Anda di halaman 1dari 3

Nama : Ahmad Labib

NIM : 200602110068
Kelas : Biologi A
Mata Kuliah : Studi Al-Qur’an dan Hadits
Dosen : Hj. Anita Sufia, M.A

Al Qur’an merupakan kalamullah berupa wahyu yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad melalui Malaikat Jibril. Al-Quran menjadi pedoman bagi umat manusia untuk
mencapai keselamatan serta kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Hadits menjadi sumber
pedoman kedua setelah Al-Quran yang mempunyai pengertian segala perbuatan (fi’il),
perkataan (qoul) dan ketetapan (taqrir) yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW baik
sebelum beliau diangkat sebagai nabi ataupun setelahnya. Al-Quran dan Hadits keduanya
menjadi sumber pedoman di seluruh aspek kehidupan umat manusia, namun terdapat beberapa
perbedaan yang membedakan antara Al-Quran dan Hadits. Dalam istilah Ilmu Hadits juga
terdapat jenis Hadits Qudsi yang merupakan hadits yang segi maknanya bersumber dari wahyu
Allah SWT, berbeda dengan Al Quran yang dari segi makna dan lafadhnya keduanya
bersumber dari Allah.
Perbedaan antara Al-Quran, Hadits Qudsi, dan Hadits Nabawi terletak di sumber berita
dan proses pemberitaannya. Al Quran merupakan firman Allah, bukan sabda nabi baik dari
segi teks maupun kandungannya yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad
melalui Malaikat Jibril. Selain itu, Al-Quran setiap hurufnya memiliki mukjizat berbeda
dengan hadits yang bukan mukjizat sekalipun Hadits Qudsi. Pengertian Al Quran secara rinci
disampaikan oleh Dr. Subhi Shalih dalam bukunya Mabahits fii Ulum Al-Quran sebagai
berikut:

Artinya: “Kalam Allah yang mengandung mukjizat, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang tertulis pada mushaf-mushaf, diriwayatkan secara mutawatir, dan yang dinilai
ibadah dengan membacanya”.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat diketahui pula perbedaan antara Al-Quran dan Hadits
adalah Al Quran pasti diriwayatkan secara mutawatir, sedangkan Hadits masih bisa
diriwayatkan oleh orang yang berkat bohong, oleh karena itu terdapat Hadits Dhoif yang
periwayatannya tidak dipercaya.
Pengertian Hadits Qudsi dari segi bahasa qudsi yang artinya suci, yakni penisbatan yang
menunjukkan terhadap yang maha suci yaitu Allah SWT. Sedangkan pengertian Hadits Qudsi
menurut istilah apa yang disandarkan kepada Nabi Muhmmad dari perkataan-perkataan beliau
yang bersumber dari Allah SWT. Hal yang membedakan Al Qur’an dan Hadits Qudsi adalah
Al Quran lafadz dan makna kandungannya bersumber dari Allah sedangkan Hadits Qudsi
lafdhnya dari Nabi dan maknanya dari Allah. Selain itu, membaca Al Quran dinilai sebagai
bentuk ibadah sedangkan membaca Hadits Qudsi tidak dianggap sebuah ibadah.
Kemudian perbedaan Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi secara umum adalah Hadits
Nabawi disandarkan kepada nabi dan diceritakan oleh beliau, sedangkan Hadits Qudsi
disandarkan kepada Allah bersumber dari Allah lalu diceritakan oleh nabi dengan bentuk teks
yang bersumber dari beliau. Hadits Nabawi merupakan penjelasan dari wahyu, baik secara
langsung ataupun tidak langsung. Berbeda dengan Hadits Qudsi yang merupakan wahyu
langsung dari Allah meskipun bentuk teks nya dari Nabi.
Al Quran sebagai kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad memiliki dua
model pewahyuan atau penurunan dilihat dari catatan historisnya. Model pewahyuan tersebut
adalah secara sekaligus dan berangsur-angsur. Cara pewahyuan Al Quran secara sekaligus
maksudnya adalah fase penyampaian Al Quran dari Allah ke Baitul Izzah dari lauhul mahfudz,
sedangkan yang dimaksud cara pewahyuan secara berangsur-angsur adalah penurunan Al
Quran kepada Nabi Muhammad secara berangsur-angsur sesuai dengan asbabun nuzul atau
memiliki sebab-sebab setiap ayatnya diturunkan.
Fase pertama yang dimaksud pewahyuan secara sekaligus disebut dengan fase inzal,
pada fase ini Al Quran diturunkan dari lauhul mahfudz ke Baitul Izzah. Fase tersebut adalah
yang dimaksud dalam Surat Al Qadr ayat 1 yang artinya “Sungguh Kami turunkan Alquran
pada Malam Al-Qadr”. Berdasarkan redaksi tersebut fase ini dikonotasikan sebagai
pewahyuan secara sekaligus atau dalam Bahasa Arab disebut dengan istilah jumlah wahidah.
Proses pewahyuan secara inzal ini merupakan lanjutan dari fase eksistensi Al Quran di Lauhul
Mahfudz sesuai dengan redaksi Surat Al Buruj Ayat 21-22, yang berbunyi:

Artinya: “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, yang (tersimpan)
dalam Lauhul Mahfudz” (Q.S Al Buruj, 21-22)

Fase kedua yang dimaksud dengan pewahyuan Al Qur’an secara berangsur angsur
adalah penyampaian ayat ayat Al Qur’an kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril.
Fase ini dikenal dengan istilah tanzil. Kata tanzil dalam Bahasa Arab memiliki makna
diturunkan secara bertahap. Fase tersebut bersumber dari beberapa redaksi yang diceritakan
dalam Al Quran, salah satunya pada Surat Asy Syuara ayat 192, yang berbunyi:

Artinya: “Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta Alam”
Kata tanzil dalam ayat tersebut berkonotasi terhadap proses pewahyuan dan penyampaian Al
Quran secara bertahap atau berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad SAW.

Daftar Referensi
Abdurrahman. 2020. Kajian Historis Al Quran, Al Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al Quran dan
Tafsir, 5(1), 63-74
Drajat, Amroeni. 2017. Ulumul Quran: Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Quran. Depok: Kencana
Firman, Arham Junaidi. 201. Studi Al Quran: Teori dan Aplikasinya dalam Penafsiran Ayat
Pendidikan. Yogyakarta: Diandra Kreatif.
Khon, Abdul Majid. 2012. Ulumul Hadits. Jakarta: Amzah.

Anda mungkin juga menyukai