Anda di halaman 1dari 31

BIDANG

TRANSMISI

BAB II

KAJIAN LITERATUR

2.1 Dasar Referensi


1. Laporan gangguan meluas Cempaka Asam Asam dan Cempaka Pelaihari pada
tanggal 19 Januari 2020 dengan total kerugian Energy Not Serve sebesar 1466 MWH
2. Laporan gangguan meluas Barikin Tanjung Line 1 dan 2 pada tanggal 28 Januari
2020 dengan total kerugian Energy Not Serve sebesar 394,33 MWH
3. Laporan 5 kali gangguan meluas Kasongan SKS line 1 dan 2 sejak tahun 2020 –
2023 dengan total ENS sebesar 489,979 MWH

2.2 Dasar Teori


2.2.1 Terminology Petir Dasar
Petir, yang merupakan pembuangan elektrostatik atmosfer dengan arus tinggi,
biasanya diidentifikasi sebagai "kilatan petir", dan jika melibatkan objek di tanah atau
di udara, juga dapat disebut sebagai "kilatan petir". Sebagian besar kilatan petir tidak
melibatkan tanah dan terjadi antara kantong muatan di dalam awan yang sama
(Intra-Awan), antara awan (Inter-Awan), dan bahkan antara awan dan udara. Hanya
sekitar seperempat dari total kilatan petir terjadi ke tanah dan mereka diidentifikasi
sebagai kilatan awan-ke-tanah. Untuk objek yang berada di tanah seperti saluran
tower transmisi, hanya petir antara awan ke tanah yang menjadi perhatian dan oleh
karena itu menjadi fokus pada tulisan ini. Sebuah kilatan petir awan-ke-tanah
dikategorikan berdasarkan arah perkembangan pemecahan awal melalui udara, yaitu
arah perkembangan leader, dan berdasarkan polaritas pemindahan muatan dari
awan ke tanah. Akibatnya, empat jenis kilatan petir diidentifikasi (a) Negatif Turun, (b)
Negatif Naik, (c) Positif Turun, dan (d) Positif Naik seperti yang diilustrasikan dalam
Gambar 2-1. Seperti yang ditunjukkan dalam gambar, kilatan naik biasanya hanya
teramati dari struktur tinggi dengan ketinggian efektif lebih dari 100 m dan oleh
karena itu tidak mungkin terjadi pada struktur garis transmisi umum. Oleh karena itu,
umumnya tidak dianggap saat mengevaluasi kinerja petir pada saluran transmisi.
Kategori kelima, petir bipolar, mentransfer muatan negatif dan positif selama kilatan
yang sama. Kilatan bipolar biasanya dimulai sebagai kilatan naik dari struktur tinggi
dan oleh karena itu juga tidak berpengaruh pada saluran transmisi yang khas

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Gambar 2.1 : empat jenis sambaran petir awan ketanah


Dari kilatan petir turun, yang memiliki polaritas negatif (Tipe a) adalah yang paling
umum terjadi dan diperkirakan secara konservatif menyumbang sekitar 90% dari total
sambaran awan-ke-tanah di seluruh dunia. Yang memiliki polaritas positif (Tipe c)
hanya sekitar 10% dari total. Oleh karena itu, hanya kilatan negatif turun (Tipe a)
yang umumnya dipertimbangkan dalam mengestimasi kinerja proteksi petir pada
saluran transmisi. Sebuah petir awan ke tanah negatif terdiri dari satu atau lebih
return strokes (RS), biasanya disebut sebagai sambaran (Strokes). Terdapat
perbedaan antara sambaran pertama (first strokes), yang merupakan pulsa arus
tinggi pertama yang terjadi setelah pemecahan listrik udara selesai, dan sambaran
berikutnya (subsequent strokes)yang sering (tapi tidak selalu) mengikuti jalur
pemecahan yang sama dengan sambaran pertama (first strokes). Perlu dicatat
bahwa parameter arus sambaran pertama (first stroke) sangat berbeda dari
sambaran berikutnya, perbedaan ini harus dipertimbangkan saat mempertimbangkan
kinerja proteksi petir pada saluran transmisi. Dalam konteks ini, diakui bahwa arus
median dari sambaran pertama jauh lebih tinggi daripada sambaran berikutnya, yang
mengidentifikasi sambaran pertama sebagai penyebab utama pemadaman petir pada
saluran transmisi.

2.2.2 Pembentukan Petir Negatif (Negatif Downward)


Pembentukan petir negatif awan-ke-tanah dimulai dengan pemecahan awal udara
yang kemudian diikuti oleh terbentuknya stepped leader dari awan ke bawah menuju
tanah. stepped leader membentuk jalur konduktif ke tanah sesaat dan muatan dari
awan juga tersedia di sepanjang saluran stepped leader selama proses ini. Return
Stroke pertama terjadi ketika pembentukan jalur konduktif ke tanah selesai.
Pelepasan arus tinggi ini menetralkan muatan dan merambat pada kecepatan 30%
hingga 50% dari kecepatan cahaya dari tanah ke awan, yang dengan cepat

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

memanaskan saluran leader, menghasilkan kilatan cahaya terang dan suara guntur
yang biasanya dikaitkan dengan petir.
Setelah return stroke pertama ini, beberapa retunn stroke berikutnya dapat mengikuti
jalur yang hampir sama - meskipun hal ini tidak selalu terjadi. Setiap return stroke
berikutnya diinisiasi oleh leaders yang muncul sebagai darts yang bergerak terus-
menerus ke bawah dan bagian ini di sebut sebagai "dart leader". Perbedaan dalam
perilaku stepped leader dan dart leader terkait dengan fakta bahwa stepped leader
terbentuk di udara yang belum terionisasi sedangkan dart leader merambat
sepanjang saluran yang sebelumnya telah diionisasi oleh return stroke sebelumnya.
Contoh (a) stepped leader termasuk cabang-cabang yang berulang dan (b) dart
leader yang mengikuti saluran yang sebelumnya terbentuk ditunjukkan dalam
Gambar 2-2.

Pulsa arus tinggi awal dari suatu return strokes dapat diikuti oleh "arus berlanjut",
yang biasanya memiliki magnitudo arus dalam rentang 10 hingga 1000 Ampere dan
dapat berlangsung hingga ratusan milidetik. Lebih dari 50% dari semua kilatan awan-
ke-tanah negatif terdiri dari lebih dari satu titik return strokes ke tanah. Dalam kasus
seperti itu, return strokes berikutnya akan diawali sebagian oleh dart leader
sepanjang saluran yang ada dan berubah menjadi stepped leader yang terhubung ke
titik return strokes tanah yang baru. Oleh karena itu, mereka diidentifikasi sebagai
"dart leader bertahap".

Gambar 2.2 : contoh stepped leader dan dart leader sambaran petir awan ke
tanah.
(lisensi dari : Tom Warner /weather VideoHD.TV)

Petir positif dari awan ke tanah cenderung terdiri dari satu strokes, memiliki arus
strokes yang tinggi, dan umumnya lebih bertenaga. Oleh karena itu, hal ini perlu
dipertimbangkan saat mengevaluasi risiko kerusakan pada, misalnya, kabel tanah

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

atas dan proteksi petir (TLA). Jenis petir ini dapat menjadi yang dominan selama
musim dingin di wilayah beriklim sedang atau saat badai petir mereda.

2.2.3 Ringkasan Parameter Petir Awan ke Tanah


 Beberapa fakta umum tentang petir awan ke tanah meliputi : Pelepasan muatan
Cloud to Ground (awan ke tanah) hanya menyumbang sekitar 25% dari aktivitas
petir global, sisanya adalah Intra Coud (antar awan).
 Petir ke atas terjadi terutama dari struktur yang sangat tinggi, seperti tower
double circuit UHV, atau instalasi di puncak gunung . Selain itu, hanya sedikit
dari petir tersebut yang termasuk return stroke dan arus puncak mereka
umumnya rendah dan sebanding dengan arus return stroke selanjutnya pada
petir Cloud to Grouind.
 Petir polaritas negatif menyumbang setidaknya 90% dan polaritas positif kurang
dari 10% dari semua sambaran petir ke bawah. Namun, persentase petir
polaritas positif ke bawah dapat jauh lebih tinggi untuk badai petir individu,
terutama selama musim dingin.
 Lebih dari 80% kilatan Cloud to Ground terdiri dari beberapa strokes, yang jauh
lebih tinggi daripada rentang antara 45 hingga 55% dan lebih dekat dengan
asumsi 100% yang tertuang dalam IEEE Standar 1243.
 Petir negatif cloud to ground yang khas terdiri dari 3 hingga 5 strokes. Jumlah
strokes terbanyak yang diamati dan dilaporkan dalam satu kilatan adalah 26.
 Interval antar-strokes rata-rata adalah sekitar 60 milidetik. Interval waktu antar-
strokes dapat lebih pendek dari 1 ms dan berlangsung beberapa ratus milidetik.
Misalnya, pada petir yang mengandung strokes dengan arus lanjutan yang
panjang (yaitu, arus lanjutan yang didefinisikan memiliki durasi lebih dari 40 ms,
tetapi bisa berlangsung hingga beberapa ratus milidetik).
 Dari pengukuran arus langsung, ditemukan bahwa arus strokes pertama
biasanya 2 hingga 3 kali lebih tinggi daripada strokes selanjutnya. Namun,
sekitar sepertiga petir Cloud to Ground mengandung setidaknya satu strokes
selanjutnya dengan arus puncak yang lebih tinggi daripada strokes pertama.
Probabilitas kondisional bahwa salah satu strokes selanjutnya akan melebihi
arus kegagalan pelindung (shielding failure) strokes pertama yang lemah
mendekati kesatuan.

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

 Setiap sambaran petir awan ke tanah melibatkan total energi sekitar 109 J (1 GJ
atau 278 kWh). Sebagian besar energi terbuang dalam menghasilkan udara
yang sangat panas, guntur, cahaya terlihat dan ultraviolet. Hanya satu persen
hingga satu per mil dari total energi yang tersedia sebagai energi listrik, dengan
daya puncak sekitar 1012 W (1000 GW).

2.2.4 Efek Sambaran Petir Pada Penghantar


Sambaran petir pada saluran udara bisa menyebabkan isolasi saluran tersebut
mengalami flash over, sehingga menyebabkan padam transmisi atau dalam kasus
yang parah dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan transmisi.

Tiga interaksi yang berbeda perlu dipertimbangkan saat mengevaluasi kinerja


proteksi petir pada saluran udara:
 Shielding Failure: sambaran petir pada penghantar fasa. Ini biasanya terjadi
pada saluran tanpa GSW atau jika sambaran petir melewati kawat GSW yang
dipasang untuk melindungi penghantar fasa dari sambaran langsung. Jika arus
petir cukup tinggi, dapat menyebabkan flash over akibat penumpukan tegangan
pada penghantar fasa. Tingkat kegagalan pelindung ditentukan dengan
mempertimbangkan ada atau tidaknya dan posisi kawat pelindung udara
terhadap penghantar fasa. Untuk susunan tertentu, tingkat pemadaman akibat
kegagalan pelindung adalah jumlah sambaran yang berakhir pada penghantar
fasa dengan arus yang cukup tinggi untuk menyebabkan flash over
 BackFlashOver: Kilatan petir pada kawat pelindung/GSW atau pada tower
transmisi. Sebagian besar arus petir dikonduksikan ke tanah, tetapi naiknya
tegangan struktur cukup besar untuk menyebabkan flashover dari struktur/tower
ke penghantar fasa. Tingkat BFO terutama ditentukan oleh impedansi gabungan
struktur dan sistem pentanahan (termasuk kawat perisai) dan diberikan oleh
jumlah total kilatan petir ke komponen terhubung ke tanah dari saluran yang
memiliki magnitudo dan kecepatan peningkatan yang cukup untuk menyebabkan
flash over saluran.
 Induced Over Voltage: Sambaran petir pada tanah atau objek di sekitar
penghantar. Dalam kasus ini, tegangan terinduksi masuk ke penghantar fasa
melalui arus petir. Namun, induced over voltage dari sambaran petir ini jarang

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

melebihi 250-300 kV dan oleh karena itu tidak menjadi masalah bagi saluran
transmisi yang umumnya memiliki tingkat tahan lonjakan petir melebihi 350 kV.

Gambaran metodologi umum untuk menghitung tingkat pemadaman karena petir


pada saluran transmisi disajikan dalam Gambar 2-3. Proses ini diikuti secara terpisah
untuk shielding failure dan back flash over, dan jumlah kedua tingkat pemadaman
memberikan total lightning rate outage penghantar. Secara sederhana, metodologi
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tingkat padam penghantar (Kotak "A" pada - Gambar 2-3) pada dasarnya adalah
jumlah sambaran petir yang akan menyebabkan flash over pada isolator penghantar.
Untuk menghitung hal ini, pertama-tama perlu menentukan jumlah total sambaran
petir yang mengenai penghantar (Kotak "B" pada -Gambar 2-3) dan kemudian
menilai berapa banyak dari sambaran tersebut yang akan menyebabkan flash over
isolator penghantar (Kotak "C" pada - Gambar 2-3). Apakah isolasi akan mengalamai
flash over ditentukan, di satu sisi, oleh tegangan berlebih yang dihasilkan selama
sambaran petir (Kotak "H" pada - Gambar 2-3), dan di sisi lain, oleh besarnya
tahanan isolasi dari isolator penghantar (Kotak "I" pada - Gambar 2-3). Tegangan
berlebih pada isolator selama sambaran petir terutama bergantung pada besarnya
arus petir. Oleh karena itu, serangkaian studi simulasi dilakukan untuk menentukan
arus minimum yang akan menyebabkan flash over isolator penghantar. Nilai arus ini
disebut "critical current" (Kotak "G" pada -Gambar 2-3), dan probabilitas bahwa arus
tersebut mungkin melebihi dalam sebuah sambaran petir (Kotak "E" pada -Gambar 2-
3) ditentukan dari fungsi distribusi statistik yang tersedia (Kotak "F" pada -Gambar 2-
3). Mengalikan probabilitas ini dengan jumlah total sambaran petir yang mengenai
penghantar untuk menentukan jumlah padam (Kotak "A" pada -Gambar 2-3).

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Gambar 2.3 : gambaran metodologi yang digunakan untuk menghitung performa


petir pada penghantar/transmisi

Data masukan dan subproses dari metodologi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
 Jumlah sambaran petir yang mengenai penghantar (Kotak "B" pada -Gambar 2-
3) ditentukan dengan menghitung area di sekitar tower , yang di dalamnya
sambaran petir akan mengenai penghantar. Area ini kemudian dikalikan dengan
kerapatan sambaran petir di tanah untuk menentukan jumlah total sambaran
petir yang mengenai penghantar
o Area dihitung dengan menerapkan model tarikan sambaran (Kotak "D" pada -
Gambar 2-3). model tarikan sambaran dan aplikasinya dijelaskan. Secara
historis, metode elektro-geometrik (EGM) - umumnya digunakan karena
menawarkan cara termudah untuk menentukan jumlah sambaran petir yang
mengenai kawat GSW dan konduktor fasa. Metode Leader Progression (LPM)

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

adalah upaya yang lebih rinci untuk mensimulasikan perkembangan stepped


leader dan medan listrik yang mengaturnya, untuk menentukan titik sambaran.
o Frekuensi munculnya sambaran petir yang berlaku untuk sistem transmisi
digambarkan dalam bentuk kerapatan sambaran petir di tanah (Kotak "C"
pada Gambar 2-3).
 Probabilitas dari tercapainya arus kritis (Kotak "F" pada -Gambar 2-3)
dihitung dari statistik arus petir dan arus kritis yang ditentukan (Kotak "G"
pada gambar 2-3).
 Beberapa langkah diperlukan untuk menghitung arus kritis (Kotak "G"
pada gambar 2-3):
o Model flashover digunakan untuk mengevaluasi apakah isolator penghantar
akan mengalami flash over atau tidak untuk tegangan isolator yang dihitung.
Tidak mungkin untuk langsung menerapkan hasil uji laboratorium untuk tujuan
ini karena lonjakan petir memiliki bentuk gelombang yang sangat berbeda
dengan yang diterapkan selama pengujian - yaitu impuls petir standar.
Kekuatan impuls petir dari isolator penghantar (Kotak "I" pada -Gambar 2-3)
o Tegangan isolator (Kotak "H" pada -Gambar 2-3) dihitung dengan
menggunakan teknik pemodelan transien elektromagnetik frekuensi tinggi.
sambaran petir dianggap sebagai sumber arus dan amplitudo serta bentuk
gelombangnya menentukan respons saluran transmisi.

Estimasi kinerja petir pada penghantar transmisi tegangan tinggi (TL) umumnya
didasarkan pada respons penghantar terhadap arus return stroke pertama dari
sambaran petir Cloud to Ground yang bersifat negatif, karena sambaran tersebut
mewakili lebih dari 90% dari sambaran cloud to ground dan puncak arus median
biasanya dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada sambaran selanjutnya atau
subsequent strokes. Sub sequent strokes hanya dapat menjadi kontributor yang
signifikan terhadap tingkat pemadaman hanya dalam kasus-kasus tertentu:
 Shielding failure: Sekitar 15-20% dari kali sambaran, satu dari subsequent
strokes akan memiliki puncak arus yang lebih tinggi daripada first strokes. Untuk
sambaran pertama (first strokes) dengan arus rendah yang terkait dengan
shielding failure, probabilitas ini jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, kemungkinan
besar sambaran petir awal yang menyebabkan shielding failure diikuti oleh
sambaran selanjutnya (subsequent strokes) dengan arus yang lebih tinggi yang
akan menyebabkan flash over pada isolator penghantar.

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

 Backflashover: subsequent strokes dapat menyebabkan backflashover pada


penghantar dengan tower single pole dan struktur tower yang relatif tinggi (yaitu,
> 30 m) dikombinasikan dengan impedansi kaki tower yang sangat rendah.
Dalam kasus-kasus ini, tingkat kenaikan yang curam yang terkait dengan
subsequent stroke menghasilkan penurunan tegangan yang tinggi sepanjang
tower, yang dapat sebanding dengan first strokes. Namun, jenis penghantar ini
biasanya memiliki tingkat backflashover yang rendah.

Selain itu, padam karena petir pada jalur transmisi bersifat sementara, yang
berarti jalur dapat di-energize kembali setelah gangguan telah diatasi. Oleh
karena itu, umumnya dilakukan estimasi tingkat padam rata-rata jangka panjang
dari penghantar. Kinerja sebenarnya dalam setiap tahun dapat sangat bervariasi
dari rata-rata jangka panjang karena variasi stokastik dan iklim dalam aktivitas
petir dari tahun ke tahun . Hal ini memiliki konsekuensi sebagai berikut:
 Karakteristik probabilitas sambaran pada isolator penghantar diabaikan karena
simpangan baku dari karakteristik tersebut diabaikan dibandingkan dengan
dispersi statistik dari lonjakan tegangan yang dihasilkan oleh petir.
 Kuat dielektrik isolasi jalur didefinisikan dalam hal tegangan kilatan 50%, U50,
dan bukan tegangan tahan seperti yang umum dalam studi koordinasi isolasi
lainnya.
Mengestimasi kinerja petir pada jalur transmisi merupakan tugas yang kompleks,
berdasarkan banyak asumsi dan penyederhanaan. Oleh karena itu, akurasi hasil
yang dapat dicapai relatif terbatas, dan batas ketidakpastian yang dapat
digunakan untuk menghindari penaksiran berlebihan dari hasil model tidak
terdefinisi dengan baik. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk terus
meningkatkan dan memperbarui prosedur dan model berdasarkan penelitian
terbaru.

2.3 Karakteristik Petir


Kinerja petir pada saluran transmisi secara langsung terkait dengan frekuensi dan
keparahan kejadian petir:
 Frekuensi munculnya kilatan sambaran biasanya dinyatakan dalam
kerapatan rata-rata sambaran petir di tanah (GFD dalam kilatan per km2
per tahun). GFD lebih baik ditentukan dari observasi petir di area spasial
yang luas dan dalam jangka waktu yang lama. Ini mungkin melibatkan

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

pengumpulan data tentang tingkat sambarab maksimum dan rata-rata per


unit area, serta variasi karakteristik sambaran sesuai dengan lokasi, waktu
tahun dan waktu harian. Konsolidasi data tersebut dapat memberikan
dasar statistik yang berguna untuk perhitungan rekayasa. Misalnya,
kinerja masa lalu suatu saluran dapat dinilai dengan menghubungkan data
sambarab dengan padamnya jaringan, atau perkiraan kinerja prospektif
saluran dapat diekstrapolasikan dari data historis, seperti yang dilakukan
saat melakukan perhitungan desain.
 Keparahan suatu kejadian petir umumnya dinyatakan dalam satu atau lebih
parameter yang menggambarkan arus atau muatan sambaran petir.
Parameter arus petir lebih baik diperoleh dari pengukuran arus langsung
pada struktur yang menyerupai tower saluran transmisi. Dalam Buku ini,
disajikan ringkasan karakteristik petir yang relevan dengan tingkat padam
saluran transmisi.

2.3.1 Kejadian Petir


Persyaratan utama untuk sebagian besar studi petir adalah memiliki perkiraan jumlah
kilat petir per unit waktu per unit area, atau yang lebih dikenal sebagai kerapatan petir
regional (GFD - biasanya dinyatakan sebagai rata-rata tahunan, Ng). Beberapa teknik
alternatif pengamatan yang sudah atau saat ini, diterapkan dalam mengkarakterisasi
aktivitas sambaran petir ke tanah. Beberapa metode ini juga memberikan informasi
tambahan tentang sambaran petir yang tercatat, termasuk waktu kejadian, puncak
arus sambaran petir, dan bentuk gelombang, yang berguna untuk merancang
perlindungan petir pada jaringan transmisi, atau untuk melakukan diagnosis
gangguan dan analisis kinerja.

Kepercayaan terhadap data yang diperoleh dari pemetaan GFD tergantung pada
jumlah kejadian per sel grid, yang pada gilirannya tergantung pada ukuran sel grid
dan periode pengamatan. Untuk mendapatkan perkiraan yang dapat digunakan,
jumlah kejadian per sel grid yang direkomendasikan harus setidaknya 80 dan lebih
baik jika mencapai 400. Ini setara dengan ketidakpastian ±20% atau ±5% secara
berturut-turut. Oleh karena itu, untuk ukuran grid 1 km2, diperlukan data selama 16
tahun untuk area dengan aktivitas petir sedang (Ng = 5 Fl/km2/tahun) untuk
memperoleh 80 hitungan yang diperlukan, sementara di area dengan Ng = 1,

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

diperlukan data selama 80 tahun untuk tingkat kepastian yang sama. Dalam kasus
seperti itu, ukuran grid harus diperbesar untuk mencapai hitungan yang diperlukan
dalam waktu yang wajar, dengan kekurangan bahwa resolusi spasial akan menjadi
kurang akurat.

Karena LDS mencatat stroke/sambaran, bukan flash, perkiraan Ng yang diperoleh


dari data LDS akan bergantung pada metode yang digunakan untuk
mengelompokkan stroke menjadi flash. Dalam hal ini, penting untuk
mempertimbangkan bahwa beberapa stroke dalam satu flash petir mungkin tidak
mengikuti jalur yang sama ke tanah, sehingga menghasilkan beberapa titik
pendaratan di tanah. Observasi menunjukkan bahwa hal ini mungkin terjadi pada
30% hingga 50% dari semua flash petir. Meskipun jarak antara titik pendaratan
biasanya di bawah 2 km, bisa mencapai 8 km dan dalam kasus ekstrem (misalnya,
Megaflashes) mencapai 700 km. IEC 62858 mengakui fenomena ini dalam algoritma
yang disarankan untuk mengelompokkan stroke menjadi flash. Dalam kerangka ini,
data LDS dapat disajikan dalam tiga tingkat abstraksi yang berbeda. Tingkat terendah
mewakili data stroke mentah (belum dikelompokkan), untuk tingkat menengah, stroke
dikelompokkan menjadi flash berdasarkan cabang yang memiliki titik sambaran tanah
yang sama, dan untuk tingkat tertinggi, semua stroke yang membentuk flash
dikelompokkan bersama, terlepas dari titik sambaran tanah. Ketika menilai risiko petir
untuk objek berbasis tanah, seperti saluran transmisi, penting bahwa kerapatan petir
ke tanah didasarkan pada tingkat menengah ekstraksi data yang secara terpisah
mengidentifikasi semua titik sambaran tanah dalam flash. Jika hanya tersedia
kerapatan petir ke tanah keseluruhan (yaitu tingkat abstraksi tertinggi), faktor koreksi
sekitar 1,5 hingga 1,7 harus diterapkan untuk mengkompensasi kenyataan bahwa
setiap flash mungkin memiliki lebih dari satu titik sambaran tanah.

2.3.2 Jaringan Deteksi Petir Ke tanah


Selama bertahun-tahun, berbagai metode telah dikembangkan untuk mendeteksi dan
menentukan lokasi strokes petir dari awan ke tanah (CG). Deteksi stroke CG penting
untuk menilai risiko petir untuk objek yang berada tanah. Sistem berbasis tanah
memanfaatkan gelombang elektromagnetik (EM) yang dipancarkan dari pelepasan
petir untuk tugas ini dan umumnya dioptimalkan untuk mendeteksi energi sinyal CG
dalam rentang frekuensi sangat rendah (VLF) hingga frekuensi rendah (LF). Lokasi
kilatan CG ditentukan melalui metode penentuan arah magnetik (MDF), waktu

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

kedatangan (TOA), atau kombinasi keduanya. Kekuatan sinyal yang diterima


dianalisis bersama dengan informasi jarak ke kilatan untuk menyimpulkan puncak
arus stroke petir. Hal ini memungkinkan jaringan deteksi petir untuk memberikan
informasi lebih dari sekadar jumlah stroke yang terdeteksi. Data stroke tambahan
biasanya meliputi tanggal dan waktu, lokasi, polaritas, dan arus puncak stroke,
dengan beberapa sistem juga menyediakan gelombang bentangan lapangan yang
direkam. Data terperinci tersebut merupakan sumber yang menarik untuk
mengekstraksi parameter petir untuk aplikasi rekayasa yang selain kerapatann flash
di tanah (GFD) dan kerapatan stroke di tanah (GSD), juga dapat mencakup distribusi
arus puncak, keberulangan flash, dan rasio polaritas. Namun, ada banyak faktor yang
dapat berdampak signifikan pada akurasi parameter yang diperoleh ini, sehingga
penggunaannya tidak cocok untuk studi kinerja petir. Saat ini, banyak negara memiliki
satu atau lebih sistem pengamatan petir yang beroperasi, dengan beberapa penyedia
aktif di pasaran. Dua jaringan yang lebih mapan adalah Jaringan Deteksi Petir
Amerika Utara (NALDN) dan European Cooperation for Lightning Detection
(EUCLID). Untuk negara-negara yang tidak memiliki sistem pengamatan khusus,
informasi kerapatan flash global yang diperbarui tersedia dari GLD360, yaitu jaringan
berbasis tanah yang mendeteksi petir di seluruh dunia dan beroperasi selama sekitar
10 tahun yang dioperasikan oleh Vaisala. Peta GFD yang dihasilkan dari 5 tahun data
jaringan GLD360 LD disajikan dalam Gambar 2.4.

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Gambar 2.4: Peta kerapatan petir seluruh dunia yang direkam oleh system GLD360
milik Vaisala sejak tahun 2016 – 2022

2.3.3 Penghitung Flash Petir


Hingga akhir 1980-an, sebagian besar informasi khusus tentang kerapatan flash di
tanah diperoleh melalui penggunaan penghitung flash petir (LFC) berfrekuensi 10
kHz di berbagai negara. Perangkat ini menggabungkan semua stroke terminasi
pertama, berikutnya, dan multi-titik dalam waktu 1 detik dan radius deteksi 20 km
sebagai satu flash. Penghitung flash dapat diterapkan dengan mudah dalam periode
waktu yang sesuai untuk menentukan variasi regional dalam kerapatan flash di tanah
rata-rata dan penyebarannya, asalkan tersedia kalibrasi yang ketat dan diskriminasi
flash di tanah yang memadai. Meskipun distribusi kerapatan flash yang
dikembangkan dari jaringan LFC menunjukkan resolusi spasial yang sangat rendah
(grid lebih besar dari 1200 km2), distribusi tersebut dianggap sangat kokoh. Namun,
relevansi sistem-sistem seperti itu telah berkurang sejak munculnya LDS modern,
yang memiliki resolusi spasial dalam urutan 1 km2. Data historis yang dikumpulkan
melalui penghitung ini masih dapat memberikan kontribusi berharga untuk
perhitungan kinerja petir, dan LFC ini dapat memberikan data yang berguna untuk
memverifikasi kebenaran kerapatan flash di tanah yang diperoleh dari sumber lain
seperti satelit atau jaringan deteksi global. Namun, algoritma pengelompokan petir
untuk LFC tertentu, seperti model pengelompokan 1 detik / 20 km dalam LFC 10 kHz
CIGRE, harus dipertimbangkan dalam setiap perbandingan dengan LDS canggih
yang menyediakan data stroke individu.

2.4 Parameter Arus Petir


Keparahan flash petir dapat dijelaskan baik dalam hal kerusakan fisik pada
komponen saluran transmisi maupun flashover dari isolator transmisi yang
menyebabkan pemadaman transmisi. Kedua aspek ini terkait dengan besarnya arus
petir dan parameter flash dan stroke yang terkait. Parameter flash meliputi: polaritas,
jumlah stroke yang terjadi, dan interval waktu antara stroke. Parameter stroke
meliputi: arus puncak, laju naik maksimum (yaitu kecuraman), laju naik rata-rata,
durasi gelombang muka, durasi keseluruhan, transfer muatan, dan energi spesifik
(integral aksi).
Kerusakan, seperti pelelehan dan pemutusan kabel tanah optik, biasanya terkait
dengan stroke yang melibatkan jumlah muatan yang besar, tetapi dengan arus
puncak yang rendah. Hal ini biasanya sesuai dengan arus yang berlangsung lama

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

dalam return stroke atau arus kontinu awal (ICC) dari petir naik. Flashover isolator
tranmsisi biasanya terkait dengan arus puncak yang tinggi dan pulsa berdurasi
pendek pada awal kilatan return stroke pertama dan return stroke berikutnya yang
mengenai saluran. Return stroke yang mempengaruhi saluran transmisi juga dapat
terjadi dalam flash positif dan sekitar 20% hingga 50% flash petir naik, setelah arus
kontinu awal. Flash positif umumnya diabaikan dalam perhitungan kinerja petir,
karena hanya sekitar 10% dari semua flash CG. Return stroke dalam flash naik juga
diabaikan karena arus puncak mereka serupa dengan stroke berikutnya yang
mengurangi signifikansinya terhadap kinerja saluran udara . Karena buku ini terutama
berfokus pada tingkat pemadaman akibat petir pada saluran, penekanan di sini
adalah memberikan ringkasan tentang parameter utama dari arus return stroke
pertama dan berikutnya pada flash CG negatif ke bawah.

2.4.1 Karakteristik umum dari kilatan dalam kilatan CG negatif ke bawah


Karakteristik umum dari stroke dalam stroke CG negatif ke bawah Karakteristik
kilatan petir dapat bervariasi secara signifikan dari kilatan ke kilatan dan oleh karena
itu biasanya dinyatakan dalam bentuk variabel statistik. Namun, beberapa tren umum
dapat diidentifikasi dari contoh-contoh tipikal yang terdapat dalam Gambar 2.5
tentang arus return stroke pertama dan berikutnya yang diperoleh dari pengukuran
langsung pada menara pendek yang dilengkapi alat pengukur. Gambar tersebut
menunjukkan fitur umum dan perbedaan antara arus return stroke pertama dan
berikutnya dari flash negatif ke bawah. Pada dasarnya, ini sama dengan yang telah
disebutkan sebelumnya, dan mencakup:
o Gelombang muka yang cekung dengan kecuraman maksimum gelombang
terjadi dekat puncak pertama.
o Gelombang muka stroke pertama (≈ 10 μs) jauh lebih panjang daripada
stroke berikutnya (< 1 μs).
o Puncak ganda di mana puncak tertinggi tidak selalu sesuai dengan puncak
pertama.
o Besarnya median stroke berikutnya secara signifikan lebih rendah daripada
stroke pertama.
o Waktu ekor (sebagaimana diungkapkan oleh waktu setengah nilai th) pada
stroke pertama (≈ 100 μs) lebih lama daripada stroke berikutnya (≈ 50 μs).

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Figure 2.5– Illustrative original unfiltered return stroke currents of a negative CG


lightning flash measured at Morro do Cachimbo Station (MCS). Adapted from IEEE
Trans. Industry Applications, Vol. 51, No. 6,November/December 2015 [106].

Figure 2-6 – Definition of front parameters for a lightning current impulse of


negative polarity.
Lihat Table 2-1 untuk penjelasan parameter.

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Tabel 2.1 : Description of front parameters for a lightning current impulse of


negative polarity shown in Figure 2-6.

2.4.2 Persyaratan dalam menentukan parameter arus puncak petir


Parameter arus petir, seperti yang didefinisikan dalam bagian sebelumnya, sebaiknya
diperoleh dari pengukuran langsung pada struktur yang terhubung tanah yang
menyerupai menara saluran transmisi, yang mungkin termasuk tiang, cerobong, dan
saluran transmisi. Struktur seperti itu sebaiknya memiliki tinggi kurang dari 70 m,
untuk menghindari data dari kilatan petir yang menuju ke atas dan mengurangi
kerusakan bentuk gelombang oleh pantulan gelombang dari dasar dan puncak
struktur.

Data dari sistem lokasi petir (LLS) tidak dianggap cukup akurat untuk tujuan ini,
karena sifat tidak langsung dari perkiraan tersebut. Sistem ini menggunakan ekspresi
sederhana untuk mendapatkan perkiraan arus puncak dari gelombang
elektromagnetik yang ditangkap secara jarak jauh, yang terutama digunakan untuk
menentukan lokasi kilatan petir. Ekspresi ini menghubungkan medan puncak dengan
arus puncak, berdasarkan nilai rata-rata untuk kecepatan balik kilatan, tetapi belum
divalidasi secara ekstensif untuk kilatan pertama yang kembali dan arus puncak
kilatan lebih besar dari 45 kA .

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Berdasarkan kriteria-kriteria ini, saat ini hanya ada 3 set data pengukuran arus petir
yang dapat diterapkan untuk studi kinerja petir pada saluran transmisi. Mereka
adalah:

 Stasiun Gunung San Salvatore di Swiss (MSS): Berger et al (1975) menyusun


database terbesar untuk wilayah beriklim sedang dari pengukuran langsung arus
petir pada menara terinstrumentasi Stasiun Gunung San Salvatore (MSS), di
Lugano, Swiss. Dataset ini kemudian direvisi oleh Anderson dan Eriksson (1980).
 Menara saluran transmisi di Jepang (TLJ): Takami dan Okabe (2007) menyusun
database penting lainnya dari pengukuran yang dilakukan pada menara
terinstrumentasi saluran transmisi di Jepang dengan tinggi menara dari 60
hingga 140 m.
 Stasiun Morro do Cachimbo (MCS): Silveira dan Visacro (2019) menyusun data
dari pengukuran langsung arus petir pada menara terinstrumentasi setinggi 60 m
di Stasiun Morro do Cachimbo, di Brasil. Sampai saat ini, ini adalah satu-satunya
dataset dengan signifikansi statistik mengenai arus RS di wilayah tropis.
Dataset ini dirangkum dalam gambar 9. Dua set data pertama dipertimbangkan
dalam brosur CIGRE 549 [9], dan yang terakhir diperbarui dengan data kilatan yang
tersedia terbaru. Rekomendasi dari bab ini, oleh karena itu, mengikuti rekomendasi
brosur 549, tetapi dengan pembaruan dari dataset yang dirangkum dalam gambar 9
jika sesuai.

2.4.3 Arus Puncak Return Stroke


Arus puncak return stroke adalah parameter petir yang paling mempengaruhi
amplitudo tegangan petir pada saluran. Karena rentang yang luas dan skewness
parameter ini, yang terbaik untuk menggambarkannya adalah dalam bentuk fungsi
distribusi kumulatif, yang dalam hal ini adalah fungsi distribusi Log-Normal.
Parameter yang menggambarkan distribusi kumulatif untuk arus puncak stroke
pertama negatif, stroke negatif berikutnya, dan stroke positif dari dataset ini, disajikan
dalam Tabel 2.2 dan distribusinya ditunjukkan secara grafis dalam Gambar 2-7.
Gambar ini juga mencakup distribusi arus puncak yang dihitung untuk semua stroke
pertama (termasuk kedua polaritas). Kurva ini dihitung berdasarkan asumsi
pembagian 90/10% antara stroke pertama polaritas negatif dan positif.

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Tabel 2.2: parameter distribusi statistik kumulatif dari arus puncak stroke pertama
berdasarkan data set MSS.

Gambar 2.7: distribusi statistik kumulatif arus puncak return stroke berdasarkan
pada data MSS
Distribusi kumulatif berdasarkan dataset MSS dibandingkan dengan rekomendasi
sebelumnya dari CIGRE dan IEEE dapat dilihat pada Gambar 2-8. Berikut adalah
beberapa pengamatan yang dapat dibuat:
 Terdapat kesesuaian yang baik antara distribusi yang direkomendasikan
dan distribusi CIGRE-63 untuk arus return stroke pertama di atas 20 kA.
Telah disarankan bahwa perubahan kemiringan di bawah 20 kA pada
distribusi CIGRE-63 terjadi karena data dari populasi yang berbeda
digabungkan.
 Distribusi IEEE untuk return stroke pertama dan return stroke berikutnya
dijelaskan oleh persamaan dalam Tabel 2.3, dan memberikan distribusi
arus puncak dari return stroke pertama dengan kedua polaritas. Hal ini
menjelaskan kesesuaian yang baik pada Gambar 2-8 antara distribusi
arus return stroke pertama IEEE dan distribusi arus puncak yang dihitung
untuk kedua polaritas.

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Tabel 2.3 : persamaan IEEE

Gambar 2.8: perbandingan distribusi statistik yang sering digunakan untuk arus
puncak
Pengukuran terbaru di Brasil (MCS) dan di Jepang (TLJ) - lihat 9 - Tabel 9-1 & Tabel
9-2 - menunjukkan bahwa mungkin ada ketergantungan parameter sambaran petir
pada lokasi geografis. Gambar 2-9 menggambarkan distribusi arus puncak kumulatif
dari sambaran negatif pertama dan berikutnya yang diperoleh dari pengukuran
langsung di MSS (Swiss), TLJ (Jepang), dan MCS (Brasil). Parameter distribusi
statistik kumulatif dari kumpulan data ini, yang disajikan dalam Tabel 2-4,
menunjukkan bahwa nilai puncak median dari sambaran pertama dan berikutnya
yang diukur di MCS (43,3 kA dan 17,3 kA) sekitar 40% lebih tinggi daripada yang
diukur di daerah beriklim sedang. Oleh karena itu, pengguna panduan ini dianjurkan
untuk menerapkan statistik arus petir dari sumber lokal seiring tersedianya.

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Gambar 2.9: distribusi statistik kumulatif arus puncak yang ditentukan dari
pengukuran langsung pada MSS, TLJ dan stasion MCS. Kiri: stroke pertama, kanan:
stroke ke dua/susulan

Tabel 2.4: parameter distribusi statistik kumulatif arus puncak return stroke untuk
dataset TLJ dan MCS

Berdasarkan pemahaman saat ini tentang daya tarik sambaran petir pada struktur
yang terhubung ke tanah, dapat diharapkan bahwa distribusi arus puncak yang
ditentukan dari pengukuran langsung pada menara cenderung condong ke arah arus
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sambaran pada wilayah datar . Tergantung
pada model daya tarik sambaran mana (misalnya persamaan jarak sambaran) yang
digunakan, peningkatan ini seharusnya berada dalam kisaran 20 hingga 40%,
meskipun peningkatan ini dapat dikurangi sejauh tertentu oleh pengaruh objek sekitar
seperti bangunan dan pohon. Namun, sampai saat ini tidak ada kecenderungan
ketinggian semacam itu yang terlihat dari pengukuran yang dilakukan pada menara
dengan ketinggian yang berbeda.

2.4.4 Paremeter waktu muka (front time) dan kecuraman


Tergantung pada kriteria yang digunakan untuk menilai terjadinya flashover pada
isolator, waktu naik arus dapat menjadi faktor pengaruh yang penting. Pada
dasarnya, parameter gelombang yang diterapkan dalam simulasi dipilih agar sama
dengan salah satu front time yang setara (yaitu td10/90 atau td30/90) yang tercantum
dalam Tabel 2-5 untuk stroke pertama dan Tabel 2-6 untuk stroke berikutnya.
Pendekatan yang paling konservatif (yaitu kasus terburuk) adalah mengatur ftont
time sama dengan "durasi linier gelombang depan yang setara", tm, yang diperoleh
sebagai IF / Sm. Untuk bentuk gelombang berkecepatan tinggi yang digunakan
dalam perhitungan sederhana, ini akan menghasilkan kecuraman gelombang yang
sama dengan kecuraman maksimum, Sm.

Kecuraman arus petir adalah parameter penting yang harus direplikasi saat
menghitung tegangan berlebih petir. Parameter distribusi Log-Normal untuk

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

kecuraman gelombang depan arus petir tercantum dalam Tabel 2-5 untuk stroke
pertama dan untuk stroke berikutnya dalam Tabel 2-6. Secara umum, memilih
kecuraman yang lebih tinggi akan menghasilkan tegangan berlebih yang lebih tinggi.

Tabel 2.5 : parameter arus muka petir pada distribusi log normal untuk arus
stroke pertama negatif

Tabel 2.6 : parameter arus muka petir pada distribusi log normal untuk arus
stroke susulan negatif
Kompleksitas dalam melakukan studi kinerja petir dapat dikurangi dengan
memanfaatkan korelasi antara puncak arus dan parameter gelombang muka untuk
mengurangi jumlah kasus yang perlu dipertimbangkan. Dalam brosur CIGRE 63,
hubungan-hubungan dalam Tabel 2-7 disarankan.

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

tabel 2.7: hubungan antara arus puncak petir dan parameter muka gelombang
untuk petir kebawah negatif.
Dari pengukuran yang lebih baru terhadap arus petir ke saluran transmisi di Jepang,
hubungan-hubungan dalam Tabel 2.8 telah dihasilkan . Hubungan-hubungan yang
dihasilkan dari dataset Brasil tercantum dalam Tabel 2.9. Dataset terakhir ini tidak
menunjukkan adanya korelasi antara arus puncak dan kemiringan maksimum.

Tabel 2.8 : Korelasi antara arus puncak dan parameter-parameter depan arus
petir untuk kilatan negatif menurun berdasarkan pengukuran di Jepang (TLJ)

Tabel 2.9: Korelasi antara arus puncak dan parameter-parameter depan arus
petir untuk kilatan negatif menurun berdasarkan pengukuran di Brasil (MCS).

Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.10, hubungan-hubungan ini memberikan


nilai-nilai yang serupa dan berada dalam rentang penyebaran normal pengukuran,
dalam rentang arus petir yang sering terjadi dengan puncak antara 20 hingga 80 kA.
Perbedaan yang lebih jelas terjadi di daerah arus tinggi, terutama untuk hubungan-
hubungan yang dihasilkan dari dataset Brasil. Karena setiap dataset ini terdiri dari
jumlah pengukuran yang terbatas, (51 kilatan petir dari Brasil, sekitar 90 kilatan
negatif menurun dari Swiss, dan 120 kilatan negatif menurun dari Jepang), perlu
berhati-hati saat mengekstrapolasi hubungan-hubungan ini.

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Gambar 2.10: Hubungan antara kemiringan maksimum, waktu muka, dan arus
puncak
Hubungan antara arus puncak dan kemiringan maksimum yang dihasilkan dari data
Jepang menghasilkan durasi gelombang linier depan setara (tm = IF/Sm) antara 1,8
hingga 2,2 μs untuk amplitudo arus petir dalam rentang 50 kA hingga 130 kA, yang
merupakan tipikal untuk analisis backflashover. Durasi gelombang linier depan setara
untuk hubungan CIGRE lebih lama, yaitu antara 2,0 hingga 3,0 μs dalam rentang
arus yang sama. Oleh karena itu, hubungan Jepang dalam Tabel 3-7 lebih
konservatif dan sebanding dengan durasi linier depan 2 μs yang secara historis
digunakan untuk perhitungan yang disederhanakan

2.4.5 Durasi ( waktu setengah nilai /Time to Half Value)


"Waktu setengah nilai" atau "waktu ekor" (th) umumnya disebut sebagai "durasi".
Parameter ini penting saat mengevaluasi energi peredam lonjakan dalam kasus
kegagalan pelindung. Juga untuk kasus backflashover, parameter ini dapat penting
terutama saat metode integrasi atau progresi pemimpin digunakan untuk
mengevaluasi flashover isolator pada ekor gelombang. Distribusi kumulatif th
tercantum dalam Tabel 2.10 untuk petir pertama dan dalam Tabel 2.11 untuk petir
berikutnya. Dalam sebagian besar penelitian, nilai median diadopsi untuk durasi.
Perhatikan bahwa nilai median durasi MCS (Brasil) sekitar 25% lebih pendek
daripada nilai MSS (Swiss).

Tabel 2.10: statistik durasi (waktu setengah nilai th) dari arus return stroke
pertama

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Tabel 2.11: statistik durasi (waktu setengah nilai th) dari arus return stroke
lanjutan.

2.5 Pemodelan dengan Software EMTP-RV


2.5.1 Panduan pemodelan
Defenisi dari koordinasi isolasi adalah :
- Koordinasi isolasi adalah pemilihan kekuatan isolasi
- Koordinasi isolasi adalah "pemilihan kekuatan dielektrik peralatan sehubungan
dengan tegangan yang dapat muncul pada sistem untuk peralatan yang
dimaksudkan dan mempertimbangkan lingkungan layanan dan karakteristik
perangkat pelindung yang tersedia.
- Koordinasi isolasi penghantar yang terkait jaringan transmisi dan distribusi
- Koordinasi isolasi gardu induk.

Terdapat berbagai strategi pemodelan untuk studi transien petir yang telah disajikan
di berbagai tempat.
Adapun ringkasan panduan pemodelan yang telah diadaptasi adalah sebagai berikut:
- IEC/TR 60071 Edisi 1.0 (2004 06): Koordinasi isolasi Bagian 4: Panduan
komputasi untuk koordinasi isolasi dan pemodelan jaringan listrik.
- IEEE PES Task Force on Data for Modeling System Transients dari IEEE PES
Working Group on Modeling and Analysis of System Transients Using Digital
Simulation: Penentuan Parameter untuk Pemodelan Transien Sistem, IEE E
Transactions on Power Delivery, Vol. 20, No. 3, Juli 2005.
- CIGRE, Working Group 01 of Study Committee 33: Panduan Prosedur untuk
Menaksir Kinerja Petir pada Saluran Transmisi, Paris, Oktober 1991.
- IEEE Working Group 15.08.09: Pemodelan dan Analisis Transien Sistem
Menggunakan Program Digital, 1998.
- IEEE Working Group: Metode Sederhana untuk Menaksir Kinerja Petir pada
Saluran Transmisi, IEEE Transactions on Power Apparatus and System, Vol.
104, No. 4, April 1985.
2.5.2 Pemodelan Petir

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Pendekatan statistik yang mempertimbangkan kepadatan sambaran petir di lokasi


digunakan untuk penentuan parameter petir seperti:
- Nilai puncak (crest value)
- Waktu depan (front time)
- Kecepatan arus maximum (maximum current steepness)
- Durasi
Probabilitas bahwa besar suatu arus puncak tertentu sama atau lebih besar dari arus
(I) dapat ditentukan oleh distribusi Anderson:
1
P=
[ ]
2 ,6
I
1+
31
Dimana :
P(I) = probabilitas bahwa arus puncak di setiap sambaran petir melewati I
I = arus puncak tertentu pada sambaran petir dalam kA
Sementara steepnes ditentukan sebagai berikut:
β
S=α x I

Gambar 2.11 : kurva besar arus sambaran petir terhadap waktu

Penjelasan terkait besaran diatas dapat dilihat pada tabel berikut :


Coeffisients α β
First Stroke
S30 3,23 0,25
Sm 3,9 0,25
Subsequent stroke
S30 6,9 0,42
SM 3,8 0,93

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Table 2.12 : tabel koefisient

Gambar ini merupakan symbol


pemodelan petir dengan
parameter sebagai berikut :
tstart = waktu mulai, jika t < tstart
maka sumber nya merupakan
suatu rangkaian terbuka
tf = Waktu asal
Imax = arus maksimum
Sm = kecuraman maksimum
th = waktu ke setengah nilai
tstop = waktu berhenti.

Gambar 2.13 :keterangan terhadap parameter petir

2.5.3 Pemodelan Tower


Telah dilakukan penelitian yang luas mengenai respon tower terhadap petir dan
hingga saat ini penelitian ini masih terus berjalan. Respon tower merupakan suatu
masalah elektromagnetik, meskipun studi yang dilakukan sering kali mengandalkan
pendekatan rangkaian dan pemodelan yang mudah diterapkan dalam simulasi
transien. Adapun dua jenis pemodelan tower yang sering digunakan adalah model
distribusi dan model multi story. Model distribusi menyajikan nilai atau besaran
impedansi surja petir dan kecepatan konstan yang merambat di sepanjang tower dan
memiliki formula perhitungan yang berbeda dengan model multi story.
Impedansi surja tower tergantung pada arah propagasi gelombang dan bentuk arus
petir. Nilai rata rata impedansi surga tower yang direkomendasikan oleh IEEE dan
CIGRE adalah :

( 2 ) 2( H )
Z=60 ln cot ( θ
) =60 ln ( tan ( ) )
1 R
−1

Dimana:
θ=¿sudut tengah tower
H=tinggi tower

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

R = jari jari dasar tower


Jari jari R dihitung dengan membandingkan antara tower bagian atas dan bawah ,
yaitu:
(r 1 H 2 +r 2 H +r 3 H 1)
R=
H
Pendekatan persamaan perhitungan impedansi surja ditentukan dengan mengganti
tower dengan sebuah silinder. Sehingga persamaan diatas menjadi :

Z=60 ln
[ ( HR )−1]

Gambar 2.14 : model tower distribusi


Model tower multi story dikembangkan untuk mewakili tower penghantar UHV.
Parameter di revisi sesuai dengan hasil dari studi eksperimen. Pemodelan nya
tersusun atas 4 bagian mewakili antar lengan tower. Tiap bagian terdiri atas garis
tanpa rugi yang disusun secara seri dengan rangkaian paralel R-L, yang dimasukkan
untuk meredam gelombang yang berjalan.

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Gambar 2.15 : model tower multi story

2.5.4 Pemodelan Isolator


Tegangan Critical FlashOver (CFO) adalah level tegangan impuls dimana probabilitas
flashover isolator adalah 50%. Flashover seharusnya tidak terjadi ketika line arrester
dipasang secara paralel dengan isolator karena tegangan residu yang terjadi
melewati arrester jauh lebih lebih rendah daripada kekuatan dielektrik isolator bahkan
untuk arus petir terbesar. Tegangan flashover pada isolator harus bervariasi secara
acak sesuai dengan hukum distribusi statistik dengan deviasi standar yang sesuai.
Model progresi leader (leader progression model) digunakan untuk menggambarkan
flashover pada isolator transmisi.

v=
dl
dt [
=k l U ( t )
U (t )
g−l
−E10
]
V =kecepatam leader ( ms )
U ( t )=tegangan pada gap ( kV )
g=lebar gap ( m )
l= panjang leader ( m )
E10=critical leader inception gradient ( kV /m )

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

k l=koefisien leader ( m2 V −2 S−1 )


Progresi leader berhenti jika gradien pada bagian gap yang tidak terhubung turun di
bawah E10.

Gambar 2.16 : model isolator

Karakteristik tegangan flash over isolator adalah berdasarkan waktu seperti gambar
berikut ini.

Gambar 2.16: karakteristik tegangan flashover isolator


Karakteristik tegangan – waktu hanya memadai untuk menghubungkan puncak
tegangan impuls standart dengan waktu flashover.

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Model kriteria area flashover pada isolatormemungkinkan bentuk gelombang non


standar di terapakan untuk diperhitungkan. Hal ini melibatkan penentuan saat
breakdown dengan menggunakan formula:
t

∫ (|V gap ( t )|−V 0 )


k
dt ≥ D
T0

V gap=tegangan yang muncul pada waktu t , ke terminal air gap


V 0=v min sebelum proses breakdown dapat mulai atau berlanjut
T 0=waktu dariV gap ( t ) >V 0
k , V 0 , D=konstanta yang berhubungan dengan konfig air gap dan polaritas

Flashover muncul ketika integral menjadi lebih besar atau sama dengan D. parameter
V 0 , K dan D ditentukan dengan menggunakan kurva tegangan – waktu.

2.5.5 Resistansi Pentanahan


Resistansi pentanahan dapat direpresentasikan sebagai :
 Resiston dengan nilai konstan (pendekatan konservatif)
 Resistor yeng bergantung pada arus dan frekuensi
Model ionisasi mempertimbangkan ionisasi tanah yang disebabkan oleh arus
petir. Resistor non linear pentanahan kaki tower direpresentasikan sebagai
bertikut:
R0
Ri=

√ ( II )
1+
g

ρ . E0
I g= 2
2. π . R0
R0 =resistansi kakitower pada arus rendah dan frequensi rendah
I = Arus petir yang melewati resistansi ( kA )
I g=Batasan Arus yang menginisiasiionisasi tanah ( kA )
ρ=resistansitanah ( Ω m )
kV
E0 =gradienionisasi tanah , nilai yang direkomendasikan 400( )
m

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN
BIDANG
TRANSMISI

Gambar 2.17 : topologi tanah

PT PLN UNIT INDUK PENYALURAN DAN


PENGATUR BEBAN (UIP3B) KALIMANTAN

Anda mungkin juga menyukai