pasta atau jaringan tiga
dimensi dengan tingkat kekentalan tertentu jika mengalami gelatinisasi.
Selain itu, jika konsentrasi pati cukup tinggi, maka akan terbentuk gel, dan
akan membentuk pati retrogradasi ketika mengalami proses pendinginan.20
Sedangkan tingkat konsistensi rendah yang ditandai dengan tekstur cair
disertai gumpalan diduga disebabkan oleh terbentuknya endapan.
5. Doneness
Doneness atau tingkat kematangan merupakan salah satu aspek yang
penting pada bahan makanan. Selain itu, tingkat kematangan juga berkaitan
dengan daya terima karena berhubungan dengan tekstur dan rasa yang
dihasilkan. Diketahui bahwa tingkat kematangan suatu makanan dapat
berpengaruh terhadap sisa makanan pasien, dimana tingkat kematangan yang
rendah menyebabkan peningkatan jumlah sisa makanan. Hal tersebut karena
tingkat kematangan berkaitan dengan rasa yang dihasilkan pada makanan.45
Adapun rasa merupakan aspek yang paling dominan pada suatu makanan.39
Berdasarkan hasil pengamatan uji organoleptik kematangan pada FERS
Rendah Protein “Muter Netfliks”, hampir seluruh panelis, yaitu sebanyak 9
orang (90%) menyatakan matang, sedangkan 1 (10%) panelis menyatakan
cukup matang. Tingkat kematangan yang telah baik tersebut disebabkan oleh
proses penambahan air dengan suhu 70°C ke dalam formula. Selain itu,
penambahan proses pemanasan juga menyebabkan formula menjadi lebih
matang merata. Hasil tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya terima
pasien terhadap FERS “Muter Netfliks”.
6. Overall Acceptability
Overall acceptability atau penerimaan keseluruhan dapat dilihat
berdasarkan beberapa parameter uji organoleptik, seperti warna, aroma, rasa,
tekstur, bahkan tingkat kematangan suatu bahan makanan. Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap penerimaan keseluruhan pada FERS Rendah Protein
“Muter Netfliks”, sebagian besar panelis atau sebanyak 6 (60%) orang
menyatakan formula dapat diterima. Sedangkan 2 (20%) panelis menyatakan
formula cukup diterima, dan 2 (20%) panelis lainnya menyatakan kurang
dapat diterima. Penilaian terhadap penerimaan keseluruhan FERS “Muter
Netfliks” tersebut menunjukkan bahwa formula dapat diterima dengan baik
oleh panelis maupun pasien yang akan datang. Meskipun demikian,
pengembangan formula tetap dapat dilakukan untuk memperbaiki
organoleptik yang masih kurang sesuai dengan penerimaan panelis.
Beberapa parameter yang perlu diperbaiki adalah rasa dan tingkat
kekentalan. Sehingga, diharapkan formula akhir dari FERS “Muter Netfliks”
dapat siap digunakan sebagai makanan enteral pada pasien dengan penyakit
gagal ginjal kronik pre-dialisis.
VI. PENUTUP
A. Kesimpulan
Analisis mutu organoleptik yang dilakukan pada Modifikasi FERS untuk
pasien GGK (pradialiasis) “Muter Netfliks” meliputi penilaian terhadap
warna, aroma, rasa, kekentalan, dan kematangan. Berdasarkan hasil
percobaan didapatkan sebanyak 6 panelis (60%) memilih warna putih untuk
penilaian warna, 8 panelis (80%) mengatakan cukup suka terhadap aroma, 7
panelis (70%) memilih kurang manis terhadap rasa, 5 panelis (50%)
menyatakan kurang kental terhadap tingkat konsistensi kekentalan, dan 9
panelis (90%) menerima tingkat kematangan formula enteral yang dibuat.
Selain itu, didapatkan analisis biaya menurut perhitungan master data untuk
pembuatan modifikasi FERS sebesar Rp42.968. Biaya ini terbilang lebih
murah apabila dibandingkan dengan harga formula enteral komersial
(Nephrisol).
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap nilai viskositas dan
osmolaritas untuk dapat mengetahui sifat fisik serta penentuan kandungan
gizi yang meliputi pengujian terhadap kadar gula pereduksi dan sukrosa,
kadar lemak, kadar protein dan tingkat keasaman (pH), serta ALT bakteri
untuk mengetahui jumlah bakteri total pada formula enteral yang dibuat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chen TK, Knicely DH, Grams ME. Chronic Kidney Disease Diagnosis and
Management. JAMA. 2019;322(13):1294–1304.
2. Harti LB, et al. Webinar Pembuatan Formula Enteral Blenderized yang Mengandung
Immunonutrient. Jurnal Tri Dharma Mandiri. 2021 Nov;1(2):45-51.
3. Harti LB, Kurniasari FN. Perbedaan Kandungan Energi, Zat Gizi Makro, dan
Omega 3 Formula Enteral Blenderized dan Komersial. Indonesian Journal of
Human Nutrition. 2021 Nov;8(2):174-81. doi:
https://doi.org/10.21776/ub.ijhn.2021.008.02.
4. Astawan M. Sehat dengan Hidangan Kacang & Biji-bijian. Penebar Swadaya.
Jakarta: 2009:33-8 p.
5. Yang QQ, et al. Phenolic Profiles, Antioxidant Activities, and Antiproliferative
Activities of Different Mung Bean (Vigna radiata) Varieties from Sri Lanka. Food
Bioscience. 2020;37.
6. Eskin MNA, Iassonova DR, Rempel CB. High-oleic Canola Oil. In: Flider
FJBT-HOO, editor. AOCS Press; 2022.89–108 p.
7. Palupi FD, et al. Pembuatan Formula Enteral Gagal Ginjal Kronik (GGK)
Menggunakan Tepung Mocaf, Tepung Ikan Gabus, dan Konsentrat Protein
Kecambah Kedelai. 2015;1(1):42–57.
8. Fisik AM, et al. Pengembangan Tepung Labu Kuning, Tepung Ikan Gabus, dan
Konsentrat Protein Kecambah Kedelai sebagai Bahan Penyusun Formula Enteral
bagi Penderita Gagal Ginjal Kronik. 2013 Sep;15:82–92.
9. Riani A, et al. Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi
Berdasarkan % LILA Menurut Umur pada Pasien Chronic Kidney Disease on
Hemodialisis di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. Jurnal Labora Medika.
2019;3(1):16.
10. Gliselda V. Diagnosis dan Manajemen Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Jurnal
Medika Hutama. 2021;2(4):1136-37.
11. Ibrahim I, Suryani I, Ismail E. Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Ureum dan
Kreatinin pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Sedang Menjalani Hemodialisa di
Unit Hemodialisa RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Nutrisia.
2017;19(1):5.
12. Loho I, Rambert G, Wowor M. Gambaran Kadar Ureum pada Pasien Penyakit
Ginjal Kronik Stadium 5 Nondialisis. Jurnal e-Biomedik. 2016;4(2):2-4.
13. PERNEFRI. Perhimpunan Nefrologi Indonesia. 2011.
14. Khan MN, et al. Development of Energy Dense Cost-Effective Homemade Enteral
Feed for Nasogastric Feeding. IOSR Journal of Nursing and Health Science.
2015;4(3):34-41.
15. Sousa LR, Ferreira SMR, Schiedferdecker MEM. Physicochemical and Nutritional
Characteristics of Handmade Enteral Diets. Nutricion Hospitalaria.
2014;29(3):568-74.
16. Cano N, et al. ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition: Adult Renal Failure.
Clinical Nutrition. 2006;25:295-310.
17. Mahan LK, Raymond JL. Krause’s Food & the Nutrition Care Process. 14th ed.
Missouri: Elsevier. 2017.
18. Hindley K, et al. Systematic Review of Enteral Feeding by Nasogastric Tube in
Young People with Eating Disorders. Journal of Eating Disorders. 2021;9(1):1-13.
19. Kemenkes RI. TKPI (Tabel Komposisi Pangan Indonesia) 2017. Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. 2018.
20. Triwitono P, et al. Isolasi dan Karakterisasi Sifat Pati Kacang Hijau (Vigna radiata
L.) Beberapa Varietas Lokal Indonesia. Agritech. 2017;37(2):192–8.
21. Lestari S, Rahmawati M. Modifikasi Formula Enteral Rumah Sakit Siap Seduh.
Jurnal Gizi dan Kesehatan. 2019;11(26):97-104.
22. Agustia FC, Rukmini HS, Naufalin R. Formulasi Tiwul Instan Tinggi Protein dari
Tepung Ubi Kayu yang Disubstitusi Tepung Koro Pedang dan Susu Skim. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. 2018;7(1):15-20.
23. Pramadi IA, et al. Proporsi Mocaf dan Tepung Larut dengan Penambahan
Maltodekstrin pada Pengolahan Cookies. Jurnal Agroteknologi. 2020;13(2):137-47.
24. Faidah FH, et al. Formulasi Makanan Enteral Berbasis Tepung Tempe sebagai
Alternatif Makanan Enteral Tinggi Protein. Jurnal Riset Kesehatan Poltekkes
Depkes Bandung. 2019;11(2):67-74.
25. Rauf R, Utami A. Nutrition Value and Viscosity of Polymeric Enteral Nutrition
Products based on Purple Sweet Potato Flour with Variation of Maltodextrin Levels.
Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesian Journal of Nutrition). 2020;8(2):119-25.
26. Putra AS. Desain dan Komputerisasi Viskometer Kapiler (Skripsi). FMIPA:
Universitas Jember. 2013.
27. Wardji, et al. Flow Behavior of Isolate Protein from Soybeans var. Grobogan and
Whey Protein Isolate at Acidic Condition under Various Heating Times. Jurnal
Keteknikan Pertanian. 2018;6(2):171-178.
28. Huda N, Kusharto CM, Aitonam M. Formulasi Makanan Cair Alternatif Berbasis
Tepung Ikan Lele (Clarias gariepinus) sebagai Sumber Protein. Intitut Pertanian
Bogor; 2014.
29. Wulandari P, Sugitha I, Arihantana N. Pengaruh Perbandingan Tepung Beras dengan
Pasta Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.Poir) terhadap Karakteristik Cendol.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan. 2019;8(3):248-49.
30. Imanningsih N. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-tepungan untuk
Pendugaan Sifat Pemasakan. Jurnal Penel Gizi Makan. 2012;35(1):14.
31. Lamusu D. Uji Organoleptik Jalangkote Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L)
sebagai Upaya Diversifikasi Pangan. Jurnal Pengolahan Pangan. 2016;3(1):9-15.
32. Tarwendah IP. Studi Komparasi Atribut Sensoris dan Kesadaran Merek Produk
Pangan. 2017;5(2):66–73.
33. Disa P, Husni A, Sulastri. Physical Quality of Crossbreed Etawa Goat Milk
Lactation I—IV in Sungai Langka Village Gedong Tataan Subdistrict Pesawaran
District. 2017;1(1):21-22.
34. Mulyakin S. Kajian Penambahan Gula Pasir terhadap Sifat Kimia dan Organoleptik
Sirup Kersen. Skripsi. 2020:14.
35. Novitasari R, Anggo A, Agustini T. Combination Effect of Maltodextrin and
Carrageenan Fillers on the Flavor Powder Characteristics of Lemi from Blue
Swimming Crab. Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan. 2021;3(1):22.
36. Tribaditia R. Penentuan Nilai Optimasi dari Karakteristik Organoleptik Aroma dan
Rasa Produk Teh Rambut Jagung dengan Penambahan Jeruk Nipis dan Madu. Jurnal
Agroscience. 2016;6(1):22.
37. Fathonah S, Rosidah, Karsinah. Teknologi Penepungan Kacang Hijau dan
Terapannya pada Biskuit. Jurnal Kompetensi Teknik. 2018;10(1):12-15.
38. Herawati, Widiarso B. Penjaminan Mutu Bahan Pangan Asal Hewan. 1st ed.
Malang. Indonesia: MNC Publishing. 2021.
39. Umela S. Pengaruh Penambahan Susu Sapi Segar Terhadap Kualitas Es Krim
Kacang Hijau. Jtech. 2017;5(1):1–7.
40. Yanti S. Pengaruh Penambahan Tepung Kacang Hijau terhadap Karakteristik Bolu
Kukus Berbahan Dasar Tepung Ubi Kayu (Manihot esculenta). Jurnal TAMBORA.
2019;3(3):1–10.
41. Miyana N, Lubis YM, Noviasari S. Karakteristik Uji Organoleptik, Uji Mineral
Kalsium, dan Angka Kecukupan Gizi Bubur Bayi Berbasis Tepung Pisang Kepok
dan Tepung Kacang Hijau. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian. 2021;6(4):501–10.
42. Leko A, Lawalata VN, Nendissa SJ. Kajian Penambahan Konsentrasi Susu Skim
terhadap Mutu Minuman Yogurt dari Limbah Air Cucian Beras Lokal. Jurnal
Teknologi Pertanian. 2018;7(2):49–55.
43. Anggraeni D, Ronitawati P, Hartati LS. Hubungan Cita Rasa dan Sisa Makanan
Lunak Pasien Kelas III di RSUD Berkah Kabupaten Pandeglang. Nutrire Diaita.
2017;9(1):13.
44. Wibowo N, et al. Karakteristik Hedonik Sambal Pecel Hasil Substitusi Kacang
Tanah (Arachis hypogaea) dengan Kacang Hijau (Vigna Radiata L). Jurnal
Teknologi Pangan. 2018;2(2):191–97.
45. Rabbani F. Hubungan Tingkat Kematangan dengan Sisa Makanan Pokok pada
Pasien Anak di RUMKITAL Dr. Ramelan Surabaya. Amerta Nutrition.
2018;2(4):349.
LAMPIRAN
2. Dokumentasi
3. Tabel Organoleptik
4. Perhitungan
a. Berat Jenis FERS
Diketahui: berat beker = 63,01 g
berat beker + sampel = 109,97 g
volume sampel = 50 ml
Ditanya: ρ sampel?
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑘𝑒𝑟+𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑒𝑘𝑒𝑟
Jawab: ρ sampel = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
109,97−63,01
= 50
= 0,94 g/ml
120,69 −63,01
= 50
= 1,15 g/ml
c. Viskositas FERS 1
ρ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑡 𝐹𝐸𝑅𝑆 𝑥 η 𝑎𝑖𝑟
Rumus = η = ρ 𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑡 𝑎𝑖𝑟
= 0,123 g/ml
d. Viskositas FERS 2
ρ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑡 𝐹𝐸𝑅𝑆 𝑥 η 𝑎𝑖𝑟
Rumus = η = ρ 𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑡 𝑎𝑖𝑟
= 0,131 g/ml
e. Viskositas FEK 1
ρ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑡 𝐹𝐸𝑅𝑆 𝑥 η 𝑎𝑖𝑟
Rumus = η = ρ 𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑡 𝑎𝑖𝑟
1,15 𝑥 51,82 𝑥 0,1
= 1 𝑥 40,51
= 0,147 g/ml
f. Viskositas FEK 2
ρ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 𝑡 𝐹𝐸𝑅𝑆 𝑥 η 𝑎𝑖𝑟
Rumus = η = ρ 𝑎𝑖𝑟 𝑥 𝑡 𝑎𝑖𝑟
= 0,161 g/ml
g. Osmolaritas
Diketahui: viskositas FERS = 0,125 g/ml
viskositas FEK = 0,155 g/ml
osmolaritas FEK = 436 mOsm/L
Ditanya: osmolaritas FERS?
𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝐸𝑅𝑆 𝑥 𝑜𝑠𝑚𝑜𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝐸𝐾
Jawab: osmolaritas FERS = 𝑣𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐹𝐸𝐾
0,125 𝑥 436
= 0,155
= 351,6 mOsm/L