Islam
Beliau adalah Umar Bin Khattab Bin Nufain Bin ‘Abdil Uzza dari suku quraisy,
golongan Bani Adhi.
Sebelum mendapat hidayah, Umar Bin Khattab termasuk orang yang berdiri di
barisan orang-orang yang memusuhi islam.
Oleh karena itu, dalam kehidupan beragama, hidayah merupakan sesuatu yang amat
penting. Bagaimanapun banyaknya dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan oleh
seseorang maka tidak seharusnya membuat ia putus asa dari rahmat Allah SWT.
Jika diamati, kisah Umar Bin Khattab masuk islampun termasuk kisah yang sangat
menarik.
Pada suatu hari, dengan pedang terhunus Umar Bin Khattab menuju Darul
Arqam (tempat nabi berkumpul dengan para sahabat waktu itu).
Melihat muka Umar Bin Khattab yang bringas, matanya yang nanar maka orang
sudah menyangka dan mengerti bahwa akan terjadi pembunuhan.
Dalam perjalanan Darul Arqam, Umar Bin Khattab bertemu dengan Nu’aim Bin
‘Abdillah.
Nu’aim : “Apa engkau tidak malu, engkau ingin pergi membunuh Muhammad
sementara adikmu sendiri Fatimah adalah salah satu pengikut Muhammad”
Mendengar ini, yang pada awalnya Umar sudah marah maka jadi tambah marah.
Orang lain ia musuhi, orang lain ia kejar-kejar, ini malah adiknya sendiri jadi
pengikut Muhammad.
Tidak jadi menuju ke Darul Arqam, Umar berangkat menuju rumah adiknya
(Fatimah).
Adapun dirumah Fatimah, Fatimah sedang berkumpul dengan suaminya (Said Bin
Zaid) dan sahabat (Khabbab Ibnul Arats). Mereka sedang membaca Suhuf
(lembaran-lembaran Al-Qur’an karena pada masa itu Al-Qur’an belum di bukukan
seperti sekarang ini).
Sesampai Umar di rumah Fatimah, Umar langsung menggedor-gedor pintu dor, dor,
dor,,,,
Mendengar suaranya saja, sahabat yang bernama Khabbab Ibnul Arats sudah lari
kebelakang pintu sambil memohon pertolongan Allah SWT.
▪ Umar : “Fatimah?…”
▪ Fatimah : “Ya”
▪ Umar : “Apa benar berita yang saya dengar?…”
▪ Fatimah : “Berita apa itu?…”
▪ Umar : “Bahwa kau sudah masuk islam?…”
▪ Fatimah : “Andai kata Muhammad memang benar, bagaimana?…”
▪ Umar : “Sudahlah jangan berbelit-belit, kau benar masuk islam atau tidak?…”
▪ Fatimah : “Ya”
Begitu mendengar kata “Ya” tangan Umar langsung melayang menampar muka
adiknya sehingga mengalir darah Fatimah dari hidungnya.
Adapun suaminya (Said Bin Zaid) yang mencoba untuk melindungi istrinya, dipegang
lehernya oleh Umar dan dibanting ke lantai dan diduduki dadanya.
Namun,,, Pada saat itu juga, suara kebenaran terpantul dari mulut Fatimah : “Umar,,,
Apakah engkau memukul orang yang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
dan Muhammad adalah Rasul Allah, apakah engkau menganiyaya seseorang yang
terpanggil hatinya untuk mengikuti kebenaran, manusia macam apa engkau Umar…”
Umar ini memang orang keras, tapi hatinya mudah menerima kebenaran sehingga
mendengar ucapan adiknya ini ia tercengung sejenak seraya berpikir :“Jika tidak
karena keyakinan yang mantap, tidak mungkin adik saya bicara seperti ini padahal
sedang berhadapan dengan ketakutan”.
Siapa orang quraisy yang tidak takut berhadapat dengan Umar Bin Khattab yang
dikenal sebagai Jawara Singa Padang Pasir waktu itu.
Pada zaman jahiliyah itu, ada sebuah pasar yang bernama pasar Ukaz, setiap tahun
dipasar itu diadakan pesta dan perlombaan seperti perlombaan syair, perlombaan
balap kuda, perlombaan memanah dan termasuk gulat (pertarungan).
Dan Umar ini, setiap pertarungan selalu menang, belum ada yang berhasil
mengalahkannya.
Nah,,, Ketika mendengar ucapan adiknya yang dipenuhi dengan keyakinan itu,
ditambah lagi pas adiknya berkata begitu, Suhuf yang disembunyikan di belakang
bajunya tersembul.
▪ Umar : “Apa yang kau sembunyikan dibalik bajumu itu”
▪ Fatimah : “Suhuf”
▪ Umar : “Apa Suhuf itu?…”
▪ Fatimah : “Lembaran Al-Qur’an”
▪ Umar : “Coba saya liat”
▪ Fatimah : “Tidak boleh”
▪ Umar : “Kenapa?…”
▪ Fatimah : “Kamu kotor, orang kotor tidak boleh memegang Qur’an”
▪ Umar : “Saya mau liat”
▪ Fatimah : “Tidak boleh, kalau kamu mau liat, mandi dulu”
Diturutinya permintaan adiknya itu, dan diambilnya Suhuf tadi dan dibacanya. Dan
kebetulan ayat yang dibacanya adalah ayat pertama dari surah Thoha yang berlanjut
ayat 14 pada surah yang sama.
Thoha ayat 1 yang artinya : “Thoha, tidaklah Aku turunkan Al-Qur’an ini untuk membuat
sukar manusia melainkan merupakan pengingat bagi orang-orang yang takut kepada Allah”.
Thoha ayat 14 yang artinya : “Sesungguhnya Akulah Allah, tidak ada Tuhan melainkan
Aku, maka hendaknya hanya kepada-Ku lah kamu menyembah”, “Dirikanlah sholat untuk
mengingat Aku”, “Sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang yang sengaja waktunya tidak
Kami beritahukan kepada kamu semua untuk Kami balas segala perbuatan yang sudah
dikerjakan dalam kehidupan didunia ini”.
Setelah membaca ayat ini, gemetar tangan Umar seraya berpikir “Ah ini sih tidak
main-main, belum pernah saya baca ajaran seperti ini, tidak patut orang yang
mempunyai kitab suci seperti ini dimusuhi, ini sesuatu yang benar”, tergetar jiwa
Umar.
Didalam (Darul Arqam) nabi memang sedang berkumpul dengan para sahabat,
termasuk Saidina Hamzah yang terkenal sebagai Jawara seperti Umar.
Ketika sampai di Darul Arqam, Umar langsung mengetuk pintu tok, tok, tok…
Mendengar suaranya, sebagian para sahabat yang ada didalam geger. Tetapi
baginda Nabi menenangkan sebagian para sahabat “Tenang, mudah-mudahan ada
hikmahnya”.
Saidina Hamzah tampil, “Bukakan dia pintu, jika niatnya baik maka kita terima tapi
jika niatnya tidak baik maka saya (kata Saidina Hamzah) paling depan”.
Ketika dibukakan pintu, Umar masuk dan langsung merangkul Nabi kemudian
dengan nada tersendat ia mengucap “ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH, WA ASYHADU
ANNAKA YA MUHAMMAD RASULULLAH” yang artinya “Saya bersaksi tidak ada Tuhan
melainkan Allah dan saya bersaksi bahwa engkau wahai Muhammad adalah utusan Allah”.
Mendengar ini, seluruh sahabat bertakbir “Allahuakbar, Allahuakbar, Allahuakbar”,
kegembiraan menyelimuti suasana saat itu.
Karena apa?…
Karena sebelumnya dikala Umar belum masuk islam, ia merupakan ganjalan yang
paling dikhawatirkan oleh umat islam.
Maka setelah ia masuk islam, jelas sekali sebuah keuntungan yang sangat besar.
Dan ia tertarik dengan islam bukan karena bujuk rayu orang, tidak karena diberikan
harta, tidak karena di iming-imingi kedudukan tinggi tapi karena kebenaran dan
hidayah yang menembus hatinya melalui wasilah ayat dalam surah Thoha yang
dibacanya melalui Suhuf yang dipegang adiknya tadi.
Itulah kisah Umar Bin Khattab sebelum dan ketika masuk islam. Lantas bagaimana
kisah Umar setelah masuk islam?…
Cuma sebelum islam, ia kerasnya kepada islam. Tapi setelah ia masuk islam maka
muter arah, kepada siapapun yang memusuhi islam ia bersikap keras, tegas dan
tidak pernah kenal takut.
Bahkan setelah masuk islam, suatu hari ketika di Darul Arqam sedang berkumpul-
kumpul dengan Rasul dan para sahabat yang lain, Nabi masih berdakwa secara
tersembunyi (tidak terbuka) karena pengikut masih sedikit.
Umar : “Bukankah kita ini berdiri di atas sesuatu yang benar, bukankah hidup dan
mati kita untuk melaksanakan sesuatu yang benar?…”
Rasul : “Betul ya Umar, demi Allah Umar, sesungguhnya kamu dan kita semua berdiri
diatas kebenaran, hidup ataupun mati”
Setelah mendengarkan ini, Umarpun masuk ke tujuan pembicaraannya.
Umar : “Kalau memang begitu ya Rasul, kalau memang kita yakin berdiri diatas
kebenaran, kita hidup karena kebenaran dan kita matipun memperjuangkan
kebenaran, kenapa mesti sembunyi-sembunyi?…”
“Tuan harus menyampai islam ini secara terbuka dan kami akan mendampingi Tuan
dengan dengan segenap jiwa dan raga”
Sekali Umar masuk islam tidak tanggung-tanggung, seluruh jiwa dan raganya masuk
islam. Umar Bin Khattab lah yang pertama kali mengajukan ide untuk dakwah
terangan-terangan.
Hingga ia berkata “Tidak ada tempat yang pernah saya melakukan kesalahan
sebelum saya islam yang harus saya tutupi dengan kebajikan setelah saya islam
seperti sekarang ini”.
Bahkan ada satu riwayat menjelaskan bahwa, Umar yang tinggi badannya, kekar
perawakannya, yang membuat gemetar setiap orang yang menghadapinya tapi
beliau sendiri sangat mudah gemetar saat mendengar ayat-ayat Allah.
Sehingga ada satu riwayat yang menjelaskan, Saidina Umar itu setelah masuk islam
dan ketika sholat, menoleh (saat salam) kekanan beliau tersenyum dan menoleh
kekiri beliau menangis berlinang air mata.
Ada orang bertanya, “Ya Umar, kenapa saat engkau menoleh kekanan engkau
tersenyum dan ketika menoleh kekiri engkau menangis?…”.
Umar : “Itulah kalau saya ingat jahilnya saya sebelum masuk islam, ketika saya
menoleh kenan saya tersenyum teringat ketika saya membuat berhala dari qurma,
saya tumpuk-tumpuk dan saya susun begitu rupa, setelah saya sembah lalu saya
makan itu qurma. Gagah betul saya waktu itu sampai-sampai Tuhan pun saya
makan”.
“Adapun saat menoleh kekiri terangat puteri kesayangan saya yang terbawa tradisi
jahiliyah. Takut menanggung aib dan merasa malu mempunyai anak perempuan
hingga terpaksa ia terkubur hidup-hidup, berurai air mata saya mengingat semua
itu”.
Padahal Nabi sudah memberikan jaminan bahwa saat Umar masuk islam maka
dosa-dosa sebelumnya ia islam maka dihapuskan.
Ketika ia masuk islam maka ia sama seperti bayi yang baru lahir, bersih tanpa dosa.