Anda di halaman 1dari 16

Sintesis Nanoemulsi Kitosan untuk Aplikasi Coating

pada Buah Stroberi


Anggi Ramadani

Rekayasa Nanoteknologi, Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin


Universitas Airlangga

1. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan
Eksperimen ini bertujuan untuk melakukan sintesis dan karakterisasasi nanoemulsi
kitosan untuk aplikasi coating pada buah stroberi.
1.2 Latar Belakang
Kitosan adalah polimer polisakarida yang tidak toksik, dapat dikonsumsi, dan
biokompatibel yang terbentuk dari deasetilasi kitin (Horison et al., 2019). Kitin adalah polimer
linear homopolimer tidak larut air (1 → 4) β-linked dari N-acetyl-dglucosamin yang berfungsi
sebagai penghalang mekanik dan permeabilitas (De Albuquerque Bento et al., 2020). Industri
pengolahan kitin menghasilkan kitosan, yang telah menjadi perhatian ilmiah dan industri
karena memiliki aktivitas biologis yang beragam dan biokompatibilitasnya (Yuan et al., 2016).
Selain itu, kitosan juga telah terdaftar sebagai produk GRAS (Generally Recognized As Safe)
di AS dan diakui sebagai bahan tambahan makanan di negara lain (Jepang, Italia, Finlandia,
dll.) (Matica et al., 2017) karena memiliki toksisitas yang rendah. Berkat kemampuannya
sebagai pengemulsi, kitosan dapat digunakan sebagai bahan pelapis untuk melindungi senyawa
bioaktif dari oksidasi atau degradasi (Xin et al., 2023).
Nanoemulsi dapat dijadikan pelindung untuk produk segar dan bertindak sebagai
pembawa agen antimikroba, aditif makanan, dan berbagai senyawa aktif fungsional (Horison
et al., 2019). Nanoemulsi merupakan pelapis fungsional yang dapat disintesis dengan cara
mikrofluidisasi, homogenisasi tekanan tinggi, ultra sonikasi, inversi fasa (phase inversion
temperature (PIC) dan phase inversion compoition (PIT)) maupun emulsifikasi spontan
(Chaudhary et al., 2020). Dalam industri makanan, sistem enkapsulasi berbasis kitosan dapat
digunakan untuk melindungi bahan sensitif dari kondisi lingkungan, meningkatkan kelarutan
senyawa lipofilik dalam air, dan menutupi kemungkinan rasa yang tidak diinginkan dari bahan
aktif misalnya minyak atsiri (essential oil) (Rocha et al., 2017 dan Mahato et al., 2019).
Enkapsulasi minyak atsiri biasanya meningkatkan distribusinya dalam makanan sekaligus

1
meminimalkan kemungkinan kualitas organoleptik yang kurang baik pada buah (De
Albuquerque Bento et al., 2020).
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses sintesis nanoemulsi kitosan?
2. Bagaimana karakteristik nanoemulsi kitosan yang telah disintesis?
3. Bagaimana pengaruh variasi banyaknya kitosan dan minyak pada nanoemulsi yang
dihasilkan?
4. Bagaimana pengaruh coating nanoemulsi kitosan terhadap buah stoberi?

2. METODOLOGI
2.1 Alat dan Bahan
Alat
1. Gelas kimia 100 mL 10. Ultrasonikator (Ultrasonic Cell
2. Mikropipet dan tip Disrupter UCD-650: 650W)
3. Hot plate 11. Gelas ukur
4. Magnetic stirrer 12. Timbangan
5. Pipet tetes 13. Nampan saring plastik
6. Spatula 14. UV-Vis (Orion Aquamate
7. Aluminium foil 8100)
8. Kuvet 15. SEM
9. Tabung falcon 16. PSA (Delsa Nano)

Bahan
1. Asam Asetat 4. Span 80
2. Air 5. Citral Oil
3. Tween 80 6. Strobri
2.2 Prosedur Kerja
2.2.1 Sintesis nanoemulsi kitosan
1. Membuat larutan stok pelarut kitosan 1% asam asetat dengan perhitungan:
1 ml asam asetat
1% 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑒𝑡𝑎𝑡 = ……………………….... (1)
100 ml total larutan (asama setat+air)

Oleh karena itu,untuk membuat larutan 1% asam asetat 1 ml asam asetat


dicampurkan dengan 99 ml air.

2
2. Menimbang bubuk kitosan sebanyak 0.857 gram dan 0.25 gram sebanyak 3 untuk
masing-masingnya sesuai variasi sampel pada Tabel 1.
3. Melarutkan kitosan sesuai dengan variasi sampel yaitu pada suhu ruang, 500 rpm,
selama 20 jam.
4. Membuat formulasi surfaktan dengan cara mencampurkan surfaktan tween 80 dan
span 80 sambil diaduk selama 30 menit pada kecepatan 500 rpm dengan
perhitungan
5. Mencapurkan surfaktan pada fasa minyak sesuai variasi sampel pada Tabel 1.
selama 2 jam pada suhu 40°C dengan perhitungan formulasi berdasarkan HLB
sebagai berikut:
[HLB minyak−HLB surfaktan]
Formulasi surfaktan = × kons. surfaktan yang dibuat .... (2)
(Jumlah selisih HLB kedua surfaktan thdp minyak)

HLB Citral oil : 12


HLB Tween 80 : 15
HLB Span 80 : 4.3
Konsentrasi surfaktan yang dibuat : 5%
[12 − 15]
Tween 80 = × 5 = 1.4%
(7.7 + 3)
[12 − 4.3]
Span 80 = × 5 = 3.6%
(7.7 + 3)
Sehingga banyaknya surfaktan yang dicampurkan adalah:
• Variasi kitosan 1
Tween 80 = 1.4% × 50 ml = 0.7 𝑚𝑙
Span 80 = 3.6% × 50 ml = 1.8 𝑚𝑙
• Variasi kitosan 2
Tween 80 = 1.4% × 25 ml = 0.35 𝑚𝑙
Span 80 = 3.6% × 25 ml = 0.90 𝑚𝑙
6. Menambahkan formulasi minyak ke dalam larutan kitosan sambal diaduk pada
kecepatan 400 rpm ada suhu 40°C selama 2 jam diikuti dengan pendinginan pada
suhu ruang
7. Campuran kemudian diultrasonikasi selama 30 menit pada daya alat yang paling
besar selanjutnya larutan emulsi yang dihasilkan disimpan untuk pengujian lebih
lajut
2.2.2 Proses coating

3
1. Menyiapkan stroberi sebanyak 2 buah untuk masing-masing sampel dan 2 buah
sebgaai control.
2. Menimbang masing-masing buah stroberi dan mengamati ciri-ciri awalnya.
3. Stroberi dicelupkan ke nanoemulsi selama 30 detik
4. Stroberi diinkubasi selama 6 hari dan dilakukan pengamatan berat dan visual per
dua hari

2.2.3 Karakterisasi
Pada studi ini, nanoemulsi dianalisis dengan SEM untuk mengetahui
morfologinya. Selanjutnya emulsi juga dikarakterisasi menggunakan UV-Vis untuk
mengetahui apakah nanoemulsi telah terbentuk berdasarkan puncak serapan maksimum
yang ditunjukkan. Visual larutan juga diamati serta ukuran dan indeks polidispersitas
juga dianalisis dengan karakterisasi PSA.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Data Visual Larutan
Gambar 1 menunjukkan visual larutan kitosan yang telah dilarutkan dengan larutan
asam asetat pada variasi yang berbeda. Gambar 1a. yaitu larutan kitosan yang terdiri dari 0.875
gram bubuk kitosan dengan 50 ml larutan asam asetat. Larutan ini menunjukkan warna sedikit
kekuningan dan cukup kental. Selanjutnya, Gambar 1b. merupakan larutan kitosan yang terdiri
dari 0.25 gram bubuk kitosan dengan 25 ml larutan asam asetat. Larutan ini menunjukkan
warna lebih bening dan lebih encer daripada sampel yang ditunjukkan pada Gambar 1a.
Perbedaan warna yang terlihat kemungkinan disebabkan karena perbedaan konsentrasi dari
larutan kitosan yang dibuat. Perbedaan konsentrasi ini termasuk banyaknya bubuk kitosan dan
pelarut yang ditambahkan. Semakin banyak bubuk kitosan yang dilarutkan maka larutan yang
dihasilkan akan semakin menunjukkan warna kekuningan dan kental.

a b

4
GAMBAR 1. Visual larutan kitosan (a) variasi 1 (0.875 gr/50 ml) dan (b) variasi 2 (0.25
gr/25 ml)

Setelah larutan kitosan dihasilkan dan dicampurkan dengan fasa minyak serta
dihomogenisasi, didapatkan larutan nanoemulsi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Hasil
menunjukkan bahwa nanoemulsi variasi 1 yang ditunjukkan pada Gambar 2a menunjukkan
warna putih kekuningan sedangakan variasi 2 yang ditunjukkan pada Gambar 2b menunjukkan
warna putih susu tanpa rona kekuningan. Perbedaan warna yang ditunjukkan ini kemungkinan
disebabkan karena perbedaan konsentrasi larutan kitosan yang direaksikan. Semakin tinggi
konsentrasi larutan kitosan yang direaksikan maka larutan nanoemulsi yang dihasilkan akan
semakin menunjukkan warna kekuningan.

a b

GAMBAR 2. Visual nanoemulsi kitosan (a) variasi 1 dan (b) variasi 2

Berdasarkan literatur, nanoemulsi secara visual terlihat transparan atau tembus cahaya
ataupun sedikit kebiran karena memiliki ukuran droplet yang kecil. Warna kebiruan teramati
karena adanya fenomena Rayleigh scattering dimana terjadi saat ukuran droplet lebih kecil
daripada panjang gelombang cahaya yang menyinari (Patel et al., 2018). Namun, berdasarkan
hasil pengamatan visual, nanoemulsi yang disintesis tidak menunjukkan ciri tersebut
melainkan menunjukkan warna putih susu. Hal ini terjadi kemungkinan besar karena pengaruh
formulasi dari nanoemulsi maupun karena efek siklus ultrasonikasi. Studi melaporkan bahwa
nanoemulsi dengan surfaktan tween 80 dan span 80 pada pada tahap ultrasonikasi pertama,
dihasilkan emulsi dengan tampilan cair dan warna keputihan. Selanjutnya penerapan
ultrasonikasi dalam tiga siklus masing-masing 2 menit menghasilkan emulsi transparan dengan
rona kebiruan (De La Cruz et al., 2022).

TABEL 1. Variasi sampel

5
Variasi Larutan Kitosan Tween 80 Span 80 (ml) Sampel Minyak (ml)
(ml)
1 0.625
1 0.875 gr / 50 ml 0.7 1.8 2 1.25
3 2.5
1 0.625
2 0.25 gr / 25 ml 0.35 0.90 2 1.25
3 2.5

Jumlah minyak yang direaksikan juga divariasikan pada studi ini dengan variasi seperti
yang disajikan pada Tabel 1. Minyak yang direaksikan lebih sedikit daripada larutan kitosan
sehingga nanoemulsi yang terbentuk merupakan sistem nanoemulsi minyak dalam air (O/W).
Sistem ini berguna untuk menjebak bioaktif lipofilik untuk aplikasi makanan dimana pada
eksperimen ini adalah minyak atsiri citral oil. Variasi minyak yang ditambahkan pada setiap
sampel tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap warna larutan nanoemulsi yang
dihasilkan. Hal ini karena minyak yang direaksikan sangat sedikit jika dibandingkan dengan
fasa air pada larutan.

3.2 Hasil Karakterisasi UV-Vis


Kitosan nanoemulsi dikarakterisasi menggunakan UV-Vis untuk mengetahui
keterbentukan nanoemulsi berdasarkan ada tidaknya puncak absorbansi yang dihasilkan.
Grafik UV-Vis dari sampel dapat dilihat seperti Gambar 3. Larutan kitosan kedua variasi
menunjukkan puncak absorbansi maksimum pada panjang gelombang 294 nm. Puncak
absorbansi pada panjang gelombang ini merupakan ciri puncak absorbansi dari larutan kitosan
sebagaimana penelitian yang dilaporkan oleh Rani et al (2018) dimana puncak absorbansi
larutan kitosan adalah pada panjang gelombang 295 nm. Berdasarkan literatur (Rani et al.,
2018), nanoemulsi kitosan akan menghasilkan puncak absorbansi pada panjang gelombang
yang lebih kecil daripada panjang gelombang larutan kitosan. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena adanya perubahan konformasi dan interaksi intermolekul molekul kitosan yang
disebabkan oleh proses preparasi nanoemulsi (Li et al., 2019).

Kemungkinan perubahan konformasi disebabkan karena adanya Tween 80 dan


Span 80 yang digunakan sebagai surfaktan yang berfungsi untuk mempertahankan ukuran
tetesan minyak dalam nanoemulsi dan mencegah penguapan minyak atsiri serta fenomena
hidrolisis dan oksidasi yang menjaga stabilitas kimia dari minyak atsiri. Tween 80 adalah
surfaktan yang bersifat hidrofilik yang berfungsi untuk mendorong pembentukan emulsi tipe
O/W (Kassem et al., 2019). Span 80 adalah surfaktan yang bersifat hidrofobik namun relatif

6
lipofilik dan mendudukan untuk menstabilkan emulsi W/O (Lv et al., 2014). Tween 80 dan
Span 80 umumnya digunakan sebagai surfaktan yang aman karena tingkat kompatibilitasnya
yang tinggi dengan bahan lain dan toksisitas rendah, Untuk mendapatkan nanoemulsi yang
stabil diperlukan keseimbangan antara sifat hidrofilik dan lipofik. Oleh karena itu campuran
Span 80 dan Tween 80 digunakan. Surfaktan nonionik ini sebagai molekul tidak bermuatan
juga dikenal sebagai produk yang aman dan biokompatibel dan surfaktan ini tidak terpengaruh
oleh perubahan pH campuran (Shahavi et al., 2015).

GAMBAR 3. Grafik UV-Vis dari larutan sampel

Seluruh sampel termasuk larutan kitosan diencerkan menggunakan teknik


pengenceran serial sebelum karakterisasi UV-Vis dikarenakan larutan yang kental dan pekat.
Pengenceran dilakukan pada perbandingan 1:1000 pada setiap sampel. Namun, setelah
diencerkan pada perbandingan tersebut, seluruh sampel nanoemulsi masih menunjukkan
absorbansi dengan nilai lebih besar dari 2 pada karakterisasi Uv-Vis. Oleh karena itu, pada
Gambar 3, puncak absorbansi tidak disajikan karena secara teoritis, nilai absorbansi lebih dari
2 tidak menunjukkan kelinearitasan terhadap hukum Lambert-Beer. Saat konsentrasi larutan
ditingkatkan dua kali, maka tinggi dari puncak absorbansi juga akan meningkat dua kali. Tetapi,
saat konsentrasi diatas 2 maka hubungan antara konsentrasi sampel dan puncak absorbansi
rusak. Berdasarkan persamaan hukum ini, saat absorbansi diatas 2 maka cahaya yang
ditransmisikan semakin kecil dan secara logaritma akan kehilangan kelinearitasan terhadap
konsentrasi dengan absorbansi. Kehilangan linearitas ini menyebabkan noise dan stray light
pada hasil deteksi (Morris et al., 2022).

3.3 Hasil Karakterisasi PSA


7
Karakterisasi PSA bertujuan untuk mengetahui keterbentukan dari nanoemulsi
berdasarkan ukuran droplet yang terdeteksi. Selain itu, karakterisasi ini juga bertujuan untuk
mengetahui sifat nanoemulsi berdasarkan indeks polidispersitasnya. Gambar 4 menunjukkan
bahwa pada saat analisis PSA memiliki distribusi ukuran partikel yang berbeda setiap sampel.
Dilihat dari distribusi ukurannya, paling baik adalah saat variasi 2 (2,5) yaitu saat komposisi
kitosan 0,25 gr dengan 25 mL plearut dengan citral oil sebanyak 2,5 mL yang menghasilkan
ukuran di sekitar 200-300 nm. Kemudian, dari gambar tersebut, distribusi ukuran yang kurang
baik terletak pada komposisi 2 (0,625) yaitu pada kitosan 0,25 gr dengan 25 mL pelarut lalu
ditambahkan citral oil sebanyak 2,5 mL.

TABEL 2. Hasil Pengukuran PSA


Terukur 1 (0.625) 1 (1.25) 1 (2.5) 2 (0.625) 2 (1.25) 2 (2.5)
Ukuran (nm) 359.1 392.1 563 1241.6 377.7 245.5
PI 0.170 0.178 0.287 0.498 0.163 0.211

Secara ringkas, ukuran droplet dari masing-masing sampel tersaji pada Tabel 2. Dapat
diketahui bahwa seluruh sampel memiliki droplet dengan ukuran lebih besar 100 nm. Jaiswal
et al., (2015) menyebutkan bahwa istilah 'nanoemulsi' juga mengacu pada miniemulsi yang
merupakan dispersi minyak/air atau air/minyak halus yang distabilkan oleh film antarmuka
molekul surfaktan yang memiliki kisaran ukuran droplet 20–600 nm. Oleh karena itu, dapat
diketahui bahwa seluruh sampel masih tergolong ke dalam nanoemulsi kecuali pada sampel 2
(0.625) yang memiliki ukuran mikrometer. Berdasarkan hasil tersebut diketahui juga bahwa
formulasi berperan penting terhadap ukuran nanoemulsi yang dihasilkan. Pada variasi 1
diketahui bahwa semakin banyak minyak yang ditambahkan maka ukuran nanoemulsi semakin
besar. Sebaliknya, pada variasi 2, semakin banyak minyak yang ditambahkan, maka ukuran
semakin kecil. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh konsentrasi larutan kitosan sebagai
fasa air. Semakin tinggi konsentrasi kitosan yang terlarut, dengan jumlah emulgator yang sama
pada hal ini yaitu surfaktan, maka akan menghasilkan ukuran droplet yang lebih besar pula.
Hal ini sesuai dengan referensi yang menyebutkan bahwa ukuran droplet tergantung pada
banyak faktor seperti jenis dan konsentrasi pengemulsi, fraksi volume fasa, sifat antarmuka dan
viskositas dan komposisi serta metode emulsifikasi (Giroux et al., 2013).

8
a b

c d

e f

9
GAMBAR 4. Histogram distribusi ukuran droplet pada sampel (a) 1 (0.625), (b) 1 (1.25), (c)
1 (2.5), (d) 2 (0.625), (e) 2 (1.25), (f) 2 (2.5)

3.4 Hasil Karakterisasi SEM


Morfologi nanoemulsi dari sampel diamati dengan SEM seperti yang disajikan pada
Gambar 5. Preparasi sampel untuk karakterisasi nanoemulsi yaitu dengan menjadikan
nanoemulsi lapisan tipis. Karakterisasi dengan SEM dilakukan pada sampel yang menunjukkan
ukuran droplet paling kecil pada masing-masing variasi larutan kitosan. Sampel tersebut antara
lain nanoemulsi kitosan variasi 1 (0.625) dan variasi 2 (2.5). Hasil SEM menunjukkan bahwa
nanoemulsi yang terbentuk pada Gambar 5 (a) dan (b) berbentuk oval dengan ukuran yang
cukup beragam dan tampak seperti spons. Kemungkinan droplet yang teramati merupakan
droplet dari minyak pada sistem emulsi O/W. Hal ini sesuai dengan literatur yang melaporkan
bahwa minyak atsiri membentuk droplet minyak pada matriks polimer dimana dalam hal ini
adalah citral oil pada matriks kitosan (Sedlaříková et al., 2019). Droplet dapat terbentuk karena
adanya surfaktan yang ditambahkan sebagai penstabil dari droplet. Selama jumlah pengemulsi
seperti surfaktan dan polimer cukup untuk menutupi droplet yang baru terbentuk, dengan
peningkatan jumlah energi yang digunakan selama proses homogenisasi, ukuran droplet akan
mengecil (Shahavi et al., 2015).

a b

10
c d

GAMBAR 5. Hasil SEM dari sampel variasi 1 (0.625) (a) perbesaran 1000x, (b) perbesaran
2000x dan sampel variasi 2 (2.5) (c) perbesaran 1000x, (d) perbesaran 2000x

a b

GAMBAR 6. Referensi SEM dari Jurnal (a) Perbesaran 1000x dan (b) Perbesaran 2000x
(Horison et al., 2019)

Pada SEM variasi 2 yang ditunjukkan Gambar 5(c, d) menunjukkan hasil yang mirip
dengan referensi pada Gambar 6. Gambar ini menunjukkan bahwa nanoemulsi kitosan berhasil
disintesis menggunakan proses emulsifikasi dengan ultrasonikator. Bentuk droplet pada sampel
ini tidak terlalu jelas kemungkinan karena globules minyak berskala nano ditutupi oleh kitosan
yang berkumpul dalam bentuk tetesan tipis dan kasar (Horison et al., 2019). Morfologi
permukaan yang kasar kemungkinan besar akibat dari evaporasi larutan menjadi lapisan tipis.
Evaporasi ini menyebabkan permukaan polimer memiliki tekstur seperti kerutan. Umumnya
droplet yang dihasilkan berbentuk bola seperti yang tampak pada Gambar 5(a, b), diimana
globul minyak yang halus terdapat pada suspensi edible coating.

3.3 Hasil Coating pada Buah Stroberi

11
Setelah berhasil disintesis, nanoemulsi diuji sebagai pelapis pada buah stroberi untuk
mengetahui sifatnya dalam aplikasi edible coating. Pengamatan visual dilakukan pada stroberi
mulai dari hari ke-0 setelah dicoating dengan emulsi kitosan sampai hari ke-6, seperti yang
terlihat pada Gambar 7. Stroberi yang berada di tengah digunakan sebagai sampel kontrol yang
tidak dicoating dengan kitosan, sedangkan stroberi yang berada di pinggir digunakan sebagai
sampel yang dicoating dengan emulsi kitosan yang berbeda-beda. Pada awalnya, sampel
stroberi ditimbang sebelum dicoating, namun setelah hari ke-2, sampel menjadi lembek
sehingga tidak dapat dipindahkan dari wadah dan tidak dapat ditimbang ulang.
Pengamatan dilakukan selama enam hari untuk menguji sifat antijamur dari nanoemulsi
kitosan. Perubahan yang paling signifikan terlihat antara sampel kontrol dengan sampel yang
dicoating adalah terjadinya pertumbuhan jamur pada kontrol setelah enam hari inkubasi,
sedangkan pada stroberi yang dicoating tidak ada jamur sama sekali. Seperti yang tampak pada
Gambar 7(d), jamur terlihat sebagai warna putih yang menempel pada stroberi kontrol. Hal ini
menunjukkan bahwa sifat antijamur dari emulsi bekerja dengan baik (Marei et al., 2017). Sifat
antijamur ini didapatkan dari kedua fasa air dan minyak. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa minyak esensial dapat menghambat pertumbuhan jamur karena sifat hidrofobiknya yang
menghambat sintesis ergosterol pada membran plasma jamur. Ergosterol berperan dalam
menjaga kelembaban, keberlanjutan, dan integritas membran serta membantu dalam biogenesis
enzim terikat membran yang berbeda (Maurya et al., 2021).

a b c d

GAMBAR 7. Visual stroberi setelah coating pada (a) hari ke-0, (b) hari ke-2, (c) hari ke-4,
dan (d) hari ke-6

Kitosan memiliki aktivitas antijamur karena memiliki muatan positif yang dapat
berinteraksi dengan fosfolipid bermuatan negatif pada membran sel fungi. Interaksi ini
menyebabkan kerusakan pada membran sel dan memungkinkan kitosan untuk masuk ke dalam
sel. Namun, fungi dengan membran sel yang resisten terhadap kitosan akan membentuk

12
penghalang, sehingga kitosan tetap berada di permukaan luar. Studi menunjukkan bahwa fungi
dengan membran plasma yang sensitif terhadap kitosan memiliki jumlah asam lemak poli tak
jenuh yang lebih banyak dibandingkan dengan fungi yang resisten terhadap kitosan. Hal ini
menunjukkan bahwa permeabilisasi oleh kitosan mungkin bergantung pada kelenturan
membran fungi (Gafri et al., 2019). Selain itu, penelitian juga melaporkan bahwa kitosan yang
memiliki berat molekul rendah dapat masuk ke dalam hifa Fulvia fulva yang diamati dengan
jelas menggunakan mikroskop confocal laser scanning kitosan berlabel fluorescein akibat
interaksi antara gugus amino dan muatan elektronegatif pada permukaan mikroba sehingga
cenderung menyebabkan kebocoran konstituen intraseluler (Horison et al., 2019).

4. KESIMPULAN
Berdasarkan eksperimen dan analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
nanoemulsi kitosan berhasil disintesisi dengan metode ultrasonikasi larutan kitosan sebagai
fasa cair dengan minyak citral oil, dan campuran surfaktan tween 80-span 80. Nanoemulsi
kitosan yang berhasil disintesis memiliki ukuran droplet pada rentang 200-600 nm pada
karakterisasi PSA sehingga tidak menunjukkan visual warna larutan yang transparant
melainkan larutan berwarna putih susu pada seluruh sampel. Nanoemulsi juga berbentuk bulat-
oval dengan sistem O/W berdasarkan karakterisasi SEM. Selanjutnya, variasi minyak tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap perbedaan warna nanoemulsi yang dihasilkan. Namun
diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan kitosan yang direaksikan dengan jumlah
surfaktan yang sama, saat minyak yang ditambahkan semakin banyak maka ukuran droplet
nanoemulsi semakin besar. Sebaliknya, semakin rendah kosentrasi larutan kitosan yang
direaksikan dengan jumlah surfaktan yang sama, saat minyak yang ditambahakan semakin
banyak maka ukuran droplet nanoemulsi semakin kecil. Selain itu, saat diaplikasikan sebagai
pelapis pada buah stroberi, nanoemulsi kitosan dengan minyak atsiri menunjukkan sifat
antijamur setelah 6 hari inkubasi pada buah.

DAFTAR PUSTAKA
Chaudhary, S., Kumar, S., Kumar, V., & Sharma, R. (2020). Chitosan nanoemulsions as
advanced edible coatings for fruits and vegetables: Composition, fabrication and
developments in last decade. International Journal of Biological Macromolecules, 152,
154–170. https://doi.org/10.1016/j.ijbiomac.2020.02.276
13
De Albuquerque Bento, R., Pagán, E., Berdejo, D., De Carvalho, R. J., García-Embid, S.,
Maggi, F., Magnani, M., De Souza, E. L., García-Gonzalo, D., & Pagán, R. (2020).
Chitosan nanoemulsions of cold-pressed orange essential oil to preserve fruit juices.
International Journal of Food Microbiology, 331, 108786.
https://doi.org/10.1016/j.ijfoodmicro.2020.108786
De La Cruz, A. S. L., Barrera-Cortés, J., Lina-Garcia, L., Ramos-Valdivia, A. C., & Santillan,
R. (2022). Nanoemulsified Formulation of Cedrela odorata Essential Oil and Its
Larvicidal Effect against Spodoptera frugiperda (J.E. Smith). Molecules, 27(9), 2975.
https://doi.org/10.3390/molecules27092975
Gafri, H. F. S., Zuki, F. M., Aroua, M. K., & Hashim, N. A. (2019). Mechanism of bacterial
adhesion on ultrafiltration membrane modified by natural antimicrobial polymers
(chitosan) and combination with activated carbon (PAC). Reviews in Chemical
Engineering, 35(3), 421–443. https://doi.org/10.1515/revce-2017-0006
Giroux, H. J., Constantineau, S., Fustier, P., Champagne, C. P., St-Gelais, D., Lacroix, M., &
Britten, M. (2013). Cheese fortification using water-in-oil-in-water double emulsions
as carrier for water soluble nutrients. International Dairy Journal, 29(2), 107–114.
https://doi.org/10.1016/j.idairyj.2012.10.009
Horison, R., Sulaiman, F., Alfredo, D., & Wardana, A. A. (2019). Physical characteristics of
nanoemulsion from chitosan/nutmeg seed oil and evaluation of its coating against
microbial growth on strawberry. Food Research, 821–827.
https://doi.org/10.26656/fr.2017.3(6).159
Jaiswal, M., Dudhe, R., & Sharma, P. (2015). Nanoemulsion: an advanced mode of drug
delivery system. 3 Biotech, 5(2), 123–127. https://doi.org/10.1007/s13205-014-0214-0
Kassem, M. a. E., Ahmed, A., Abdel-Rahman, H. H., & Moustafa, A. (2019). Use of Span 80
and Tween 80 for blending gasoline and alcohol in spark ignition engines. Energy
Reports, 5, 221–230. https://doi.org/10.1016/j.egyr.2019.01.009
Li, H., Xie, T., Liang, Z., Dahal, D., Shen, Y., Sun, X., Yang, Y., Pang, Y., & Liu, T. (2019).
Conformational change due to intramolecular hydrophobic interaction leads to large
blue-shifted emission from single molecular cage solutions. Chemical Communications,
55(3), 330–333. https://doi.org/10.1039/c8cc09038f
Lv, G., Wang, F., Cai, W., & Zhang, X. (2014). Characterization of the addition of lipophilic
Span 80 to the hydrophilic Tween 80-stabilized emulsions. Colloids and Surfaces A:
Physicochemical and Engineering Aspects, 447, 8–13.
https://doi.org/10.1016/j.colsurfa.2014.01.066
14
Mahato, N., Sharma, K., Koteswararao, R., Sinha, M., Baral, E. R., & Cho, M. H. (2019).
Citrus essential oils: Extraction, authentication and application in food preservation.
Critical Reviews in Food Science and Nutrition, 59(4), 611–625.
https://doi.org/10.1080/10408398.2017.1384716
Marei, G. I. K., Rabea, E. I., & Badawy, M. E. I. (2017). Ultrasonic Emulsification and
Characterizations of Bio-based Nanoemulsion Formulations Containing Citral with
Their Antimicrobial Activity. Egyptian Academic Journal of Biological Sciences, 9(3),
169–182. https://doi.org/10.21608/eajbsf.2017.17038
Maurya, A., Prasad, J., Das, S., & Dwivedy, A. K. (2021). Essential Oils and Their Application
in Food Safety. Frontiers in Sustainable Food Systems, 5.
https://doi.org/10.3389/fsufs.2021.653420
Morin-Crini, N., Sharma, V. K., Torri, G., & Crini, G. (2019). Applications of chitosan in food,
pharmaceuticals, medicine, cosmetics, agriculture, textiles, pulp and paper,
biotechnology, and environmental chemistry. Environmental Chemistry Letters, 17(4),
1667–1692. https://doi.org/10.1007/s10311-019-00904-x
Morris, R. (2022). How Important is Absorbance Linearity? Ocean Insight.
https://www.oceaninsight.com/blog/how-important-is-absorbance-
linearity/#:~:text=So%2C%20when%20we%20describe%20a,detector%20noise%20a
nd%20stray%20light.
Patel, M. R., Patel, R. B., & Thakore, S. D. (2018). Nanoemulsion in drug delivery. Elsevier
eBooks, 667–700. https://doi.org/10.1016/b978-0-12-813741-3.00030-3
Rani, D., Nayak, B., Srivastava S. (2022). Smaller Sized Hepatitis E Virus ORF2 Protein-
Chitosan Nanoemulsion Conjugate Elicits Improved Immune Response. Biointerface
Research in Applied Chemistry, 13(1), 46. https://doi.org/10.33263/briac131.046
Rocha, M. F. G., Silva, A. M. S., & Nunes, C. (2017). Applications of chitosan and their
derivatives in beverages: a critical review. Current Opinion in Food Science, 15, 61–
69. https://doi.org/10.1016/j.cofs.2017.06.008
Sedlaříková, J., Janalíková, M., Rudolf, O., Pavlačková, J., Egner, P., Peer, P., Varaďová, V.,
& Krejčí, J. (2019). Chitosan/Thyme Oil Systems as Affected by Stabilizing Agent:
Physical and Antimicrobial Properties. Coatings, 9(3), 165.
https://doi.org/10.3390/coatings9030165
Shahavi, M. H., Hosseini, M., Jahanshahi, M., Meyer, R. L., & Najafpour, G. D. (2015).
Evaluation of critical parameters for preparation of stable clove oil nanoemulsion.

15
Arabian Journal of Chemistry, 12(8), 3225–3230.
https://doi.org/10.1016/j.arabjc.2015.08.024
Yuan, G., Chen, X., & Yang, B. (2016). Chitosan films and coatings containing essential oils:
The antioxidant and antimicrobial activity, and application in food systems. Food
Research International, 89, 117–128. https://doi.org/10.1016/j.foodres.2016.10.004
Xin, K., Liang, J., Tian, K., Yu, Q., Tang, D., & Han, L. (2023). Changes in selenium-enriched
chicken sausage containing chitosan nanoemulsion and quality changes in the
nanoemulsion during storage. Lebensmittel-Wissenschaft & Technologie, 173, 114277.
https://doi.org/10.1016/j.lwt.2022.114277

16

Anda mungkin juga menyukai