Anda di halaman 1dari 63

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia. Pendidikan selalu
mengalami perubahan, perkembangan dan perbaikan sesuai dengan
perkembangan di segala bidang kehidupan. Perubahan dan perbaikan dalam
bidang pendidikan meliputi berbagai komponen yang terlibat di dalamnya baik itu
pelaksana pendidikan di lapangan (kompetensi guru dan kualitas tenaga pendidik),
mutu pendidikan, perangkat kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan dan
mutu menejemen pendidikan termasuk perubahan dalam metode dan strategi
pembelajaran yang lebih inovatif. Upaya perubahan dan perbaikan tersebut
bertujuan membawa kualitas pendidikan Indonesia lebih baik kedepannya
(Haidar, 2018).
Kondisi Pendidikan di Indonesia dirasa masih kurang hal ini dibuktikan
dengan pencapaian pelajar Indonesia pada aspek literasi seperti dilaporkan oleh
TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study) dan PISA
(Program for International Student Assessment) bahwa Indonesia menduduki
posisi ke-4 dari bawah dari beberapa kali laporan sejak tahun 1999. Laporan
terbaru PISA yang didapatkan dari OECD (2016) menyatakan bahwa masih
rendahnya pengetahuan dalam kemampuan menggunakan pengetahuan sains
(IPA) dasar untuk menginterpretasikan data dan menjelaskan kesimpulan ilmiah
yang valid (Juniarso, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik dalam
pembelajaran sains masih belum mampu menggunakan pengetahuan dasar IPA
untuk menganalisis data dan menjabarkan kesimpulan ilmiah yang valid. Cara
dalam mengatasi sejumlah permasalahan dan memperbaiki sistem pendidikan
yang sekaligus untuk menjawab tantangan dan tuntutan zaman dengan
mempersiapkan generasi emasnya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan terus berupaya memperbarui, memperbaiki, dan
memajukan pendidikan Indonesia, salah satunya adalah dengan merancang dan
mengembangkan Instrumen penilaian Literasi Sains pada Pembelajaran IPA
(Nugroho, 2019)
Pada standar isi kurikulum merdeka, capaian pembelajaran dan alur tujuan
pembelajaran menjadi bahan utama untuk mengembangkan mata pelajaran. Pada
mata pelajaran IPA SMP menurut kurikulum merdeka, proses pembelajarannya
diajarkan secara terpadu. Pembelajaran IPA terpadu di sekolah akan memberikan
pengalaman yang bermakna bagi peserta didik karena peserta didik akan diajarkan
untuk memahami konsep-konsep IPA yang dipelajari melalui pengalaman
langsung dan menghubungkannya dengan konsep-konsep lain yang sudah
dipahami yang sesuai dengan kebutuhannya, (Puskur, 2007). Oleh karena itu,

1
2

untuk mendapatkan pengalaman secara langsung menurut kurikulum merdeka


proses pembelajaran IPA terpadu sebaiknya tidak hanya di ajarkan di dalam kelas,
tetapi lingkungan dan masyarakat sekitar. Belajar melalui lingkungan dan
masyarakat sekitar, peserta didik mampu untuk melihat semua fenomena secara
konkret. Selain itu, proses pembelajaran IPA terpadu dapat membantu peserta
didik untuk mampu mengaplikasikan konsep-konsep IPA untuk memecahkan
masalah yang berkaitan dengan IPA dalam kehidupannya. Kemampuan ini yang
disebut sebagai literasi sains (Puskur, 2007)
Literasi sains merujuk pada kemampuan seseorang dalam mengidentifikasi
isu-isu yang berkaitan dengan sains dan teknologi sehingga melandasi
pengambilan keputusan. Berdasarkan pernyataan ini, maka pendidikan sains
memiliki peranan serta kewajiban dalam membentuk warganegara yang melek
atau berliterasi sains. Banyak dari para tenaga pendidik yang belum menerapkan
literasi sains salah satunya adalah di salah satu SMP yang ada di Lamongan yaitu
SMP N 1 Sarirejo Lamongan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di
SMP N 1 Lamongan, menyatakan bahwa sekolah tersebut belum mempunyai
instrumen yang baku/pakem. Guru belum melakukan penilaian sikap secara
rinci dan menyeluruh, guru juga belum menggunakan instrumen yang sesuai
dengan panduan penilaian kurikulum merdeka. Hal tersebut juga di jelaskan oleh
satu guru mata pelajaran IPA bahwa penilaian yang dilakukan guru selalu
berpusat pada penilaian pengetahuan saja. Hal tersebut disebabkan karena guru
belum pernah mengembangkan dan kurangnya pemahaman dalam
mengembangkan instrumen penilaian pembelajaran IPA. Instrumen yang
digunakan guru belum bisa dikatakan layak digunakan karena guru menggunakan
instrumen yang belum pernah diujikan sebelumnya (valid dan reliabel ). Selain itu
juga beberapa guru masih menggunakan bahan ajar yang belum berorientasi pada
pengembangkan kemampuan literasi sains peserta didik. Sehingga peserta didik
masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal berbasis literasi sains,
selain itu juga rata-rata dari mereka menganggap suatu mata pelajaran tertentu
itu susah, cara dan model pembelajaran yang membosankan salah satunya
pembelajaran sains dan matematika.
Beberapa penelitian terdahulu yang memiliki hasil positif atau dikatakan
berhasil, yang memiliki hubungan dengan penelitian ini yaitu terkait instrumen
penilaian literasi sains pada pembelajaran IPA dengan menggunakan
pembelajaran kontekstual. Pertama penelitian yang dilakukan oleh Rahma, Intan
(2019) dengan judul penelitian Pengembangan Instrumen penilaian literasi sains
dengan alat peraga dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa Instrumen
penilaian yang digunakan berhasil dan efisien serta layak digunakan sebagai
instrumen penilaian pada literasi sains, hal ini juga membawa dampak untuk
meningkatkan minat baca bukan hanya pada ilmu sains saja, tetapi juga pada ilmu
3

yang lainnya. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Septa, Andhika (2020)
dengan judul penelitian Pengembangan Instrumen penilaian literasi pada
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada materi sistem pernafasan, Hasil
penelitian menunjukkan bahwa instrumen penilaian yang dilakukan sudah efesien
dan efektif dan membawa dampak yang positif. Hal ini juga meningkatkan minat
baca pada siswa terkait pembelajaran IPA. Sehingga berdasarkan penelitian diatas
peneliti mengambil penelitian dengan judul serupa akan tetapi memiliki
keterbaruan yaitu pada metode pembelajaran yang dilakukan yaitu dengan
menggunakan metode pembelajaran kontekstual.
Maka berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan pengembangan
produk penilaian literasi sains siswa, dan dilakukan pengembangan instrumen tes
untuk mengukur kemampuan literasi sains siswa yang dihadapi oleh pendidik di
SMP, peneliti terdorong untuk melakukan penelitian dan pengembangan
instrumen penilaian yang berjudul “Pengembangan Instrumen Penilaian Literasi
Sains Pada Pembelajaran IPA Menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual Di
SMP”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, permasalahan yang
diangkat pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana validitas instrumen penilaian literasi sains pada
pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kontekstual di
SMP N 1 Sarirejo Lamongan ?
2. Bagaimana reliabilitas instrumen penilaian literasi sains pada
pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kontekstual di
SMP N 1 Sarirejo Lamongan ?
3. Bagaimana Bagaimana hasil penilaian literasi sains sesuai kriteria
ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP) dengan menggunakan
instrumen literasi sains pada pembelajaran IPA?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian rumusan masalah yang telah dijelaskan sebeumnya,
maka tujuan dari penelitin ini adalah :
1. Mengetahui validitas instrumen penilaian literasi sains pada
pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kontekstual di
SMP N 1 Sarirejo Lamongan
2. Mengetahui reliabilitas instrumen penilaian literasi sains pada
pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran kontekstual di
SMP N 1 Sarirejo Lamongan
3. Mengetahui Bagaimana hasil penilaian literasi sains sesuai kriteria
ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP) dengan menggunakan
instrumen literasi sains pada pembelajaran IPA?
4

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan produk berupa
instrumen penilaian literasi sains pada pembelajaran IPA siswa SMP N 1
Sarirejo kelas VII
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Lembaga Pendidikan
Memberikan manfaat untuk meningkatkan penilaian pembelajaran yang
ditunjang melalui produk yang dikembangkan pada lembaga penddikan.
b. Bagi Siswa
Dapat memotivasi dan menarik minat siswa dalam pembelajaran IPA
sehingga dapat membantu melatih kemampuan literasi sains siswa SMP
kelas VII.
c. Bagi Peneliti
Memberikan pengalaman dan menambah pengetahuan tentang
mengembangkan instrumen penilaian literasi sains Pada Pembelajaran IPA
Menggunakan Model Pembelajaran Kontekstual di SMP.
d. Bagi Perguruan Tinggi Universitas Islam Lamongan
Untuk menambah literasi kepustakaan khususnya bagi Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan.
1.5 Batasan Penelitian
Batasan penelitian dilakukan agar penelitian terfokus dan masalah yang
diteliti tidak meluas. maka ditetapkan beberapa batasan penelitian yaitu:
1. Pada penelitian ini, disusun instrumen penilaian literasi sains dengan
model kontekstual yang terdiri dari:
a. Kisi-kisi soal literasi sains
b. Butir soal literasi sains
c. Kunci jawaban, dan
d. Pedoman penskoran/rubrik soal yang disusun berupa soal pilihan
ganda dengan 4 pilihan jawaban atau berupa soal essay.
Representasi yang digunakan meliputi representasi gambar.
2. Kurikulum yang digunakan yaitu Kurikulum Merdeka.
3. Aspek IPA yang digunakan pada rumpun IPA SMP KELAS VII pada
materi bumi dan tata surya yang terdiri dari:
1) Elemen : Pemahaman IPA
Capaian Pembelajaran :
a) Pada akhir fase D. Peserta didik mampu mengelaborasikan
pemahamannya tentang posisi relatif bumi-bulan-matahari dalam
sistem tata surya dan memahami struktur lapisan bumi untuk
menjelaskan fenomena alam yang terjadi dalam rangka mitigasi
5

bencana.
Elemen pemahaman IPA dalam topik bumi dan tata surya
mencakup peserta didik dapat menyebutkan berbagai benda langit
dan mendeskripsikan perbedaannya, serta mengumpulkan informasi
yang mendukung pendapat mengenai benda langit yang berpotensi
menjadi Bumi baru bagi manusia.
g. Menggunakan model pembelajaran kontekstual
h. Di uji cobakan pada kelas VII SMP semester 2
1.6 Definisi Operasional
1.6.1 Penilaian Literasi Sains
Instrumen penilaian literasi sains merupakan instrumen tes berbasis
literasi sains yang digunakan untuk mengukur kemampuan literasi sains
peserta didik. Indikator Instrumen Penilaian Literasi :
a. Mampu menjelaskan fakta-fakta konsep- konsep, prinsip-prinsip dan
hukum- hukum.
b. Mampu Menyajikan hipotesis-hipotesis, teori- teori dan model-model.
c. Mampu Menjawab pertanyaan terkait dengant pengetahuan atau
informasi sains.
1.6.2 Pembelajaran Kontekstual
Pendekatan kontekstual (CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu
guru mengaitkan konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan
memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara dan tenaga
kerja (Trianto, 2017) Indikator Pembelajaran Kontekstual :
a. Modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-
tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh),
b. Questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi),
c. Learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar
kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba,
mengerjakan),
d. Inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,
menemukan),
e. Constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis),
f. Reflection (reviw, rangkuman, tindak lanjut),
g. Authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah
pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa,
penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai
aspek dengan berbagai cara).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan pengetahuan tentang alam
semesta, beserta dengan segala isinya. Adapun pengetahuan merupakan
segala sesuatu yang diketahui oleh manusia. IPA adalah suatu kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara sistematik, yang dalam penggunaannya
secara umum terbatas pada gejala-gejala alam (Winarni, 2009). IPA adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala dengan proses ilmiah
yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai
produk ilmiah yang tersusun atas konsep, pinsip dan teori secara universal
(Trianto, 2010).
Abdullah Aly (2008) menjelaskan bahwa IPA adalah suatu
pengetahuan teoritis yang diperoleh/disusun dengan cara yang
khas/khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan,
penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait-
mengkait antara cara yang satu dengan yang lain. IPA pada hakikatnya
terdiri dari empat komponen yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah, produk
ilmiah dan aplikasi. Pembelajaran diarahkan pada dunia nyata sebagai
konteks bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kritis dan keterampilan
memecahkan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensi dari mata pelajaran (Winarni, 2012).
Buxton & Eugene (2007) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
IPA, “a collected body of facts and knowledge for explaining the natural
world; systematic and orderly way of thingking and problem solving; a
counterpoint to other ways of knowing; such as religion or historical
thingking; or a cultural frame of reference...”. Pernyataan tersebut
menjelaskan bahwa IPA merupakan kumpulan fakta dan pengetahuan
untuk menjelaskan alam; sistematis dan cara untuk berfikir serta
memecahkan masalah; mengiringi untuk mencari jalan lain untuk
mengetahui sesuatu. Dari pendapat di atas dapat di simpulkan pengertian
IPA adalah serangkaian proses ilmiah yaitu penyelidikan, penyusunan, dan
pengujian gagasan-gagasan, oleh sebab itu pengajaran IPA di sekolah
tidak hanya mementingkan penguasaan siswa terhadap fakta, konsep dan
teori-teori, tetapi yang lebih penting adalah siswa belajar untuk mengerti
terhadap proses bagaimana produk IPA tersebut ditemukan.
Eveline Siregar dkk (2011) mengungkapkan bahwa pembelajaran
memiliki ciri sebagai berikut : (1) merupakan upaya sadar dan direncana;
(2) pembelajaran harus membuat siswa belajar; (3) tujuan harus ditetapkan

6
7

terlebih dahulu sebelum proses dilaksanakan; (4) pelaksanaannya


terkendali, baik isinya, waktu, proses, maupun hasilnya. Asep Jihab dkk
(2013) menyatakan pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari
kombinasi dua aspek, yaitu: belajar tertuju kepada apa yang harus
dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang harus
dilakukan oleh guru sebagai pemberi pembelajaran. Kedua aspek ini akan
berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat terjadi
interaksi antar guru dan siswa, serta siswa dengan siswa disaat
pembelajaan sedang berlangsung. Dengan kata lain pembelajaran pada
hakikatnya merupakan proses komunikasi antara siswa dalam rangka
perubahan sikap.
Dimyati dan Mudjiono (2015) menyatakan pembelajaran adalah
kegiatan guru secara terprogram dalam desain intruksional, untuk
membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan
sumber belajar. Pembelajaran berarti aktivitas guru dalam merancang
bahan pembelajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung secara
efektif, yakni siswa dapat belajar secara aktif dan bermakna. Dari pendapat
beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan
proses interaksi pendidik dengan siswa dari sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar interaktif sehingga menimbulkan perubahan yang lebih
baik dengan melibatkan unsur manusia, material, fasilitas serta
perlengkapan.
Puskur (2010) mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan
pembelajaran IPA terpadu merupakan pendekatan yang mencoba
menggabungkan antara berbagai bidang kajian IPA yaitu fisika, kimia, dan
biologi sehingga dalam pelaksanaannya tidak terpisah-pisah lagi
melainkan menjadi satu kesatuan. IPA diberikan secara terpadu di sekolah
diharapkan menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar secara utuh. Untuk mencapai tujuan pelajaran IPA
secara utuh, tidak cukup mengajarkan pengetahuan IPA saja, tetapi juga
proses bagaimana IPA itu diperoleh melalui berbagai aktivitas belajar.
Pemahaman pelajaran IPA tidak berhenti pada fakta, konsep, prinsip,
hukum, dan teori yang diperoleh, tetapi juga dibutuhkan pembentukan
sikap ilmiah tertentu dan penguasaan ketrampilan tertentu. Mulyasa (2010)
menyatakan pembelajaran IPA adalah menekankan pada pemberian
pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Ahmad Susanto
(2013) menyatakan pembelajaran IPA adalah pembelajaran berdasarkan
pada prinsip prinsip, proses yang dapat menumbukan sikap ilmiah siswa
terhadap konsep konsep IPA.
8

Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa


pembelajaran IPA adalah interaksi yang terjadi antara siswa dengan guru
beserta sumber belajar yang menggabungkan berbagai bidang kajian IPA
agar peserta didik mempelajari diri sendiri dan alam sekitar secara utuh
melalui metode ilmiah untuk memecahkan masalah serta
mengaplikasikanya dalam kehidupan sehari-hari.
2.1.2 Instrumen Penilaian
1. Pengertian Instrumen Penilaian
Penilaian merupakan sebuah prosedur yang digunakan untuk
memperoleh suatu keputusan dengan mengimplementasikan informasi yang
didapat untuk mengukur hasil belajar siswa dengan menggunakan instrumen
tes maupun non tes. Penilaian memberikan gambaran tentang suatu kualitas
tertentu. Dalam penilaian bukan saja mencari jawaban terhadap pertanyaan
yang diberikan, namun lebih kepada menjawab pertanyaan bagaimana dan
sejauh mana proses yang menunjukkan hasil yang diperoleh siswa atau
sejauh mana keterampilan siswa tersebut selama pembelajaran yang telah
dilakukan.
Sugihartono (dalam Suryani, 2018), menjelaskan bahwa penilaian
merupakan kegiatan penafsiran tehadap hasil pengukuran guna mengetahui
baik buruknya atau tinggi rendahnya fenomena, aspek, gejala, dan program
tertentu. Penilaian menurut Sarkadi, (2019), yaitu sebuah proses yang
ditempuh untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam rangka
membuat keputusan tertentu mengenai para siswa, kurikulum, program,
kebijakan pendidikan, metode serta instrumen pendidikan lainnya oleh suatu
badan , lembaga, organisasi atau intstitusi resmi yang melaksanakan aktivitas
tertentu. Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
penilaian adalah proses kegiatan mengunpulkan, mengukur, dan
meyimpulkan kemajuan belajar, proses belajar dan hasil belajar siswa yang
mencakup pengetahuan, kompetensi sikap, dan keterampilan secara
meyeluruh serta berkelanjutan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, instrumen merupakan
seperangkat alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dan
menghimpun informasi. Sedangkan penilaian dapat diartikan sebagai proses,
pembuatan nilai atau cara. Istilah tesebut sering disebut dengan assessment.
Triantono (2014), mengatakan instrumen penilaian yaitu alat yang dapat
digunakan untuk mengukur tingkat ketercapaian kompetensi yang berbentuk
tes maupun non-tes, serta teknik yang digunakan tidak terlepas dari suatu
instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data kemajuan peserta
didik, baik yang berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar
sesuai dengan kompetensi yang diminati.
9

Pemerintah No. 23 tahun 2016, menyatakan bahwa instrumen penilaian


adalah suatu alat yang digunakan oleh guru dapat berupa tes, penugasan,
angka, pengamatan, perseorangan, atau kelompok, dan bentuk lain yang
sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan siswa.
Pengertian instrumen dalam lingkup evaluasi diartikan sebagai perangkat
yang digunakan oleh guru guna menilai tingkat ketercapai tujuan
pembelajaran yang diperoleh dari hasil belajar siswa yang meliputi 3 ranah
yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik sebagai cakupan kompetensi
tiap siswa. Penggunaan instrumen penilaian harus memenuhi kaidah dan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah .
Dalam mengembangkan instrumen penilaian, guru harus memperhatikan
prinsip-prinsip penilaian yang juga sejalan dengan tujuan penilaian itu
sendiri. Proses penilaian yang dilakukan secara kontinuitas dapat dijadikan
parameter terkait peningkatan atau penurunan yang dialami oleh siswa
selama melakukan proses kegiatan pembelajaran. Agar sebuah proses
penilaian dapat dipertanggung jawabkan maka penilaian harus sesuai dengan
proses KBM, tujuan pembelajaran, keterlibatan antara guru dan siswa, proses
penilaian harus bersifat transparan, bermakna bagi seluruh yang
berkepentingan, adil serta mendidik . Karena di dalam instrumen penilaian
bukan hanya memperlihatkan prinsip-prinsip penilaian, namun juga
memperlihatkan karakteristik instrumen penilaian yang sejalan dengan
tujuan penilaian.
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa instrumen
penilaian merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam kegiatan
mengumpulkan data dan menghimpun informasi oleh sesuatu yang telah
diukur, bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian kompetensi berupa
instrumen tes atauupun instrumen non-tes
2. Tujuan Penilaian
Beberapan tujuan dari penilaian menurut Afandi (2013) :
1) Untuk memantau kemajuan belajar peserta didik selama proses belajar
berlangsung, untuk memeberikan balikan bagi penyempurnaan program
pembelajaran.
2) Untuk menentukan nilai (angka) berdasarkan tingkatan hasil belajar
peserta didik yang selanjutnya dipakai sebagai angka rapor. dan juga
dapat dipakai untuk perbaikan proses pembelajaran secara keseluruhan.
3) Untuk keperluan seleksi, misalnya ujian saringan masuk kelas akselerasi
atau ke lembaga pendidikan tertentu.
4) Untuk kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan
kelas.
10

3. Prinsip-prinsip Penilaian
Dalam melakukan penilaian, ada beberapa prinsip yang menjadi
penongkat keberhasilan dan harus dijadikan pedoman guru ketika melakukan
kegiatan penilaian, yaitu;
1) Valid
Validitas kerap dimaknai dengan kesahihan. Suatu tes dikatakan valid
apabila mengukur apa yang seharusnya diukur. Penilaian harus dilakukan
berdasarkan pada data yang mencerminkan kemampaun yang diukur.
Dengan demikian, untuk memperoleh data yang dapat mencerminkan
kemampuan yang diukur, maka digunakan suatu instrumen yang sahih
yaitu berupa instrumen yang mengukur apa yang seharunya diukur.
2) Reliabilitas
Reliabilitas sering diartikan sebagai tarap kepercayaan dan keajegan.
Suatu tes dikatakan reliable bila tes tersebut digunakan untuk mengukur
secara berulung-ulang memberikan hasil yang tetap atau sama.
3) Adil dan Obyektif
Penilaian perlu mengutamakan rasa keadilan dan obyektifitas siswa,
tidak adanya perbedaan antara jenis kelamin, perbedaan budaya, serta
berbagai hal yang memberikan dedikasi pada pembelajaran. Karena
penilaian yang dilakukan atas ketidakadilan dapat menyebabkan
menurunya motivasi belajara siswa, karena siswa merasa diabaikan dan
dianaktirikan. Sedangkan obyektif memiliki makna bahwa suatu proses
penilaian harus menanggalkan pengaruh-pengaruh atau pertimbangan
subyektif dari penilaian.
4) Kontinyu (terus menerus)
Penilaian yang dilakukan secara kesinambungan oleh guru akan
memberikan gambaran yang lebih jelas tentang keadaan siswa. Penilaian
bukan sekedar dilaksanakan di akhir kegiatan pembelajaran saja, namun
harus dilaksanakan dari awal sampai akhir pembelajaran, dilakukan secara
bertahap, terencana, dan berkalikali. Hal ini bertujuan agar memperoleh
data hasil belajar siswa secara utuh dan koprehensif.
5) Praktibilitas
Tes memiliki taraf praktibilitas yang tinggi jika tes tersebut bersifat
praktis dan mudah pengadministrasianya. Tes yang praktis adalah;
a. Mudah dilaksanakan, misalnya peralatan yang digunakan tidak banyak
serta siswa leluasa memilih mengerjakan soal tes yang dianggap
mudah terlebih dahulu.
b. Mudah memeriksanya, artinya ketersediaan kunci jawaban atau
pedoman skoring pada tes.
c. Kelengkapan petunjuk, artinya tes dilengkapi dengan petunjuk yang
11

jelas sehingga dapat dialokasikan ke orang lain.


6) Terfokus pada Kompetensi
Proses penilaian memiliki tujuan agar dapat menilai pencapaian
kemampuan yang diraih oleh siswa terkait dengan kemampuan kognitif,
afektif, psikomotorik serta nilai yang tercermin dari kebiasaan berpikir,
tindakan serta tingkah laku. Penilaian berbasis kelas perlu dilaksanakan
guna membantu siswa mencapai kompetensi dasar, standar kompetensi,
dan indikator pencapaian hasil belajar yang telah ditentukan. Dengan
demikian, model, teknik. pendekatan, bentuk dan format penilaian perlu
berorientasi pada kompetensi.
7) Mendidik
Penilaian diharapkan dapat menyumbangkan pengaruh positif
terhadap perolehan hasil belajar siswa. Maka dari itu, penilaian harus
dapat dirasakan sebagai sebuah penghargaan untuk memotivasi siswa
ketika mereka berhasil (positive reinforcement) dan bisa di jadikan
pemantik semangat untuk bisa memperbaiki hasil belajar mereka ketika
hasil yang didapat kurang baik (negative reinforcement), jadi siswa akan
tetap mendapatkan sebuah apresiasi ketika mereka berhasil ataupun ketika
siswa gagal dalam penilaian.
8) Transparan
Penilaian sebaiknya dilaksanakan secara terbuka untuk berbagai
kalangan dan dapat dipertanggung jawabkan, sehingga ketentuan akan
keberhasilan maupun kegagalan belajar siswa nyata untuk kelompok orang
yang berkepentingan. Penilaian dilakukan tanpa adanya manifestasi
ataupun privasi, hal ini dilakukan agar tidak adanya salah sangka yang
dapat merugikan semua pihak.
9) Bermakna
Penilaian diharapkan mempunyai makna saling berhubungan dan
memiliki pengaruh bagi semua pihak. Penilaian memiliki arti bermakna
bila informasi dari penilaian memberikan pengaruh yang positif dan
bermanfaat untuk siswa, orang tua, guru, serta pihak lain yang relevan.
Hasil dari proses penilaian sepatutnya memberikan gambaran atas
ketercapaian tujuan pembelajaran, kelebihan dan kekurangan siswa serta
potensi dalam kompetensi yang telah ditentukan
4. Penilaian Dalam Bentuk Tes
Menurut Suhartatik (2010) menyatakan bahwa penilaian dalam bentuk
tes yang berupa soal dibedakan pada beberapa jenis, yang dijelaskan sebagai
berikut :
1) Tes tertulis (paper pencil test)
Tes tertulis adalah suatu teknik penilaian yang menuntut jawaban secara
12

tertulis. Arifin (2014) menyatakan bahwa tes tulis memiliki dua bentuk
yaitu bentuk uraian (essay) dan bentuk objektif (objective).
a. Uraian
Tes bentuk uraian terdiri dari dua jenis yaitu uraian terbatas dan
uraian bebas. Dalam menjawab soal uraian terbatas, peserta didik
harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batasnya. Walaupun
jawaban peserta didik beraneka ragam, tetapi harus ada pokok-pokok
penting yang terdapat dalam sistematika jawaban. Penilaian dalam
soal uraian terbatas biasanya pada mata pelajaran sains. Penilaian ini
lebih objektif karena setiap langkah memiliki skor.
b. Objektif
Tes objektif juga disebut tes dikotomi karena jawabannya antara
benar atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Tes ini disebut objektif
karena penilaiannya objektif. Siapapun yang mengoreksi jawaban tes
objektif hasilnya akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan
pasti. Tes objektif meliputi pilihan ganda, benar-salah dan
menjodohkan, sedangkan tes yang jawabannya berupa isian
berbentuk isian singkat atau uraian. Mardapi (2007) menyatakan
bahwa ada empat macam tes yang digunakan lembaga pendidikan,
yaitu tes penempatan, tes diagnostik, tes formatif, dan tes sumatif
a) Tes Penempatan
Tes penempatan dilakukan di awal pelajaran. Hasil tes digunakan
untuk mengetahui tingkat kemampuan yang telah dimiliki peserta
didik. Dalam mempelajari suatu bidang studi dibutuhkan
pengetahuan pendukung. Pengetahuan pendukung tersebut dapat
diketahui dengan menelaah hasil tes penempatan. Contohnya,
sebelum mempelajari materi dinamika partikel, peserta didik
membutuhkan pengetahuan pendukung tentang differensial dan
integral.
b) Tes Diagnostik
Tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar yang
dihadapi peserta didik termasuk kesalahan pemahaman konsep. Tes
tersebut dilakukan jika diperoleh informasi bahwa sebagian besar
peserta didik gagal dalam mengikuti proses pembelajaran. Hasil tes
diagnostik memberika informasi tentang konsep-konsep yang belum
dipahami dan yang telah dipahami.
c) Tes Formatif
Tes formatif bertujuan untuk memperoleh masukan tentang
keberhasilan pelaksanaan proses pembelajaran. Tes ini dilakukan
secara periodik sepanjang semester. Materi tes dipilih berdasarkan
13

tujuan pembelajaran tiap pokok bahasan atau sub pokok bahasan.


d) Tes Sumatif
Tes sumatif diberikan di akhir pelajaran, atau akhir semester. Hasil
tes sumatif menentukan keberhasilan belajar peserta didik untuk
mata pelajaran tertentu. Tingkat keberhasilan dinyatakan dengan
skor atau nilai. Hasil tes dapat ditafsirkan sebagai keberhasilan
belajar, keberhasilan mengajar, serta keduanya.
2) Tes Lisan
Tes lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara
peserta didik dengan seorang atau beberapa penguji. Pertanyaan dan
jawaban diberikan secara lisan dan spontan. Tes jenis ini memerlukan
daftar pertanyaan dan pedoman pensekoran (Rosana, 2014).
Dalam penelitian ini mengambil penilaian dalam bentuk tes soal bacaan
dengan pilihan ganda dan essay yaitu menggunakan penilaian bentuk
uraian dan objektif.
2.1.3 Literasi Sains
1. Pengertian Literasi Sains
Literasi sains berasal dari dua kata latin yaitu literatus dan scientia.
Literatus berarti ditandai dengan huruf, melek huruf, atau berpendidikan,
sedangkan scientia berarti memiliki pengetahuan. Secara harfiah, arti dari
literasi adalah ”melek” dan arti sains adalah pengetahuan alam. Sehingga
dari arti ini dapat dikatakan bahwa literasi sains adalah melek ilmu
pengetahuan alam atau terbuka wawasannya terhadap pengetahuan alam
ataupun terhadap ilmu pengetahuan alam.
Literasi sains merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan
pengetahuan ilmiah dan prosesnya, tetapi ia tidak sekadar memahami alam
semesta, tetapi juga ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan
menggunakannya. Literasi sains diartikan pula sebagai pengetahuan tentang
apa yang termasuk sains, kandungan isi sains, dan kemampuan untuk
membedakan sains dari nonsains (Toharudin, dkk, 2011). Menurut PISA,
literasi sains adalah “The capacity to use scientific knowledge, to identify
questions and to draw evidence-based conclusions in order to understand
and help make decisions about the natural world and the changes made to it
through human activity.” Berdasarkan pemaparan tersebut maka literasi sains
sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan dan kemampuan ilmiah,
mengidentifikasi pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti-bukti dan data-data yang ada agar dapat memahami dan
membantu peneliti untuk membuat keputusan tentang dunia alami dan
interaksi manusia dengan alamnya (Yuliati, 2017).
Dalam penilaian literasi sains tiga aspek proses sains yang ditetapkan
14

PISA (Program for International Student Assessment) yaitu mengidentifikasi


pertanyaan ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah, dan menggunakan
bukti ilmiah yang terdapat pada tabel 2.4. Konteks literasi sains mencakup
bidang-bidang aplikasi sains dalam kehidupan personal, sosial, dan global
yang meliputi kesehatan, sumber daya alam, mutu lingkungan, bahaya, dan
pekembangan mutakhir sains dan teknologi (Nadhifatuzzahro, dkk, 2015).
Holbrook, et, al (2009) mengidentifikasi dua pandangan umum
tentang literasi sains, yaitu science literacy dan scientific literacy.
Kelompok science literacy beranggapan bahwa konten sains merupakan
komponen fundamental dan mendasar dalam literasi sains. Seseorang
dikatakan melek terhadap sains jika orang tersebut memiliki pengetahuan
tentang sains. Literasi sains pada kelompok ini lebih cenderung sebatas
pemahaman kata atau istilah-istilah sains. Kelompok scientific literacy
berpandangan bahwa literasi sains tidak sekedar melek terhadap konten
sains, tetapi juga bagaimana sains dimanfaatkan untuk dapat beradaptasi
terhadap perubahan kehidupan yang sangat cepat. Literasi sains menurut
pandangan kelompok kedua ini sejalan dengan kecakapan hidup (life
skills).
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa hal yang
paling pokok dalam pengembangan literasi sains siswa meliputi pengetahuan
tentang sains, proses sains, pengembangan sikap ilmiah, dan pemahaman
siswa terhadap sains sehingga siswa bukan hanya sekedar tahu konsep sains
melainkan juga dapat menerapkan kemampuan sains dalam memecahkan
berbagai permasalahan dan dapat mengambil keputusan berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan sains.
2. Tujuan literasi sains
PISA (2018) menyatakan bahwa ada beberapa tujuan literai sains, di
antarannya yaitu :
a. Sains digunakan untuk mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh
pengetahuan baru, menjelaskan fenomena alam, dan menarik kesimpulan
yang berhubungan dengan masalah ilmu pengetahuan
b. Memahami tentang karakteristik sains sebagai bentuk pengetahuan manusia
dalam melakukan penyelidikan
c. Kesadaran tentang bagaimana sains dan teknologi membentuk suatu
material, intelektual, dan kebudayaan
d. Kesediaan untuk terlibat dalam ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan masalah dan ide-ide ilmu pengetahuan sebagai bagian dalam hidup
bermasyarakat.
3. Karakteristik Literasi Sains
National Teacher Association (1971) menjelaskan bahwa ciri atau
15

karakteristik dari seseorang yang berliterasi sains adalah orang yang


menggunakan konsep sains, keterampilan proses, dan nilai dalam membuat
keputusan sehari-hari jika ia berhubungan dengan orang lain atau dengan
lingkungannya, serta memahami interelasi antara sains, teknologi dan
masyarakat, termasuk perkembangan sosial dan ekonomi. Adapun sejumlah
kemampuan yang berkaitan dengan literasi sains adalah sebagai berikut:
a) Kemampuan memahai ilmu pengetahuan alam, norma, serta metode sains
dan pengetahuan ilmiah.
b) Paham terhadap kunci konsep ilmiah.
c) Paham terhadap kerjasama antara sains dan teknologi.
d) Menghargai dan memahami pengaruh sains dan teknologi di tengah
masyarakat.
e) Mampu membuat hubungan kompetensi-kompetensi dalam konteks
sains, kemampuan membaca, menulis serta memahami sistem
pengetahuan manusia.
f) Mampu mengaplikasikan pengetahuan ilmiah dan mampu
mempertimbangkan dalam kehidupan sehari-hari.
4. Komponen dan Aspek-Aspek Literasi Sains
Toharudin, dkk, (2011) dalam jurnalnya menetapkan tiga komponen
indikator literasi sains yaitu:
Tabel 2. 1 Indikator Literasi Sains (Toharudin, dkk, 2011)

Indikator
No Aspek Sub Indikator Literasi Sains
Literasi Sains
Memahami
1 Konten Memahami konsep dengan benar
fenomena
Mengidentifikasi
Mengenali permasalahan yang dapat
permasalahan
diselidiki secara ilmiah
ilmiah
Menjelaskan
2 Proses Mendeskripsikan atau menafsirkan
fenomena secara
fenomena secara ilmiah
ilmiah
Menggunakan Mengidentifikasi asumsi, bukti, dan
bukti ilmiah alasan dibalik kesimpulan
Menerapkan konsep sains secara
Memecahkan
3 Konteks personal, sosial, dan global seperti ilmu
masalah
lingkungan
(Sumber : Toharudin, dkk, 2011)
Tabel 2. 2 Indikator Literasi sains (PISA, 2016)
16

Aspek Literasi Sains Indikator Literasi Sains


Konten sains Memahami fenomena
Proses sains a. Mengidentifikasi pertanyaan ilmiah
b. Menjelaskan fenomena sains
c. Menggunakan bukti ilmiah
Konteks sains Memecahkan masalah
(Sumber : PISA, 2016)
Tabel 2. 3 Indikator Kompetensi Literasi Saintifik (OECD, 2018)

Kompetensi Indikator
Mengingat dan menerapkan pengetahuan
ilmiah yang sesuai
Mengidentifikasi, menggunakan, serta
Menjelaskan fenomena
menghasilkan model dan representasi yang
secara ilmiah
jelas
Menjelaskan implikasi potensial dari
pengetahuan ilmiah bagi masyarakat
Mengusulkan cara mengeksplorasi secara
ilmiah terhadap pertanyaan yang diberikan
Mengevaluasi cara mengeksplorasi secara
Merancang dan ilmiah pertanyaan yang diberikan
mengevaluasi penyelidikan Mendeskripsikan dan mengevaluasi
ilmiah berbagai cara yang digunakan oleh ilmuan
untuk menentukan keabsahan dan
keobjektifan data serta keumuman
penjelasan
Mengubah data dari satu representasi ke
Menafsirkan data dan bukti representasi yang lain
secara ilmiah Menganalisis dan menafsirkan data dan
menarik kesimpulan yang tepat
(Sumber : OECD, 2018)
Dari beberapa indikator literasi sains diatas, dalam penelitian ini
menggunakan indikator literasi sains pada tabel 2.1 yakni indikator literasi
sains menurut Toharudin, dkk, 2011, karena dalam tabel tersebut sudah
mencakup semua aspek dari literasi sains dan juga disertai dengan indikator
dan sub indikator literasi sains yang memudahkan peneliti untuk
menentukan capaian pembelajaran nantinya.
2.1.4 Pembelajaran Kontekstual
1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang mengkaitkan
17

materi pembelajaran dengan konteks dunia nyata yang dihadapi siswa


sehari-hari baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, alam sekitar dan
dunia kerja, sehingga siswa mampu membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari, kontekstual sendiri berasal dari kata “Konteks” yang berasal
dari kata kerja Latin contexere yang berarti “menjalin bersama”. Kata
“konteks” merujuk pada “keseluruhan situasi, latar belakang, atau
lingkungan” yang berhubungan dengan diri, yang terjalin bersamanya
(Webster’s New World Dictionary) di dalam (Johnson, 2010). Dengan
melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran yakni : kontruktivisme
(constructivism), bertanya (questioning), menyelidiki (inquiry),
masyaraka belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi
(reflection), dan penilaian autentik (authentic assessment), (Hardiyati,
2018)
Menurut U.S. Departement of Education and the National School-to-
Work Office yang dikutip oleh Blanchard (2001), pembelajaran
kontekstual merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan
konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa
membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan tenaga
kerja. Sedangkan menurut University of Washington College of
Education (2001) pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik untuk munguatkan, memperluas, dan
menerapkan pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam
berbagai macam tatanan dalam-sekolah dan luar-sekolah agar dapat
memecahkan masalah-masalah dunia-nyata atau masalah- masalah yang
disimulasikan. Johnson (2002) juga memberikan pengertian yang senada
tentang pembelajaran kontekstual, yaitu proses pendidikan yang bertujuan
membantu peserta didik memaknai materi yang mereka pelajari dengan
cara mengaitkan materi tersebut dengan kehidupan mereka sehari- hari.
Berdasarkan beberapa teori diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi
yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.
2. Indikator Pembelajaran Kontekstual
Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan
dengan model lainnya, yaitu (Haryati, 2018):
18

a. Modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-


tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh)
b. Questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan,
mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi)
c. Learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar
kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba,
mengerjakan)
d. Inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi,
menemukan)
e. Constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi
konsep-aturan, analisis-sintesis)
f. Reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut),
g. Authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah
pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa,
penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya dari berbagai
aspek dengan berbagai cara).
3. Sintaks Pembelajaran Kontekstual
Tabel 2. 4 Sintak Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning
(CTL)

Fase-fase Perilaku Guru


Fase 1: Construcktivism Meng Kondisikan kelas untuk belajar,
Menyamapaikan tujuan dan menyampaikan tujuan pembelajaran, dan
Menghubungkan mengubungkan pengetahuan siswa dengan
pengetahuan yang didapat dunia sekitar sebagai awal pembukaan
Fase 2: Inquiry Membimbing Memberikan arahan kepada siswa dalam
siswa dalam penelitian melakukan rangkaian kegiatan berbasis inkuiri
Fase 3: Questioning Mengembangkan pemikiran kritis siswa
Mengeksplorasi pengetahuan melalui pertanyaan yang memperdalam materi
siswa
Fase 4 : Learning Society Menjelaskan kepada siswa aturan kerja
Mengorganisir siswa ke kelompok dan pembagian kerja
dalam kelompok kecil
Fase 5: Modeling Memperagakan cara kerja dan bersikap yang
Memberikan contoh yang benar
ditiru
Fase 6: Reflection Menguji pengetahuan yang telah didapat
Mengevaluasi dengan bermcam pertanyaan
Fase 7: Authentic assessment Melakukan penilaian aspek-aspek yang telah
Melakukan penilaian secara dicapai selama pembelajaran
19

langsung
Sumber : Kardi, S. at all (2000 : 8).
4. Kelebihan dan Kekurangan Model CTL (Contextual Teaching and
Learning.
1) Kelebihan Model Pembelajaran Kontekstual
a. Siswa terlibat aktif dalam memecahkan dan memiliki keterangan
berfikir yang lebih tinggi karena siswa dilatih untuk mengunakan
berfikir memecahkan suatu masalah dalam mengunakan data
memahami masalah untuk memecahkan suatu hasil.
b. Pengetahuan tetang materi pembelajaran tertanam berdasarkan skema
yang dimiliki siswa sehingga pembelajaran CTL akan lebih bermakna.
c. Siswa dapat merasakan dengan masalah yang konteks bagi siswa hal
ini dapat mengakibatkan motivasi kesukaran siswa terhadapbelajar
matematika semakin tinggi.
2) Kekurangan Model Pembelajaran Kontekstual
a. Waktu yang dibutuhkan dalam pembuatan banyak, karena siswa
ditentukan menemukan sendiri suatu konsis sedangkan guru hanya
berperan sebagai fasilitator, hal ini berakibat pada tahap awal.
b. Materi kadang-kadang tidak tuntas pada materi pembelajaran yang
mengandung prasyarat yang dapat diterapkan ontextual teaching and
learning (CTL).
c. Sulit untuk menambah paradigma guru : guru sebagai pengajar ke guru
sebagai fasilitator.
2.1.5 Materi Bumi dan Tata Surya
PETA KONSEP
20

Gambar 2.1. Peta konsep untuk materi bumi dan tata surya kelas 7 SMP semester 2
Sumber : http//google.com
1. Pengertian Tata Surya
Menurut Widodo et al. (2016), alam semesta atau jagad raya ini sangat
luas tak terhingga untuk ukuran pemahaman manusia. Di sana-sini terdapat
gugusan bintang-bintang yang disebut rasi atau galaksi. Telah banyak galaksi
ditemukan dengan namanya masing-masing. Setiap galaksi mempunyai
jutaan bahkan milyaran bintang dengan planet-planet yang mengitarnya.
Galaksi tempat manusia berdomisili adalah galaksi Bima sakti, yang
bertetangga dengan galaksi Magellan dan galaksi Andromeda. Galaksi Bima
saktipun memiliki milyaran bintang. Salah satu bintang itu adalah Matahari
dengan sembilan planet, asteroid, dan komet, sabuk Kuiper yang membentuk
satu kesatuan disebut Tata Surya.
a. Matahari
Matahari adalah sebuah bola pijar yang sangat besar yang merupakan
pusattata surya. Ukuran Matahari 100 kali lebih besar dari ukuran Bumi
yang memiliki diamater sekitar 1,4 juta km dan memiliki berat sekitar 300
ribu kali dari berat Bumi yang mempunyai suhu sekitar 6000°C dari
permukaan Matahari. Matahari terbentuk dari kumpulan gas hidrogen dan
helium.
b. Planet
Planet merupakan anggota tata surya yang tidak memancarkan cahaya
sendiri, tetapi hanya memantulkan cahaya Matahari. Pada 2006,
International Astonomical Audit (IAU) memperjelas definisi tentang
planet, yaitu: “benda langit yang memiliki orbit mengelilingi Matahari,
memiliki massa dan gravitasi yang cukup sehingga dapat membentuk
struktur bulat, dan memiliki jalur orbit yang bersih (tidak ada benda langit
lain dalam orbitnya)”. Berdasarkan definisi ini pluto sudah tidak termasuk
planet lagi karena orbitnya tidak bersih.
c. Komet
Komet adalah benda langit berukuran kecil yang tersusun atas sejumlah
partikel-partikel kecil bebatuan, kristal, es, dan gas. Karena sering terlihat
dalam bentuk yang berupa cahaya memanjang menyerupai ekor, komet
sering disebut juga bintang berekor.
d. Asteroid
Pada pembahasan planet, tentu kita mengenal istilah asteroid. Asteroid
adalah benda angkasa yang berupa pecahan kecil dan terletak pada garis
edar yang berada di antara planet Mars dan Jupiter. Asteroid terbesar
berdiameter 770 km. Asteroid terbentuk bersamaan dengan pembentukan
planet berdasarkan susunannya. Asteroid diduga berasal dari pecahan
21

planet yang hancur. Asteroid yang pertama kali diteliti diberi nama ceres.
Penelitian ini dilakukan pada 1801 oleh seorang astronom Italia bernama
Guiseppa Piazzi.
e. Meteor dan meteorid
Meteor adalah benda angkasa yang bergerak cepat dengan lintasan yang tak
beraturan. Jika kita pernah mendengar istilah bintang jatuh, itulah meteor
yang dapat terlihat oleh manusia. Peristiwa sebenarnya yang terjadi saat
manusia melihat bintang jatuh adalah pergesekan meteor dengan atmosfer
Bumi. Karena gesekan ini, suhu meteor naik dan terbakar hingga akhirnya
menguap. Saat meteor terbakar dan mengeluarkan pijar, itulah yang dapat
terlihat manusia secara langsung. Pada umumnya, meteor yang memasuki
atmosfer Bumi akan terbakar dan menguap. Namun, ada beberapa meteor
yang berhasil memasuki atmosfer dan sampai ke permukaan Bumi sebelum
habis terbakar. Benda inilah yang disebut meteorid dan merupakan anggota
tata surya.
2. Gaya Gravitasi
Hukum gravitasi universal Sir Isaac Newton menemukan hukum gravitasi
yang menyatakan bahwa dua benda selalu mempunyai gaya tarik-menarik.
Gaya tarik-menarik tersebut berbanding lurus dengan massa benda dan
berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya

Maka dapat dikatakan sebagai berikut. Gaya gravitasi sebanding dengan


massa benda kesatu, F m1. Gaya gravitasi sebanding dengan massa benda
kedua,F  m2. Gaya gravitasi berbanding terbalik dengan kuadrat jarak, F
1 .r 2

Dengan
F : gaya gravitasi antar dua benda
m1 : massa benda 1
m2 : massa benda 2
r : jarak
 : sebanding.
3. Bentuk Orbit
22

Hukum Keppler
1) Hukum I Keppler
Hukum I Keppler menjelaskan tentang bagaimana bentuk lintasan orbit
planet-planet. Bunyi dari hukum ini yaitu:
“Lintasan setiap planet ketika mengelilingi Matahari, berbentuk elips, di
mana Matahari terletak pada salah satu fokusnya”.
2) Hukum II Keppler
Hukum kedua Keppler menjelaskan tentang kecepatan orbit suatu planet.
Bunyi dari hukum keduanya yaitu:
“Setiap planet bergerak sedemikian sehingga suatu garis khayal yang
ditarik dari Matahari ke planet tersebut mencakup daerah dengan luas
yang sama dalam waktu yang sama”.
3) Hukum III Keppler
Hukum ini Keppler menjelaskan tentang periode revolusi setiap planet
yang melilingi Matahari. Hukum Keppler III berbunyi:
“Kuadrat perioda suatu planet sebanding dengan pangkat tiga jarak
rata- ratanya dari Matahari”.
Secara matematis Hukum Keppler dapat ditulis sebagai berikut:

Dengan :
T1 : periode planet pertama
T2 : periode planet kedua
r1 : jarak planet pertama dengan Matahari
r2 : jarak planet kedua dengan Matahari.
2.2 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu pada bagian ini merupakan penelitian yang
mendukung penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian
pengembangan instrumen penilaian literasi sains dengan metode kontekstual
untuk melatih keterampilan literasi sains siswa masih belum banyak
dilakukan (Arikunto, 2018). Oleh karena itu keterbaruan dari penelitian ini
yaitu pengembangan instrumen penilaian literasi sains pada pembelajaran
IPA dirancang sesuai konsep Kurikulum Merdeka untuk melatih literasi sains
siswa dan berfokus pada keterampilan literasi sains siswa kelas VII yang
mana belum pernah diteliti sebelumnya.
Adapun penelitian terdahulu yang disajikan oleh peneliti diantaranya
sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Aji Priyatmoko, dkk (2017) tentang
pengembangan instrumen penilaian kemampuan literasi sains fisika peserta
didik SMA kelas 11 untuk mengembangkan instrumen penilaian
23

kemampuan literasi sains peserta didik SMA kelas 11. Penelitian


pengembangan instrumen penilaian ini menggunakan model 4d, instrumen
yang dihasilkan adalah dalam bentuk naskah soal dan hasil dari penelitian
yang dilakukan dinyatakan valid, persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah sama sama menggunakan penelitian
pengembangan dengan model (4d).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Imroatun H, dkk (2016) tentang
pengembangan instrumen penilaian kemampuan literasi sains siswa kelas xi
materi sistem ekskresi dan koordinasi di SMAN 9 Malang untuk
menghasilkan instrumen penilaian literasi sains yang valid (validitas logis)
dan reliabel pada materi Sistem Ekskresi dan Koordinasi. Instrumen
Penelitian yang dikembangkan Instrumen penilaian yang dikembangkan
berupa tes, non tes, dan perangkat pembelajaran. Hasil yang didapat pada
penelitian ini menyatakan bahwa instrumen penilaian yang dilakukan valid
dan reliabel sehingga layak digunakan. Penelitian ini merupakan penelitian
pengembangan model ADDIE. Persamaan penelitian ini dengan penelitian
yang akan dilakukan adalah sama-sama untuk mengukur kemampuan
literasi sains siswa.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Mei Dwi Indrawati, dkk (2018) tentang
pengembangan instrumen penilaian literasi sains fisika peserta didik pada
bahasan gelombang bunyi di SMA Negeri 1 gedangan Sidoarjo. Penelitian
ini menggunakan model 4D. Instrumen penilaian yang dikembangkan
berupa soal uraian yang mengacu pada kompetensi literasi sains menurut
OECD. Instrumen penilaian literasi sains fisika yang dikembangkan
dinyatakan layak secara teoritis dengan persentase rata-rata kriteria
kelayakan materi, konstruksi dan bahasa masing-masing sebesar 90,94%;
88,58%; dan 94,42%. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan
dilakukan adalah sama-sama unuk mengukur kemampuan literasi sains
siswa. Dan sama-sama menggunakan model Research and Development
4D.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Eliya Ratna Sari (2022) tentang
Pembelajaran Kontekstual untuk Melatih Kemampuan Literasi Sains Siswa.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan kemampuan literasi
sains siswa pada aspek kompetensi sebelum dan setelah menerapkan model
pembelajaran kontekstual. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif
dengan teknik analisis data statistik uji n-gain untuk mengetahui perbedaan
kemampuan literasi sains sebelum dan setelah diterapkan model
pembelajaran kontekstual. Hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa
kemampuan literasi sains siswa pada aspek kompetensi mengalami
peningkatan setelah menerapkan model pembelajaran kontekstual dengan
24

perolehan nilai n-gain sebesar 0,55 pada tingkatan sedang.


2.3 Spesifikasi Produk
Spesifikasi produk yang akan dikembangkan dalam penelitian ini yaitu ;
1. Kisi-kisi soal literasi sains
Kisi-kisi soal literasi sains yang dikembangkan berupa suatu format atau
matriks yang memuat kriteria tentang soal-soal yang hendak disusun.
Format ini juga bisa diartikan sebagai test blue-print atau table of
specification yang memuat deskripsi kompetensi dan materi untuk
diujikan dalam hal ini adalah soal terkait literasi sains yang diberikan
kepada siswa. Kisi-kisi penilaian ini disusun dengan tujuan untuk
mengetahui standar capaian penilaian yang diinginkan. Kisi-kisi ini
disusun dan menjadi keterkaitan antara tiap butir soal dengan setiap
tujuan pembelajaran dan disesuaikan dengan indikator literasi sains
2. Butir soal literasi sains dengan variasi pilihan ganda dan soal essay
Butir soal literasi sains yang dikembangkan berupa butir soal dengan
variasi pilihan ganda dengan 4 pilihan jawaban dan soal essay. Sedangkan
butir soal essay adalah bentuk pertanyaan yang menuntut siswa
menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan,
membandingkan, memberi alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai
dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa
sendiri.
3. Rubrik penskoran/ rubrik penilaian
Rubrik penskoran/ rubrik penilaian yang dikembangkan berupa alat bagi
guru untuk menetapkan kriteria penilaian untuk tugas. Tidak hanya
berguna bagi para guru, alat ini juga bermanfaat bagi
siswa. Rubrik mendefinisikan secara tertulis apa yang diharapkan guru
dari siswa untuk mendapatkan nilai tertentu pada suatu tugas. Sunandar
(2016) menyatakan Isi yang termuat dalam rubrik penilaian adalah:
(1) Dimensi yang menjadi dasar untuk menilai kinerja
(2) Definisi dan contoh yang merupakan penjelasan mengenai setiap
dimensi
(3) Skala penilaian
(4) Standar untuk setiap kategori kinerja
2.3 Hipotesis Penelitian
Adapun yang menjadi hipotesis yang akan diuji dengan statistika dalam
penelitian ini adalah :
Ha : Penilaian literasi sains melampaui Kriteria Ketercapaian Tujuan
Pembelajaran (KKTP).
H0 : Penilaian literasi sains belum melampaui Kriteria Ketercapaian
Tujuan Pembelajaran (KKTP).
25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
pengembangan (Research and Development). and Development). Produk yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah ““Instrumen Penilaian Literasi Sains””
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) kelas VII dengan topikinteraksi
makhluk hidup dan lingkungannya. Desain penelitian yang digunakan pada
penelitian pengembangan ini yaitu penelitian pengembangan model 4D.

P
Analisis awal akhir
E
N
Analisis siswa D
E
F
Analisis Tugas Analisis Konsep I
N
Spesifikasi Tujuan Pembelajaran I
S
PPPpembelajaran
Penyusunan Kisi-kisi P
E
penilaian
R
Penyusunan Butir Soal A
N
C
Penyusunan Rubrik Penilaian
A
N
Tahap Pengembangan G
A
P
Validasi ahli Oleh Pakar E
(Dosen) N
G
Uji Reliabilitas
E
M
Uji Coba Lapangan (Terbatas) B
A
P
Penyebaran dan Pengadobsian
E
N
Gambar 3. 1 Desain Penelitian Pengembangan Y
E
B
A

26
27

Berdasarkan pada jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian


pengembangan, tujuan utama jenis penelitian pengembangan ini adalah
mengembangkan dan memvalidasi instrumen penilaian. Produk yang
dikembangkan pada penelitian ini adalah “Instrumen Penilaian Literasi Sains”
untuk pembelajaran IPA kelas VII dengan materi interaksi makhluk hidup
dan lingkungannya. Model pengembangan dalam penelitian ini menggunakan
model penelitian pengembangan 4D yang terdiri dari define, design,
development dan disseminate. Model pengembangan 4D dipilih karena model
4D dapat digunakan untuk mengembangkan instrumen soal dan adanya
validasi ahli serta tahap- tahap pelaksanaan dibagi secara detail. Tahap-tahap
penelitian pengembangan model 4D sebagai berikut:
1. Tahap pendefinisian (define)
a. Analisis Awal-Akhir
Analisis awal-akhir diawali dari pengetahuan, keterampilan dan sikap
awal yang dimiliki siswa untuk mencapai tujuan akhir, yaitu tujuan yang
tercantum dalam kurikulum. Kesenjangan antara hal-hal yang sudah
diketahui siswa dengan apa yang seharusnya dicapai siswa memerlukan
telaah kebutuhan akan materi sebagai penutup kesenjangan tersebut
(Trianto, 2015). Dalam analisis awal-akhir ini perlu mempertimbangkan
beberapa hal sebagai alternatif pengembangan instrumen penilaian
Analisis awal-akhir ini dimulai dengan menganalisis Kurikulum
Operasional Satuan Pendidikan (KOSP) yang diimplementasikan di
sekolah lalu mengidentifikasi karakteristik siswa dan permasalahan yang
terjadi dalam pembelajaran IPA yang dialami oleh guru. Kegiatan analisis
awal ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan langkah awal
pengembangan instrumen penilaian literasi sains yang sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran dan dapat mengatasi permasalahan dalam
pembelajaran IPA
b. Analisis Siswa
Analisis siswa dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
karakteristik siswa dan tingkat kemampuan siswa. Kegiatan analisis ini
dilakukan untuk mengetahui kemampuan dan keadaan siswa ketika
pembelajaran IPA di kelas. Hasil analisis siswa ini kemudian dapat
digunakan untuk menentukan jenis instrumen penilaian literasi sains yang
akan dikembangkan. Alasan peneliti mengembangkan instrumen penilaian
literasi sains adalah akan pentingnya kebutuhan siswa yang dimana
kebutuhan tersebut akan selalu berkembang dengan sifat dan
karakteristiknya sebagai manusia seperti kebutuhan intelektual siswa
meliputi rasa ingin tahu, termotivasi untuk mencapai prestasi saat di
tantang dan mampu berpikir untuk memecahkan masalah yang seharusnya
28

karakteristik tersebut dimiliki oleh siswa tingkat SMP yaitu berusia 12-13
tahun.
Teori perkembangan kognitif Jean Piaget menyatakan anak dengan
usia 11 - 13 tahun telah memasuki tahap formal operasional. Dalam tahap
tersebut seorang remaja telah memiliki kemampuan kognitif berupa
kapasitas menggunakan hipotesis seperti dalam hal pemecahan masalah
dengan menggunakan respons dan kapastias menggunakan abstrak
seperti mampu mempelajari materi pembelajaran yang abstrak dengan
luas dan mendalam. Pada tahap ini, anak mulai melakukan pemikiran
spekulasi tentang kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka
dan diri orang lain. Konsep operasional formal juga menyatakan bahwa
anak dapat mengembangkan hipotesis deduktif tentang cara untuk
memecahkan problem dan mencapai kesimpulan secara sistematis.
Sehingga terdapat keselarasan antara Instrumen penilaian literasi sains
yang dikembangkan dengan karakteristik yang dimiliki oleh siswa.
Dengan demikian model pembelajaran kontekstual ini dapat diterapkan
pada siswa kelas VII SMP untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran di
kelas maupun di alam.
c. Analisis Konsep
Analisis konsep merupakan satu langkah penting untuk memenuhi
prinsip dalam membangun konsep atas pokok yang terkait dengan aspek
literasi sains yang relevan dalam Instrumen penilaian literasi sains yang
dikembangkan. Instrumen penilaian yang dikembangkan digunakan untuk
melatih keterampilan literasi sains siswa pada materi “Bumi dan Tata
Surya” Identifikasi konsep ini dapat dilihat melalui Capaian Pembelajaran
(CP) pada elemen pemahaman IPA sebagai berikut:
1) Elemen Pemahaman IPA
Elemen pemahaman IPA dalam fase D yaitu: Peserta didik Peserta
didik mampu mengelaborasikan pemahamannya tentang posisi relatif
bumi-bulan-matahari dalam sistem tata surya dan memahami struktur
lapisan bumi untuk menjelaskan fenomena alam yang terjadi dalam
rangka mitigasi bencana.
Elemen pemahaman IPA dalam topik bumi dan tata surya mencakup
peserta didik dapat menyebutkan berbagai benda langit dan
mendeskripsikan perbedaannya, serta mengumpulkan informasi yang
mendukung pendapat mengenai benda langit yang berpotensi menjadi
Bumi baru bagi manusia.
2) Elemen Keterampilan Proses
Elemen keterampilan proses pada topik bumi dan tata surya meliputi:
a. Mengamati
29

b. Merencanakan dan melakukan penyelidikan


c. Memproses, menganalisis data dan informasi
d. Mengevaluasi dan refleksi
e. Mengomunikasikan hasil
d. Analisis Tugas
Analisis tugas bertujuan mengidentifikasi capaian pembelajaran yang
dikaji oleh peneliti untuk kemudian dianalisis ke dalam himpunan
kompetensi yang diperlukan. Identifikasi capaian pembelajaran dalam
penelitian ini yaitu:

Tabel 3. 1 Identifikasi CP dan Analisis Kompetensi


30

Konten Kompetensi Tujuan


Capaian Aspek
Pembelajaran
Pembelajaran Literasi
(Indikator Literasi
(CP) sains
sains)
Elemen -Sistem Tata Mengelaborasi Konten Memahami
Pemahaman IPA Surya fenomena yang
Memahami terjadi dalam sistem
Peserta didik tata surya
diharapkan mampu Menjelaskan
mengelaborasikan -Bumi dan
Mengidentifikasi
pemahamannya Satelitnya
permasalahan ilmiah
tentang posisi yang berkaitan
relatif bumi-bulan- Proses dengan benda-benda
matahari dalam -Mengenal langit dalam sistem
sistem tata surya Matahari tata surya.
dan memahami Lebih Dekat
struktur lapisan Menjelaskan
bumi untuk fenomena secara
menjelaskan ilmiah yang terjadi
fenomena alam di tata surya.
yang terjadi dalam Menggunakan bukti
rangka mitigasi ilmiah dalam
bencana. menjelaskan
permasalahan
tentang konsep tata
surya.
Konteks Memecahkan
masalah yang
berkaitan dengan
benda-benda langit
dan fenomena di
dalam tata surya.

Berdasarkan analisis literasi sains yang harus dicapai oleh siswa pada topik sistem
tata surya dipilih model pembelajaran kontekstual berdasarkan pada aspek Konten
yaitu bagaimana siswa memahami fenomena yang terjadi terkait materi yang
diberikan, Aspek Proses yaitu mengidentifikasi dan menjelaskan fenomena dan
dibuktikan dengan teori ilmiah. Aspek konteks yaitu bagaimana cara memecahkan
masalah dari soal yang diberikan.
e. Spesifikasi Tujuan Pembelajaran
Rumusan tujuan pembelajaran bertujuan merangkum hasil analisis konsep
dan analisis tugas untuk menentukan perilaku objek penelitian.
31

Berdasarkan hasil analisis konsep dan tugas, spesifikasi tujuan


pembelajaran dikembangkan dari capaian pembelajaran pada elemen dan
keterampilan proses.
Tabel 3. 2 Spesifikasi Tujuan Pembelajaran

Capaian Tujuan Pembelajaran


Pembelajaran (CP)
Elemen pemahaman IPA 1. Menjelaskan penyebab dan hubungan terjadinya
peristiwa terbentuknya blachole (lubang hitam) di
Dalam fase D yaitu: Peserta tata surya
didik mampu 2. Mengemukakan fenomena yang terjadi akibat dari
mengelaborasikan revolusi bulan.
pemahamannya tentang posisi 3. Mengklasifikasikan macam-macam benda langit
relatif bumi-bulan-matahari berdasarkan ciri-cirinya.
dalam sistem tata surya dan 4. Mengemukakan fenomena yang terjadi akibat gerhana
memahami struktur lapisan matahari.
bumi untuk menjelaskan 5. Memecahkan masalah akibat adanya proyek
fenomena alam yang terjadi rekomendasi bumi baru dalam tata surya.
dalam rangka mitigasi bencana. 6. Menghubungkan dampak adanya benda langit
terhadap kehidupan makhluk hidup.
7. Mengemukakan fenomena yang terjadi akibat rotasi
bumi.
8. Menganalisis proses terbentuknya bumi berdasarkan
teori bintang kembar.
9. Mengaitkan proses terbentuknya bumi berdasarkan
teori big bang.
10. Mengklasifikasikan macam-macam lapisan bumi
dalam tata surya.
11. Menjelaskan macam-macam gerhana bulan.
12. Menghitung kala rotasi bumi terhadap matahari.
13. Menganalisis letak kecepatan terbesar revolusi bumi
berdasarkan gambar.
14. Menyimpulkan kejadian pergeseran garis spectral dari
sebuah bintang.
15. Membuat model grafik keadaan semu tahunan
matahari.
16. Memprediksi kejadian yang terjadi pada musim
gugur.
17. Memperjelas pemahaman mengapa bumi mengelilingi
matahari.
18. Menyimpulkan permasalah terkait mengapa pluto
tidak lagi masuk dalam 8 planet dalam tata surya.
19. Menguraikan femomena meluncurnya teleskop james
dan fungsinya.
20. Memecahkan permasalahan terkait adanya sampah
32

luar angkasa

f. Tahap Perancangan (design)


Tujuan tahap ini yaitu untuk menyiapkan rancangan, menentukan
gambaran dan bentuk instrumen penilaian yang akan dikembangkan.
Perancangan instrumen penilaian tersebut disesuaikan dengan beberapa
hasil analisis dari tahap pendefinisian. Tahap perancangan ini memiliki tiga
tahap lagi yaitu:
a. Penyusunan Kisi-Kisi Penilaian
Penyusunan kisi-kisi penilaian merupakan tahap penyusunan format atau
matriks yang memuat kriteria tentang soal-soal yang hendak disusun.
Format ini juga bisa diartikan sebagai test blue-print atau table of
specification yang memuat deskripsi kompetensi dan materi untuk
diujikan dalam hal ini adalah soal terkait literasi sains yang diberikan
kepada siswa. Tujuan disusunnya kisi-kisi penilaian ini adalah untuk
mengatahui standar capaian penilaian yang diinginkan. Kisi-kisi ini
disusun dan menjadi keterkaitan antara tiap butir soal dengan setiap
tujuan pembelajaran dengan indikator literasi sains
b. Penyusunan Butir Soal
Tahapan pada penyusunan butir soal ini adalah menyusun butir soal dalam
bentuk pilihan ganda maupun dalam bentuk essay. Butir soal pilihan ganda
dengan 4 pilihan jawaban Sedangkan butir soal essay adalah bentuk
pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk
menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberi
alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan
dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Tujuan disusun nya
butir soal adalah untuk mengetahui capaian dari pembelajaran literasi
dengan menggunakan butir soal.
c. Penyusunan Rubrik Penilaian
Pada tahap penyusunan rubrk ini yaitu menyusun sebuah alat bagi
guru untuk menetapkan kriteria penilaian untuk tugas. Tidak hanya
berguna bagi para guru, alat ini juga bermanfaat bagi
siswa. Rubrik mendefinisikan secara tertulis apa yang diharapkan guru dari
siswa untuk mendapatkan nilai tertentu pada suatu tugas.dalam
penyusunan rubrik penilaian. Pada penelitian ini peneliti menggunakan
penilaian acuan kriteria (PAK) berdasarkan kurikulum merdeka dan
terdapat beberapa instrumen penilaian rubrik yang harus diperhatikan di
antarannya :
- Penilaian Acuan Kriteria (PAK)
1) Penilaian dengan berdasarkan standar kelulusan berupa suatu
33

deskripsi standar produk/kinerja/sikap hasil pembelajaran mahasiswa


berupa indikator kinerja
2) Cara ini paling sesuai untuk digunakan mengukur tingkat pemenuhan
capaian pembelajaran
3) Dikembangkan lebih lanjut menjadi rubrik penilaian
g. Tahap Pengembangan (developer)
Tujuan dari tahap ini yaitu untuk menghasilkan produk Instrumen
penilaian yang telah valid dan efektif berdasarkan masukan dari validator
yang ahli dibidangnya, dan pengujian produk secara terbatas. Dalam tahap
pengembangan ini, terdapat beberapa tahapan yang dilakukan,
diantaranya:
a. Uji Validitas
Uji validitas disini dilakukan dengan 2 cara yaitu validitas isi (ahli) dan
validitas empiris (validasi butir soal yang dianalisis) digunakan untuk
mengukur sah atau valid tidaknya suatu butir soal. Uji validasi bertujuan
untuk mengetahui tingkat validitas produk berupa instrumen penilaian
literasi sains dan instrumen penelitian. Uji validasi ahli/ isi menggunakan
lembar validasi berisi kritik dan saran untuk mengetahui kelayakan
instrumen penilaian literasi sains dan instrumen penelitian sebelum
dilakukan uji coba kepada siswa. Dalam hal ini peneliti menggunakan uji
validitas ahli dengan Instrumen penilaian literasi sains yang
dikembangkan untuk mengukur keterampilan literasi sains siswa dan
instrumen penelitian divalidasi oleh dua validator ahli sedangkan uji
validitas empiris dilakukan dengan pengujian statistik
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur
dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran
yang diperoleh relatif konsisten. Reliabilitas berkenaan dengan
pertanyaan, apakah suatu instrumen dapat dipercaya sesuai dengan
kriteria yang ditetapkan. Suatu instrumen dapat dikatakan reliabel jika
selalu memberikan hasil yang sama jika diujikan pada kelompok yang
sama pada waktu atau kesempatan yang berbeda. Reliabilitas adalah
tingkat ketepatan ketelitian atau keakuratan sebuah instrumen. Pengujian
realibilitas dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara
eksternal pengujian dapat dilakukan dengan tes-trates, equivalent, dan
gabungan keduanya. Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji
dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen
dengan teknik tertentu. Untuk uji reliabilitas peneliti menggunakan
aplikasi IBM SPSS 26.0 Statistik For Windows.
34

c. Uji Coba Lapangan (Uji Coba Terbatas )


Tahap ini bertujuan untuk menghasilkan instrumen penilaian yang dapat
digunakan sebagai sumber belajar yang sudah direvisi bedasarkan
masukan dari validator, kemudian dilakukan uji coba terbatas kepada
siswa untuk mengetahui keterampilan literasi sains siswa. Desain
penelitian menggunakan desain One Shot Case Study, yaitu kelompok
yang diberi treatment/perlakuan, dan selanjutnya diobservasi hasilnya.
Desain penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
X O
X = Perlakuan yang diberikan, yaitu pembelajaran materi interaksi
makhluk hidup dan lingkungannya dengan pembelajaran kontekstual
O = Hasil observasi setelah dilakukan perlakuan yaitu peningkatan pada
literasi atau minat baca
Setelah diberikan perlakuan dan didapatkan hasil observasi, akan
dilakukan pengujian hipotesis deskriptif berdasarkan Kriteria
Ketuntasan Tujuan Pembelajaran (KKTP)
d. Tahap Penyebarluasan (disseminate)
Tahap ini merupakan tahap penggunan perangkat yang telah dikembangkan
pada skala yang lebih luas. Instrumen penilaian yang telah dikembangkan
dan diimplementasikan dalam proses pembelajaran. Pada tahap
penyebarluasan dalam penelitian ini tidak dilakukan. Tahap penyebarluasan
ini tidak dilakukan dikarenakan penelitian ini hanya melakukan uji coba
terbatas atau uji coba skala kecil dan keterbatasan waktu dan biaya.
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai Maret 2023 tempat
dan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah salah satu sekolah
menengah pertama di kabupaten Lamongan tepatnya di SMP Negeri 1
Sarirejo. Yang berlokasi di Dusun Mloko Desa Gempoltukmloko,
Kecamatan Sarirejo Kabupaten Lamongan.
3.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian meliputi populasi dan sampel. Adapun subjek
penelitian dalan penelitian pengembangan ini adalah :
3.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan dari objek penelitian yang telah
ditetapkan oleh peneliti untuk melakukan penelitian. Populasi dari
penelitian ini yaitu kelas VII SMP Negeri 1 Sarirejo yang terdiri dari 105
siswa dengan judul materi interaksi makhluk hidup dan lingkungannya
3.3.2 Sampel
Sampel penelitian merupakan suatu perwakilan dari keseluruhan populasi
35

yang akan dikajikan oleh penelitian. Adapun teknik sampling yang


digunakan adalah simple random sampling. Alasan dan pertimbangan dalam
pemilihan sampel yaitu sekolah yang dijadikan sampel memiliki
karakteristik yang sama dilihat dari waktu pembelajaran, karakteristik siswa
dan materi yang dipelajari (Tanjung, 2017). Cara menentukan jumlah
elemen / anggota sempel dari suatu populasi dapat menggunakan rumus
slovin adapun rumusnya sebagai berikut :
N
n= 2
1+(N x e )
Di mana :
n : Jumlah elemen/anggota sampel
N : Jumlah elemen/anggota populasi
e : error level (tingkat kesalahan
51
N=
1+ ¿ ¿
105
=
1+ ¿ ¿
105
=
1+ 0 ,2625
105
=
1, 2625
= 45
Berdasarkan perhitungan di atas karena jumlah sampel yang diambil kurang
mendekati jumlah populasi, maka peneliti mengambil jumlah populasi yang
berjumlah 51 siswa yang terdiri atas kelas VII-A dan VII-B sebagai sampel
penelitian.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dilakukan peneliti dalam mengumpulkan data berdasarkan fakta
yang sedang terjadi dilapangan, (Sujarweni, 2016). Teknik pengumpulan data
yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu:
3.4.1 Tes
Tes pada penelitian ini digunakan untuk mengukur kemampuan literasi
sains siswa melalui soal pretest dan posttest dalam bentuk soal uraian.
Pada penelitian ini dilakukan dua kali tes untuk mengetahui kemampuan
literasi sains siswa yaitu pretest dan posttest yang diujicobakan pada
sampling penelitian. Data berupa nilai pretest diambil sebelum
pembelajaran, sedangkan nilai posttest diambil setelah pembelajaran. Soal
yang diberikan yaitu berupa soal uraian (essay/subjective).
3.4.2 Survei
36

Survei merupakan teknik pengumpulan data, teknik survey dalam


penelitian ini digunakan dalam kegiatan validasi ahli, yang dilakukan
dengan cara memberikan instrumen validasi kepada validator
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian pengembangan ini adalah
lembar wawancara, lembar validasi instrumen tes literasi sains dan instrumen
penilaian literasi sains. Ketiga instrument tersebut diuraikan sebagai berikut:
3.5.1 Lembar Validasi Instrumen Tes Literasi sains
Lembar validasi instrumen tes literasi sains digunakan sebagai alat
penelitian oleh ahli dan praktisi terhadap kualitas atau kelayakan instrumen
yang digunakan. Lembar validasi berisi kritik dan saran untuk mengetahui
kelayakan dari instrumen penilaian literasi sains yang akan diujikan
kepada siswa. Lembar validasi ini menggunakan skala likert. Skala likert
terdiri dari skala 1-4 yaitu sangat tidak valid (nilai 1), tidak valid (nilai 2),
valid (nilai 3) dan sangat valid (nilai 4).
Berikut beberapa aspek yang dicakup di dalam lembar validasi soal secara
kualitatif
Aspek Kriteria
Kesesuaian butir soal dengan tujuan
pembelajaran
Uraian pengecoh butir homogen
Materi Uraian pengecoh butir soal logis dan berfungsi.
Hanya ada satu jawaban
Materi yang ditanyakan sesuai dengan
kompetensi
Isi materi yang ditanyakan sesuai dengan
jenjang sekolah atau tingkat kelas
Pokok soal dirumuskan dengan singkat, jelas
dan tegas.
Pokok soal tidak memberi petunjuk ke arah
Konstruk jawaban yang benar.
Gambar dan grafik jelas dan berfungsi.
Butir soal tidak tergantung pada jawaban soal
sebelumnya.
Panjang pilihan jawaban relatif sama.
Pilihan jawaban tidak menggunakan pernyataan
“semua jawaban benar/salah”
Pokok soal bebas dari pernyataan yang bersifat
ganda
Penulisan soal sudah sesuai dengan kaidah
bahasa Indonesia.
Tidak menggunakan bahasa daerah tertentu
37

(bias budaya).
Bahasa Kejelasan bahasa soal bagi peserta didik.
Kejelasan uraian distraktor butir soal dari segi
isi.
Pilihan jawaban tidak mengulang
kata/kelompok kata yang sama.

3.5.2 Tes Literasi Sains


Tes Literasi Sains yang digunakan berupa pretest- posttest. Pretest-
posttest tersebut berupa soal uraian dan kisi-kisi soal sesuai dengan
indikator yang ditetapkan. Tes literasi sains ini merujuk pada
indikator pembelajaran menggunakan instrumen yang
dikembangkan. Instrumen penelitian ini menggunakan soal tes tertulis
berupa soal uraian/essay, yang terdiri dari 20 soal uraian yang terdiri
dari aspek meliputi, memahami fenomena, mengidentifikasi
permasalahan ilmiah, menjelaskan fenomena secara ilmiah,
menggunakan bukti ilmiah dan memecahkan masalah untuk mengukur
kemampuan literasi sains siswa. Tes diberikan di awal dan akhir
pembelajaran, tes awal (Pre test) untuk mengetahui kemampuan awal
siswa sebelum pembelajaran dimulai dan soal tes akhir (Post test)
untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran yang diterapkan
dalam meningkatkan Literasi Sains siswa yang diberikan setelah
pembelajaran. Adapun soal tes dikembangkan berdasarkan indikator
berikut ini:
Tabel 3. 3 Indikator Instrumen Soal Tes Literasi Sains

Aspek
Indikator Literasi Sub Indikator Literasi
No Literasi Jumlah Soal
sains sains
sains
1. Konten Memahami Memahami konsep 5
fenomena dengan benar
Mengidentifikasi Mengenali 3
permasalahan permasalahan yang
ilmiah dapat diselidiki secara
ilmiah
Menjelaskan Mendeskripsikan atau 6
fenomena secara menafsirkan fenomena
ilmiah secara ilmiah
2. Proses
Menggunakan Mengidentifikasi 4
38

Aspek
Indikator Literasi Sub Indikator Literasi
No Literasi Jumlah Soal
sains sains
sains
bukti ilmiah asumsi, bukti, dan
alasan dibalik
kesimpulan
3. Konteks Memecahkan Menerapkan konsep 2
masalah sains secara personal,
sosial, dan global
seperti ilmu lingkungan

3.6 Teknik Analisa data


Analisis data merupakan cara dari seorang peneliti untuk menjawab
rumusan masalah atau hipotesis yang telah di buatnya. Berlatar belakang
penelitian pengembangan maka teknik penelitian ini mengguanakan teknik
analisis data deskriptif kualitatif dan teknik analisis kuantitatif.
1. Uji Validitas
Validitas merupakan suatu derajat ketepatan instrumen (alat ukur),
maksudnya apakah instrumen yang digunakan betul-betul tepat untuk
mengukur apa yang akan diukur. Pada model pengembangan instrument
penilaian literasi sain pada pembelajaran IPA menggunakan model
pembelajaran kontekstual di SMP N 1 Sarireo Lamongan untuk
mengetahui apakah media tersebut sudah sesuai dan layak digunakan
untuk pembelajaran.
Uji Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi
dan validitas empiris (validitas kriteria).
a) Validitas Isi
Lembar validasi yang berupa judgement terhadap butir-butir soal oleh
para ahli (2 dosen) dan digunakan untuk menentukan validitas isi dalam
penelitian ini. Hasil validasi dari para ahli kemudian dianalisis
menggunakan menggunakan statistic Aiken’s V yang dirumuskan
sebagai berikut (Fadillah, 2017):
∑s
V=
[n ( c−1 ) ]

Dengan:
V : validitas
∑ s : r - lo
lo : angka penilaian validitas terendah
39

c : angka penilaian validitas tertinggi


r : angka yang diberikan penilai
Nilai V tersebut akan diinterpretasikan dalam rentang antara 0,00 sampai
dengan 1,00 sebagai koefisien validitas isi yang baik ataupun tidak baik
serta nilai tersebut sebagai ukuran mendukung atau tidaknya validitas isi
secara keseluruhan (Aiken, 1985). Interpretasi nilai validitas ditunjukkan
pada tabel di bawah ini
Tabel 3.3 Kriteria Validitas
No Hasil Validitas Kriteria Validitas

0,80 < V < 1,00 Sangat tinggi


0,60 < V < 0,80 Tinggi
0,40 < V < 0,60 Cukup
0,20 < V <¿ 0,40 Rendah
0,00 < V <¿ 0,20 Sangat rendah

Apabila didapatkan hasil analisis data penilaian validator kategori Sangat


sangat tinggi, tinggi, dan cukup maka modul ajar dan instrumen
penelitian siap digunakan dan diuji cobakan kepada siswa. Apabila
belum memenuhi kualitas tersebut, maka instrumen penilaian dan
instrumen penelitian harus direvisi agar memenuhi kualitas yang layak
untuk diujicobakan kepada siswa.
b) Validitas Empiris (Validitas Kriteria)
Penelitian ini menggunakan validitas internal. Validitas internal
diperlihatkan oleh seberapa jauh hasil ukur butir tersebut konsisten
dengan hasil ukur tes secara keseluruhan. Oleh karena itu validitas butir
tercermin pada besaran koefisien korelasi antara skor butir dengan skor
total tes. Jika koefisien korelasi skor butir dengan skor total positif dan
signifikan maka butir tersebut valid berdasarkan ukuran validitas
internal.Nilai koefisien korelasi skor butir dibandingkan dengan nilai
koefisien korelasi yang ada di tabel-r. Jika koefisien korelasi skor butir
dengan skor total lebih besar dari koefisien korelasi dari tabel-r, maka
koefisien korelasi butir signifikan dan butir tersebut valid secara
empiris. Peneliti menggunakan pengujian validitas empiris dengan
bantuan program statistical package for social scince (SPSS) 26.0 for
windows. Hasil akan dinyatakan reliabel apabila memenuhi kriteria
yaitu r > 0.60.
2. Uji Reliabilitas
40

Setelah melakukan uji validitas kemudian dilakukan uji reliabilitas untuk


mengetahui kosistensi alat ukur, karena itu dalam penelitian ini
menggunakan batas minimal koefisien korelasi 0,60. Sehingga apabila
koefisien korelasinya < 0,60 dinyatakan tidak valid. Uji reliabilitas
instrumen tes ditentukan menggunakan rumus Alpha Cronbach dengan
membandingkan rii dan rtabel . Instrumen tes dikatakan reliabel jika rii ≥ r
tabel. Nilai Alpha Cronbach menurut Arikunto (2010) dapat diperoleh dari
perhitungan SPSS versi 26.0, Peneliti menggunakan pengujian realibilitas
koesinoner diuji dengan bantuan program statistical package for social
scince (SPSS) 25.0 for windows.
3. Pengukuran Literasi Sains Berdasarkan KKTP
Data yang diperoleh berupa keterampilan literasi sains kemudian dianalisis
dengan statistik deskriptif dengan mencari presentase jumlah jawaban
siswa pada setiap kategori di bawah standar/mendekati standar/sesuai
standar. Adapun langkah-langkah menganalisis data dari lembar observasi
sebagai berikut:
1) Melakukan pengorganisasian dan pengecekan data
2) Menghitung total jawaban siswa pada tiap kategori untuk setiap
indikator literasi sains
3) Menghitung rata-rata presentase total jawaban siswa pada tiap kategori
untuk setiap indikator literasi sains dengan menggunakan persamaan
berikut
n
%= x 100 %
N
Dengan keterangan:
% = Presentase nilai siswa
n = Total nilai yang diperoleh siswa
N = Total keseluruhan nilai maksimal
4) Menginterpretasikan dengen Kriteria Ketuntasan Tujuan Pembelajaran
(KKTP) dengan pendekatan interval nilai yang disajikan pada tabel di
bawah ini
Tabel 3.5 Interpretasi Kemampuan Literasi Sains Berdasarkan KKTP

Presentase Kriteria
0 - 40% Belum mencapai, remedial
seluruh bagian
41

41 - 60% Belum mencapai ketuntasan,


remedial di bagian yang
diperlukan
61 - 80% Sudah mencapai ketuntasan,
tidak perlu remedial
81 - 100% Sudah mencapai ketuntasan,
perlu pengayaan atau tantangan lebih
(Yogi Anggraena, 2022)
Setelah mendapatkan nilai kemampuan literasi sains siswa, dilakukan uji
hipotesis (uji t). Hipotesis dalam penelitian ini merupakan hipotesis
deskriptif.
Adapun rumusnya sebagai berikut (Sugiono, 2016)
x−µ ₀
t=
s
√n
Dimana :
t = nilai t yang dihitung
x = nilai rata-rata
µ₀ = nilai yang dihipotesiskan
s = simpangan buku sampel
n = jumlah anggota sampel
Langkah-langkah pengujian hipotesis deskriptif adalah sebagai berikut
a. Menghitung skor ideal untuk variabel yang diuji.skor ideal adalah skor
tertinggi karena diasumsikan setiap responden memberi jawaban dengan
skor yang tertinggi.
b. Menghitung rata-rata nilai variabel.
c. Menentukan nilai yang dihipotesiskan.
d. Menghitung nilai simpangan baku variabel.
e. Menentukan anggota sampel.
f. Memasukkan nilai-nilai tersebut ke dalam rumus diatas.
Terdapat pengujian hipotesis deskriptif dalam penelitian ini diantaranya yaitu uji
hipotesis deskriptif pihak kiri. Uji pihak kiri digunakan apabila hipotesis nol (Ho)
berbunyi lebih besar atau sama dengan “ (≥) dan hipotesis alternatifnya berbunyi
lebih kecil (<).
42

Keterangan :
Hipotesis nol : presentase kemampuan literasi sains siswa
paling rendah 60% atau lebih besar dan sama
dengan
Hipotesis alternatif : presentase kemampuan literasi sains siswa
lebih kecil dari 60%`
Ho :µ ≥ 60%
Ha : µ < 60%
Dalam uji satu pihak (one tail test) harga terletak pada satu pihak saja, yaitu
terletak dipihak kanan dengan taraf kesalahannya adalah α (Sugiono, 2016).

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Pengembangan Penilaian Literasi Sains
Produk yang dihasilkan dalam penelitian ini berupa instrumen butir soal
penilaian literasi sains pada materi bumi dan tata surya yang dikemas dalam
bentuk rancangan assesmen, didalamnya termuat: 1) rancangan penilaian
literasi sains,2) kisi-kisi soal materi sistem tata surya, 3) naskah butir soal/ tes
43

literasi sains 4) kunci jawaban, dan 5) pedoman penskoran yan berjumlah 20


butir soal essay. Pengembangan instrumen penilaian dan butir soal ini
bertujuan untuk mengetahui dan mengukur kemampuan literasi sains siswa
SMP kelas VII.
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Sarirejo Lamongan, penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan literasi sains siswa dengan
penerapan model pembelajaran kontekstual disertai metode diskusi
kelompok, tanya jawab dan presentasi terhadap kemampuan literasi sains
siswa SMP Negeri 1 Sarirejo Lamongan. Teknik pengambilan sampel
menggunakan simple random sampling karena semua kelompok mempunyai
kemampuan yang sama atau homogen dengan penentuan sampel
menggunakan rumus slovin. Sampel yang dingunakan sebanyak dua kelas,
yaitu kelas VII A dan VII B yang berjumlah 51 siswa.
4.1.1 Validitas Penilaian Literasi Sains
Pada tahap pengembangan instrumen penilaian literasi sains dimulai
dari uji validasi ahli untuk melihat kelayakan instrumen penilaian literasi
sains yang telat dibuat, validasi instrumen penilaian dilakukan dengan dua
validasi yaitu secara ahli/isi dan secara empiris, dan terdiri atas 2 aspek
yang dinilai yaitu : aspek Materi dan aspek Bahasa
a. Validasi Isi/Ahli
Validator instrumen penilaian literasi sains secara isi/ahli terdiri
atas 2 Dosen Universitas Islam Lamongan, dan 1 Guru Mata Pelajaran
IPA jenjang SMP. Berikut disajikan data hasil validasi pada tabel 4.1
berikut :
Tabel 4. 1 Hasil Validasi Instrumen Penilaian Literasi Sains
NO Aspek Penilaian Validator Nilai V Kriteria

1 Aspek Materi Validator I


0,88 Sangat Tinggi
2 Aspek Materi Validator II
3 Aspek Bahasa Valdator III 0,83 Sangat Tinggi
Nilai V Keseluruhan Aspek 0,86 ( Sangat Tinggi )
Berdasarkan tabel 4.1 diatas, hasil analisis validitas isi pada masing-
masing validator memberi skor dengan skala 1-5 pada tiap kriteria.
Kategori dari tiap skala adalah 1=sangat kurang baik , 2 = kurang baik, 3 =
cukup baik, 4 = baik, dan 5 = sangat baik. Persentase rata-rata validitas
keseluruhan yang diperoleh sebesar 0,86% yang masuk dalam kategori
sangat tinggi dengan penjabaran 0,88 % pada validator 1dan validator 2
dan 0,83% pada validator 3, maka Instrumen Penilaian Literasi Sains
untuk siswa kelas VII SMP pada topik sistem tata surya dikatakan valid.
Hasil penelitian ini bersesuaian dengan pendapat (Ibrahim et al., 2020)
44

yang menyatakan bahwa semua perangkat pembelajaran yang divalidasi


oleh ahli tergolong valid. Oleh karena itu apabila Instrumen Penilaian
Literasi Sains pada pelaksanaan uji validitas menggunakan Aiken’s V
dimana pada proses validasinya melibatkan expert judgement sebagaimana
yang telah dilakukan, maka butir soal tersebut dapat dinyatakan valid
(Wulandari & Oktaviani, 2021). Dengan demikian, dapat disimpulkan
instrumen penilaian dapat digunakan dengan sedikit revisi sesuai saran
dari validator. Adapun revisi sesuai saran yang diberikan validator baik
dari validator ahli maupun validator bahasa yang terdapat pada tabel 4.2
berikut :
Tabel 4. 2 Catatan/ Saran Instrumen Penilaian Literasi Sains

No Komponen yang di Saran/ Catatan (Sudah Perbaikan)


revisi (Sebelum perbaikan)

1 Isi dan Materi Diperhatikan lagi, dan Sudah diperbaiki tentang


disesuaikan antara tujuan penyesuaian antara tujuan
pembelajaran dengan kisi- pembelajaran dengan kisi-
kisinya kisinya
2 Isi dan Materi Di sesuikan dan Sudah diperbaiki dengan
diperhatikan lagi antara mencoba menyesuaikan
ranah kognitif dengan antara ranah kognitif dengan
butir soalnya butir soalnya
3 Bahasa Kalimat yang di pakai Sudah diperbaiki dengan
kurang konsisten, kalau mencoba konsisten
pakai siswa ya siswa saja, penggunaan kalimat pada
kalau peserta didik ya peserta didik
eserta didik saja, ejaannya
perlu di perhatikan lagi
4 Bahasa Ejaannya perlu di Sudah diperbaiki tentang
perhatikan lagi pengunaan ejaan pada kalimat

Berdasarkan kritik dan saran dari yang telah divalidasi oleh para
validator ahli pada tabel 4.3 peneliti telah memperbaiki kesalahan dan
kekurangan produk. Dengan demikian produk yang telah diperbaiki dapat
diuji cobakan pada peserta didik. Uji terbatas dilakukan kepada siswa
dalam kelompok kecil kelas VII yang dimulai pada tanggal 10 – 22 Mei
2023 di SMP Negeri 1 Sarirejo Lamongan.
b. Validitas Empiris
Setelah melakukan beberapa kali pertemuan dan melakukan
45

perlakuan dikelas dengan peserta didik, maka dilakukan tes dengan


memberikan soal kepada siswa setalah itu dilakukan uji validitas
empiris tiap butir soal dari hasil jawaban siswa. Uji coba terbatas ini
diberikan kepada 45 peserta didik kelas VII A dan kelas VII B
sebanyak 20 butir soal essay. Berdasarkan hasil pengerjaan peserta
didik dapat dihitung hasil uji validitasnya menggunakan aplikasi SPSS
dengan hasil sebagai berikut.
Tabel 4.3 Hasil Uji Validitas Butir Soal Literasi Sains
No Soal Pearson Correlation ≥ Nilai r-tabel Sig. (2-tailed) Keterangan
1 1 ≥ 0,287 0.000 Valid

2 0,856 ≥ 0,287 0.000 Valid

3 0,791 ≥ 0,287 0.000 Valid

4 0,679 ≥ 0,287 0.000 Valid

5 0,759 ≥ 0,287 0.000 Valid

6 0,701 ≥ 0,287 0.000 Valid

7 0,643 ≥ 0,287 0.000 Valid

8 0,601 ≥ 0,287 0.000 Valid

9 0,212 ≥ 0,287 0.163 Tidak Valid

10 0,609 ≥ 0,287 0.000 Valid


11 0,587 ≥ 0,287 0.000 Valid
12 0,655 ≥ 0,287 0.000 Valid
13 0,650 ≥ 0,287 0.000 Valid
14 0,627 ≥ 0,287 0.000 Valid
15 0,106 ≥ 0,287 0.487 Tidak Valid

16 0,644 ≥ 0,287 0.000 Valid


17 0,614 ≥ 0,287 0.000 Valid
18 0,050 ≥ 0,287 0.742 Tidak Valid

19 0,138 ≥ 0,287 0.367 Tidak Valid

20 0,733 ≥ 0,287 0.000 Valid

Validitas butir soal dikatakan valid yaitu jika skor butir soal memiliki
korelasi yang relevan dengan skor total. Berdasarkan hasil perhitungan
validitas item di atas dengan n=45 maka rtabel nya adalah 0,287. Jika
korelasi pearson < rhitung maka butir soal tersebut dinyatakan valid.
46

Sebaliknya jika korelasi pearson > rhitung maka butir soal dinyatakan
tidak valid. Perolehan data dari analisis validitas butir soal pada uji coba
terbatas didapat dengan nilai uji validitas butir soal di atas dapat
disimpulkan, terdapat 16 butir soal dengan keterangan “valid”. Sedangkan
4 butir soal lainnya dengan keterangan “tidak valid”, yaitu pada soal
nomor 9, 15, 18, dan 19.
Berdasarkan tabel 4.3 diatas hasil analisis butir soal pada materi
sistem tata surya terdapat 16 butir soal dinyatakan valid dan 4 butir soal
dinyatakan tidak valid. Soal yang valid berarti butir soal tersebut sesuai
dengan fungsinya yaitu mengukur yang seharusnya diukur. Butir soal yang
tidak valid, dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Berdasarkan teori yang
dinyatakan oleh Grounlund yang menyimpulkan bahwa ada tiga faktor
yang mempengaruhi validitas hasil tes yaitu faktor instrument yang
dipakai untuk tes, faktor penskoran, serta faktor dari jawaban peserta didik
(Arifin, 2017).
4.2 Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen tes
yang digunakan telah memenuhi syarat dan layak digunakan sebagai
pengumpul data. Instrumen tes dikatakan reliabel jika rii ≥ rtabel. Nilai Alpha
Cronbach menurut Arikunto (2010) dapat diperoleh dari perhitungan SPSS
versi 25. Nilai rtabel pada penelitian ini adalah sebesar 0,287 karena jumlah
sampel yang diuji adalah 45 siswa.
Tabel 4.4 Hasil Uji Reliabilitas Butir Soal Literasi Sains
Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

0.960 16

Scale Statistics

N of
Mean Variance Std. Deviation Items

49.87 62.982 7.936 16

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwasanya nilai dari r hitung =


0,960 ≥ 0,287 atau r hitung ≥ rtabel yang berarti soal tes literasi sains
reliabel dan layak digunakan sebagai pengumpul data. Terdapat 4 butir
47

soal yang tidak valid dan tidak reiabel dan 16 soal yang valid dan reliabel .
untuk soal yang valid dan reliabel adalah butir soal nomor 1,2
3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,,16,17,20 dan yang tidak reliabel adalah butir
soal nomor 9,15,18 dan 19. Apabila hasil dari uji reliabilitas reliabel
berarti soal tes layak digunakan sebagai pengumpul data penelitian.
Sedangkan apabila hasil dari uji reliabilitas tidak reliabel maka soal tes
tidak layak digunakan sebagai pengumpul data penelitian.
4.3 Pengukuran Literasi sains Berdasarkan KKTP
Asesmen penilaian yang digunakan dalam pembelajaran kontekstual ini
adalah penilaian sumatif, Untuk mengetahui asesmen penilaian literasi sains
pada bumi dan tata surya dapat melatih keterampilan literasi sains siswa atau
tidak, dapat diuji menggunakan Uji t-test satu sampel. Pada penelitian ini
meneliti kemampuan literasi sains yang dilatih berupa kemampuan
pemahaman siswa terkait materi bumi dan tata surya dengan mengerjakan
butir soal pre test dan posttest. Dalam pengujian ini menggunakan one
sample t test ( uji pihak kiri ) saja, sehingga hipotesis penelitiannya tidak
berbentuk perbandingan atau hubungan antar dua variabel. Pengujian
hipotesis deskriptif dalam penelitian ini yaitu :
H0 : Penilaian literasi sains melampaui Kriteria Ketercapaian Tujuan
Pembelajaran (KKTP).
Ha : Penilaian literasi sains belum melampaui Kriteria Ketercapaian
Tujuan Pembelajaran (KKTP).
Uji pihak kiri memiliki ketentuan daerah penerimaan Ho berada di sebelah
kanan dan penolakan Ho berada di sebelah kiri. Hasil uji pihak kiri dapat
dilihat pada gambar berikut

Gambar 4.1 Uji Pihak Kiri


Tabel 4.5 Hasil Uji Pihak Kiri Kemampan Literasi Sains Siswa
One-Sample Statistics
48

Std. Std. Error


N Mean Deviation Mean

Nilai Post Test 51 76.740 10.6039 1.4848

One-Sample Test

Test Value = 61

95% Confidence
Interval of the
Difference
Sig. (2- Mean
t df tailed) Difference Lower Upper

Nilai Post 10.601 50 0.000 15.7402 12.758 18.723


Test

Setelah dilakukan pengujian pihak kiri dengan sampel berjumlah 51


siswa dengan presentase Kriteria Ketuntasan Tujuan Pembelajaran (KKTP)
61% diperoleh t tabel = 1,675 dan t hitung = 10,601 pada nilai literasi sains
siswa. Ketentuan uji pihak kiri yaitu jika t hitung jatuh pada daerah
penerimaan Ho lebih besar atau sama dengan (≥) dari t tabel, maka Ho
diterima dan Ha ditolak, sehingga t hitung berada di daerah penerimaan yaitu
daerah kanan seperti pada gambar 4.1 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho
diterima dan Ha ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa Penilaian literasi
sains melampaui Kriteria Ketercapaian Tujuan Pembelajaran (KKTP).
Berikut grafik ketercapaian tujuan pembelajaran (TP) mulai dari skala awal
berkembang,mulai berkembang, berkembang, dan mahir.

TAHAP MULAI
33%
BERKEMBANG 31%
24%
18% 20% 20% 20% 20% 18% 20%
12% 12% 12% 12% 10%12% 12% 12% 12%
8%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6 7
1 p1 1
9
2
0
1
Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp T Tp Tp

Gambar 4.2 Grafik Tujuan Pembelajaran Tahap Mulai Berkembang


49

Pada tahap mulai berkembang, untuk nilai terendah adalah 8% pada


butir soal ke-8 dengan tujuan pembelajaran kemampuan menghitung kala
rotasi bumi terhadap matahari, dan nilai tertinggi adalah 33%pada butir soal
ke-9 dengan tujuan pembelajaran kemampuan mengaitkan proses
terbentuknya bumi berdasarkan teori big bang.
80% 73%
63%59% 65%69%67%65% 63% 65%
70% 59% 57% 59% 59%57%
60% 55% 51%53%
51% 51% 49%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 1 9 0
Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp 1 Tp1 Tp 1 Tp 1 Tp 1 Tp 1 Tp 1 Tp 1 Tp Tp 1 Tp 2

Series1

Gambar 4.3 Grafik Tujuan Pembelajaran Tahap Berkembang


Pada tahap berkembang, untuk nilai terendah adalah 49% pada butir
soal ke-9 dengan tujuan pembelajaran kemampuan mengaitkan proses
terbentuknya bumi berdasarkan teori big bang, dan nilai tertinggi adalah 73%
pada butir soal ke-17 dengan tujuan pembelajaran kemampuan memperjelas
pemahaman mengapa bumi mengelilingi matahari.

27%
29% 29%
27% 29% 29% TAHAP31%MAHIR
24% 25% 24% 24%24% 24% 25% 24%
22%
18% 18% 16%
12%

1 2 3 4 5 6 7 9 10
8 1
1
2
1
3
1
4
1
5
1
6 7
1 p1 1
9
2
0
1
Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp
Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp Tp T Tp Tp
Gambar 4.4 Grafik Tujuan Pembelajaran Tahap Mahir
Pada tahap mahir, untuk nilai terendah adalah 12% pada butir soal ke-19
dengan tujuan pembelajaran kemampuan menguraikan fenomena
meluncurnya teleskop james dan fungsinnya, dan untuk nilai tertinggi adalah
31% pada butir soal ke-10 dengan tujuan pembelajaran kemampuan
mengklasifikasikan macam-macam lapisan bumi dalam tata surya
Dari ke-3 gambar grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa secara
keseluruhan dari nilai literasi sains yang didapatkan siswa, presentase nilai
tertinggi yang didapatkan siswa yaitu 83% dan presentase nilai terendah yang
didapatkan siswa yaitu 1%. Sebanyak 16 siswa memperoleh presentase nilai
81 - 100% dengan kriteria sudah mencapai ketuntasan yang termasuk pada
50

tahap mahir, perlu pengayaan atau tantangan lebih. Sebanyak 29 siswa


memperoleh presentase nilai 61 – 80% dengan kriteria sudah mencapai
ketuntasan yang termasuk pada tahap berkembang, tidak perlu remidial.
Sebanyak 6 siswa memperoleh presentase nilai 41 – 60% dengan kriteria
belum mencapai ketuntasan, remedial di bagian yang diperlukan yang
termasuk dalam tahap mulai berkembang, perlu dilakukan remidial. Dapat
disimpulkan bahwa 88% siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Tujuan
Pembelajaran (KKTP) dan 12% siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan
Tujuan Pembelajaran (KKTP).
4.2 Pembahasan
Tahapan dalam pengembangan produk assesmen literasi sains akan diuraikan
sebagai berikut :
4.2.1 Tahap Pendefinisian (Define)
Pada tahap pendefinisian, hal pertama yang dilakukan adalah
kegiatan analisis awal. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui permasalahan yang terjadi pada pembelajaran IPA yang
dialami guru dalam membuat penilaian literasi sains dalam Kurikulum
Merdeka agar dapat melatih dan meningkatkan kemampuan dan minat
literasi baca peserta didik yang merupakan keterampilan yang
dibutuhkan pada zaman sekarang. Berdasarkan hasil wawancara yang
dilakukan dengan seorang guru IPA kelas VII SMP Negeri 1 Sarirejo
Lamongan, pembelajaran IPA di kelas VII telah menerapkan Kurikulum
Merdeka. Guru masih bergantung dengan assesmen penilaian yang
sudah lama ada yaitu K13 dan belum bisa mengembangkan sendiri
penilaian literasi sains berdasarkan Kurikulum Merdeka. Sehingga
penilaianya masih menggunakan sisem yang lama. Maka dapat
disimpulkan bahwa penilaian pembelajaran IPA dan model
pembelajaran di kelas VII SMP Negeri 1 Sarirejo Lamongan kurang
mendukung siswa untuk melatih kemampuan literasi sains siswa.
Kedua, peneliti menganalisis siswa dengan tujuan untuk
mengetahui kesiapan siswa sehingga penyusunan penilaian literasi sains
dapat sesuai dengan kebutuhan siswa. Menurut teori perkembangan
kognitif yang dikembangkan oleh Jean Piaget, anak usia 11 sampai 13
tahun telah mencapai tahap operasional formal. Pada tahap ini seorang
remaja sudah memiliki kemampuan kognitif, seperti kemampuan
menggunakan hipotesis untuk memecahkan masalah dengan
menggunakan tanggapan dan kemampuan menggunakan abstrak untuk
mempelajari materi pembelajaran abstrak secara luas dan mendalam.
Dengan demikian butir soal essay yang digunakan dalam instrumen
penilaian ini dapat diterapkan pada siswa kelas VII SMP untuk
51

melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas (Kurniawan & Rahman,


2019).
Ketiga, peneliti melakukan analisis konsep dengan tujuan untuk
membangun konsep terkait dengan aspek literasi sains yang relevan
dalam assesmen penilaian butir soal yang akan dikembangkan. Pada
analisis konsep ini peneliti mengidentifikasi konsep melalui Capaian
Pembelajaran (CP) pada elemen pemahaman IPA. Dalam
pengembangan instrumen penilaian literasi sains ini peneliti memilih
topik sistem tata surya. Tahap selanjutnya yaitu analisis tugas. Pada
analisis tugas bertujuan untuk menganalisis kompetensi yang akan
dicapai berdasarkan Capaian Pembelajaran (CP). Tahap selanjutnya
yaitu spesifikasi tujuan pembelajaran. Pada tahap ini diperoleh hasil
rangkuman analisis konsep dan analisis tugas. Dari hasil tersebut dapat
dikembangkan lebih spesifik terkait tujuan pembelajaran dan aspek
literasi sains yang sesuai dengan tujuan pembelajaran.
4.2.2 Tahap Perancangan (Design)
Pada tahap ini peneliti menyiapkan bahan dan gambaran dalam
membuat penilaian literasi sains meliputi : 1) rancangan penilaian
literasi sains,2) kisi-kisi soal materi bumi dan tata surya, 3) naskah butir
soal/ tes literasi sains 4) kunci jawaban, dan 5) pedoman penskoran yan
berjumlah 20 butir soal essay. Tahapan-tahapan tersebut akan diuraikan
sebagai berikut:
a. Tampilan Pengembangan Rancangan Penilaian Literasi Sains

Pada penyusunan rancangan penilaian literasi sains terdiri atas


beberapa komponen diantaranya cover rancangan penilaian,
rencana assesmen mulai capaian pembelajaran, tujuan
pembelajaran, fungsi assesmen, teknik dan instrumen assesmen,
kriteria ketercapaian tujuan pembelajaran (KKTP), rencana tidak
lanjuta, dan dan rincian aktivitas yang disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran.
b. Tampilan Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Butir Soal Literasi
Sains
52

Pada penyusunan kisi-kisi instrumen butir soal literasi sains terdiri


dari beberapa komponen di antarannya adalah indikator literasi
sains, nomor soal, bentuk soal dan dimensi kognitif, kisi-kisi yang
dibuat berjumlah 20 butir yang disesuaikan dengan jumlah butir
soal yang dibuat.
c. Tampilan Pengembangan Instrumen Butir Soal Literasi Sains

Pada penyusunan butir soal essay dengan jumlah 20 butir soal yang
akan di uji cobakan kepada. Pada halaman butir soal literasi sains
ini terdiri atas petunjuk pengerjaan soal, nomor soal dan butir soal

d. Tampilan Pengembangan Kunci Jawaban


53

Pada penyusunan kunci jawaban terdapat beberapa komponen di


antarannya adalah nomor soal dan jawabandari butir soal yang
dikembangkan.
e. Tampilan Pengembangan Pedoman Penskoran

Pada penyusunan pedoman penskoran terdapat beberapa


komponen di antarannya adalah tahapan pencapaian siswa yang
dibagi dalam 4 kriteria yaitu : kriteria awal berkembang dengan
skor nilai 1, kriteria mulai berkembang dengan skor nilai 2, kriteria
berkembang dengan skor nilai 3 dan kriteria mahir dengan skor 4.
4.2.3 Tahap Pengembangan (Development)
Tujuan dari tahap pengembangan yaitu untuk menghasilkan
produk berupa instrumen penilaian literasi sains yang valid berdasarkan
masukan dari validator ahli dibidangnya, setelah produk dibuat, maka di
lakukan validasi isi/ ahli kepada validator, Uji validitas instrumen oleh
ahli dilakukan dengan mengisi lembar validasi instrumen oleh ahli
berdasarkan lembar validasi yang disusun. Hasil Uji validasi ahli/ isi
penilaian literasi sains dapat dilihat pada tabel 4.1 diperoleh dari
validator 1 yakni dengan nilai 0,88, validator 2 memperoleh nilai 0,88
dan validator 3 memperoleh nilai 0,83. Setelah itu data tersebut di hitung
rata-rata dari ketiga validator dan mendapatkan rata-rata nilai sebesar
0,86% (sangat tinggi)
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat dilihat bahwasanya hasil
dari V = 0,86 atau 0,80 < V ≤ 100 yang berarti instrumen penilaian
literasi sains sangat tinggi atau sesuai dan layak digunakan sebagai
pengumpul data. Apabila hasil dari validasi sangat tinggi berarti
instrumen penilaian literasi sains layak digunakan sebagai pengumpul
data penelitian. Sedangkan apabila hasil validasi sangat rendah maka
instrumen penilaian literasi sains tidak layak digunakan sebagai
pengumpul data penelitian.
Setelah dilakukan uji validasi ahli/isi maka dilakukan uji coba
54

terbatas terhadap peserta didik dan diperoleh hasil yang dapat dianalisis
tiap butir soalnya. Jika hasil uji validitas menunjukkan r hitung > r tabel
maka soal dikatakan valid, sebaliknya r hitung < r tabel maka soal
dikatakan tidak valid. Adapun hasil uji validitas butir soal menggunakan
rumus korelasi product moment dengan jumlah siswa (N) = 45 dan taraf
signifikansi 5% terhadap 20 butir soal yang sudah di uji cobakan dapat
dilihat pada tabel 4.3
Hasil analisis pada tabel 4.3 bedasarkan validitas butir soal
menunjukkan bahwa butir soal literasi sains yang disusun dinyatakan
valid sejumlah 16 butir soal (80%) dan butir soal yang dinyatakan tidak
valid sejumlah 4 butir soal (20%). Tindak lanjut terhadap hasil analisis
validitas butir soal adalah menggunakan kembali butir soal yang
dinyatakan valid pada uji coba pemakaian dan empat butir soal yang
tidak valid yaitu butir soal nomor 9, 15, 18, dan 19 diperbaiki untuk
selanjutnya digunakan kembali pada uji coba pemakaian pada penelitian
selanjutnya.
Setelah dilakukan uji validitas butir soal secara empirik dilakukan
uji reliabilitas, reliabilitas butir soal sendiri merupakan alat pengukur
untuk mengetahui taraf keajegan atau ketetapan dalam suatu instrumen
tes. Analisis soal secara keseluruhan dapat dilihat berdasarkan indeks
reliabiltas soal (Sahwan, 2016). Uji reliabilitas dilakukan pada 20 soal
yaitu 16 soal yang valid dan 4 soal yang diperbaiki, Hasil data yang
didapat pada uji reliabilitas pada spss menyatakan bahwa
reliabilitas( rii ) sebesar 0,690 dengan tingkat reliabilitas Tinggi.
Selama proses pembelajaran berlangsung selama 3 pertemuan
yang dilakukan kepada peserta didik dalam kelompok kecil pada kelas
VII yang dimulai pada tanggal 10 – 22 Mei 2023 di SMP Negeri 1
Sarirejo Lamongan, berikut diuraikan kegiatan pembelajaran sebagai
berikut.
1. Pertemuan Pertama
Pertemuan pertama dilakukan pada tanggal 4 Mei 2023 di SMP
Negeri 1 Sarirejo Lamongan di kelas VII-A dan VII-B dengan alokasi
waktu masing-masing kelas 2 x 40 menit. Kegiatan pendahuluan
dimulai dengan memeriksa kesiapan peserta didik sebelum kegiatan
pembelajaran berlangsung, memberikan apersepsi dengan
menampilkan sebuah video tentang matahari yang memadam dan
faktornya serta tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Kegiatan inti
dimulai dengan penjelasan dari guru mengenai delapan nama-nama
planet dalam tata surya dan planet apa sajakah yang termasuk dalam
planet dalam atau planet luar dalam tata surya serta bentuk-bentuk
55

benda langit dengan menggunakan media PPT ( Langkah CTL


dengan pemodelan) , setelah itu peserta didik dibagi menjadi 5
kelompok yang masing-masing beranggotakan 5-6 orang. ( Langkah
CTL dengan diskusi/ masyarakat belajar), lalu setiap kelompok harus
membuat peta konsep atau berupa mind mapping mengenai urutan
tatanan planet dalam tata surya dan menuliskan karakteristik setiap
planet yang terlihat pada gambar yang ditayangkan guru di PPT dan
dipresentasikan di depan kelas secara bergantian, kelompok yang
paling aktif akan mendapat hadiah.kegiatan pembelajaran ditutup
dengan mengulas kembali kegiatan yang telah dilaksanakan, meminta
siswa memimpin do’a bersama serta mengucap salam.
Hal yang sudah berjalan baik pada pertemuan pertama
diantaranya siswa antusias dengan pembelajaran model kontekstual
ini karena pembelajaran model seperti ini mungkin hampir sama
dengan pembelajaran konvensional tetapi di dalamnya ada sistem
belajar yang dibuat dengan kerja kelompok, jadi siswa lebih antusias
dan semangat belajar dan fokus. Namun terdapat sedikit kendala
selama kegiatan pembelajaran berlangsung diantaranya beberapa
siswa sulit dikondisikan karena sibuk bermain hp, dan beberapa
siswa juga yang sering izin keluar masuk ke kamar mandi ketika
mulai memasuki jam pelajaran, hal tersebut menyebabkan jam belajar
berkurang untuk mengkondisikan siswa agar tertib mengikuti
kegiatan belajar.
Berdasarkan kegiatan pembelajaran pada pertemuan pertama
hal-hal yang perlu diperbaiki untuk pembelajaran selanjutnya yaitu
guru harus bisa mengkondisikan siswa sebelum memulai
pembelajaran agar kegiatan belajar dapat terlaksana secara kondusif
dan dapat dimulai tepat waktu sehingga tidak ada jam pelajaran yang
terbuang. Hal tersebut dapat dilakukan dengan membuat kesepakatan
dengan siswa untuk mematikan dan mengumpulkan hp lalu
diletakkan di meja guru dan siswa dapat mengambilnya setelah
kegiatan belajar selesai dilaksanakan.
2. Pertemuan Kedua
Pertemuan kedua dilaksanakan pada tanggal 9 Mei 2023 di
kelas VII-A dan VII-B dengan alokasi waktu masingmasing kelas 3 x
40 menit. Kegiatan pendahuluan dimulai dengan memeriksa kesiapan
peserta didik dan media pembelajaran yang akan digunakan. Guru
memberikan apersepsi dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang
akan dicapai. Guru menayangkan video tentang macam-macam
benda langit.Kegiatan inti dimulai dengan membagi 5 kelompok yang
56

masing-masing beranggotakan 5-6 orang. ( Langkah CTL dengan


diskusi/ masyarakat belajar)lalu peserta didik mendiskusikan
mengapa pluto sudah tidak diakui menjadi 8 planet dalam tata surya.
Peran guru dalam fase ini yaitu mengawasi dan membimbing setiap
kelompok saat kegiatan diskusi berlangsung dan membuat mind
mapping dari hasil diskusi tersebut dan ikut serta membantu peserta
didik apabila menemui kesulitan. dan dipresentasikan di depan,
kelompok yang paling aktif akan mendapat hadiah. Kegiatan
pembelajaran ditutup dengan refleksi bersama siswa yaitu mengulas
kembali kegiatan yang telah dilakukan, membahas kegiatan yang
akan dilakukan pada pertemuan selanjutnya lalu meminta ketua kelas
untuk memimpin doa dan diakhiri dengan salam.
Hal yang sudah berjalan dengan baik pada pertemuan kedua
yaitu hampir seluruh peserta didik sudah mulai bisa kondusif dan
memperhatikan ketika guru sedang menjelaskan. kegiatan
pembelajaran berlangsung kondusif, dan siswa sudah bisa
dikendalikan, namun terdapat sedikit kendala diantaranya beberapa
siswa tidak memperhatikan guru di depan, dan ada yang sering izin
keluar. alat dan bahan sesuai tanggung jawab yang diberikan tetapi
kendala tersebut tidak menghambat berlangsungnya proses belajar di
kelas karena guru juga tetap berusaha mengendalikan kelas dan
berjaga-jaga di sebelah pintu keluar kelas apabila terdapat peserta
didik yang izin keluar kelas.
Berdasarkan kegiatan pembelajaran pada pertemuan kedua hal-
hal yang perlu diperbaiki untuk pembelajaran selanjutnya yaitu selalu
memeriksa kesiapan peserta didik sebelum pembelajaran dilakukan
agar saat kegiatan inti dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar.
Dalam melaksanakan kegiatan membuat mind mapping ini guru
harus siap dengan segala keperluan yang diperlukan saat
pembelajaran berlangsung, tanggap dalam membimbing kegiatan
tersebut agar peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan.
3. Pertemuan Ketiga
Pertemuan ketiga dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 2023
di kelas VII-A dan VII-B dengan alokasi waktu masing-masing kelas
2 x 30 menit. Kegiatan pendahuluan dimulai dengan memeriksa
kesiapan peserta didik, memberikan apersepsi dan menyampaikan
tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Kegiatan inti dimulai dengan
melanjutkan fase yaitu peserta didik diberi penjelasan bahwa setiap
kelompok harus mendiskusikan implementasi atau contoh lain benda
57

langit yang bermanfaat untuk kehidupan manusia Setelah itu setiap


kelompok akan dibagikan kertas HVS dan bolpoint untuk membuat
catatan mengenai gambaran tentang implementasi tersebut.
Pada pertemuan ini guru memberikan waktu kepada
kelompok yang belum selesai membuat maind mapping. Selain itu
guru juga mengawasi dan memeriksa setiap kelompok dalam
pengerjaan mind mapping yang dibuat. Lalu dipresentaskan di depan
kelas bersama anggota kelompoknya. Kegiatan pembelajaran ditutup
dengan melakukan refleksi bersama siswa yaitu meminta setiap
kelompok untuk melaporkan kegiatan yang telah dilakukan, lalu
membahas kegiatan pada pertemuan selanjutnya, meminta ketua
kelas untuk memimpin doa dan diakhiri dengan salam.
Hal yang sudah berjalan baik pada pertemuan ketiga
diantaranya siswa mulai mudah dikondisikan ketika awal
pembelajaran, kegiatan pembelajaran berlangsung dengan tertib dan
kondusif serta siswa dapat menerima arahan dari guru dengan baik.
Pada pertemuan ketiga ini tidak ada kendala selama pembelajaran
berlangsung. Sebagai guru harus bisa mempertahankan kegiatan
pembelajaran yang kondusif seperti ini. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan memberikan apersepsi dan motivasi pada kegiatan
pendahuluan sehingga peserta didik dapat bersemangat dan siap
mengikuti kegiatan belajar.
4.2.4 Pengaruh Instrumen Literasi Sains Dalam Mengukur KKTP
Asesmen penilaian yang digunakan dalam pembelajaran ini adalah
asesmen sumatif, assesmen ini dilaksanakan untuk melihat kemampuan
peserta didik secara menyeluruh dan ketercapaian tujuan pembelajaran,
hal ini dilakukan setelah proses belajar dengan memberikan beberapa
soal dalam essay kepada peserta didik dan di kerjakan sebanyak 20
butir soal, peneliti menggunakan bentul soal essay di karenakan soal
essay dapat mengetahui kemampuan siswa dalam menyajikan jawaban
yang terurai, serta dapat mengetahui sejauh mana kemampuan
pemahaman siswa terkait materi sistem tata surya, peserta didik juga
dapat mengekspresikan gagagsan-gagasan dan menuliskannya dalam
kalimat dan biasannya membentuk paragraf. Setelah didapatkan nilai
siswa dari hasil post test yang diberikan, dilakukan uji hipotesis
menggunakan t – test satu sampel pihak kiri menggunakan software
spss versi 25. Berdasarkan data dari tabel 4.5 dapat dilihat bahwasannya
Ho diterima dan Ha ditolak atau kemampuan literasi sains siswa
terlatih setelah dilakukan perlakuan pembelajaran dikelas pada topik
sistem tata surya. Hal tersebut ditandai dengan nilai yang diperoleh
58

peserta didik di atas KKTP setelah melaksanakan kegiatan


pembelajaran yang diberikan. Berikut di uraikan hasil nilai literasi sains
siswa

HASIL NILAI
79.90%
LITERASI
78.92%
78.92%
78.43% 77.94% 78.43%
78.43% 78.43%
77.45%
77.45% 77.45%
76.96% 77.94%
76.96%
76.96%
SAINS 73.53%
75.98%
74.51%
70.10% 70.10%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 0
al al al al al al al al al l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 1 l 2
S So So So So So So So So o a o a o a o a o a o a o a so a o a o a o a
o
S S S S S S S S S S

Gambar 4.6 Nilai Literasi Sains Siswa


Dari gambar 4.6 diatas menujukkan nilai Literasi sains dari 5
indikator yakni pada aspek konten (indikator 1 : memahami
fenomena), aspek proses (indikator 2 : mengidentifikasi permasalahan
ilmiah, indikator 3 : menjelaskan fenomena secara ilmiah, indikator
4 : menggunakan bukti ilmiah), aspek konteks (indikator 5 :
memecahkan masalah). Dari kelima indikator Literasi sains didapat
presentase hasil tes sebagai berikut, untuk nilai literasi sains siswa
menunjukkan presentase paling tinggi pada butir soal 10 yaitu dengan
indikator literasi sains memecahkan masalah pada aspek konteks
dengan indikator butir soal mengklasifikasikan macam-macam lapisan
bumi dalam tata surya,dan untuk nilai terendah adalah butir soal 9 dan
19. Untuk butir soal 9 dengan indikator literasi sains menjelaskan
fenomena secara ilmiah pada aspek proses dengan indikator butir soal
mengaitkan proses terbentuknya bumi berdasarkan teori big
bang..Untuk butir soal 19 dengan indikator literasi sains memahami
fenomena pada aspek konten dengan indikator butir soal menguraikan
femomena meluncurnya teleskop james dan fungsinya.
Butir soal 10 (Memecahkan Masalah) mendapatkan presentase
tertinggi, hal tersebut dikarenakan peserta didik sudah mampu dan
mahir serta sudah memahami materi terkait lapisan-lapisan bumi
sehingga tidak kesulitan dalam menjawab soal terutama dalam
menjawab soal tentang mengklasifikasikan macam-macam lapisan
bumi dalam tata surya sehingga peserta didik tidak kesulitan ketika
menjawab pada soal tersebut. Untuk butir soal 9 (Menjelaskan
fenomena secara ilmiah) dan 19 (Memahami fenomena) mendapatkan
presentase terendah, hal tersebut dikarenakan peserta didik sedikit
kesulitan dalam memahami materi tentang proses terbentuknya bumi
59

berdasarkan teori big bang dan peserta didik kurang bisa memahami
materi terkait femomena meluncurnya teleskop james dan fungsinya.
Dengan demikian untuk mengasah kemampuan peserta didik
maka dapat dilakukan dengan rencana tindak lanjut yang sesuai
dengan panduan asesmen kurikulum merdeka untuk fase D dapat
dilakukan dengan kegiatan refleksi dan mengajak peserta didik untuk
mengulas ulang kembali materi tentang fenomena meluncurnya
teleskop james dan fungsinya dan peserta didik tersebut dan mengajak
peserta didik untuk mengulas ulang kembali materi tentang proses
terbentuknya bumi berdasarkan teori big bang, peserta didik juga
diberi perlakuan yang berbeda. Dengan demikian siswa dapat belajar
sesuai dengan capaian belajarnya, guru juga harus membantu peserta
didik selama proses kegiatan tindak lanjut sebagai latihan untuk
mengasah kemampuan dan pemahaman dari peserta didik tersebut.
Penilaian literasi sains memiliki 20 butir soal dengan 20 tujuan
pembelajaran yang harus dinilai dan disesuaikan dengan 5 indikator
literasi sains. Setiap butir soal memiliki 4 skala nilai yaitu nilai 1
yang berarti belum memenuhi Tujuan Pembelajaran (TP) adalah
1(awal berkembang), nilai 2 (mulai berkembang) , nilai 3
(berkembang) dan nilai paling tinggi yaitu 4 (mahir) yang disesuaikan
dengan pedoman penskoran yang telah disusun.
Dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan dari nilai literasi
sains yang didapatkan peserta didik , presentase nilai tertinggi yang
didapatkan siswa yaitu 31% dan presentase nilai terendah yang
didapatkan siswa yaitu 1%. Sebanyak 16 siswa memperoleh
presentase nilai 81 - 100% dengan kriteria sudah mencapai ketuntasan
yang termasuk pada tahap mahir, perlu pengayaan atau tantangan
lebih. Sebanyak 29 siswa memperoleh presentase nilai 61 – 80%
dengan kriteria sudah mencapai ketuntasan yang termasuk pada tahap
berkembang, tidak perlu remidial. Sebanyak 6 siswa memperoleh
presentase nilai 41 – 60% dengan kriteria belum mencapai ketuntasan,
remedial di bagian yang diperlukan yang termasuk dalam tahap mulai
berkembang, perlu dilakukan remidial. Dapat disimpulkan bahwa
87% siswa telah mencapai Kriteria Ketuntasan Tujuan Pembelajaran
(KKTP) dan 13% siswa belum mencapai Kriteria Ketuntasan Tujuan
Pembelajaran (KKTP).
Dalam implementasi kurikulum merdeka, setelah melakukan
penilaian dan didapatkan kriteria nilai siswa terdapat rencana tindak
lanjut bagi peserta didik yang belum memenuhi Tujuan Pembelajaran
(TP), tindak lanjut pada akhir topik pembelajaran dan pengayaan.
60

Tindak lanjut diberikan bagi siswa yang memperoleh presentase nilai


0 – 60%. Pengayaan diberikan bagi siswa yang memperoleh
presentase nilai 81 – 100%.
Dalam rancangan penilaian literasi sains yang telah disusun oleh
peneliti, kegiatan tindak lanjut berupa mengajak peserta didik untuk
mengulas ulang kembali materi bumi dan tata surya jika peserta didik
masih berada pada tahap mulai berkembang, dan tindak lanjut berupa
mengajak peserta didik untuk melihat atau menonton video di youtub
dan mengamati video tentang materi tata surya jika peserta didik
sudah berada pada tahap berkembang, sedangkan tindak lanjut/
pengayaan berupa meminta peserta didik untuk mengemukakan
jawabannya lebih banyak tentang materi bumi dan tata surya jika
peserta didik sudah berada pada tahap mahir. Pada penelitian ini,
peneliti tidak melaksanakan tindak lanjut pembelajaran dikarenakan
waktu penelitian yang terbatas.
Dari pengujian hipotesis secara keseluruhan yang telah dijabarkan
menunjukkan pengembangan instrumen penilaian literasi sains
terbukti dapat melatih kemampuan literasi sains siswa. Serta model
pembelajaran kontekstual memiliki kelebihan yaitu dapat merancang
pembelajaran yang berorientasi kepada siswa sehingga menciptakan
pembelajaran yang aktif. Dengan sistem kerja kelompok yang mampu
melatih kekompakan siswa. Instrumen penilaian yang dikembangkan
dilengkapi dengan cover yang terdiri dari rancangan asesmen,kisi-
kisi, butir soal, kunci jawaban dan pedoman penskoran dan instrumen
penilaian yang memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran
serta memberikan penilaian kepada siswa setelah pelaksanaan
pembelajaran dilaksanakan. hal tersebut menunjukkan instrumen
penilaian yang dikembangkan dapat melatih kemampuan literasi sains
siswa yang ditunjukkan melalui nilai setiap butir soal di atas KKTP.
Penilitian lain menyatakan bahwa pengembangan instrumen
penilaian literasi sains dapat melatih kemampuan literasi sains siswa ,
hal ini ditunjukkan melalui nilai yang diperoleh siswa melebihi
presentase sebesar rata-rata 89,92% (Wilis dan Titin, 2021). Penelitian
lain juga menyatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang dipelajari siswa
dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa untuk membuat
hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari (Nanik rubiyanto, 2018).
Dari hasil nilai literasi sains yang diperoleh siswa dapat
disimpulkan bahwa penggunaan instrumen penilaian literasi sains
61

dapat membantu melatih kemampuan literasi sains siswa dalam


mengukur ketercapaian pembelajaran (KKTP). Untuk penerapan
model pembelajaran konstekstual (contekstual theaching and learning)
sendiri merupakan proses pembelajaran yang holistik, bertujuan
membantu siswa untuk memahami materi ajar dan mengakaitkannya
dengan konteks kehidupan siswa sehari hari ( kontek pribadi, sosial
dan kultural) sehingga mereka berpengetahuan, dan memiliki
keterampilan. Penerapan model kontekstual mendukung implementasi
Kurikulum Merdeka yang dijalankan saat ini. Pembelajaran dalam
Kurikulum Merdeka dirancang agar dapat mempertimbangkan
perkembangan dan tingkat pencapaian peserta didik sehingga tepat
sasaran dengan kebutuhan belajar peserta didik yang bermuara pada
pembelajaran bermakna dan menyenangkan. Hal tersebut membuat
model pembelajaran yang bercirikan student centered (berpusat pada
peserta didik) dapat menjadi pilihan yang tepat sebagai bentuk
penerapan Kurikulum Merdeka. Salah satu model pembelajaran yang
berorientasi pada peserta didik yaitu model pembelajaran kontekstual.
Pembelajaran menggunakan model kontekstual juga telah menerapkan
pembelajaran prinsip berdiferensiasi sebagai bentuk implementasi
pelaksanaan Kurikulum Merdeka. Dalam penerapan pembelajaran
berdiferensiasi ini kegiatan pembelajaran yang menghargai keunikan,
keragaman, dan kreativitas siswa, proses pembelajaran yang
bervariasi, menyenangkan, dan memotivasi siswa untuk belajar sesuai
dengan perkembangan intelektualnya.
Manfaat penelitian ini yakni memberikan inovasi terkait cara
meningkatkan kemampuan literasi sains siswa cara dan metode
pembelajaran bagi guru untuk mengajar dengan cara yang
menyenangkan pada pembelajaran IPA. Mampu menciptakan siswa
yang lebih mandiri, kreatif dalam menyelesaian permasalahan dan
mampu meningkatkan minat serta perhatian siswa terhadap mata
pelajaran IPA terutama untuk meningkatkan kemampuan literasi sains
siswa. Sehingga mampu memberikan masukan untuk meningkatkan
mutu dan kualitas pendidikan disekolah tersebut. Sebagai sarana untuk
menyusun berbagai strategi yang efektif sebagai upaya untuk
mengembangkan sistem pendidikan yang lebih baik.
62

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik sebuah kesimpulkan
sebagai berikut:
5.1.1 Berdasarkan hasil dari validitas isi dapat ditarik kesimpulan
bahwasannya hasil validasi instrumen penilaian literasi sains kepada 3
validator mendapatkan rata-rata nilai 0,86 yang termasuk kategori sangat
tinggi dan layak digunakan sebagai pengumpul data, sedangkan hasil
63

validitas butir soal secara empiris dapat ditarik kesimpulan bahwa 16


butir soal dinyatakan valid dan 4 butir soal yang tidak valid
5.1.2 Berdasarkan hasil uji reliabilitas menyatakan bahwa 16 butir soal reliabel
dan 4 butir soal yang tidak reliabel. Butir soal dinyatakan mempunyai
reliabilitas yang tinggi dengan nilai 0,690
5.1.3 Pada penilaian literasi sains sebanyak 31% peserta didik telah mencapai
Kriteria Ketuntasan Tujuan Pembelajaran (KKTP) pada tahap mahir,
sebanyak 56% peserta didik berada pada tahap berkembang, sedangkan
1% siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Tujuan
Pembelajaran (KKTP) termasuk di tahap mulai berkembang.
5.2 Saran
Beberapa saran yang diajukan terkait dengan penelitian yang telah dilakukan
antara lain sebagai berikut:
5.2.1 Perlu dikembangkan instrumen penilaian literasi sains pada materi yang
lain sehingga peserta didik terbiasa dengan soal-soal literasi sains
berbasis literasi sains.
5.2.2 Perlu dikembangkan instrumen penilaian berbentuk rancangan assesmen
dengan bentul soal selain uraian yang lebih kompleks dengan satu soal
memuat lebih dari satu indikator sehingga peserta didik dapat lebih
memahami maksud didalam soal sesuai dengan kemampuan
pemahamannya masing-masing.
5.2.3 Bagi pendidik, diharapakan dapat memberikan materi pembelajaran
berbasis literasi sains agar peserta didik terbiasa dengan soal literasi sains
dan diharapkan harus lebih memberikan motivasi kepada peserta didik
untuk membangun minat baca peserta didik

Anda mungkin juga menyukai