1. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Eksperimen ini bertujuan untuk melakukan sintesis dan karakterisasasi nanoemulsi
kitosan untuk aplikasi coating pada buah stroberi.
1.2 Latar Belakang
Kitosan adalah polimer polisakarida yang tidak toksik, dapat dikonsumsi, dan
biokompatibel yang terbentuk dari deasetilasi kitin (Horison et al., 2019). Kitin adalah polimer
linear homopolimer tidak larut air (1 → 4) β-linked dari N-acetyl-dglucosamin yang berfungsi
sebagai penghalang mekanik dan permeabilitas (De Albuquerque Bento et al., 2020). Industri
pengolahan kitin menghasilkan kitosan, yang telah menjadi perhatian ilmiah dan industri
karena memiliki aktivitas biologis yang beragam dan biokompatibilitasnya (Yuan et al., 2016).
Selain itu, kitosan juga telah terdaftar sebagai produk GRAS (Generally Recognized As Safe)
di AS dan diakui sebagai bahan tambahan makanan di negara lain (Jepang, Italia, Finlandia,
dll.) (Matica et al., 2017) karena memiliki toksisitas yang rendah. Berkat kemampuannya
sebagai pengemulsi, kitosan dapat digunakan sebagai bahan pelapis untuk melindungi senyawa
bioaktif dari oksidasi atau degradasi (Xin et al., 2023).
Nanoemulsi dapat dijadikan pelindung untuk produk segar dan bertindak sebagai
pembawa agen antimikroba, aditif makanan, dan berbagai senyawa aktif fungsional (Horison
et al., 2019). Nanoemulsi merupakan pelapis fungsional yang dapat disintesis dengan cara
mikrofluidisasi, homogenisasi tekanan tinggi, ultra sonikasi, inversi fasa (phase inversion
temperature (PIC) dan phase inversion compoition (PIT)) maupun emulsifikasi spontan
(Chaudhary et al., 2020). Dalam industri makanan, sistem enkapsulasi berbasis kitosan dapat
digunakan untuk melindungi bahan sensitif dari kondisi lingkungan, meningkatkan kelarutan
senyawa lipofilik dalam air, dan menutupi kemungkinan rasa yang tidak diinginkan dari bahan
aktif misalnya minyak atsiri (essential oil) (Rocha et al., 2017 dan Mahato et al., 2019).
Enkapsulasi minyak atsiri biasanya meningkatkan distribusinya dalam makanan sekaligus
1
meminimalkan kemungkinan kualitas organoleptik yang kurang baik pada buah (De
Albuquerque Bento et al., 2020).
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses sintesis nanoemulsi kitosan?
2. Bagaimana karakteristik nanoemulsi kitosan yang telah disintesis?
3. Bagaimana pengaruh variasi banyaknya kitosan dan minyak pada nanoemulsi yang
dihasilkan?
4. Bagaimana pengaruh coating nanoemulsi kitosan terhadap buah stoberi?
2. METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
Alat
1. Gelas kimia 100 mL 10. Ultrasonikator (Ultrasonic Cell
2. Mikropipet dan tip Disrupter UCD-650: 650W)
3. Hot plate 11. Gelas ukur
4. Magnetic stirrer 12. Timbangan
5. Pipet tetes 13. Nampan saring plastik
6. Spatula 14. UV-Vis (Orion Aquamate
7. Aluminium foil 8100)
8. Kuvet 15. SEM
9. Tabung falcon 16. PSA (Delsa Nano)
Bahan
1. Asam Asetat 4. Span 80
2. Air 5. Citral Oil
3. Tween 80 6. Strobri
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Sintesis nanoemulsi kitosan
1. Membuat larutan stok pelarut kitosan 1% asam asetat dengan perhitungan:
1 ml asam asetat
1% 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = ……………………….... (1)
100 ml total larutan (asama setat+air)
2
2. Menimbang bubuk kitosan sebanyak 0.857 gram dan 0.25 gram sebanyak 3 untuk
masing-masingnya sesuai variasi sampel pada Tabel 1.
3. Melarutkan kitosan sesuai dengan variasi sampel yaitu pada suhu ruang, 500 rpm,
selama 20 jam.
4. Membuat formulasi surfaktan dengan cara mencampurkan surfaktan tween 80 dan
span 80 sambil diaduk selama 30 menit pada kecepatan 500 rpm dengan
perhitungan
5. Mencapurkan surfaktan pada fasa minyak sesuai variasi sampel pada Tabel 1.
selama 2 jam pada suhu 40°C dengan perhitungan formulasi berdasarkan HLB
sebagai berikut:
[HLB minyak−HLB surfaktan]
Formulasi surfaktan = × kons. surfaktan yang dibuat .... (2)
(Jumlah selisih HLB kedua surfaktan thdp minyak)
3
1. Menyiapkan stroberi sebanyak 2 buah untuk masing-masing sampel dan 2 buah
sebgaai control.
2. Menimbang masing-masing buah stroberi dan mengamati ciri-ciri awalnya.
3. Stroberi dicelupkan ke nanoemulsi selama 30 detik
4. Stroberi diinkubasi selama 6 hari dan dilakukan pengamatan berat dan visual per
dua hari
2.2.3 Karakterisasi
Pada studi ini, nanoemulsi dianalisis dengan SEM untuk mengetahui
morfologinya. Selanjutnya emulsi juga dikarakterisasi menggunakan UV-Vis untuk
mengetahui apakah nanoemulsi telah terbentuk berdasarkan puncak serapan maksimum
yang ditunjukkan. Visual larutan juga diamati serta ukuran dan indeks polidispersitas
juga dianalisis dengan karakterisasi PSA.
a b
4
GAMBAR 1. Visual larutan kitosan (a) variasi 1 (0.875 gr/50 ml) dan (b) variasi 2 (0.25
gr/25 ml)
Setelah larutan kitosan dihasilkan dan dicampurkan dengan fasa minyak serta
dihomogenisasi, didapatkan larutan nanoemulsi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Hasil
menunjukkan bahwa nanoemulsi variasi 1 yang ditunjukkan pada Gambar 2a menunjukkan
warna putih kekuningan sedangakan variasi 2 yang ditunjukkan pada Gambar 2b menunjukkan
warna putih susu tanpa rona kekuningan. Perbedaan warna yang ditunjukkan ini kemungkinan
disebabkan karena perbedaan konsentrasi larutan kitosan yang direaksikan. Semakin tinggi
konsentrasi larutan kitosan yang direaksikan maka larutan nanoemulsi yang dihasilkan akan
semakin menunjukkan warna kekuningan.
a b
Berdasarkan literatur, nanoemulsi secara visual terlihat transparan atau tembus cahaya
ataupun sedikit kebiran karena memiliki ukuran droplet yang kecil. Warna kebiruan teramati
karena adanya fenomena Rayleigh scattering dimana terjadi saat ukuran droplet lebih kecil
daripada panjang gelombang cahaya yang menyinari (Patel et al., 2018). Namun, berdasarkan
hasil pengamatan visual, nanoemulsi yang disintesis tidak menunjukkan ciri tersebut
melainkan menunjukkan warna putih susu. Hal ini terjadi kemungkinan besar karena pengaruh
formulasi dari nanoemulsi maupun karena efek siklus ultrasonikasi. Studi melaporkan bahwa
nanoemulsi dengan surfaktan tween 80 dan span 80 pada pada tahap ultrasonikasi pertama,
dihasilkan emulsi dengan tampilan cair dan warna keputihan. Selanjutnya penerapan
ultrasonikasi dalam tiga siklus masing-masing 2 menit menghasilkan emulsi transparan dengan
rona kebiruan (De La Cruz et al., 2022).
5
Variasi Larutan Kitosan Tween 80 Span 80 (ml) Sampel Minyak (ml)
(ml)
1 0.625
1 0.875 gr / 50 ml 0.7 1.8 2 1.25
3 2.5
1 0.625
2 0.25 gr / 25 ml 0.35 0.90 2 1.25
3 2.5
Jumlah minyak yang direaksikan juga divariasikan pada studi ini dengan variasi seperti
yang disajikan pada Tabel 1. Minyak yang direaksikan lebih sedikit daripada larutan kitosan
sehingga nanoemulsi yang terbentuk merupakan sistem nanoemulsi minyak dalam air (O/W).
Sistem ini berguna untuk menjebak bioaktif lipofilik untuk aplikasi makanan dimana pada
eksperimen ini adalah minyak atsiri citral oil. Variasi minyak yang ditambahkan pada setiap
sampel tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap warna larutan nanoemulsi yang
dihasilkan. Hal ini karena minyak yang direaksikan sangat sedikit jika dibandingkan dengan
fasa air pada larutan.
6
lipofilik dan mendudukan untuk menstabilkan emulsi W/O (Lv et al., 2014). Tween 80 dan
Span 80 umumnya digunakan sebagai surfaktan yang aman karena tingkat kompatibilitasnya
yang tinggi dengan bahan lain dan toksisitas rendah, Untuk mendapatkan nanoemulsi yang
stabil diperlukan keseimbangan antara sifat hidrofilik dan lipofik. Oleh karena itu campuran
Span 80 dan Tween 80 digunakan. Surfaktan nonionik ini sebagai molekul tidak bermuatan
juga dikenal sebagai produk yang aman dan biokompatibel dan surfaktan ini tidak terpengaruh
oleh perubahan pH campuran (Shahavi et al., 2015).
Secara ringkas, ukuran droplet dari masing-masing sampel tersaji pada Tabel 2. Dapat
diketahui bahwa seluruh sampel memiliki droplet dengan ukuran lebih besar 100 nm. Jaiswal
et al., (2015) menyebutkan bahwa istilah 'nanoemulsi' juga mengacu pada miniemulsi yang
merupakan dispersi minyak/air atau air/minyak halus yang distabilkan oleh film antarmuka
molekul surfaktan yang memiliki kisaran ukuran droplet 20–600 nm. Oleh karena itu, dapat
diketahui bahwa seluruh sampel masih tergolong ke dalam nanoemulsi kecuali pada sampel 2
(0.625) yang memiliki ukuran mikrometer. Berdasarkan hasil tersebut diketahui juga bahwa
formulasi berperan penting terhadap ukuran nanoemulsi yang dihasilkan. Pada variasi 1
diketahui bahwa semakin banyak minyak yang ditambahkan maka ukuran nanoemulsi semakin
besar. Sebaliknya, pada variasi 2, semakin banyak minyak yang ditambahkan, maka ukuran
semakin kecil. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh konsentrasi larutan kitosan sebagai
fasa air. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang terlarut, dengan jumlah emulgator yang sama
pada hal ini yaitu surfaktan, maka akan menghasilkan ukuran droplet yang lebih besar pula.
Hal ini sesuai dengan referensi yang menyebutkan bahwa ukuran droplet tergantung pada
banyak faktor seperti jenis dan konsentrasi pengemulsi, fraksi volume fasa, sifat antarmuka dan
viskositas dan komposisi serta metode emulsifikasi (Giroux et al., 2013).
8
a b
c d
e f
9
GAMBAR 4. Histogram distribusi ukuran droplet pada sampel (a) 1 (0.625), (b) 1 (1.25), (c)
1 (2.5), (d) 2 (0.625), (e) 2 (1.25), (f) 2 (2.5)
a b
10
c d
GAMBAR 5. Hasil SEM dari sampel variasi 1 (0.625) (a) perbesaran 1000x, (b) perbesaran
2000x dan sampel variasi 2 (2.5) (c) perbesaran 1000x, (d) perbesaran 2000x
a b
GAMBAR 6. Referensi SEM dari Jurnal (a) Perbesaran 1000x dan (b) Perbesaran 2000x
(Horison et al., 2019)
Pada SEM variasi 2 yang ditunjukkan Gambar 5(c, d) menunjukkan hasil yang mirip
dengan referensi pada Gambar 6. Gambar ini menunjukkan bahwa nanoemulsi kitosan berhasil
disintesis menggunakan proses emulsifikasi dengan ultrasonikator. Bentuk droplet pada sampel
ini tidak terlalu jelas kemungkinan karena globules minyak berskala nano ditutupi oleh kitosan
yang berkumpul dalam bentuk tetesan tipis dan kasar (Horison et al., 2019). Morfologi
permukaan yang kasar kemungkinan besar akibat dari evaporasi larutan menjadi lapisan tipis.
Evaporasi ini menyebabkan permukaan polimer memiliki tekstur seperti kerutan. Umumnya
droplet yang dihasilkan berbentuk bola seperti yang tampak pada Gambar 5(a, b), diimana
globul minyak yang halus terdapat pada suspensi edible coating.
11
Setelah berhasil disintesis, nanoemulsi diuji sebagai pelapis pada buah stroberi untuk
mengetahui sifatnya dalam aplikasi edible coating. Pengamatan visual dilakukan pada stroberi
mulai dari hari ke-0 setelah dicoating dengan emulsi kitosan sampai hari ke-6, seperti yang
terlihat pada Gambar 7. Stroberi yang berada di tengah digunakan sebagai sampel kontrol yang
tidak dicoating dengan kitosan, sedangkan stroberi yang berada di pinggir digunakan sebagai
sampel yang dicoating dengan emulsi kitosan yang berbeda-beda. Pada awalnya, sampel
stroberi ditimbang sebelum dicoating, namun setelah hari ke-2, sampel menjadi lembek
sehingga tidak dapat dipindahkan dari wadah dan tidak dapat ditimbang ulang.
Pengamatan dilakukan selama enam hari untuk menguji sifat antijamur dari nanoemulsi
kitosan. Perubahan yang paling signifikan terlihat antara sampel kontrol dengan sampel yang
dicoating adalah terjadinya pertumbuhan jamur pada kontrol setelah enam hari inkubasi,
sedangkan pada stroberi yang dicoating tidak ada jamur sama sekali. Seperti yang tampak pada
Gambar 7(d), jamur terlihat sebagai warna putih yang menempel pada stroberi kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa sifat antijamur dari emulsi bekerja dengan baik (Marei et al., 2017). Sifat
antijamur ini didapatkan dari kedua fasa air dan minyak. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa minyak esensial dapat menghambat pertumbuhan jamur karena sifat hidrofobiknya yang
menghambat sintesis ergosterol pada membran plasma jamur. Ergosterol berperan dalam
menjaga kelembaban, keberlanjutan, dan integritas membran serta membantu dalam biogenesis
enzim terikat membran yang berbeda (Maurya et al., 2021).
a b c d
GAMBAR 7. Visual stroberi setelah coating pada (a) hari ke-0, (b) hari ke-2, (c) hari ke-4,
dan (d) hari ke-6
Kitosan memiliki aktivitas antijamur karena memiliki muatan positif yang dapat
berinteraksi dengan fosfolipid bermuatan negatif pada membran sel fungi. Interaksi ini
menyebabkan kerusakan pada membran sel dan memungkinkan kitosan untuk masuk ke dalam
sel. Namun, fungi dengan membran sel yang resisten terhadap kitosan akan membentuk
12
penghalang, sehingga kitosan tetap berada di permukaan luar. Studi menunjukkan bahwa fungi
dengan membran plasma yang sensitif terhadap kitosan memiliki jumlah asam lemak poli tak
jenuh yang lebih banyak dibandingkan dengan fungi yang resisten terhadap kitosan. Hal ini
menunjukkan bahwa permeabilisasi oleh kitosan mungkin bergantung pada kelenturan
membran fungi (Gafri et al., 2019). Selain itu, penelitian juga melaporkan bahwa kitosan yang
memiliki berat molekul rendah dapat masuk ke dalam hifa Fulvia fulva yang diamati dengan
jelas menggunakan mikroskop confocal laser scanning kitosan berlabel fluorescein akibat
interaksi antara gugus amino dan muatan elektronegatif pada permukaan mikroba sehingga
cenderung menyebabkan kebocoran konstituen intraseluler (Horison et al., 2019).
4. KESIMPULAN
Berdasarkan eksperimen dan analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
nanoemulsi kitosan berhasil disintesisi dengan metode ultrasonikasi larutan kitosan sebagai
fasa cair dengan minyak citral oil, dan campuran surfaktan tween 80-span 80. Nanoemulsi
kitosan yang berhasil disintesis memiliki ukuran droplet pada rentang 200-600 nm pada
karakterisasi PSA sehingga tidak menunjukkan visual warna larutan yang transparant
melainkan larutan berwarna putih susu pada seluruh sampel. Nanoemulsi juga berbentuk bulat-
oval dengan sistem O/W berdasarkan karakterisasi SEM. Selanjutnya, variasi minyak tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap perbedaan warna nanoemulsi yang dihasilkan. Namun
diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan kitosan yang direaksikan dengan jumlah
surfaktan yang sama, saat minyak yang ditambahkan semakin banyak maka ukuran droplet
nanoemulsi semakin besar. Sebaliknya, semakin rendah kosentrasi larutan kitosan yang
direaksikan dengan jumlah surfaktan yang sama, saat minyak yang ditambahakan semakin
banyak maka ukuran droplet nanoemulsi semakin kecil. Selain itu, saat diaplikasikan sebagai
pelapis pada buah stroberi, nanoemulsi kitosan dengan minyak atsiri menunjukkan sifat
antijamur setelah 6 hari inkubasi pada buah.
DAFTAR PUSTAKA
Chaudhary, S., Kumar, S., Kumar, V., & Sharma, R. (2020). Chitosan nanoemulsions as
advanced edible coatings for fruits and vegetables: Composition, fabrication and
developments in last decade. International Journal of Biological Macromolecules, 152,
154–170. https://doi.org/10.1016/j.ijbiomac.2020.02.276
13
De Albuquerque Bento, R., Pagán, E., Berdejo, D., De Carvalho, R. J., García-Embid, S.,
Maggi, F., Magnani, M., De Souza, E. L., García-Gonzalo, D., & Pagán, R. (2020).
Chitosan nanoemulsions of cold-pressed orange essential oil to preserve fruit juices.
International Journal of Food Microbiology, 331, 108786.
https://doi.org/10.1016/j.ijfoodmicro.2020.108786
De La Cruz, A. S. L., Barrera-Cortés, J., Lina-Garcia, L., Ramos-Valdivia, A. C., & Santillan,
R. (2022). Nanoemulsified Formulation of Cedrela odorata Essential Oil and Its
Larvicidal Effect against Spodoptera frugiperda (J.E. Smith). Molecules, 27(9), 2975.
https://doi.org/10.3390/molecules27092975
Gafri, H. F. S., Zuki, F. M., Aroua, M. K., & Hashim, N. A. (2019). Mechanism of bacterial
adhesion on ultrafiltration membrane modified by natural antimicrobial polymers
(chitosan) and combination with activated carbon (PAC). Reviews in Chemical
Engineering, 35(3), 421–443. https://doi.org/10.1515/revce-2017-0006
Giroux, H. J., Constantineau, S., Fustier, P., Champagne, C. P., St-Gelais, D., Lacroix, M., &
Britten, M. (2013). Cheese fortification using water-in-oil-in-water double emulsions
as carrier for water soluble nutrients. International Dairy Journal, 29(2), 107–114.
https://doi.org/10.1016/j.idairyj.2012.10.009
Horison, R., Sulaiman, F., Alfredo, D., & Wardana, A. A. (2019). Physical characteristics of
nanoemulsion from chitosan/nutmeg seed oil and evaluation of its coating against
microbial growth on strawberry. Food Research, 821–827.
https://doi.org/10.26656/fr.2017.3(6).159
Jaiswal, M., Dudhe, R., & Sharma, P. (2015). Nanoemulsion: an advanced mode of drug
delivery system. 3 Biotech, 5(2), 123–127. https://doi.org/10.1007/s13205-014-0214-0
Kassem, M. a. E., Ahmed, A., Abdel-Rahman, H. H., & Moustafa, A. (2019). Use of Span 80
and Tween 80 for blending gasoline and alcohol in spark ignition engines. Energy
Reports, 5, 221–230. https://doi.org/10.1016/j.egyr.2019.01.009
Li, H., Xie, T., Liang, Z., Dahal, D., Shen, Y., Sun, X., Yang, Y., Pang, Y., & Liu, T. (2019).
Conformational change due to intramolecular hydrophobic interaction leads to large
blue-shifted emission from single molecular cage solutions. Chemical Communications,
55(3), 330–333. https://doi.org/10.1039/c8cc09038f
Lv, G., Wang, F., Cai, W., & Zhang, X. (2014). Characterization of the addition of lipophilic
Span 80 to the hydrophilic Tween 80-stabilized emulsions. Colloids and Surfaces A:
Physicochemical and Engineering Aspects, 447, 8–13.
https://doi.org/10.1016/j.colsurfa.2014.01.066
14
Mahato, N., Sharma, K., Koteswararao, R., Sinha, M., Baral, E. R., & Cho, M. H. (2019).
Citrus essential oils: Extraction, authentication and application in food preservation.
Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 59(4), 611–625.
https://doi.org/10.1080/10408398.2017.1384716
Marei, G. I. K., Rabea, E. I., & Badawy, M. E. I. (2017). Ultrasonic Emulsification and
Characterizations of Bio-based Nanoemulsion Formulations Containing Citral with
Their Antimicrobial Activity. Egyptian Academic Journal of Biological Sciences, 9(3),
169–182. https://doi.org/10.21608/eajbsf.2017.17038
Maurya, A., Prasad, J., Das, S., & Dwivedy, A. K. (2021). Essential Oils and Their Application
in Food Safety. Frontiers in Sustainable Food Systems, 5.
https://doi.org/10.3389/fsufs.2021.653420
Morin-Crini, N., Sharma, V. K., Torri, G., & Crini, G. (2019). Applications of chitosan in food,
pharmaceuticals, medicine, cosmetics, agriculture, textiles, pulp and paper,
biotechnology, and environmental chemistry. Environmental Chemistry Letters, 17(4),
1667–1692. https://doi.org/10.1007/s10311-019-00904-x
Morris, R. (2022). How Important is Absorbance Linearity? Ocean Insight.
https://www.oceaninsight.com/blog/how-important-is-absorbance-
linearity/#:~:text=So%2C%20when%20we%20describe%20a,detector%20noise%20a
nd%20stray%20light.
Patel, M. R., Patel, R. B., & Thakore, S. D. (2018). Nanoemulsion in drug delivery. Elsevier
eBooks, 667–700. https://doi.org/10.1016/b978-0-12-813741-3.00030-3
Rani, D., Nayak, B., Srivastava S. (2022). Smaller Sized Hepatitis E Virus ORF2 Protein-
Chitosan Nanoemulsion Conjugate Elicits Improved Immune Response. Biointerface
Research in Applied Chemistry, 13(1), 46. https://doi.org/10.33263/briac131.046
Rocha, M. F. G., Silva, A. M. S., & Nunes, C. (2017). Applications of chitosan and their
derivatives in beverages: a critical review. Current Opinion in Food Science, 15, 61–
69. https://doi.org/10.1016/j.cofs.2017.06.008
Sedlaříková, J., Janalíková, M., Rudolf, O., Pavlačková, J., Egner, P., Peer, P., Varaďová, V.,
& Krejčí, J. (2019). Chitosan/Thyme Oil Systems as Affected by Stabilizing Agent:
Physical and Antimicrobial Properties. Coatings, 9(3), 165.
https://doi.org/10.3390/coatings9030165
Shahavi, M. H., Hosseini, M., Jahanshahi, M., Meyer, R. L., & Najafpour, G. D. (2015).
Evaluation of critical parameters for preparation of stable clove oil nanoemulsion.
15
Arabian Journal of Chemistry, 12(8), 3225–3230.
https://doi.org/10.1016/j.arabjc.2015.08.024
Yuan, G., Chen, X., & Yang, B. (2016). Chitosan films and coatings containing essential oils:
The antioxidant and antimicrobial activity, and application in food systems. Food
Research International, 89, 117–128. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2016.10.004
Xin, K., Liang, J., Tian, K., Yu, Q., Tang, D., & Han, L. (2023). Changes in selenium-enriched
chicken sausage containing chitosan nanoemulsion and quality changes in the
nanoemulsion during storage. Lebensmittel-Wissenschaft & Technologie, 173, 114277.
https://doi.org/10.1016/j.lwt.2022.114277
16