OLEH
KELOMPOK IX
Laporan ini merupakan salah satu syarat telah menyelesaikan mata kuliah
Praktikum Inaktivasi Mikroba pada Semester Ganjil Tahun 2022/2023 di Fakultas
Teknologi Pangan dan Agroindustri, Universitas Mataram.
Mataram, 27 Desember 2022
Praktikan,
RuhulIsnainiRamadhhana
NIM. J1A020097
Saesi
AfrishaSekarNamira NIM.J1A020099
NIM. J1A018003
SaripahAminah
EgaFitriMayang Sari NIM. J1A020101
NIM. J1A018039
SeptianaPrayanti
Neta Sofa Afriliya NIM. J1A020103
NIM. J1A018079
SitiNursyahida
WindaHerlianaPutri NIM. J1A020105
NIM. J1A018113
FawaidulIzzilAsna
NIM. J1A019036
Irena DwiMulyaningtias
NIM. J1A019048
Lalu M. HizamAlgifari
NIM. J1A019051
MaulindaSukmawati
NIM. J1A019058
Menyetujui,
Koordinator IPraktikum Koordinator II Praktikum
InaktivasiMikroba InaktivasiMikroba
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga Laporan Tetap Praktikum
Inaktivasi Mikroba ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini
disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Praktikum Inaktivasi
Mikroba. Laporan ini berisi kumpulan dari laporan-laporan mingguan yang telah
disusun selama praktikum berlangsung sesuai dengan urutan acaranya.
Melalui kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tetap ini di antaranya yaitu
para Co. Asisten yang telah mendampingi dan mengarahkan praktikum serta
penyusunan laporan. Tak lupa pula kepada teman-teman yang telah memberikan
bantuan dalam penyusunan laporan, serta berbagai pihak yang terlibat. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi terciptanya karya tulis yang lebih baik lagi di masa mendatang.
Demikian laporan ini disusun agar dapat diterima dan digunakan sebagai
acuan baik bagi penyusun maupun bagi para pembaca.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
iv
ACARA V INAKTIVASI MIKROBA DENGAN BAHAN KIMIA
(PENENTUAN MIC DAN MBC) ..................................................63
PENDAHULUAN .............................................................................63
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................65
METODE PRAKTIKUM ..................................................................67
ANALISIS DATA .............................................................................68
PEMBAHASAN ................................................................................70
KESIMPULAN .................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................75
v
DAFTAR TABEL
vi
ACARA I
STERILISASI SUSU DENGAN PENAMBAHAN SPORA Bacillus cereus
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu sebagai salah satu produk hasil ternak memiliki kandungan zat gizi
tinggi yang dibutuhkan oleh manusia. Kandungan zat gizi yang tinggi juga
menyebabkan susu cocok untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri Pada Susu mampu
berkembang dengan cepat sehingga menyebabkan Susu Mudah rusak (Perishable) dan
tidak layak untuk dikonsumsi apabila tidap ditangani secara tepat. Kerusakan pada susu
yang disebabkan oleh kontaminasi bakteri akan mudah mempengaruhi kualitas susu.
Beberapa jenis bakteri yang sering mencemari susu antara lain staphylococcus aureus,
Esherichia Coli, Salmonella sp, dan Lysteria monocytogenes. Kualitas susu yang baik
dan layak untuk dikonsumsi telah diatur dalam BSN (3141-2011), sedangkan batasan
Maksimum untuk cemaran bakteri pada susu pasteurisati diatur Juga dalam BSN (7388-
2009) yaitu sebesar 5+101 CFU/ml, sehingga apabila didapati susu Pasteurisasi
melebihi batas, maka cusu tidak diarankan untuk dikonsumsi ataupun diolah
(Wulandari, 2020).
Upaya yang Perlu dilakukon untuk meminimalisir agar susu tidak mudah
terkontaminasi bakteri yaitu dengan proses pengolahan yang tepat melalui Pasteurisasi
Susu. Melalui proses Pasteurisasi dapat membunuh sebagian besar bakteri patogen
sehingga dapat mengurangi jumlah bakteri yang sebelumnya terdapat Pada susu segar.
Sterilisasi susu dilakukan agar susu aman untuk dikonsumsi dan memiliki masa simpan
yang lama. Proses sterilisasi dan pasteurisasi akan mematikan bakteri patogen
salmonella , Listeria, Champylobacter, dan Escherichia coli patogen yang ada dalam
susu. Kesempurnaan sterilisasi ditunjukan dengan tidak adanya kekeruhan pada hasil
uji Albumin (Ritota, dkk., 2017).
Penanganan, pengolahan dan penyimpanan susu harus dilaksanakan dengan baik,
karena susu merupakan bahan pangan yang mudah rusak. Sumber susu yang
digunakan, higienis dan sanitasi dapat berbeda-beda, sehingga jaminan terhadap
kualitas susu tidak diketahui. Beberapa penyebab kerusakan susu, Seperti kontaminasi
mikroorganisme dapat menyebabkan perubahan fisik susu sehingga menjadi tidak layak
7
untuk dikonsumsi. Susu dapat dikonsumsi setelah melalui proses pemanasan yang
sesuai. proses pemanasan yang dapat dilakukan antara lain adalah proses pasteurisasi
dan sterilisasi (Sudarwanto, 2020).
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menguji efektivitas
sterilisasi terhadap spora Bacillus cereus pada suhu 90°C dan 121°C melalui
perhitungan total koloni yang tumbuh.
8
TINJAUAN PUSTAKA
Susu merupakan bahan pangan yang bergizi tinggi namun sangat mudah rusak atau
terkontaminasi. kontaminasi pada susu oleh bakteri dimulai pada saat pemerahan sampai
konsumsi. Hal ini menyebabkan masa simpan susu tanpa pengolahan relatif pendek yaitu
pada suhu ruang hanya bertahan 2 Jam saja. Upaya untuk memperpanjang masa simpan
susu, biasanya susu disimpan Pada Freezer box. Alternatif lain dalam mengolah susu yaitu
dengan Pasteurisasi pada suhu 75°C selama 15 detik atau pada Suhu 62°C selama 30
menit. Kelemahan metode ini adalah kandungan susu yang tidak tahan Panas juga ikut
rusak. Upaya yang paling tepat untuk sterilisasi atau pasteurisasi susu tanpa mengurangi
mutu susu yaitu dengan cara pengawetan non termal atau dengan HPEF (High purse
Electric Field) (Hariono, 2020).
Pemanasan suhu tinggi, contohnya adalah pada proses sterilisasi. Suhu yang
digunacan dalam proses Pemanasan tergantung dari karakteristik mikroorganisme yang
akan dihilangkan. Target mikroba dari Pengaruh Suhu tinggi adalah mikroba yang tahan
terhadap panas. Terdapat dua macam sterilisasi, yaitu sterilisasi total dan sterilisasi
komersial. Sterilisasi komersial tidak absolut membunuh mikroba tetapi Sterilisasi
komersial bisa membunuh spora Clostridium botulinum, Type A dan B akan tetapi spora
dari Bacillus stearothermophilur, Bacius Coagulans biasanya masih hidup. Dikarenakan
adanya spora yang masih hidup meskipun makanan dipanaskan dengan suhu tinggi, maka
Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu Penyimpanan. Penyimpanan
pada suhu kurang dari 30°C dapat Mencegah spora bergemanasi (Azara, 2020).
Suhu yang digunakan pada Proser sterilisari sangat tinggi (ultra High temperature),
yaitu >135 °C - 150°C selama 2-15 detik. Penggunaan suhu yang tinggi dalam waktu yang
singkat menyebabkan spora bakteri yang tahan panas menjadi mati. Susu UHT merupakan
Salah Satu olahan susu yang sudah familiar dan banyak dijumpai di minimarket. Susu UHT
merupakan susu yang diperoleh dari pengolahan susu segar atau susu rekonstitusi dengan
menggunakan proses Ultra High Temperatur dengan pengemasan yang aseptis (aseptis
Packaging). Penggunaan teknologi ini menyebabkan susu UHT relatif memiliki umur
simpan yang panjang. Proses ultra high temperatur atau dikenal dengan sterilisasi HTST
(High Temperatur Short Time) Juga digunakan untuk beberapa produk selain susu, seperti
jus buah, yoghurt, Santan kelapa, teh dan beberapa produk lainnya. Penggunaan yang
paling umum dari jenis proses ini adalah untuk Pergolahan susu (Purnasari, dkk., 2021).
9
METODE PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
a. Persiapan Spora
Bacillus cereus Media Nutrient Broth (NB)
1 mL
Diinkubasi
(T = 37°C; t = 24 jam)
Disentrifugasi
(t = 5 menit, 5000 rpm)
Buffer fosfat
Pelet Supernatan
1 mL
Di-vortex
Dipasteurisasi
(T = 62,8°C; t = 30 menit)
Suspensi spora
10
b. Jumlah Spora Sebelum Sterilisasi
Dilakukan pengenceran
hingga 10-4
Diambil 1 mL,
Media TSA 3 pengenceran
Di-plating secara duplo
(Media Tuang) terakhir
Diinkubasi
(T = 30°C; t = 48 jam)
Dihitung koloni
(Jumlah spora)
9 mL Susu UHT
4 tabung
Di-vortex
Disterilisasi
T = 90°C; t = 5 menit
T = 121°C; t = 5 menit
Dilakukan pengenceran
hingga 10-3
Diinkubasi
(T = 30°C; t = 48 jam)
11
ANALISIS DATA
Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Jumlah Spora Sebelum Sterilisasi
Pengenceran Jumlah
Kelompok 10-1 10-2 10-3 Koloni
U1 U2 U1 U2 U1 U2 (CFU/mL)
6 >250 >250 167 138 48 59 1,872 × 105
Hasil Perhitungan
Hasil Perhitungan Jumlah Spora Sebelum Sterilisasi
∑C
N = [( 1 × n 1 ) +(0,1 × n 2 )+(0,01 × n 3 ) ] × (d)
167 + 138 + 48 + 59
=
( ( 1×2 ) + ( 0,1×2 ) ) × 10 −3
412
=
2,2 × 10 −3
12
b. Kelompok 8 (90°C)
∑C
N =
[( 1 × n1) +(0,1 × n2)+(0,01 × n3) ] × (d)
29 + 31 + 50 + 35
=
( 1×1 ) +( 0,1×2 ) +( 0,01×3 ) × 10−1
145
=
1,12 × 10−1
13
PEMBAHASAN
Susu merupakan salah satu bahan pangan dengan kandungan gizi tinggi, bila
ditinjau dari kandungan protein, lemak dan mineral dan beberapa vitamin. Susu merupakan
bahan Pangan yang mudah terkontaminasi dari lingkungan. Susu Juga memiliki bau dan
rasa yang khas, tidak berubah dan tidak berbahaya untuk diminum. Dalam memenuhi
kebutuhan Protein, terutama pada kasus penderita gizi buruk, susu dan produk turunannya
merupakan pilihan pertama yang dapat diandalkan. Susu juga merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Di dalam
susu terdapat zat gizi karbohidrat berupa laktosa. karena sifat gulanya yang tidak terlalu
manis, gula laktosa susu tidak terlalu merusak gigi. Susu adalah sumber kalsium dan fosfor
yang sangat baik, yang penting untuk Pertumbuhan tulang dan gigi.
Sterilisasi adalah Pembebasan suatu material, bahan ataupun alat dari berbagai
mikroorganiome hidup atau stadium istirahatnya. Sel-sel vegetatif bakteri dan fungi dapat
dimatikan pada suhu 60°C dan dalam waktu 5-10 menit. Namun spora fungi dapat mati
pada suhu diatas 80°c dan spora bakteri baru mati diatas suhu 120°C selama 15 menit.
Sterilisasi dan Pasteartsasi dapat dicapai dengan cara pemanasan lembab, pemanasan
kering, filtrasi, penyinaran, atau bahan kimia. Semakin tinggi tingkat kontaminasi
mikroorganisme pada suatu alat atau bahan. maka jumlah spora semakin banyak yang
termos resisten sehingga diperlukan waktu pemanasan yang lebih banyak.
Susu yang dipasteurisasi dapat terkontaminasi oleh bakteri patogen pembentuk
spora, yaitu Bacillus cereus. Spora Bacillus cereus dapat berkecambah dalam susu
pasteurisasi karena pendinginan yang lambat dan penyimpanan pada suhu diatas 40℃.
Bacillus cereus merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang, aerobik, anaerob
fakultatif, motil, serta beta hemolitik. Terkait dengan mikroorganisme pembusuk tujuan
utama tindakan yang dilakukan adalah mencegah kontaminasi sampai jumlah paling
rendah. Pertumbuhan mikroba patogen dalam susu kemungkinan menghasilkan toksin yang
bersifat tahan panas sehingga dapat menyebabkan keracunan. Kontaminasi yang tinggi
dalam susu segar dapat menyebabkan prodak olahan tidak aman bagi konsumen.
Suhu yang digunakan pada produk sterilisasi ini sangat tingg (Ultra High
Temperature), yaitu >135°C -150 °C selama 2-15 detik. Penggunaan suhu yang tinggi
dalam waktu yang singkat menyebabkan spora bakteri yang tahan panar akan terbunuh,
tetapi kerusakan vitamin dan protein lebih kecil serta pencoklatan terhadap produk lebih
minimal. Hal ini karena Pada suhu tinggi nilai D dari inaktivasi mikroba lebih rendah
dibandingkan nilai D dari kerusakan mutu produk. Hal ini terjadi karena pada pemanasan
14
yang menggunakan suhu tinggi, yaitu nilai D inaktivasi mikroba lebih besar dibandingkan
dengan nilai D dari kerusakan mutu. Suhu yang efektif untuk melakukan sterilisasi adalah
pada suhu 121°C, karena pada suhu tersebut. Pertumbuhan mikrobanya lebih sedikit
dibandingkan pada suhu900 C.
Berdasarkan hasil pengamatan pada suhu 90 0 C terdapat pertumbuhan mikroba
dimana pada sebelum pengenceran jumlah total mikroba yaitu 1 872 1 CFU/mL
menjadi 4 9 1 CFU/mL pada kelompok 7 dan 1 294 1 CFU/mL pada kelompok
8. Sedangkan pada suhu 121°C didapatkan koloni 5 55 1 CFU/mL pada kelompok 9
dan 1 328 1 CFU/mL pada kelompok 10. Warna yang didapatkan Sama dengan
sampel pada suhu 90 C. Jumlah total mikroba yang paling sedikit adalah pada kelompok 8
dengan jumlah total bakteri 1 294 1 CFU/mL. Pengenceran pada uji TSA sangat
berpengaruh pada banyak atau sedikitnya Jumlah bakteri yang terlihat. Jika semakin
banyak pengenceran maka akan semakin sedikit jumlah bakteri yang terlihat.
Tujuan dari pengenceran bertingkat yaitu memperkecil atau mengurangi Jumlah
Mikroba yang tersuspensi dalam cairan. Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat
pengenceran tergantung kepada pengenceran mikroba dalam sampel. Menurut Anton
(2003) Sterilisasi yaitu proses mematikan semua dengan pemanasan, dengan tujuan
membebaskan bahan dari semua mikroba perusak. Suatu benda yang steril, dipandang dari
sudut mikrobiologi artinya bebas dari mikroba atau mikroorganisme hidup. Suatu benda
atau substansi hanya dapat steril atau tidak steril atau hampir steril. Proses sterilisati
bertujuan untuk membunuh bakteri yang ada pada susu. Spora bakteri adarah struktur yang
tahan terhadap lingrangan yang ekstrim. Dalam stabilitas panas dari hasil spora batteri,
tidak bisa dihilangkan dengan cara steritisasi mendidih yang menggunakan panas basah,
sehingga harus dilakukan pada temperatur yang lebih tinggi. Sterilisasi menggunakan
autoklar merupakan cara yang paling baik karena uap air panas dengan tekanan tinggi
menyebabkan Penetrasi uap air ke dalam sel-sel mikroba menjadi optimal sehingga
langsung mematikan mikroba.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi sterilisasi adalah kelembaban konsentrasi gas,
suhu dan distribusi gas dalam chamber pengsterilan. Penghancuran bakteri tergantung Pada
adanya kelembaban, gas dan suhu dalam bahan pengemas, Penetrasi melalui bahan
pengemas, pada Pengemar Pertama atau kedua, harus dilakukan persyaratan desain Pada
bahan pengemas. "Tingicat kekeringan alat juga merupakan Faktor yang Mempengaruhi
sterilisasi susu, Jenis bahan yang digunakan dan juga beberapa dari alat dan bahan. Faktor
lain yang mempengaruhi ketahanan Mikroba terhadap suhu tinggi panas adalah kandungan
15
air, lemak, karbohidrat, protein, garam dan substansi lainnya. Selain itu, kondisi keasaman
(PH), Jumlah mikroba, fase pertumbuhan mikroba, suhu, adanya senyawa penghambat, dan
oengaruh perlakuan lain seperti perlakuan ultrasonik Juga dapat mempengaruhi ketahanan
mikroba karena suhu tinggi.
16
KESIMPULAN
17
ACARA II
PENGARUH PEMANASAN SUBLETAL DAN
PENYEMBUHAN TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bakteri merupakan salah satu jasad renik yang memiliki kemampuan yang
sangat baik dalam bertahan hidup. Berdasarkan suhu pertumbuhan bakteri terbagi
menjadi beberapa jenis yaitu psikrofilk, mesofilik dan termofilik. Ketiga jenis bakteri
tersebut memiliki suhu pertumbuhan yang berbeda dan akan mati bila suhu
pertumbuhannya melebihi suhu optimum pertumbuhannya. Salah satu proses atau
keadaan yang bisa menyebabkan kerusakan atau kematian bakteri, yaitu proses
pemanasan. Proses pemanasan dapat merurak sel-sel yang ada pada bakteri hingga
dapat menyebabkan kematian
Sel mikroba atau bakteri memiliki mekanisme adaptasi seluler terhadap
berbagai macan gangguan yang terjadi. Kerusakan di dalam sel dapat bersifat
sementara (subletal) ataupun permanen (menetap). Kerusakan yang sifatnya
sementara, sel bakteri mengalami perubahan untuk beradaptasi tetap hidup. Proses
adaptasi untuk bertahan tersebut dinamakan degenari atau penyembuhan.
Berbagai proses pemanasan yang dilakukan dalam pengolahan pangan dapat
menyebabkan terjadinya stress dan kerusakan sel-sel mikroorganisme. Istilah stress
dapat digunakan untuk menjelaskan akibat dari perlakuan subletal. Kerusakan
subletal merupakan kerusakan yang terjadi pada sel tetapi tidak mati Proses
pemanasan yang dilawan terhadap maikroorganism dapat menyebabkan kematian
bakteri. Bakteri yang mengalami kerusakan subletal masih bisa untuk disembuhkan
sedangkan bakteri yang telah mati tidak dapat. Oleh karena itu, praktikum ini
dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemanaran subletal dan penyembuhan
terhadap pertumbuhan bakteri.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemanasan subletal dan penyembuhan terhadap pertumbuhan bakteri.
18
TINJAUAN PUSTAKA
Kerusakan subletal adalah suatu kondisi yang dimana sel tidak dapat
menyerap nutrisi dengan baik dan tidak dapat tumbuh di media yang mengandung
senyawa selektif. Kerusakan subletal adalah kerusakan yang terjadi pada sel, tetapi
tidak mematikan. Kerusakan ini hanya mengakibatkan stres atau penyakit pada sel-
sel yang terindikasi kerusakan subletal dapat di deteksi dari ketidakmampuannya
untuk tumbuh dan berkembang dalam kondisi normal untuk ukuran sel sehat.
Kehilangan kemampuan yang dimiliki oleh sel tersebut dapat dilihat dan diukur
dengan cara memperhatikan bahwa sel tersebut tidak dapat membentuk koloni pada
medium padat dan tidak adanya kekeruhan pada medium cair (Wati, 2021).
Sel yang mengalami subletal adalah sel yang stres atau sakit sehingga ia
kehilangan satu lebih sifatnya. Sifat tersebut merupakan sifat yang mampu
beraktivitas pada kondisi yang hanya dapat dilakukan oleh sel-sel normal. Sel yang
mengalami kerusakan subletal tidak dapat menyerap nutrien secara normal dan
tumbuh dengan baik. Berbagai prores pengolahan makanan dapat menyebabkan
terjadinya kerusakan subletal pada mikroorganisme. Pemanasan menjadi salah satu
proses pengolahan yang dapat menyebabkan kerusakan subletal (Fardiaz, 1992).
Subletal merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kerusakan sel-sel pada
mikroorganisme yang mengalami luka sebagai akibat dari suatu perlakuan, baik itu
fisik atau kimia. Bahan pangan yang diolah dengan pemanasan yang kurang baik
dapat menjadi pemicu terjadinya kerusakan subletal. Hal ini disebabkan karena
setelah beberapa waktu dalam penyimpanan dengan kondisi yang berlindung dari
kontaminasi akan mengalami perubahan yang tidak diinginkan apabila telah
dilakukan pengolahan yang kurang baik. Bahan olahan makanan yang mengandung
sel-sel mikroba yang terluka sebagai akibat perlakuan subletal akan menyebabkan
kerugian yang sangat besar terhadap produk olahan tersebut dalam penyimpanan
yang cukup lama. Hal tersebut terjadi karena penyimpanan produk olahan sebagai
akibat terjadinya aktivitas hidup sel-sel yang terluka, sehingga tidak baik untuk
dikonsumsi (Soekarto, 2008).
19
METODE PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
a. Perlakuan Pemanasan
Diinkubasi
(T = 55°C, t = 10 menit)
20
b. Jumlah Mikroba Awal
45 mL buffer fosfat
10 mL
Dimasukkan ke dalam Sisa suspensi
3 tabung reaksi dimasukkan
ke dalam
tabung kontrol
Diinkubasi
Tabung 1, t = 30 menit
Tabung 2, t = 60 menit
Tabung 3, t = 90 menit Diinkubasi
(37°C) (t = 0 menit)
21
c. Proses Penyembuhan
5 mL bakteri
45 mL TSB 45 mL TSBS
Divortex Divortex
10 mL (3×) 10 mL (3×)
Dimasukkan ke Dimasukkan ke
dalam 3 tabung dalam 3 tabung
Diiinkubasi Diiinkubasi
Tabung 1, t = 30 menit Tabung 1, t = 30 menit
Tabung 2, t = 60 menit Tabung 2, t = 60 menit
Tabung 3, t = 90 menit Tabung 3, t = 90 menit
(T = 37°C) (T = 37°C)
Dilakukan Dilakukan
pengenceran pengenceran
hingga 10-6 hingga 10-4
22
ANALISIS DATA
Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Jumlah Mikroba Awal tanpa Media Penyembuhan
Pengenceran
Media Waktu Media Jumlah Koloni
Klp 10-3 10-4 10-5
Penyembuhan (Menit) Perhitungan (CFU/mL)
U1 U2 U1 U2 U1 U2
6 0 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 × 105
7 30 190 250 90 85 155 79 3,824 × 105
TSA
8 60 >250 >250 103 27 30 45 9,318 × 105
9 90 >250 >250 >250 >250 >250 236 2,36 × 107
Tanpa Penyembuhan
6 0 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 × 105
7 30 250 150 160 90 89 79 3,864 × 105
TSAS
8 60 42 66 77 55 41 <25 1,271 × 105
9 90 >250 >250 207 242 185 139 3,513 × 105
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan Jumlah Mikroba pada Media Penyembuhan Tryptic Soy Broth (TSB)
Pengenceran
Klp Media Waktu Media Jumlah Koloni
10-4 10-5 10-6
Penyembuhan (Menit) Perhitungan (CFU/mL)
U1 U2 U1 U2 U1 U2
7 30 225 140 188 205 106 72 4,216 × 106
8 TSB 60 TSA >250 >250 >250 >250 100 38 6,9 × 107
9 90 >250 >250 >250 >250 >250 217 2,17 × 108
23
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan Jumlah Mikroba pada Media Penyembuhan Tryptic Soy Broth + 7% NaCl (TSBS)
Pengenceran
Media Waktu Media Jumlah Koloni
Klp 10-2 10-3 10-4
Penyembuhan (Menit) Perhitungan (CFU/mL)
U1 U2 U1 U2 U1 U2
6 30 >250 >250 >250 >250 >250 >250 >250 × 104
10 TSBS 60 TSAS 75 45 79 44 48 44 1,509 × 104
10 90 <25 73 61 52 58 71 2,58 × 104
Hasil Perhitungan
Hasil Perhitungan Jumlah Mikroba Awal tanpa Media Penyembuhan
a. Media Perhitungan Tryptic Soy Agar (TSA)
Kelompok 6 (0 menit)
∑C
N =
( ( 1×n1) +( 0,1× n2) +( 0,01×n 3) )× d
24
Kelompok 8 (60 menit)
∑C
N =
( ( 1×n1) +( 0,1× n2) +( 0,01×n 3) )× d
103 + 27+ 30 + 45
=
( ( 1×2) +( 0,1×2) )×10−4
205
=
2,2 × 10−4
25
Kelompok 9 (90 menit)
∑C
N =
( ( 1×n1) +( 0,1× n2) +( 0,01×n 3) )× d
207 + 242 + 185 + 139
=
( ( 1×2) +( 0,1×2) ×10−4
773
=
2,2 × 10−4
26
b. Kelompok 10 (60 menit)
∑C
N =
( ( 1×n1) +( 0,1× n2) +( 0,01×n 3) )× d
75 + 45 + 79 + 44 + 48 + 44
=
( ( 1×2) +( 0,1×2) +(0,01×2)×10−2
335
=
2,22 × 10−2
= 1,509×104 CFU/mL
c. Kelompok 10 (90 menit)
∑C
N =
( ( 1×n1) +( 0,1× n2) +( 0,01×n 3) )× d
73 + 61 + 52 + 58 + 71
=
( ( 1×1) +( 0,1×2) +(0,01×2)×10−2
315
=
1,22 × 10−2
27
PEMBAHASAN
28
chlorida. Media ini digunakan untuk menghitung jumlah bakteri subletal. Media
TSAS merupakan media yang terbuat dari TSA (Tryphic Soy Agar) yang
ditambahkan dengan 7% NaCl. Media ini biasanya digunakan untuk menghitung
bakteri yang sifatnya selektif.
Penyembuhan bakteri yang mengalami kerusakan subletal dapat dilakukan
dengan menggunakan medium penyembuhan. Sel yang mengalami kerusakan
subletal dapat dirumbuhkan atau diperbaiki dengan cara disembuhkan
menggunakan medium TSB dan TSBS. Sebelum dilakukan penyembuhan, jumlah
bakteri yang mengalami kerusakan subletal harus dihitung terlebih dahulu. Medium
yang digunakan untuk menghitung jumlah bakteri yang mengalami kerusakan yaitu
TSA dan TSAS. Proses penyembuhan sel yang mengalami kerusakan subletal
memerlukan medium yang baik dan kaya akan nutrisi, tetapi tidak mengandung
komponen atau senyawa yang bersifat menghambat.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan total koloni bakteri
Escherichia coli awal tanpa medium penyembuh dengan menggunakan media TSA
didapati koloni terbanyak yaitu 9,31 x 105 CFU/mL dan 2,36 x10 CFU/mL untuk
total koloni terendah. Perlakuan selanjutnya yaitu menggunakan media TSAS,
didapati jumlah koloni terbanyak yaitu 4,655 x 105 CFU/mL dan jumlah koloni
terendah yaru 1,361 CFU/mL. Hasil pengamatan dengan menggunakan medium
penyembuh Tryptic Soy Broth (TSB) dan media TSA sebagai media
perhitungannya, didapati jumlah koloni terbanyak sebesar 2,17 x 108 CFU/mL
dengan jumlah koloni terendah yaitu sebesar 6,9 x 105 CFU/mL. Total koloni
bakteri pada medium TSBS dan media TSAS sebagai media perhitungannya,
didapati jumlah koloni terbanyak sebetar 2,581 x 104 CFU/mL dan 1,509 x 104
CFU/mL untuk jumlah koloni terendah.
Berdasarkan data hasil pengamatan dan perhitungan tersebut, TSA mampu
menghambat proses penyembuhan pada bakteri. Hal ini terjadi karena adanya
kandungan garam NaCl pada media TSAS. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Julianto, (2016) yang mengatakan bahwa larutan garam mampu menghambat
pertumbuhan bakteri dan membunuh bakteri. Disamping mempunyai sifat
bakterisida, NaCl juga mempunyai sifat sporasida dan fungisida. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan bakteri yaitu air, suhu, komposisi medium, pH dan
penambahan zat campuran. Suhu pertumbuhan mikroorganisme memiliki atau
mempengaruhi ketahanan panasnya, semakin tinggi suhu optimal pertumbuhannya,
29
maka akan semakin tahan sel tersebut terhadap suhu pematangan.
30
KESIMPULAN
31
ACARA III
INAKTIVASI MIKROBA DENGAN SUHU TINGGI
(KINETIKA KEMATIAN BAKTERI)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketahanan mikroba terhadap panas dalah suatu kemampuan mikroba untuk
terus bertahan hidup saat diberi perlakuan panas. Pada industry pengolahan pangan
penggunaan panas digunakan untuk membunuh mikroba dan mengurangi aktivitas
air yang ada pada bahan pangan. Dengan cara ini ketahanan pangan akan tersimpan
lebih lama. Mikroba memiliki daya tahan yang berbeda, ada bakteri yang sensitive
terhadap panas, dan ada bakteri yang memiliki ketahanan terhadap panas. Bakteri
memiliki temperature kematian atau Thermal Death Time (TDT), yang merupakan
temperature yang serendah-rendahnya dapat membunuh mikroba yang berada
dalam standar medium selama 10 menit. Pada umumnya semakin tinggi suhu
pertumbuhan bakteri maka resistensi terhadap pemanasan semakin tinggi
Pemanasan merupakan salah satu cara untuk mengendalikan dan
mengurangi pertumbuhan mikroorganisme. Ketahanan panas mikroba perlu untuk
diketahui sehingga dapat diterapkan proses pemanasan yang dpat diperlukan
terhadap suatu makanan agar umur simpan makanan dapat lebih panjang. Panas
yang tinggi menyebabkan perubahan fungsi senyawa-senyawa seluler yang
menyebabkan perubahan struk protein, yaitu denaturasi protein. Proses panas secara
umum di desain untuk menginaktifkan mikroba yang ada pada makanan dan dapat
mengancam kesehatan manusia juga mengurangi jumlah mikroorganisme
pembusuk ke tingkat yang rendah, sehingga peluang terjadinya kebusukan atas dua
factor yaitu kinetika pemusnahan mikroba oleh panas dan kecepatan panas
berpenetasi ke dalam produk pangan yang dikemas selama pemanasan (Kusnandar,
2008).
Suhu dapat digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan dan kegiatan
mikroorganisme. Suhu diatas suhu maksimal akan bersifat mematikan bagi
pertumbuhannya. Sedangkan suhu yang diturunkan sampai suhu maksimal akan
memperpanjang fase lag pertumbuhannya. Salah satu sebab kematian
mikroorganisme tergantung dari suhu pertumbuhan optimum mikroba tersebut.
32
Dengan mengetahui suhu optimum, minimum and maksimum dari mikroorganisme
tertentu, dapat diketahui cara penanganan yangn tepat pada makanan agar tidak
terkontaminasi oleh mikroorganisme. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktium ini
untuk mengetahui kinetika kematian bakteri.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui laju kinetika
kematian bakteri yang dihitung melalui nilai D.
33
TINJAUAN PUSTAKA
34
100℃. Nilai D pada suhu standar ini sering dituliskan dengan nilai DO (Sandjaya,
2013).
35
METODE PRAKTIKUM
36
Prosedur Kerja
Dimasukkan dalam 9 mL
buffer fosfat (5 tabung)
Diinkubasi
(T = 85°C; t = 0’, 5’, 10’, 20’, 30’)
Dilakukan pengenceran
t = 0', 5' t = 10' t = 20', 30'
10-5 10-4 10-3
Diambil 1 mL
dari 3 pengenceran terakhir
37
ANALISIS DATA
Hasil Pengamatan
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Jumlah Bakteri Escherichia coli
Pengenceran Jumlah
Waktu Nilai D
10-1 10-2 10-3 10-4 10-5 Koloni
(Menit) (Menit)
U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 U1 U2 (CFU/mL)
0 - - - - >250 >250 40 120 25 44 1,040 × 106 0
5 - - - - 152 206 50 33 89 <25 2,398 × 105 0,47
10 - - >250 >250 123 >250 56 49 - - 1,9 × 105 0,93
20 >250 172 >250 >250 156 <25 - - - - 2,981 × 103 2,34
30 180 >250 71 58 <25 <25 - - - - 2,575 × 103 3,48
36
Hasil Perhitungan
Hasil Perhitungan Jumlah Bakteri Escherichia coli
a. Total Koloni
0 menit
∑C
N=
( ( 1×n1) + ( 0,1×n2) + ( 0,01×n3) ) ×d
40 + 120 +25 + 44
=
( ( 1×2) + ( 0,1×2) ) 10−4
229
=
2,2 × 10−4
37
30 menit
∑C
N=
( ( 1×n1) + ( 0,1×n2) + ( 0,01×n3) ) ×d
180 +71 + 58
=
( ( 1×1) +( 0,1×2) ) 10−1
309
=
1,2 × 10−1
= 0,47 menit
10 menit
D= t
log a − log b
10
=
log ( 1,040 × 106) − log ( 1,9 × 105)
10
=
log (1,040)+log(10 6) − log (1,9)+log(105)
10
= 0,017+6 log 10 − 278 +5 log ( 10)
( )
10
= 0,017+6 − 0,278 + 5
10
= 10,739
= 0,93 menit
38
20 menit
D= t
log a − log b
20
=
log ( 1,040 × 106) − log ( 2,981 × 103)
20
=
log (1,040)+log(10 6) − log (2,981)+log(10 3)
20
=
0,017+6 log ( 10) − 474 +3 log ( 10)
20
=
0,017+6 − 0,474 + 3
20
=
8,543
= 2,34 menit
30 menit
D= t
log a − log b
20
=
log ( 1,040 × 106) − log ( 2,575 × 103)
30
=
log (1,040)+log(10 6) − log (2,575)+log(103)
30
= 0,017+6 ( )
log 10 − 41 +3 log ( 10)
30
= 0,017+6 − 0,410 + 3
30
=
8,607
= 3,48 menit
c. Grafik
3.5 3.48
3
2.5
2.34
Nilai D
1.5
1
0.93
0.5 0.47
0
5 10 20 30
Waktu (t)
39
Hasil Perhitungan Jumlah Bakteri Bacillus cereus
a. Total Koloni
0 menit
∑C
N=
( ( 1×n1) + ( 0,1×n2) + ( 0,01×n3) ) ×d
154 + 124 + 155 + 115 + 121
=
( ( 1×2) +( 0,1×1) + ( 0,1×2) ) 10−3
669
=
2,12 × 10−3
40
30 menit
∑C
N=
( ( 1×n1) +( 0,1× n2) + ( 0,01×n3) ) ×d
130 + 97 + 64
=
( ( 1×1) +( 0,1×2) ) 10−2
291
=
1,2 × 10−2
D= t
log a − log b
5
=
log ( 3,155 × 105) − log ( 2,566 × 105)
5
=
log (3,155)+log(10 5) − log (2,566)+log(105)
5
=
0,489+5 log( 10) − 4 9 +5 log( 10)
5
=
0,489+5 − 0,409 + 5
5
=
10,089
= 0,495 menit
10 menit
D= t
log a − log b
10
=
log ( 3,155 × 105) − log ( 1,08 × 104)
10
=
log (3,155)+log(10 5) − log (1 8)+log(1 4)
10
= 0,489+5 log 10 − 33 +4 log ( 10)
( )
10
= 0,489+5 − 0,033 + 4
10
= 9,465
= 1,05 menit
41
20 menit
D= t
log a − log b
20
=
log ( 3,155 × 105) − log ( 3,626 × 103)
5
=
log (3,155)+log(10 5) − log (3,626)+log(103)
5
= 0,489+6 log( 10) − 559 +3 log( 10)
10
= 0,489+5 − 0,559 + 3
20
= 7,939
= 2,51 menit
30 menit
D= t
log a − log b
30
=
log ( 3,155 × 105) − log ( 2,425 × 104)
30
=
log (3,155)+log(10 5) − log (2,425)+log(104)
5
=
0,489+5 log ( 10) − 384 +4 log ( 10)
30
= 0,489+5 − 0,384 + 4
30
=
9,114
= 3,29 menit
c. Grafik
3.5 3.29
3
2.51
2.5
Nilai D
1.5
1.05
1
0.495
0.5
0
5 10 20 30
Waktu (t)
42
PEMBAHASAN
Bacillus cereus merupakan salah satu contoh bakteri mesofilik. Bakteri ini
merupakan golongan bakteri gram positif, aerob fakultatif dan dapat membentuk
spora (endospora). Spora bacillus cereus lebih tahan panas kering daripada panas
lembab dan dapat bertahan lama pada produk kering. Selnnya berbentuk batang
besar (Bacillus) dan sporanya tidak membengkakkan sporangiumnya. Bacillus
cereus dapat menghasilkan enterotokan (token yang tahan panas).
Inaktivasi mikroba merupakan perlakuan yang dilakukan untuk
menghambat pertumbuhan mikroba, bahkan mampu membunuhnya. Inaktivasi
mikroba umumnya menggunakan metode sterilisasi, pasteurisasi dan pendinginan.
Proses inaktivasi biasanya dilakukan dengan cara radiasi dan reaksi kimia.
Umumnya proses panas di desain untuk menginaktivasi mikroorganisme pada
produk pangan yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Selain itu, proses
panas juga dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme pembusuk.
Penerapan suhu tinggi pada pangan yaitu pengolahan pangan. Pengolahan
pangan dengan suhu tinggi merupakan pengolahan pangan yang menggunakan
panas diatas suhu normal (suhu ruang). Suhu ruang ialah suhu dalam ruangan yang
berkisar antara 27℃ - 30℃. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan
pengawetan makanan didasarkan pada pernyataan bahwa pemberian panas yang
cukup dapat membunuh sebagian besar mikroba. Setiap jenis pangan memerlukan
pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba di dalamnya.
Sterilisasi merupakan proses pemanasan yang dilakukan untuk membunuh
segala bentuk mikroorganisme. Sterilisasi dilakukan dengan memanaskan bahan
pangan diatas suhu titik didih. Umumnya sterilisasi menggunakan suhu 110℃ -
121℃ selama 20 – 40 detik. Pemanasan mampu membunuh spora bakteri tahan
panas sehingga tercapai kondisi sterilisasi produk yang diinginkan. Proses ini dapat
meminimalisir tingkat kerusakan mutu seperti tekstur, warna dan aroma, cita rasa
dan flavor serta zat gizi.
Nilai D menyatakan ketahanan panas mikroba atau sensitifitas mikroba oleh
suhu pemanasan. Nilai D didefinisikan sebagai waktu dalam menit pada suhu
tertentu yang diperlukan untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetative
tertentu sebesar 90% atau satu logaritmik. Setiap mikroba memiliki nilai D pada
43
suhu tertentu. Semakin besar nilai D suatu mikroba pada suatu suhu tertentu, maka
semakin tinggi ketahanan panas mikroba tersebut pada suhu yang tertentu. Nilai D
umumnya dinyatakan pada suhu standar. Untuk bakteri mesofilik atau termofilik
umumnya menggunakan suhu standar yaitu 121℃, sedangkan untuk sel vegetatif,
khamir atau kapang umumnya menggunakan suhu yamg lebih rendah yaitu 80℃ -
100℃.
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa semua suspense
bakteri yang diinkubasi selama 0 menit mempunyai nilai D yang sama yaitu 0.
Jumlah koloni yaitu 0. Jumlah koloni bakteri Escherichia coli paling banyak
terdapat pada menit ke 0 yaitu 1,040 × 106 CFU/mL. Nilai D paling tinggi dengan
pemanasan selama 30 menit yaitu 3,48 menit dengan total koloni 2,575 × 103
CFU/Ml. total koloni bacillus cereus terbanyak terdapat pada menit ke 0 yaitu3,155
× 105 CFU/ml. Nilai D tertinggi pada bakteri ini terdapat pada pemanasan selama
30 menit yaitu 3,29 menit dengan total koloni yaitu 2,425 × 103 CFU/Ml. Menurut
data-data tersebut jumlah koloni terbanyak terdapat pada sampel bakteri
Escherichia coli yaitu sebesar 1,040 × 106 CFU/mL, dengan nilai D sebanyak 0
menit pada menit ke-0 dan jumlah koloni paling sedikit terdapat pada sampel
bakteri bacillus cereus yaitu sebesar 1,108 × 104 CFU/mL, dengan nilai D sebanyak
1,05 menit pada menit ke 10. Semakin tinggi nilai D yang diperoleh, maka bakteri
tersebut lebih tahan terhadap suhu tinggi tertentu. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Visayakumar (2007) bahwa semakin besar nilai D suatu mikroba pada suatu suhu
tertentu, maka semakin tinggi ketahanan panas mikroba tersebut pada suhu tertentu.
Perbedaan setiap nilai D yang diperoleh dapat disebabkan oleh kesalahan
pada saat dilakukan vortex, bakteri tidak tercampur secara merata dalam
pengenceran. Apabila saat pengenceran bakteri tidak homogeny dapat
menyebabkan penggumpalan dan pengendapan di bagian bawah tabung reaksi. Hal
ini terlihat pada jumlah bakteri yang dihasilkan pada pengamatan, dimana data yang
diperoleh tidak akurat. Selain itu factor-faktor yang mempengaruhi ketahanan panas
mikroba adalah jumlah mikroba, umur sel, sel pertumbuhan, air, lemak, konsentrasi
garam, karbohidrat yang terdapat dalam medium nilai pH, protein, dan senyawaa
antimikroba dan pemanasan.
44
KESIMPULAN
1. Bacillus cereus merupakan golongan bakteri gram positif, aerob fakultatif dan
dapat membentuk spora.
2. Inaktivasi mikroba merupakan perlakuan yang dilakukan untuk menghambat
pertumbuhan mikroba.
3. Setiap jenis pangan memerlukan pemanasan yang berbeda untuk mematikan
mikroba di dalamnya.
4. Nilai D di definisikan sebagai waktu dalam menit pada suhu tertentu yang
dibutuhkan untuk menurunkan jumlah spora atau sel vegetative tertentu sebesar
90% atau satu logaritmik.
5. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, berdasarkan hasil pengamatan
dan pembahasan bahwa semakin besar nilai D suatu mikroba pada suhu tertentu,
maka semakin tinggi ketahanan panas mikroba tersebut pada suhu tertentu.
45
ACARA IV
INAKTIVASI MIKROBA DENGAN SENYAWA ANTIMIKROBA
DARI BAKTERI ASAM LAKTAT (BAL)
(METODE PENAPISAN CAKRAM DAN SUMUR)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mikroba dapat dikatakan sebagai jasad renik yang mempunyai kemampuan
bertahan hidup yang sangat baik. Jasad renik (Mikroba) hamper dapat bertahan
hidup di semua tempat dipermukaan bumi. Mikroba dapat hidup dan beradaptasi
pada lingkungan yang tepat.Mikroba mampu beradaptasi dengan lingkungan yang
sangat dingin hingga lingkungan yang relative panas dan lingkungan yang asam
hingga basa.Mikroba dapat digolongkan menjadi dua bagian berdasarkan perannya,
yaitu mikroba yang menguntungkan (bermanfaat bagi kehidupan) dan mikroba
yang merugikan (bersifat pathogen).
Antimikroba adalah zat-zat yang memiliki kemampuan untuk menghambat
dan mematikan pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme.Zat antikiroba dapat
berupa bahan pengawet yang sengaja ditambahkan pada bahan pangan.Penambahan
pengawet pada bahan pangan ini dapat mencegah perubahan pada bahan pangan
yang tidak menguntungkan karena aktifitas mikroorganisme.Bahan pengawet
antimikroba mempunyai efektivitas yang berbeda-beda.Hal ini dikarenakan
kandungan pada bahan pengawet yang berbeda.
Mekanisme daya kerja antimikroba terhadap sel dapat dibedakan atas
beberapa kelompok antara lain merusak dinding sel, mengganggu permeabilitas sel,
merusak molekul protein, dan asam nukleat, menghambat aktivitas enzim, dan
menghambat sintesis asam nukleat. Aktivitas antimikroba yang dapat diamati
secara langsung adalah perkembangbiakannya.Senyawa antikiroba dibagi menjadi
dua macam yaitu antibiotik dan disinfektan.Antibiotic adalah zat-zat kimia yang
dihasilkan oleh fungi dan bakteri.Antibiotik memiliki khasiat untuk mematikan atau
menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksitiasnya relative kecil bagi
manusia.Turunan dari zat-zat ini dibuat secara semi sintesis dengan khasiat sebagai
antibodi atau antibakteri.Oleh karena itu, praktikum ini dilakukan untuk melakukan
screening kemampuan senyawa antimikroba beberapa produk fermentasi yang
46
mengandung BAL.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan screening
kemampuan senyawa antimikroba terhadap beberapa produk fermentasi yang
mengandung bakteri asam laktat (BAL).
47
TINJAUAN PUSTAKA
48
METODE PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
a. Uji Difusi Agar dengan Kertas Cakram
Kertas cakram
NA +
Kultur Ditiriskan dan diletakkan kertas cakram pada media
49
b. Uji Difusi Agar dengan Sumur
Media Nutrient Agar (NA) + kultur
50
ANALISIS DATA
Hasil Pengamatan
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Senyawa Antimikroba dengan Metode Difusi Cakram
Jenis Bakteri U1 U2 Nilai X Daya Hambat
Klp Sampel
Uji d1 (cm) d2 (cm) d(cm) d1 (cm) d2 (cm) d(cm) (cm) Total (mm)
Escherichia 0,8 0,6 0,7 0 0 0 0,6 0,5
Biokul coli
6
Yogurt Staphylococcus
0 0 0 0 0 0 0,6 0
aureus
Heavenly Escherichia 0 0 0 0 0 0 0,6 0
coli
7 Blush
Yogurt Staphylococcus
0 0 0 0 0 0 0,6 0
aureus
Escherichia 0 0 0 0 0 0 0,6 0
Kin coli
8
Yogurt Staphylococcus 0 0 0 0 0 0 0,6 0
aureus
Escherichia
0 0 0 0 0 0 0,6 0
coli
9 Yakult
Staphylococcus 0 0 0 0 0 0 0,6 0
aureus
Escherichia
0 0 0 0 0 0 0,6 0
coli
10 Greenfields
Staphylococcus 0 0 0 0 0 0 0,6 0
aureus
51
Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Senyawa Antimikroba dengan Metode Difusi Sumuran
U1 U2 Daya
Jenis Bakteri Nilai X
Klp Sampel Hambat
Uji d1 (cm) d2 (cm) d(cm) d1 (cm) d2 (cm) d(cm) (cm)
Total (mm)
Escherichia 0 0,6 0,3 0 0 0 0,5 0
Biokul coli
6
Yogurt Staphylococcus 0 0 0 0 0 0 0,5 0
aureus
Escherichia
Heavenly 0 0 0 0 0 0 0,5 0
coli
7 Blush
Yogurt Staphylococcus 0 0 0 0 0 0 0,5 0
aureus
Escherichia
0 0 0 0 0 0 0,5 0
Kin coli
8
Yogurt Staphylococcus 0 0 0 0 0 0 0,5 0
aureus
Escherichia 0 0 0 0 0 0 0,5 0
9 Yakult coli
Staphylococcus
0 0 0 0 0 0 0,5 0
aureus
Escherichia 0 0 0 0 0 0 0,5 0
10 coli
Greenfields
Staphylococcus 0 0 0 0 0 0 0,5 0
aureus
Keterangan:
d1 : Diameter vertikal
d2 : Diameter horizontal d
: Diameter rata-rata
52
Hasil Perhitungan
Hasil Perhitungan Uji Aktivitas Senyawa Antimikroba dengan Metode
Difusi Cakram
a. Kelompok 6 (Biokul Yogurt)
1. Bakteri Escherichia coli
Perlakuan U1
d1 = 0,8 cm
d2 = 0,6 cm
Nilai X = 0,6 cm
d1 + d2
d =
2
0,8 cm + 0,6 cm
=
2
= 0,7 cm
Daya Hambat = d- Nilai X
= 0,7 cm - 0,6 cm
= 0,1 cm
Perlakuan U2
d1 = 0 cm
d2 = 0 cm
Nilai X = 0,6 cm
d1 + d2
d = 2
0 cm + 0 cm
=
2
= 0 cm
Daya Hambat = d- Nilai X
= 0 cm - 0,6 cm
= 0 cm
Daya Hambat U1+ Daya Hambat U2
Daya Hambat Total =
2
0,1 cm + 0 cm
=
2
= 0,05 cm
= 0,5 mm
53
Hasil Perhitungan Uji Aktivitas Senyawa Antimikroba dengan Metode
Difusi Sumuran
a. Kelompok 6 (Biokul yogurt)
1. Bakteri Escherichia coli
Perlakuan U1
d1 = 0 cm
d2 = 0,6 cm
Nilai X = 0,5 cm
d1 + d2
d = 2
0 cm + 0,6cm
= 2
= 0,3 cm
Daya Hambat = d- Nilai X
= 0,3 cm - 0,6 cm
= 0 cm
● Perlakuan U2
d1 = 0 cm
d2 = 0 cm
Nilai X = 0,5 cm
d1 + d2
d = 2
0 cm+ 0 cm
=
2
= 0 cm
Daya Hambat = d- Nilai X
= 0 cm - 0,5 cm
= 0 cm
● Daya Hambat U1+ Daya Hambat U2
Daya Hambat Total =
2
0 cm + 0 cm
=
2
= 0 cm
= 0 mm
54
PEMBAHASAN
55
metode yang banyak digunakan dalam penelitian cara kerja difusi cakram yakni
antibakteri fraksi yang akan di uji diserapkan pada kertas cakram dan ditempelkan
pada media agar yang telah dihomogenkan dengan bakteri. Hasilnya dapat
diketahui apabila telah diinkubasi hingga zona hambat terlihat disekitar cakram.
Metode sumuran merupakan metode yang membuat lubang pada agar padat yang
telah diinokulasi dengan bakteri. Metode sumuran memiliki kelebihan yakni mudah
mengukur luas zona hambat yang terbentuk.
Praktikum ini menggunakan media Nutrient Agar (NA). Media NA
merupakan salah satu media yang banyak digunakan untuk menumbuhkan dan
mengembangbiakkan bakteri. Media ini jenis media umum karena media ini paling
umum digunakan untuk menumbuhkan sebagian besar bakteri. Media ini memiliki
bentuk yang padat karena mengandung agar sebagai bahan pemadatnya. Komposisi
dari media NA antara lain ekstrak daging, pepton daging dan agar.
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, diketahui bahwa daya
hambat bakteri Escherichhia coli dan Staphylococcus aureus paling berpengaruh
yaitu dengan menggunakan sampel biokul yoghurt. Daya hambat terhadap
Escherichhia coli sebesar 0 mm, sedangkan daya hambat terhadap Staphylococcus
aureus yaitu sebesar 0 mm. Jenis sampel yang tidak memberikan pengaruh daya
hambat yaitu yakult. Daya hambat yakult teradap Escherichhia coli sebesar 0 mm.
Sedangkan terhadap Staphylococcus aureus sebesar 0 mm. Uji aktifitas senyawa
antimikroba tersebut menggunakan metode difusi cakram. Berdasarkan hhasil
pengamatan dan perhitungan, diketahui bahwa sampel biokul yoghurt memiliki
daya hambat yang kuat terhadap bakteri Escherichhia coli dan Staphylococcus
aureus. Daya hambat biokul yoghrt terhadap Escherichhia coli sebesar 0 mm,
sedangkan daya hambat terhadap Staphylococcus aureus sebesar 0 mm. Daya
hambat sampel kin yoghurt dan yakult teradap Escherichhia colidan
Staphylococcus aureus tidak berpengaruh apapun atau daya hambatnya sebesar 0
mm. Menurut data data tersebut, dapat disimpulkan jika sampel uji mikrobanya
berbeda, maka zona hambat yang dihasilkan juga berbeda. Pernyataan tersebut
sesuai dengan pendapat Anwar (2019), bahwa senyawa antimikroba memiliki
efektifitas yang berbeda-beda.Metode yang digunkan yaitu sumuran.
Efektifitas senyawa berbeda-beda berdasarkan jenisnya. Akan tetapi banyak
factor dan keadaan yang dapat mempengaruhi kerja senyawa antimikroba. FAktor-
faktor yang mempengaruhi kerja antimikroba harus diperhatikan guna kefektifan
56
penggunaan senyawa antimikroba tersebut. Terdapat beberapa factor yang mampu
mempengaruhi kerja zat antimikroba, yaitu umur mikroba, suhu dan kandungan
antimikroba. Zona bening pada medium tidak akan terbentuk apabila efektifitas
senyawa antimikroba terhambat atau terganggu.
57
KESIMPULAN
58
ACARA V
INAKTIVASI MIKROBA DENGAN BAHAN KIMIA
(PENENTUAN MIC DAN MBC)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui konsentrasi
minimal senyawa antimikroba dalam menghambat atau bahkan membunuh
mikroba tertentu.
60
TINJAUAN PUSTAKA
61
bakteri, maka konsentrasi tersebut dinyatakan sebagai nilai MIC (Minimum
Inhibitory concentration). Sebaliknya, apabila pada uji lanjut tidak terdapat
pertumbuhan bakteri, mata konsentrasi tersebut dinyatakan sebagai nilai MBC
(Minimum Bactericidal Concentration) (Haerazi, dkk, 2014).
Konsentrasi minimum penghambatan atau lebih dikenal dengan MIC
(Minimum Inhibitory Concentration) adalah konsentrasi terendah dari antimikroba
atau antimikrobial yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba tertentu. Nilai
MIC adalah spesifik untuk tiap-tiap kombinasi dari antibiotika dan mikroba. MIC
dari sebuah antibiotika terhadap mikroba digunakan untuk mengetahui sensitivitas
dari mikroba terhadap antibiotika. Nilai MIC berlawanan dengan sensitivitas
mikroba yang diuji. Semakin rendah nilai MIC dari sebuah antibiotika, sensitivitas
dari bakteri akan semakin besar. MIC dari sebuah antibiotika terhadap spesies
mikroba adalah rata-rata MIC terhadap seluruh strain dari spesies tersebut. Strain
dari beberapa spesier mikroba adalah sangat berbeda dalam hal sensitivitasnya.
Metode uji antimikrobial yang sering digunakan adalah metode Difusi Lempeng
Agar. Uji ini dilakukan pada permukaan medium padat. Mikroba ditumbuhkan pada
permukaan medium dan kertas saring yang berbentuk cakram yang telah
mengandung mikroba. Setelah inkubasi diameter zona penghambatan diukur.
Diameter zona penghambatan merupakan pengukuran MIC secara tidak langsung
dari antibiotika terhadap mikroba. Sensitivitas klinik dari mikroba kemudian
ditentukan dari tabel klasifikasi (Imam, 2009).
MIC suatu obat antimikroba yang dapat ditentukan dengan penggunaan
serangkaian tabung reaksi yang masing-masing mengandung medium pertumbuhan
ditambah antimikroba dengan konsentrasi meningkat bertahap. Selain itu, MIC
dapat ditentukan dengan menggunakan prinsip yang sama dalam format 157
iterature, sumur pada baki 157 iterature, atau ruang-ruang kecil di sebuah kartu 157
itera jernih. Prinsip dasar metode ini adalah dengan cara memberikan bakteri
kuman uji dengan kepadatan tertentu kepada bahan antibakteri yang akan diuji pada
konsentrasi yang semakin kecil. Kepekaan bahan uji terhadap bahan anti-bakteri
ditentukan dengan pengamatan secara makroskopis setelah masa inkubasi berakhir
yatu dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan koloni kuman/bakteri uji dalam
tabung (medium cair) yang ditandai keruhnya medium cair yang dipakai
(Dwijoseputro, 2008).
62
METODE PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
E. coli
1 mL Nutrient Broth + Pengawet
Media TSA
Di-plating secara duplo
Media Tuang
63
ANALISIS DATA
Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Senyawa Antimikroba dengan Bahan Kimia (Penentuan MIC dan MBC) terhadap Bakteri
Escherichia coli
Jumlah Pengenceran Jumlah
Konsentrasi Nilai
Klp Sampel Mikroba 10-1 10-2 10 -3 Koloni
(%) MIC/MBC
Awal U1 U2 U1 U2 U1 U2 (CFU/mL)
0,125 103 >250 >250 >250 >250 237 >250 2,37 × 105 0
6 Asam Sitrat 3 5
0,25 10 >250 >250 <25 >250 107 94 1,005 × 10 0
0,5 103 152 149 190 >250 220 149 4,056 × 103 0
7 Klorin 3 5
1 10 >250 >250 >250 >250 109 148 1,285 × 10 0
3 3
0,125 10 <25 28 138 103 >250 >250 2,241 × 10 0
8 Formalin
0,25 103 <25 <25 >250 >250 >250 122 1,22 × 105 0
9 Asam Benzoat Keruh
10 Nitrat Keruh
Hasil Perhitungan
Hasil Pengamatan Uji Aktivitas Senyawa Antimikroba dengan Bahan Kimia (Penentuan MIC dan MBC) terhadap
Bakteri
Escherichia coli
a. Kelompok 6 (Asam Sitrat)
Konsentrasi 0,125%
∑C
N =
[( 1 × n1) +(0,1 × n2)+(0,01 × n3) ] × d
237
=
( 1×1) × 10−3
237
=
1 × 10−3
68
Konsentrasi 0,25%
∑C
N =
[( 1 × n1) +(0,1 × n2)+(0,01 × n3) ] × d
107 + 94
=
( 1×2) × 10−3
201
=
2 × 10−3
69
PEMBAHASAN
Antimikroba adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, zat
tersebut memiliki khasiat atau kemampuan untuk mematikan atau menghambat
pertumbuhan kuman. Sifat senyawa antimikroba yang menghambat atau
membunuh mikroba patogen tanpa merusak hospes/inang yaitu antimikroba dapat
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan mikroba bahkan menghentikan
pertumbuhan bakteri/membunuh namun tidak berpengaruh merusak pada hospes.
Mekanisme kerja zat senyawa antimikroba menghambat metabolisme sel untuk
bertahan hidup dan melangsungkan kehidupan, mikroba membutuhkan asam folat.
Mikroba patogen tidak mendapatkan asam folat luar tubuh, sehingga mikroba perlu
mensintesis asam folat sendiri. Zat antimikroba akan mengganggu proses
pembentukan asam folat, sehingga menghasilkan asam folat yang nonfungsional
dan metabolisme dalam sel mikroba akan terganggu.
Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai antimikroba seperti asam sitrat
merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang berbentuk kristal atau
serbuk putih. Asam sitrat mudah larut dalam air, spiritus dan ethanol. Asam sitrat
juga terdapat dalam sari buah-buahan seperti nanas, jeruk, lemon, dan markisa.
Asam sitrat berfungsi sebagai pengawet pada keju dan soup, digunakan untuk
mencegah proses kristalisasi dalam madu,, gula-gula dan juga mencegah pemucatan
berbagai makanan. Benzoat bisa diperdagangkan adalah garam natrium benzoat.
Nitrit dan nitrat terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit. Nibrit dan
nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada daging dan ikan dalam waktu
yang singkat.
Senyawa antimikroba yang diperoleh dari tumbuhan yaitu saponin, tanin,
flavonoid, xantol, terpenoid, alkanoid dan sebagainya. Keuntungan dalam senyawa
alami memiliki kemampuan untuk melisiskan dinding sel bakteri apabila bereaksi
dengan dinding sel, mendenaturasi protein bakteri yang menyebabkan terhentinya
aktivitas metabolisme sel bakteri. Kerugian terhentinya aktivitas metabolisme
mengakibatkan kematian pada sel. Cara kerja zat-zat kimia dalam menghambat atau
mematikan mikroorganisme, beberapa diantaranya mengubah struktur dinding sel
yang lain menghambat sintetis komponen-komponen seluler yang vital atau yang
mengubah keadaan fisik bahan selular. Nitrit dan nitrit apabila lebih dari jumlah
70
yang ditentukan akan menyebabkan keracunan. Untuk mengatasi keracunan
tersebut maka pemakaian nitrit biasanya dicampur dengan nitrat dalam jumlah yang
sama.
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) merupakan konsentrasi minimal
dari suatu senyawa antimikroho yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri
tertentu. Sedangkan Minimum Bactericidal Concentration (MBC) merupakan
konsentrasi minimal yang dapat membunuh mikroba tertentu. Penetapan MIC dapat
dilihat dari penurunan jumlah mikroba seberar 1 log (penghambatan sebesar 90%)
dibandingkan dengan jumlah awal mikroba. Sedangkan MBC diketahui dari
terjadinya penurunan seberar 2 log (penghambatan sebesar 99%). Nilai MIC
ditentukan dengan mengamati kadar terkecil yang masih jernih yang menunjukkan
tidak adanya pertumbuhan bakteri.
Nutrient Broth (NB) merupakan medium cair yang digunakan sebagai
pertumbuhan bakteri dan terbuat dalam 1 liter NB dari pepton 5 gram dan ekstrak
beaf 1,5 gram, sodium 197 iterature 5 gram yeart ekstrak 1,5 gram. NB tidak
menggunakan agar karena NB merupakan medium cair. Nutrient Agar (NA)
merupakan media biakan yang dibuat dari ekstrak beef, pepton dan agar. Nutrient
Agar (NA) dengan nutrisi minimal dan protein yang konsentrasi rendah.
Pertumbuhan koloni pada media ini menandakan bakteri nonfastidious dan tidak
memerlukan suplemen klausus. NA banyak digunakan sebagai media penyimpan
bakteri.
Berdasarkan hasil pengamatan, praktikum ini menggunakan lima perlakuan
senyawa yaitu, asam sitrat, klorin, formalin, asam benzoat dan nitrat. Bakteri yang
digunakan ialah Escherichia coli dengan penambahan konsentrasi 0,125%, 0,25%
0,5%, 1% diperoleh jumlah koloni berturut-turut yaitu 2.37 x105 CFU/mL, 1,005 x
105 CFU/mL, 4.056 x 103 CFU/ml, 1,285 x105 CFU/mL, 2.241 x103 CFU/ml, dan
1,22 x 105 CFU/mL. Jumlah koloni tertinggi terdapat pada penambahan konsentrasi
0.5% pada sampel klorin. Semakin tinggi konsentrasi penambahan yang diberikan
semakin besar pula penurunan jumlah bakteri E. coli. Kekeruhan yang terjadi pada
sampel asam benzoat dan nitrat dikarenakan pertumbuhan bakteri yang mengalami
perbanyakan sel dan peningkatan ukuran populasi yang ditandai dengan adanya
kekeruhan pada media cair tersebut. Menurut Sholeha (2015), seharusnya bakteri
ini tidak dapat hidup atau pertumbuhannya terhambat. Kemungkinan pada saat
melakukan praktikum praktikan melakukan kesalahan saat prosedur, dan ketidak
71
higienisan dalam pelaksanaannya. Bahan kimia yang baik menurut hasil
pengamatan yaitu asam. sitrat dan yang tidak yaitu klorin. Jumlah koloni total
mikroba pada setiap konsentrasi menandakan bahwa bakteri Escherichia coli masih
mampu bertahan hidup. Terjadinya penurunan dan kenaikan pada penambahan
konsentrasi.
Faktor yang dapat mempengaruhi penghambatan yaitu konsentrasi mikroba,
nilai pH dari medium, dan kondisi aerob atau anaerob. Faktor yang mengubah laju
desinfeksi mencakup macam agen waktu dan suhu, jumlah mikroorganisme. Dalam
merencanakan desinfeksi, desinfektan harus dipilih sesuai organisme yang akan
dihancurkan dan material yang akan diperlakukan. Keamanan selalu menjadi
pertimbangan utama dan variabel perlu ditangani sebagaimana diperlukan untuk
menjamin hasil yang aman.
72
KESIMPULAN
73
DAFTAR PUSTAKA
Budiprasojo, A., Erawantini, F., & Rofi’i, A. (2021). Teknologi Sterilisasi Sinar Uv
C Portable Untuk Botol Kemasan Susu Merk “Susu Kejut” Produksi Ukm
Susu Sapi Rembangan Desa Kemuning Lor Kecamatan Arjasa Kabupaten
Jember. In Prosiding Seminar Nasional Terapan Riset Inovatif
(SENTRINOV). 7(1): 403-410.
Djuang, M. H., Nurul Rizki Syahputri, Rifka SIlutonga dan Linda Chiuman. 2022.
Efektifitas Antimikroba Ekstrak Buah Andalimasi (Zantoxylum
acanthopodium) Terhadap Bakteri Stapylococcus Epidermidis Bakteria
.Journal Health and Science. 6(1) : 68-73.
Haerazi, A., Jekti, D. S. D., & Andayani, Y. (2014). Uji aktivitas antibakteri ekstrak
kencur (Kaempferia galanga L.) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Streptococcus viridans. Bioscientist: Jurnal
Ilmiah Biologi. 2(1): 1-11.
Mailia, R., Yudhistira, B., Pranoto, Y., Rochdyanto, S., & Rahayu, E. S. (2015).
74
Ketahanan Panas Cemaran Escherichia coli, Staphylococcus aureus,
Bacillus cereus dan Bakteri Pembentuk Spora yang Diisolasi dari Proses
Pembuatan Tahu di Sudagaran Yogyakarta. Agritech. 35(3): 300-308.
Pulungan. 2018. Kajian Aktifitas Antimikroba. Bandung : PT. Citra Aditiya Bakti.
Purnasari, N., Rusdan, I. H., Taufik, M., 2021. Teknologi Pengolahan Susu.
Guepedia. Sukoharjo. Jawa Tengah
Septiani, V. Choirunnisa, A., dan Syam, A., 2017. Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etanol Daun Karuk. Jurnal Ilmiah Farmasi. 5 (1) ; 7-14
Situmorang, N. (2018). Efek Ekstrak dan Fraksi Herbal Peperomia pellucida (L.)
Kunth., Terhadap Beberapa Bakteri Patogen Kulit. BIOLINK. Jurnal
Biologi Lingkungan Industri Kesehatan. 4(2), 90-100.
Soleha, T. U. (2015). Uji kepekaan terhadap antibiotik. Juke Unila. 5(9): 119-123.
75