PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia. Pendidikan selalu
mengalami perubahan, perkembangan dan perbaikan sesuai dengan
perkembangan di segala bidang kehidupan. Perubahan dan perbaikan dalam
bidang pendidikan meliputi berbagai komponen yang terlibat di dalamnya baik itu
pelaksana pendidikan di lapangan (kompetensi guru dan kualitas tenaga pendidik),
mutu pendidikan, perangkat kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan dan
mutu menejemen pendidikan termasuk perubahan dalam metode dan strategi
pembelajaran yang lebih inovatif. Upaya perubahan dan perbaikan tersebut
bertujuan membawa kualitas pendidikan Indonesia lebih baik kedepannya
(Haidar, 2018).
Kondisi Pendidikan di Indonesia dirasa masih kurang hal ini dibuktikan
dengan pencapaian pelajar Indonesia pada aspek literasi seperti dilaporkan oleh
TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) dan PISA
(Program for International Student Assessment) bahwa Indonesia menduduki
posisi ke-4 dari bawah dari beberapa kali laporan sejak tahun 1999. Laporan
terbaru PISA yang didapatkan dari OECD (2016) menyatakan bahwa masih
rendahnya pengetahuan dalam kemampuan menggunakan pengetahuan sains
(IPA) dasar untuk menginterpretasikan data dan menjelaskan kesimpulan ilmiah
yang valid (Juniarso, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik dalam
pembelajaran sains masih belum mampu menggunakan pengetahuan dasar IPA
untuk menganalisis data dan menjabarkan kesimpulan ilmiah yang valid. Cara
dalam mengatasi sejumlah permasalahan dan memperbaiki sistem pendidikan
yang sekaligus untuk menjawab tantangan dan tuntutan zaman dengan
mempersiapkan generasi emasnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan terus berupaya memperbarui, memperbaiki, dan
memajukan pendidikan Indonesia, salah satunya adalah dengan merancang dan
mengembangkan Instrumen penilaian Literasi Sains pada Pembelajaran IPA
(Nugroho, 2019)
Pada standar isi kurikulum merdeka, capaian pembelajaran dan alur tujuan
pembelajaran menjadi bahan utama untuk mengembangkan mata pelajaran. Pada
mata pelajaran IPA SMP menurut kurikulum merdeka, proses pembelajarannya
diajarkan secara terpadu. Pembelajaran IPA terpadu di sekolah akan memberikan
pengalaman yang bermakna bagi peserta didik karena peserta didik akan diajarkan
untuk memahami konsep-konsep IPA yang dipelajari melalui pengalaman
langsung dan menghubungkannya dengan konsep-konsep lain yang sudah
dipahami yang sesuai dengan kebutuhannya, (Puskur, 2007). Oleh karena itu,
1
2
yang lainnya. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Septa, Andhika (2020)
dengan judul penelitian Pengembangan Instrumen penilaian literasi pada
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada materi sistem pernafasan, Hasil
penelitian menunjukkan bahwa instrumen penilaian yang dilakukan sudah efesien
dan efektif dan membawa dampak yang positif. Hal ini juga meningkatkan minat
baca pada siswa terkait pembelajaran IPA. Sehingga berdasarkan penelitian diatas
peneliti mengambil penelitian dengan judul serupa akan tetapi memiliki
keterbaruan yaitu pada metode pembelajaran yang dilakukan yaitu dengan
menggunakan metode pembelajaran kontekstual.
Maka berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan pengembangan
produk penilaian literasi sains siswa, dan dilakukan pengembangan instrumen tes
untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa yang dihadapi oleh pendidik di
SMP, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dan pengembangan
instrumen penilaian yang berjudul “Pengembangan Instrumen Penilaian Literasi
Sains Pada Pembelajaran IPA Menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual Di
SMP”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang
diangkat pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana validitas instrumen penilaian literasi sains pada
pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kontekstual di
SMP N 1 Sarirejo Lamongan ?
2. Bagaimana reliabilitas instrumen penilaian literasi sains pada
pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kontekstual di
SMP N 1 Sarirejo Lamongan ?
3. Bagaimana Bagaimana hasil penilaian literasi sains sesuai kriteria
ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP) dengan menggunakan
instrumen literasi sains pada pembelajaran IPA?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah yang telah dijelaskan sebeumnya,
maka tujuan dari penelitin ini adalah :
1. Mengetahui validitas instrumen penilaian literasi sains pada
pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kontekstual di
SMP N 1 Sarirejo Lamongan
2. Mengetahui reliabilitas instrumen penilaian literasi sains pada
pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kontekstual di
SMP N 1 Sarirejo Lamongan
3. Mengetahui Bagaimana hasil penilaian literasi sains sesuai kriteria
ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP) dengan menggunakan
instrumen literasi sains pada pembelajaran IPA?
4
bencana.
Elemen pemahaman IPA dalam topik bumi dan tata surya
mencakup peserta didik dapat menyebutkan berbagai benda langit
dan mendeskripsikan perbedaannya, serta mengumpulkan informasi
yang mendukung pendapat mengenai benda langit yang berpotensi
menjadi Bumi baru bagi manusia.
g. Menggunakan model pembelajaran kontekstual
h. Di uji cobakan pada kelas VII SMP semester 2
1.6 Definisi Operasional
1.6.1 Penilaian Literasi Sains
Instrumen penilaian literasi sains merupakan instrumen tes berbasis
literasi sains yang digunakan untuk mengukur kemampuan literasi sains
peserta didik. Indikator Instrumen Penilaian Literasi :
a. Mampu menjelaskan fakta-fakta konsep- konsep, prinsip-prinsip dan
hukum- hukum.
b. Mampu Menyajikan hipotesis-hipotesis, teori- teori dan model-model.
c. Mampu Menjawab pertanyaan terkait dengant pengetahuan atau
informasi sains.
1.6.2 Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan kontekstual (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu
guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga
kerja (Trianto, 2017) Indikator Pembelajaran Kontekstual :
a. Modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-
tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh),
b. Questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi),
c. Learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar
kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba,
mengerjakan),
d. Inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,
menemukan),
e. Constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis),
f. Reflection (reviw, rangkuman, tindak lanjut),
g. Authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah
pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa,
penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai
aspek dengan berbagai cara).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan pengetahuan tentang alam
semesta, beserta dengan segala isinya. Adapun pengetahuan merupakan
segala sesuatu yang diketahui oleh manusia. IPA adalah suatu kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara sistematik, yang dalam penggunaannya
secara umum terbatas pada gejala-gejala alam (Winarni, 2009). IPA adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala dengan proses ilmiah
yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai
produk ilmiah yang tersusun atas konsep, pinsip dan teori secara universal
(Trianto, 2010).
Abdullah Aly (2008) menjelaskan bahwa IPA adalah suatu
pengetahuan teoritis yang diperoleh/disusun dengan cara yang
khas/khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan,
penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-
mengkait antara cara yang satu dengan yang lain. IPA pada hakikatnya
terdiri dari empat komponen yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, produk
ilmiah dan aplikasi. Pembelajaran diarahkan pada dunia nyata sebagai
konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan
memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensi dari mata pelajaran (Winarni, 2012).
Buxton & Eugene (2007) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
IPA, “a collected body of facts and knowledge for explaining the natural
world; systematic and orderly way of thingking and problem solving; a
counterpoint to other ways of knowing; such as religion or historical
thingking; or a cultural frame of reference...”. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa IPA merupakan kumpulan fakta dan pengetahuan
untuk menjelaskan alam; sistematis dan cara untuk berfikir serta
memecahkan masalah; mengiringi untuk mencari jalan lain untuk
mengetahui sesuatu. Dari pendapat di atas dapat di simpulkan pengertian
IPA adalah serangkaian proses ilmiah yaitu penyelidikan, penyusunan, dan
pengujian gagasan-gagasan, oleh sebab itu pengajaran IPA di sekolah
tidak hanya mementingkan penguasaan siswa terhadap fakta, konsep dan
teori-teori, tetapi yang lebih penting adalah siswa belajar untuk mengerti
terhadap proses bagaimana produk IPA tersebut ditemukan.
Eveline Siregar dkk (2011) mengungkapkan bahwa pembelajaran
memiliki ciri sebagai berikut : (1) merupakan upaya sadar dan direncana;
(2) pembelajaran harus membuat siswa belajar; (3) tujuan harus ditetapkan
6
7
3. Prinsip-prinsip Penilaian
Dalam melakukan penilaian, ada beberapa prinsip yang menjadi
penongkat keberhasilan dan harus dijadikan pedoman guru ketika melakukan
kegiatan penilaian, yaitu;
1) Valid
Validitas kerap dimaknai dengan kesahihan. Suatu tes dikatakan valid
apabila mengukur apa yang seharusnya diukur. Penilaian harus dilakukan
berdasarkan pada data yang mencerminkan kemampaun yang diukur.
Dengan demikian, untuk memperoleh data yang dapat mencerminkan
kemampuan yang diukur, maka digunakan suatu instrumen yang sahih
yaitu berupa instrumen yang mengukur apa yang seharunya diukur.
2) Reliabilitas
Reliabilitas sering diartikan sebagai tarap kepercayaan dan keajegan.
Suatu tes dikatakan reliable bila tes tersebut digunakan untuk mengukur
secara berulung-ulang memberikan hasil yang tetap atau sama.
3) Adil dan Obyektif
Penilaian perlu mengutamakan rasa keadilan dan obyektifitas siswa,
tidak adanya perbedaan antara jenis kelamin, perbedaan budaya, serta
berbagai hal yang memberikan dedikasi pada pembelajaran. Karena
penilaian yang dilakukan atas ketidakadilan dapat menyebabkan
menurunya motivasi belajara siswa, karena siswa merasa diabaikan dan
dianaktirikan. Sedangkan obyektif memiliki makna bahwa suatu proses
penilaian harus menanggalkan pengaruh-pengaruh atau pertimbangan
subyektif dari penilaian.
4) Kontinyu (terus menerus)
Penilaian yang dilakukan secara kesinambungan oleh guru akan
memberikan gambaran yang lebih jelas tentang keadaan siswa. Penilaian
bukan sekedar dilaksanakan di akhir kegiatan pembelajaran saja, namun
harus dilaksanakan dari awal sampai akhir pembelajaran, dilakukan secara
bertahap, terencana, dan berkalikali. Hal ini bertujuan agar memperoleh
data hasil belajar siswa secara utuh dan koprehensif.
5) Praktibilitas
Tes memiliki taraf praktibilitas yang tinggi jika tes tersebut bersifat
praktis dan mudah pengadministrasianya. Tes yang praktis adalah;
a. Mudah dilaksanakan, misalnya peralatan yang digunakan tidak banyak
serta siswa leluasa memilih mengerjakan soal tes yang dianggap
mudah terlebih dahulu.
b. Mudah memeriksanya, artinya ketersediaan kunci jawaban atau
pedoman skoring pada tes.
c. Kelengkapan petunjuk, artinya tes dilengkapi dengan petunjuk yang
11
tertulis. Arifin (2014) menyatakan bahwa tes tulis memiliki dua bentuk
yaitu bentuk uraian (essay) dan bentuk objektif (objective).
a. Uraian
Tes bentuk uraian terdiri dari dua jenis yaitu uraian terbatas dan
uraian bebas. Dalam menjawab soal uraian terbatas, peserta didik
harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batasnya. Walaupun
jawaban peserta didik beraneka ragam, tetapi harus ada pokok-pokok
penting yang terdapat dalam sistematika jawaban. Penilaian dalam
soal uraian terbatas biasanya pada mata pelajaran sains. Penilaian ini
lebih objektif karena setiap langkah memiliki skor.
b. Objektif
Tes objektif juga disebut tes dikotomi karena jawabannya antara
benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Tes ini disebut objektif
karena penilaiannya objektif. Siapapun yang mengoreksi jawaban tes
objektif hasilnya akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan
pasti. Tes objektif meliputi pilihan ganda, benar-salah dan
menjodohkan, sedangkan tes yang jawabannya berupa isian
berbentuk isian singkat atau uraian. Mardapi (2007) menyatakan
bahwa ada empat macam tes yang digunakan lembaga pendidikan,
yaitu tes penempatan, tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif
a) Tes Penempatan
Tes penempatan dilakukan di awal pelajaran. Hasil tes digunakan
untuk mengetahui tingkat kemampuan yang telah dimiliki peserta
didik. Dalam mempelajari suatu bidang studi dibutuhkan
pengetahuan pendukung. Pengetahuan pendukung tersebut dapat
diketahui dengan menelaah hasil tes penempatan. Contohnya,
sebelum mempelajari materi dinamika partikel, peserta didik
membutuhkan pengetahuan pendukung tentang differensial dan
integral.
b) Tes Diagnostik
Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang
dihadapi peserta didik termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes
tersebut dilakukan jika diperoleh informasi bahwa sebagian besar
peserta didik gagal dalam mengikuti proses pembelajaran. Hasil tes
diagnostik memberika informasi tentang konsep-konsep yang belum
dipahami dan yang telah dipahami.
c) Tes Formatif
Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang
keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Tes ini dilakukan
secara periodik sepanjang semester. Materi tes dipilih berdasarkan
13
Indikator
No Aspek Sub Indikator Literasi Sains
Literasi Sains
Memahami
1 Konten Memahami konsep dengan benar
fenomena
Mengidentifikasi
Mengenali permasalahan yang dapat
permasalahan
diselidiki secara ilmiah
ilmiah
Menjelaskan
2 Proses Mendeskripsikan atau menafsirkan
fenomena secara
fenomena secara ilmiah
ilmiah
Menggunakan Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan
bukti ilmiah alasan dibalik kesimpulan
Menerapkan konsep sains secara
Memecahkan
3 Konteks personal, sosial, dan global seperti ilmu
masalah
lingkungan
(Sumber : Toharudin, dkk, 2011)
Tabel 2. 2 Indikator Literasi sains (PISA, 2016)
16
Kompetensi Indikator
Mengingat dan menerapkan pengetahuan
ilmiah yang sesuai
Mengidentifikasi, menggunakan, serta
Menjelaskan fenomena
menghasilkan model dan representasi yang
secara ilmiah
jelas
Menjelaskan implikasi potensial dari
pengetahuan ilmiah bagi masyarakat
Mengusulkan cara mengeksplorasi secara
ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan
Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara
Merancang dan ilmiah pertanyaan yang diberikan
mengevaluasi penyelidikan Mendeskripsikan dan mengevaluasi
ilmiah berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan
untuk menentukan keabsahan dan
keobjektifan data serta keumuman
penjelasan
Mengubah data dari satu representasi ke
Menafsirkan data dan bukti representasi yang lain
secara ilmiah Menganalisis dan menafsirkan data dan
menarik kesimpulan yang tepat
(Sumber : OECD, 2018)
Dari beberapa indikator literasi sains diatas, dalam penelitian ini
menggunakan indikator literasi sains pada tabel 2.1 yakni indikator literasi
sains menurut Toharudin, dkk, 2011, karena dalam tabel tersebut sudah
mencakup semua aspek dari literasi sains dan juga disertai dengan indikator
dan sub indikator literasi sains yang memudahkan peneliti untuk
menentukan capaian pembelajaran nantinya.
2.1.4 Pembelajaran Kontekstual
1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan
17
langsung
Sumber : Kardi, S. at all (2000 : 8).
4. Kelebihan dan Kekurangan Model CTL (Contextual Teaching and
Learning.
1) Kelebihan Model Pembelajaran Kontekstual
a. Siswa terlibat aktif dalam memecahkan dan memiliki keterangan
berfikir yang lebih tinggi karena siswa dilatih untuk mengunakan
berfikir memecahkan suatu masalah dalam mengunakan data
memahami masalah untuk memecahkan suatu hasil.
b. Pengetahuan tetang materi pembelajaran tertanam berdasarkan skema
yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran CTL akan lebih bermakna.
c. Siswa dapat merasakan dengan masalah yang konteks bagi siswa hal
ini dapat mengakibatkan motivasi kesukaran siswa terhadapbelajar
matematika semakin tinggi.
2) Kekurangan Model Pembelajaran Kontekstual
a. Waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan banyak, karena siswa
ditentukan menemukan sendiri suatu konsis sedangkan guru hanya
berperan sebagai fasilitator, hal ini berakibat pada tahap awal.
b. Materi kadang-kadang tidak tuntas pada materi pembelajaran yang
mengandung prasyarat yang dapat diterapkan ontextual teaching and
learning (CTL).
c. Sulit untuk menambah paradigma guru : guru sebagai pengajar ke guru
sebagai fasilitator.
2.1.5 Materi Bumi dan Tata Surya
PETA KONSEP
20
Gambar 2.1. Peta konsep untuk materi bumi dan tata surya kelas 7 SMP semester 2
Sumber : http//google.com
1. Pengertian Tata Surya
Menurut Widodo et al. (2016), alam semesta atau jagad raya ini sangat
luas tak terhingga untuk ukuran pemahaman manusia. Di sana-sini terdapat
gugusan bintang-bintang yang disebut rasi atau galaksi. Telah banyak galaksi
ditemukan dengan namanya masing-masing. Setiap galaksi mempunyai
jutaan bahkan milyaran bintang dengan planet-planet yang mengitarnya.
Galaksi tempat manusia berdomisili adalah galaksi Bima sakti, yang
bertetangga dengan galaksi Magellan dan galaksi Andromeda. Galaksi Bima
saktipun memiliki milyaran bintang. Salah satu bintang itu adalah Matahari
dengan sembilan planet, asteroid, dan komet, sabuk Kuiper yang membentuk
satu kesatuan disebut Tata Surya.
a. Matahari
Matahari adalah sebuah bola pijar yang sangat besar yang merupakan
pusattata surya. Ukuran Matahari 100 kali lebih besar dari ukuran Bumi
yang memiliki diamater sekitar 1,4 juta km dan memiliki berat sekitar 300
ribu kali dari berat Bumi yang mempunyai suhu sekitar 6000°C dari
permukaan Matahari. Matahari terbentuk dari kumpulan gas hidrogen dan
helium.
b. Planet
Planet merupakan anggota tata surya yang tidak memancarkan cahaya
sendiri, tetapi hanya memantulkan cahaya Matahari. Pada 2006,
International Astonomical Audit (IAU) memperjelas definisi tentang
planet, yaitu: “benda langit yang memiliki orbit mengelilingi Matahari,
memiliki massa dan gravitasi yang cukup sehingga dapat membentuk
struktur bulat, dan memiliki jalur orbit yang bersih (tidak ada benda langit
lain dalam orbitnya)”. Berdasarkan definisi ini pluto sudah tidak termasuk
planet lagi karena orbitnya tidak bersih.
c. Komet
Komet adalah benda langit berukuran kecil yang tersusun atas sejumlah
partikel-partikel kecil bebatuan, kristal, es, dan gas. Karena sering terlihat
dalam bentuk yang berupa cahaya memanjang menyerupai ekor, komet
sering disebut juga bintang berekor.
d. Asteroid
Pada pembahasan planet, tentu kita mengenal istilah asteroid. Asteroid
adalah benda angkasa yang berupa pecahan kecil dan terletak pada garis
edar yang berada di antara planet Mars dan Jupiter. Asteroid terbesar
berdiameter 770 km. Asteroid terbentuk bersamaan dengan pembentukan
planet berdasarkan susunannya. Asteroid diduga berasal dari pecahan
21
planet yang hancur. Asteroid yang pertama kali diteliti diberi nama ceres.
Penelitian ini dilakukan pada 1801 oleh seorang astronom Italia bernama
Guiseppa Piazzi.
e. Meteor dan meteorid
Meteor adalah benda angkasa yang bergerak cepat dengan lintasan yang tak
beraturan. Jika kita pernah mendengar istilah bintang jatuh, itulah meteor
yang dapat terlihat oleh manusia. Peristiwa sebenarnya yang terjadi saat
manusia melihat bintang jatuh adalah pergesekan meteor dengan atmosfer
Bumi. Karena gesekan ini, suhu meteor naik dan terbakar hingga akhirnya
menguap. Saat meteor terbakar dan mengeluarkan pijar, itulah yang dapat
terlihat manusia secara langsung. Pada umumnya, meteor yang memasuki
atmosfer Bumi akan terbakar dan menguap. Namun, ada beberapa meteor
yang berhasil memasuki atmosfer dan sampai ke permukaan Bumi sebelum
habis terbakar. Benda inilah yang disebut meteorid dan merupakan anggota
tata surya.
2. Gaya Gravitasi
Hukum gravitasi universal Sir Isaac Newton menemukan hukum gravitasi
yang menyatakan bahwa dua benda selalu mempunyai gaya tarik-menarik.
Gaya tarik-menarik tersebut berbanding lurus dengan massa benda dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya
Dengan
F : gaya gravitasi antar dua benda
m1 : massa benda 1
m2 : massa benda 2
r : jarak
: sebanding.
3. Bentuk Orbit
22
Hukum Keppler
1) Hukum I Keppler
Hukum I Keppler menjelaskan tentang bagaimana bentuk lintasan orbit
planet-planet. Bunyi dari hukum ini yaitu:
“Lintasan setiap planet ketika mengelilingi Matahari, berbentuk elips, di
mana Matahari terletak pada salah satu fokusnya”.
2) Hukum II Keppler
Hukum kedua Keppler menjelaskan tentang kecepatan orbit suatu planet.
Bunyi dari hukum keduanya yaitu:
“Setiap planet bergerak sedemikian sehingga suatu garis khayal yang
ditarik dari Matahari ke planet tersebut mencakup daerah dengan luas
yang sama dalam waktu yang sama”.
3) Hukum III Keppler
Hukum ini Keppler menjelaskan tentang periode revolusi setiap planet
yang melilingi Matahari. Hukum Keppler III berbunyi:
“Kuadrat perioda suatu planet sebanding dengan pangkat tiga jarak
rata- ratanya dari Matahari”.
Secara matematis Hukum Keppler dapat ditulis sebagai berikut:
Dengan :
T1 : periode planet pertama
T2 : periode planet kedua
r1 : jarak planet pertama dengan Matahari
r2 : jarak planet kedua dengan Matahari.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu pada bagian ini merupakan penelitian yang
mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian
pengembangan instrumen penilaian literasi sains dengan metode kontekstual
untuk melatih keterampilan literasi sains siswa masih belum banyak
dilakukan (Arikunto, 2018). Oleh karena itu keterbaruan dari penelitian ini
yaitu pengembangan instrumen penilaian literasi sains pada pembelajaran
IPA dirancang sesuai konsep Kurikulum Merdeka untuk melatih literasi sains
siswa dan berfokus pada keterampilan literasi sains siswa kelas VII yang
mana belum pernah diteliti sebelumnya.
Adapun penelitian terdahulu yang disajikan oleh peneliti diantaranya
sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Aji Priyatmoko, dkk (2017) tentang
pengembangan instrumen penilaian kemampuan literasi sains fisika peserta
didik SMA kelas 11 untuk mengembangkan instrumen penilaian
23
P
Analisis awal akhir
E
N
Analisis siswa D
E
F
Analisis Tugas Analisis Konsep I
N
Spesifikasi Tujuan Pembelajaran I
S
PPPpembelajaran
Penyusunan Kisi-kisi P
E
penilaian
R
Penyusunan Butir Soal A
N
C
Penyusunan Rubrik Penilaian
A
N
Tahap Pengembangan G
A
P
Validasi ahli Oleh Pakar E
(Dosen) N
G
Uji Reliabilitas
E
M
Uji Coba Lapangan (Terbatas) B
A
P
Penyebaran dan Pengadobsian
E
N
Gambar 3. 1 Desain Penelitian Pengembangan Y
E
B
A
26
27
karakteristik tersebut dimiliki oleh siswa tingkat SMP yaitu berusia 12-13
tahun.
Teori perkembangan kognitif Jean Piaget menyatakan anak dengan
usia 11 - 13 tahun telah memasuki tahap formal operasional. Dalam tahap
tersebut seorang remaja telah memiliki kemampuan kognitif berupa
kapasitas menggunakan hipotesis seperti dalam hal pemecahan masalah
dengan menggunakan respons dan kapastias menggunakan abstrak
seperti mampu mempelajari materi pembelajaran yang abstrak dengan
luas dan mendalam. Pada tahap ini, anak mulai melakukan pemikiran
spekulasi tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka
dan diri orang lain. Konsep operasional formal juga menyatakan bahwa
anak dapat mengembangkan hipotesis deduktif tentang cara untuk
memecahkan problem dan mencapai kesimpulan secara sistematis.
Sehingga terdapat keselarasan antara Instrumen penilaian literasi sains
yang dikembangkan dengan karakteristik yang dimiliki oleh siswa.
Dengan demikian model pembelajaran kontekstual ini dapat diterapkan
pada siswa kelas VII SMP untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran di
kelas maupun di alam.
c. Analisis Konsep
Analisis konsep merupakan satu langkah penting untuk memenuhi
prinsip dalam membangun konsep atas pokok yang terkait dengan aspek
literasi sains yang relevan dalam Instrumen penilaian literasi sains yang
dikembangkan. Instrumen penilaian yang dikembangkan digunakan untuk
melatih keterampilan literasi sains siswa pada materi “Bumi dan Tata
Surya” Identifikasi konsep ini dapat dilihat melalui Capaian Pembelajaran
(CP) pada elemen pemahaman IPA sebagai berikut:
1) Elemen Pemahaman IPA
Elemen pemahaman IPA dalam fase D yaitu: Peserta didik Peserta
didik mampu mengelaborasikan pemahamannya tentang posisi relatif
bumi-bulan-matahari dalam sistem tata surya dan memahami struktur
lapisan bumi untuk menjelaskan fenomena alam yang terjadi dalam
rangka mitigasi bencana.
Elemen pemahaman IPA dalam topik bumi dan tata surya mencakup
peserta didik dapat menyebutkan berbagai benda langit dan
mendeskripsikan perbedaannya, serta mengumpulkan informasi yang
mendukung pendapat mengenai benda langit yang berpotensi menjadi
Bumi baru bagi manusia.
2) Elemen Keterampilan Proses
Elemen keterampilan proses pada topik bumi dan tata surya meliputi:
a. Mengamati
29
Berdasarkan analisis literasi sains yang harus dicapai oleh siswa pada topik sistem
tata surya dipilih model pembelajaran kontekstual berdasarkan pada aspek Konten
yaitu bagaimana siswa memahami fenomena yang terjadi terkait materi yang
diberikan, Aspek Proses yaitu mengidentifikasi dan menjelaskan fenomena dan
dibuktikan dengan teori ilmiah. Aspek konteks yaitu bagaimana cara memecahkan
masalah dari soal yang diberikan.
e. Spesifikasi Tujuan Pembelajaran
Rumusan tujuan pembelajaran bertujuan merangkum hasil analisis konsep
dan analisis tugas untuk menentukan perilaku objek penelitian.
31
luar angkasa
(bias budaya).
Bahasa Kejelasan bahasa soal bagi peserta didik.
Kejelasan uraian distraktor butir soal dari segi
isi.
Pilihan jawaban tidak mengulang
kata/kelompok kata yang sama.
Aspek
Indikator Literasi Sub Indikator Literasi
No Literasi Jumlah Soal
sains sains
sains
1. Konten Memahami Memahami konsep 5
fenomena dengan benar
Mengidentifikasi Mengenali 3
permasalahan permasalahan yang
ilmiah dapat diselidiki secara
ilmiah
Menjelaskan Mendeskripsikan atau 6
fenomena secara menafsirkan fenomena
ilmiah secara ilmiah
2. Proses
Menggunakan Mengidentifikasi 4
38
Aspek
Indikator Literasi Sub Indikator Literasi
No Literasi Jumlah Soal
sains sains
sains
bukti ilmiah asumsi, bukti, dan
alasan dibalik
kesimpulan
3. Konteks Memecahkan Menerapkan konsep 2
masalah sains secara personal,
sosial, dan global
seperti ilmu lingkungan
Dengan:
V : validitas
∑ s : r - lo
lo : angka penilaian validitas terendah
39
Presentase Kriteria
0 - 40% Belum mencapai, remedial
seluruh bagian
41
Keterangan :
Hipotesis nol : presentase kemampuan literasi sains siswa
paling rendah 60% atau lebih besar dan sama
dengan
Hipotesis alternatif : presentase kemampuan literasi sains siswa
lebih kecil dari 60%`
Ho :µ ≥ 60%
Ha : µ < 60%
Dalam uji satu pihak (one tail test) harga terletak pada satu pihak saja, yaitu
terletak dipihak kanan dengan taraf kesalahannya adalah α (Sugiono, 2016).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Pengembangan Penilaian Literasi Sains
Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa instrumen butir soal
penilaian literasi sains pada materi bumi dan tata surya yang dikemas dalam
bentuk rancangan assesmen, didalamnya termuat: 1) rancangan penilaian
literasi sains,2) kisi-kisi soal materi sistem tata surya, 3) naskah butir soal/ tes
43
Berdasarkan kritik dan saran dari yang telah divalidasi oleh para
validator ahli pada tabel 4.3 peneliti telah memperbaiki kesalahan dan
kekurangan produk. Dengan demikian produk yang telah diperbaiki dapat
diuji cobakan pada peserta didik. Uji terbatas dilakukan kepada siswa
dalam kelompok kecil kelas VII yang dimulai pada tanggal 10 – 22 Mei
2023 di SMP Negeri 1 Sarirejo Lamongan.
b. Validitas Empiris
Setelah melakukan beberapa kali pertemuan dan melakukan
45
Validitas butir soal dikatakan valid yaitu jika skor butir soal memiliki
korelasi yang relevan dengan skor total. Berdasarkan hasil perhitungan
validitas item di atas dengan n=45 maka rtabel nya adalah 0,287. Jika
korelasi pearson < rhitung maka butir soal tersebut dinyatakan valid.
46
Sebaliknya jika korelasi pearson > rhitung maka butir soal dinyatakan
tidak valid. Perolehan data dari analisis validitas butir soal pada uji coba
terbatas didapat dengan nilai uji validitas butir soal di atas dapat
disimpulkan, terdapat 16 butir soal dengan keterangan “valid”. Sedangkan
4 butir soal lainnya dengan keterangan “tidak valid”, yaitu pada soal
nomor 9, 15, 18, dan 19.
Berdasarkan tabel 4.3 diatas hasil analisis butir soal pada materi
sistem tata surya terdapat 16 butir soal dinyatakan valid dan 4 butir soal
dinyatakan tidak valid. Soal yang valid berarti butir soal tersebut sesuai
dengan fungsinya yaitu mengukur yang seharusnya diukur. Butir soal yang
tidak valid, dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan teori yang
dinyatakan oleh Grounlund yang menyimpulkan bahwa ada tiga faktor
yang mempengaruhi validitas hasil tes yaitu faktor instrument yang
dipakai untuk tes, faktor penskoran, serta faktor dari jawaban peserta didik
(Arifin, 2017).
4.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen tes
yang digunakan telah memenuhi syarat dan layak digunakan sebagai
pengumpul data. Instrumen tes dikatakan reliabel jika rii ≥ rtabel. Nilai Alpha
Cronbach menurut Arikunto (2010) dapat diperoleh dari perhitungan SPSS
versi 25. Nilai rtabel pada penelitian ini adalah sebesar 0,287 karena jumlah
sampel yang diuji adalah 45 siswa.
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal Literasi Sains
Reliability Statistics
0.960 16
Scale Statistics
N of
Mean Variance Std. Deviation Items
soal yang tidak valid dan tidak reiabel dan 16 soal yang valid dan reliabel .
untuk soal yang valid dan reliabel adalah butir soal nomor 1,2
3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,,16,17,20 dan yang tidak reliabel adalah butir
soal nomor 9,15,18 dan 19. Apabila hasil dari uji reliabilitas reliabel
berarti soal tes layak digunakan sebagai pengumpul data penelitian.
Sedangkan apabila hasil dari uji reliabilitas tidak reliabel maka soal tes
tidak layak digunakan sebagai pengumpul data penelitian.
4.3 Pengukuran Literasi sains Berdasarkan KKTP
Asesmen penilaian yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual ini
adalah penilaian sumatif, Untuk mengetahui asesmen penilaian literasi sains
pada bumi dan tata surya dapat melatih keterampilan literasi sains siswa atau
tidak, dapat diuji menggunakan Uji t-test satu sampel. Pada penelitian ini
meneliti kemampuan literasi sains yang dilatih berupa kemampuan
pemahaman siswa terkait materi bumi dan tata surya dengan mengerjakan
butir soal pre test dan posttest. Dalam pengujian ini menggunakan one
sample t test ( uji pihak kiri ) saja, sehingga hipotesis penelitiannya tidak
berbentuk perbandingan atau hubungan antar dua variabel. Pengujian
hipotesis deskriptif dalam penelitian ini yaitu :
H0 : Penilaian literasi sains melampaui Kriteria Ketercapaian Tujuan
Pembelajaran (KKTP).
Ha : Penilaian literasi sains belum melampaui Kriteria Ketercapaian
Tujuan Pembelajaran (KKTP).
Uji pihak kiri memiliki ketentuan daerah penerimaan Ho berada di sebelah
kanan dan penolakan Ho berada di sebelah kiri. Hasil uji pihak kiri dapat
dilihat pada gambar berikut
One-Sample Test
Test Value = 61
95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2- Mean
t df tailed) Difference Lower Upper
TAHAP MULAI
33%
BERKEMBANG 31%
24%
18% 20% 20% 20% 20% 18% 20%
12% 12% 12% 12% 10%12% 12% 12% 12%
8%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6 7
1 p1 1
9
2
0
1
Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp T Tp Tp
Series1
27%
29% 29%
27% 29% 29% TAHAP31%MAHIR
24% 25% 24% 24%24% 24% 25% 24%
22%
18% 18% 16%
12%
1 2 3 4 5 6 7 9 10
8 1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6 7
1 p1 1
9
2
0
1
Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp
Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp T Tp Tp
Gambar 4.4 Grafik Tujuan Pembelajaran Tahap Mahir
Pada tahap mahir, untuk nilai terendah adalah 12% pada butir soal ke-19
dengan tujuan pembelajaran kemampuan menguraikan fenomena
meluncurnya teleskop james dan fungsinnya, dan untuk nilai tertinggi adalah
31% pada butir soal ke-10 dengan tujuan pembelajaran kemampuan
mengklasifikasikan macam-macam lapisan bumi dalam tata surya
Dari ke-3 gambar grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan dari nilai literasi sains yang didapatkan siswa, presentase nilai
tertinggi yang didapatkan siswa yaitu 83% dan presentase nilai terendah yang
didapatkan siswa yaitu 1%. Sebanyak 16 siswa memperoleh presentase nilai
81 - 100% dengan kriteria sudah mencapai ketuntasan yang termasuk pada
50
Pada penyusunan butir soal essay dengan jumlah 20 butir soal yang
akan di uji cobakan kepada. Pada halaman butir soal literasi sains
ini terdiri atas petunjuk pengerjaan soal, nomor soal dan butir soal
terbatas terhadap peserta didik dan diperoleh hasil yang dapat dianalisis
tiap butir soalnya. Jika hasil uji validitas menunjukkan r hitung > r tabel
maka soal dikatakan valid, sebaliknya r hitung < r tabel maka soal
dikatakan tidak valid. Adapun hasil uji validitas butir soal menggunakan
rumus korelasi product moment dengan jumlah siswa (N) = 45 dan taraf
signifikansi 5% terhadap 20 butir soal yang sudah di uji cobakan dapat
dilihat pada tabel 4.3
Hasil analisis pada tabel 4.3 bedasarkan validitas butir soal
menunjukkan bahwa butir soal literasi sains yang disusun dinyatakan
valid sejumlah 16 butir soal (80%) dan butir soal yang dinyatakan tidak
valid sejumlah 4 butir soal (20%). Tindak lanjut terhadap hasil analisis
validitas butir soal adalah menggunakan kembali butir soal yang
dinyatakan valid pada uji coba pemakaian dan empat butir soal yang
tidak valid yaitu butir soal nomor 9, 15, 18, dan 19 diperbaiki untuk
selanjutnya digunakan kembali pada uji coba pemakaian pada penelitian
selanjutnya.
Setelah dilakukan uji validitas butir soal secara empirik dilakukan
uji reliabilitas, reliabilitas butir soal sendiri merupakan alat pengukur
untuk mengetahui taraf keajegan atau ketetapan dalam suatu instrumen
tes. Analisis soal secara keseluruhan dapat dilihat berdasarkan indeks
reliabiltas soal (Sahwan, 2016). Uji reliabilitas dilakukan pada 20 soal
yaitu 16 soal yang valid dan 4 soal yang diperbaiki, Hasil data yang
didapat pada uji reliabilitas pada spss menyatakan bahwa
reliabilitas( rii ) sebesar 0,690 dengan tingkat reliabilitas Tinggi.
Selama proses pembelajaran berlangsung selama 3 pertemuan
yang dilakukan kepada peserta didik dalam kelompok kecil pada kelas
VII yang dimulai pada tanggal 10 – 22 Mei 2023 di SMP Negeri 1
Sarirejo Lamongan, berikut diuraikan kegiatan pembelajaran sebagai
berikut.
1. Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 4 Mei 2023 di SMP
Negeri 1 Sarirejo Lamongan di kelas VII-A dan VII-B dengan alokasi
waktu masing-masing kelas 2 x 40 menit. Kegiatan pendahuluan
dimulai dengan memeriksa kesiapan peserta didik sebelum kegiatan
pembelajaran berlangsung, memberikan apersepsi dengan
menampilkan sebuah video tentang matahari yang memadam dan
faktornya serta tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Kegiatan inti
dimulai dengan penjelasan dari guru mengenai delapan nama-nama
planet dalam tata surya dan planet apa sajakah yang termasuk dalam
planet dalam atau planet luar dalam tata surya serta bentuk-bentuk
55
HASIL NILAI
79.90%
LITERASI
78.92%
78.92%
78.43% 77.94% 78.43%
78.43% 78.43%
77.45%
77.45% 77.45%
76.96% 77.94%
76.96%
76.96%
SAINS 73.53%
75.98%
74.51%
70.10% 70.10%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
al al al al al al al al al l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 2
S So So So So So So So So o a o a o a o a o a o a o a so a o a o a o a
o
S S S S S S S S S S
berdasarkan teori big bang dan peserta didik kurang bisa memahami
materi terkait femomena meluncurnya teleskop james dan fungsinya.
Dengan demikian untuk mengasah kemampuan peserta didik
maka dapat dilakukan dengan rencana tindak lanjut yang sesuai
dengan panduan asesmen kurikulum merdeka untuk fase D dapat
dilakukan dengan kegiatan refleksi dan mengajak peserta didik untuk
mengulas ulang kembali materi tentang fenomena meluncurnya
teleskop james dan fungsinya dan peserta didik tersebut dan mengajak
peserta didik untuk mengulas ulang kembali materi tentang proses
terbentuknya bumi berdasarkan teori big bang, peserta didik juga
diberi perlakuan yang berbeda. Dengan demikian siswa dapat belajar
sesuai dengan capaian belajarnya, guru juga harus membantu peserta
didik selama proses kegiatan tindak lanjut sebagai latihan untuk
mengasah kemampuan dan pemahaman dari peserta didik tersebut.
Penilaian literasi sains memiliki 20 butir soal dengan 20 tujuan
pembelajaran yang harus dinilai dan disesuaikan dengan 5 indikator
literasi sains. Setiap butir soal memiliki 4 skala nilai yaitu nilai 1
yang berarti belum memenuhi Tujuan Pembelajaran (TP) adalah
1(awal berkembang), nilai 2 (mulai berkembang) , nilai 3
(berkembang) dan nilai paling tinggi yaitu 4 (mahir) yang disesuaikan
dengan pedoman penskoran yang telah disusun.
Dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan dari nilai literasi
sains yang didapatkan peserta didik , presentase nilai tertinggi yang
didapatkan siswa yaitu 31% dan presentase nilai terendah yang
didapatkan siswa yaitu 1%. Sebanyak 16 siswa memperoleh
presentase nilai 81 - 100% dengan kriteria sudah mencapai ketuntasan
yang termasuk pada tahap mahir, perlu pengayaan atau tantangan
lebih. Sebanyak 29 siswa memperoleh presentase nilai 61 – 80%
dengan kriteria sudah mencapai ketuntasan yang termasuk pada tahap
berkembang, tidak perlu remidial. Sebanyak 6 siswa memperoleh
presentase nilai 41 – 60% dengan kriteria belum mencapai ketuntasan,
remedial di bagian yang diperlukan yang termasuk dalam tahap mulai
berkembang, perlu dilakukan remidial. Dapat disimpulkan bahwa
87% siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Tujuan Pembelajaran
(KKTP) dan 13% siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Tujuan
Pembelajaran (KKTP).
Dalam implementasi kurikulum merdeka, setelah melakukan
penilaian dan didapatkan kriteria nilai siswa terdapat rencana tindak
lanjut bagi peserta didik yang belum memenuhi Tujuan Pembelajaran
(TP), tindak lanjut pada akhir topik pembelajaran dan pengayaan.
60
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik sebuah kesimpulkan
sebagai berikut:
5.1.1 Berdasarkan hasil dari validitas isi dapat ditarik kesimpulan
bahwasannya hasil validasi instrumen penilaian literasi sains kepada 3
validator mendapatkan rata-rata nilai 0,86 yang termasuk kategori sangat
tinggi dan layak digunakan sebagai pengumpul data, sedangkan hasil
63