TRANSMISI
BAB II
KAJIAN LITERATUR
memanaskan saluran leader, menghasilkan kilatan cahaya terang dan suara guntur
yang biasanya dikaitkan dengan petir.
Setelah return stroke pertama ini, beberapa retunn stroke berikutnya dapat mengikuti
jalur yang hampir sama - meskipun hal ini tidak selalu terjadi. Setiap return stroke
berikutnya diinisiasi oleh leaders yang muncul sebagai darts yang bergerak terus-
menerus ke bawah dan bagian ini di sebut sebagai "dart leader". Perbedaan dalam
perilaku stepped leader dan dart leader terkait dengan fakta bahwa stepped leader
terbentuk di udara yang belum terionisasi sedangkan dart leader merambat
sepanjang saluran yang sebelumnya telah diionisasi oleh return stroke sebelumnya.
Contoh (a) stepped leader termasuk cabang-cabang yang berulang dan (b) dart
leader yang mengikuti saluran yang sebelumnya terbentuk ditunjukkan dalam
Gambar 2-2.
Pulsa arus tinggi awal dari suatu return strokes dapat diikuti oleh "arus berlanjut",
yang biasanya memiliki magnitudo arus dalam rentang 10 hingga 1000 Ampere dan
dapat berlangsung hingga ratusan milidetik. Lebih dari 50% dari semua kilatan awan-
ke-tanah negatif terdiri dari lebih dari satu titik return strokes ke tanah. Dalam kasus
seperti itu, return strokes berikutnya akan diawali sebagian oleh dart leader
sepanjang saluran yang ada dan berubah menjadi stepped leader yang terhubung ke
titik return strokes tanah yang baru. Oleh karena itu, mereka diidentifikasi sebagai
"dart leader bertahap".
Gambar 2.2 : contoh stepped leader dan dart leader sambaran petir awan ke
tanah.
(lisensi dari : Tom Warner /weather VideoHD.TV)
Petir positif dari awan ke tanah cenderung terdiri dari satu strokes, memiliki arus
strokes yang tinggi, dan umumnya lebih bertenaga. Oleh karena itu, hal ini perlu
dipertimbangkan saat mengevaluasi risiko kerusakan pada, misalnya, kabel tanah
atas dan proteksi petir (TLA). Jenis petir ini dapat menjadi yang dominan selama
musim dingin di wilayah beriklim sedang atau saat badai petir mereda.
Setiap sambaran petir awan ke tanah melibatkan total energi sekitar 109 J (1 GJ
atau 278 kWh). Sebagian besar energi terbuang dalam menghasilkan udara
yang sangat panas, guntur, cahaya terlihat dan ultraviolet. Hanya satu persen
hingga satu per mil dari total energi yang tersedia sebagai energi listrik, dengan
daya puncak sekitar 1012 W (1000 GW).
melebihi 250-300 kV dan oleh karena itu tidak menjadi masalah bagi saluran
transmisi yang umumnya memiliki tingkat tahan lonjakan petir melebihi 350 kV.
Tingkat padam penghantar (Kotak "A" pada - Gambar 2-3) pada dasarnya adalah
jumlah sambaran petir yang akan menyebabkan flash over pada isolator penghantar.
Untuk menghitung hal ini, pertama-tama perlu menentukan jumlah total sambaran
petir yang mengenai penghantar (Kotak "B" pada -Gambar 2-3) dan kemudian
menilai berapa banyak dari sambaran tersebut yang akan menyebabkan flash over
isolator penghantar (Kotak "C" pada - Gambar 2-3). Apakah isolasi akan mengalamai
flash over ditentukan, di satu sisi, oleh tegangan berlebih yang dihasilkan selama
sambaran petir (Kotak "H" pada - Gambar 2-3), dan di sisi lain, oleh besarnya
tahanan isolasi dari isolator penghantar (Kotak "I" pada - Gambar 2-3). Tegangan
berlebih pada isolator selama sambaran petir terutama bergantung pada besarnya
arus petir. Oleh karena itu, serangkaian studi simulasi dilakukan untuk menentukan
arus minimum yang akan menyebabkan flash over isolator penghantar. Nilai arus ini
disebut "critical current" (Kotak "G" pada -Gambar 2-3), dan probabilitas bahwa arus
tersebut mungkin melebihi dalam sebuah sambaran petir (Kotak "E" pada -Gambar 2-
3) ditentukan dari fungsi distribusi statistik yang tersedia (Kotak "F" pada -Gambar 2-
3). Mengalikan probabilitas ini dengan jumlah total sambaran petir yang mengenai
penghantar untuk menentukan jumlah padam (Kotak "A" pada -Gambar 2-3).
Data masukan dan subproses dari metodologi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Jumlah sambaran petir yang mengenai penghantar (Kotak "B" pada -Gambar 2-
3) ditentukan dengan menghitung area di sekitar tower , yang di dalamnya
sambaran petir akan mengenai penghantar. Area ini kemudian dikalikan dengan
kerapatan sambaran petir di tanah untuk menentukan jumlah total sambaran
petir yang mengenai penghantar
o Area dihitung dengan menerapkan model tarikan sambaran (Kotak "D" pada -
Gambar 2-3). model tarikan sambaran dan aplikasinya dijelaskan. Secara
historis, metode elektro-geometrik (EGM) - umumnya digunakan karena
menawarkan cara termudah untuk menentukan jumlah sambaran petir yang
mengenai kawat GSW dan konduktor fasa. Metode Leader Progression (LPM)
Estimasi kinerja petir pada penghantar transmisi tegangan tinggi (TL) umumnya
didasarkan pada respons penghantar terhadap arus return stroke pertama dari
sambaran petir Cloud to Ground yang bersifat negatif, karena sambaran tersebut
mewakili lebih dari 90% dari sambaran cloud to ground dan puncak arus median
biasanya dua hingga tiga kali lebih tinggi daripada sambaran selanjutnya atau
subsequent strokes. Sub sequent strokes hanya dapat menjadi kontributor yang
signifikan terhadap tingkat pemadaman hanya dalam kasus-kasus tertentu:
Shielding failure: Sekitar 15-20% dari kali sambaran, satu dari subsequent
strokes akan memiliki puncak arus yang lebih tinggi daripada first strokes. Untuk
sambaran pertama (first strokes) dengan arus rendah yang terkait dengan
shielding failure, probabilitas ini jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, kemungkinan
besar sambaran petir awal yang menyebabkan shielding failure diikuti oleh
sambaran selanjutnya (subsequent strokes) dengan arus yang lebih tinggi yang
akan menyebabkan flash over pada isolator penghantar.
Selain itu, padam karena petir pada jalur transmisi bersifat sementara, yang
berarti jalur dapat di-energize kembali setelah gangguan telah diatasi. Oleh
karena itu, umumnya dilakukan estimasi tingkat padam rata-rata jangka panjang
dari penghantar. Kinerja sebenarnya dalam setiap tahun dapat sangat bervariasi
dari rata-rata jangka panjang karena variasi stokastik dan iklim dalam aktivitas
petir dari tahun ke tahun . Hal ini memiliki konsekuensi sebagai berikut:
Karakteristik probabilitas sambaran pada isolator penghantar diabaikan karena
simpangan baku dari karakteristik tersebut diabaikan dibandingkan dengan
dispersi statistik dari lonjakan tegangan yang dihasilkan oleh petir.
Kuat dielektrik isolasi jalur didefinisikan dalam hal tegangan kilatan 50%, U50,
dan bukan tegangan tahan seperti yang umum dalam studi koordinasi isolasi
lainnya.
Mengestimasi kinerja petir pada jalur transmisi merupakan tugas yang kompleks,
berdasarkan banyak asumsi dan penyederhanaan. Oleh karena itu, akurasi hasil
yang dapat dicapai relatif terbatas, dan batas ketidakpastian yang dapat
digunakan untuk menghindari penaksiran berlebihan dari hasil model tidak
terdefinisi dengan baik. Oleh karena itu, masih diperlukan upaya untuk terus
meningkatkan dan memperbarui prosedur dan model berdasarkan penelitian
terbaru.
Kepercayaan terhadap data yang diperoleh dari pemetaan GFD tergantung pada
jumlah kejadian per sel grid, yang pada gilirannya tergantung pada ukuran sel grid
dan periode pengamatan. Untuk mendapatkan perkiraan yang dapat digunakan,
jumlah kejadian per sel grid yang direkomendasikan harus setidaknya 80 dan lebih
baik jika mencapai 400. Ini setara dengan ketidakpastian ±20% atau ±5% secara
berturut-turut. Oleh karena itu, untuk ukuran grid 1 km2, diperlukan data selama 16
tahun untuk area dengan aktivitas petir sedang (Ng = 5 Fl/km2/tahun) untuk
memperoleh 80 hitungan yang diperlukan, sementara di area dengan Ng = 1,
diperlukan data selama 80 tahun untuk tingkat kepastian yang sama. Dalam kasus
seperti itu, ukuran grid harus diperbesar untuk mencapai hitungan yang diperlukan
dalam waktu yang wajar, dengan kekurangan bahwa resolusi spasial akan menjadi
kurang akurat.
Gambar 2.4: Peta kerapatan petir seluruh dunia yang direkam oleh system GLD360
milik Vaisala sejak tahun 2016 – 2022
dalam return stroke atau arus kontinu awal (ICC) dari petir naik. Flashover isolator
tranmsisi biasanya terkait dengan arus puncak yang tinggi dan pulsa berdurasi
pendek pada awal kilatan return stroke pertama dan return stroke berikutnya yang
mengenai saluran. Return stroke yang mempengaruhi saluran transmisi juga dapat
terjadi dalam flash positif dan sekitar 20% hingga 50% flash petir naik, setelah arus
kontinu awal. Flash positif umumnya diabaikan dalam perhitungan kinerja petir,
karena hanya sekitar 10% dari semua flash CG. Return stroke dalam flash naik juga
diabaikan karena arus puncak mereka serupa dengan stroke berikutnya yang
mengurangi signifikansinya terhadap kinerja saluran udara . Karena buku ini terutama
berfokus pada tingkat pemadaman akibat petir pada saluran, penekanan di sini
adalah memberikan ringkasan tentang parameter utama dari arus return stroke
pertama dan berikutnya pada flash CG negatif ke bawah.
Data dari sistem lokasi petir (LLS) tidak dianggap cukup akurat untuk tujuan ini,
karena sifat tidak langsung dari perkiraan tersebut. Sistem ini menggunakan ekspresi
sederhana untuk mendapatkan perkiraan arus puncak dari gelombang
elektromagnetik yang ditangkap secara jarak jauh, yang terutama digunakan untuk
menentukan lokasi kilatan petir. Ekspresi ini menghubungkan medan puncak dengan
arus puncak, berdasarkan nilai rata-rata untuk kecepatan balik kilatan, tetapi belum
divalidasi secara ekstensif untuk kilatan pertama yang kembali dan arus puncak
kilatan lebih besar dari 45 kA .
Berdasarkan kriteria-kriteria ini, saat ini hanya ada 3 set data pengukuran arus petir
yang dapat diterapkan untuk studi kinerja petir pada saluran transmisi. Mereka
adalah:
Tabel 2.2: parameter distribusi statistik kumulatif dari arus puncak stroke pertama
berdasarkan data set MSS.
Gambar 2.7: distribusi statistik kumulatif arus puncak return stroke berdasarkan
pada data MSS
Distribusi kumulatif berdasarkan dataset MSS dibandingkan dengan rekomendasi
sebelumnya dari CIGRE dan IEEE dapat dilihat pada Gambar 2-8. Berikut adalah
beberapa pengamatan yang dapat dibuat:
Terdapat kesesuaian yang baik antara distribusi yang direkomendasikan
dan distribusi CIGRE-63 untuk arus return stroke pertama di atas 20 kA.
Telah disarankan bahwa perubahan kemiringan di bawah 20 kA pada
distribusi CIGRE-63 terjadi karena data dari populasi yang berbeda
digabungkan.
Distribusi IEEE untuk return stroke pertama dan return stroke berikutnya
dijelaskan oleh persamaan dalam Tabel 2.3, dan memberikan distribusi
arus puncak dari return stroke pertama dengan kedua polaritas. Hal ini
menjelaskan kesesuaian yang baik pada Gambar 2-8 antara distribusi
arus return stroke pertama IEEE dan distribusi arus puncak yang dihitung
untuk kedua polaritas.
Gambar 2.8: perbandingan distribusi statistik yang sering digunakan untuk arus
puncak
Pengukuran terbaru di Brasil (MCS) dan di Jepang (TLJ) - lihat 9 - Tabel 9-1 & Tabel
9-2 - menunjukkan bahwa mungkin ada ketergantungan parameter sambaran petir
pada lokasi geografis. Gambar 2-9 menggambarkan distribusi arus puncak kumulatif
dari sambaran negatif pertama dan berikutnya yang diperoleh dari pengukuran
langsung di MSS (Swiss), TLJ (Jepang), dan MCS (Brasil). Parameter distribusi
statistik kumulatif dari kumpulan data ini, yang disajikan dalam Tabel 2-4,
menunjukkan bahwa nilai puncak median dari sambaran pertama dan berikutnya
yang diukur di MCS (43,3 kA dan 17,3 kA) sekitar 40% lebih tinggi daripada yang
diukur di daerah beriklim sedang. Oleh karena itu, pengguna panduan ini dianjurkan
untuk menerapkan statistik arus petir dari sumber lokal seiring tersedianya.
Gambar 2.9: distribusi statistik kumulatif arus puncak yang ditentukan dari
pengukuran langsung pada MSS, TLJ dan stasion MCS. Kiri: stroke pertama, kanan:
stroke ke dua/susulan
Tabel 2.4: parameter distribusi statistik kumulatif arus puncak return stroke untuk
dataset TLJ dan MCS
Berdasarkan pemahaman saat ini tentang daya tarik sambaran petir pada struktur
yang terhubung ke tanah, dapat diharapkan bahwa distribusi arus puncak yang
ditentukan dari pengukuran langsung pada menara cenderung condong ke arah arus
yang lebih tinggi dibandingkan dengan sambaran pada wilayah datar . Tergantung
pada model daya tarik sambaran mana (misalnya persamaan jarak sambaran) yang
digunakan, peningkatan ini seharusnya berada dalam kisaran 20 hingga 40%,
meskipun peningkatan ini dapat dikurangi sejauh tertentu oleh pengaruh objek sekitar
seperti bangunan dan pohon. Namun, sampai saat ini tidak ada kecenderungan
ketinggian semacam itu yang terlihat dari pengukuran yang dilakukan pada menara
dengan ketinggian yang berbeda.
Kecuraman arus petir adalah parameter penting yang harus direplikasi saat
menghitung tegangan berlebih petir. Parameter distribusi Log-Normal untuk
kecuraman gelombang depan arus petir tercantum dalam Tabel 2-5 untuk stroke
pertama dan untuk stroke berikutnya dalam Tabel 2-6. Secara umum, memilih
kecuraman yang lebih tinggi akan menghasilkan tegangan berlebih yang lebih tinggi.
Tabel 2.5 : parameter arus muka petir pada distribusi log normal untuk arus
stroke pertama negatif
Tabel 2.6 : parameter arus muka petir pada distribusi log normal untuk arus
stroke susulan negatif
Kompleksitas dalam melakukan studi kinerja petir dapat dikurangi dengan
memanfaatkan korelasi antara puncak arus dan parameter gelombang muka untuk
mengurangi jumlah kasus yang perlu dipertimbangkan. Dalam brosur CIGRE 63,
hubungan-hubungan dalam Tabel 2-7 disarankan.
tabel 2.7: hubungan antara arus puncak petir dan parameter muka gelombang
untuk petir kebawah negatif.
Dari pengukuran yang lebih baru terhadap arus petir ke saluran transmisi di Jepang,
hubungan-hubungan dalam Tabel 2.8 telah dihasilkan . Hubungan-hubungan yang
dihasilkan dari dataset Brasil tercantum dalam Tabel 2.9. Dataset terakhir ini tidak
menunjukkan adanya korelasi antara arus puncak dan kemiringan maksimum.
Tabel 2.8 : Korelasi antara arus puncak dan parameter-parameter depan arus
petir untuk kilatan negatif menurun berdasarkan pengukuran di Jepang (TLJ)
Tabel 2.9: Korelasi antara arus puncak dan parameter-parameter depan arus
petir untuk kilatan negatif menurun berdasarkan pengukuran di Brasil (MCS).
Gambar 2.10: Hubungan antara kemiringan maksimum, waktu muka, dan arus
puncak
Hubungan antara arus puncak dan kemiringan maksimum yang dihasilkan dari data
Jepang menghasilkan durasi gelombang linier depan setara (tm = IF/Sm) antara 1,8
hingga 2,2 μs untuk amplitudo arus petir dalam rentang 50 kA hingga 130 kA, yang
merupakan tipikal untuk analisis backflashover. Durasi gelombang linier depan setara
untuk hubungan CIGRE lebih lama, yaitu antara 2,0 hingga 3,0 μs dalam rentang
arus yang sama. Oleh karena itu, hubungan Jepang dalam Tabel 3-7 lebih
konservatif dan sebanding dengan durasi linier depan 2 μs yang secara historis
digunakan untuk perhitungan yang disederhanakan
Tabel 2.10: statistik durasi (waktu setengah nilai th) dari arus return stroke
pertama
Tabel 2.11: statistik durasi (waktu setengah nilai th) dari arus return stroke
lanjutan.
Terdapat berbagai strategi pemodelan untuk studi transien petir yang telah disajikan
di berbagai tempat.
Adapun ringkasan panduan pemodelan yang telah diadaptasi adalah sebagai berikut:
- IEC/TR 60071 Edisi 1.0 (2004 06): Koordinasi isolasi Bagian 4: Panduan
komputasi untuk koordinasi isolasi dan pemodelan jaringan listrik.
- IEEE PES Task Force on Data for Modeling System Transients dari IEEE PES
Working Group on Modeling and Analysis of System Transients Using Digital
Simulation: Penentuan Parameter untuk Pemodelan Transien Sistem, IEE E
Transactions on Power Delivery, Vol. 20, No. 3, Juli 2005.
- CIGRE, Working Group 01 of Study Committee 33: Panduan Prosedur untuk
Menaksir Kinerja Petir pada Saluran Transmisi, Paris, Oktober 1991.
- IEEE Working Group 15.08.09: Pemodelan dan Analisis Transien Sistem
Menggunakan Program Digital, 1998.
- IEEE Working Group: Metode Sederhana untuk Menaksir Kinerja Petir pada
Saluran Transmisi, IEEE Transactions on Power Apparatus and System, Vol.
104, No. 4, April 1985.
2.5.2 Pemodelan Petir
( 2 ) 2( H )
Z=60 ln cot ( θ
) =60 ln ( tan ( ) )
1 R
−1
Dimana:
θ=¿sudut tengah tower
H=tinggi tower
Z=60 ln
[ ( HR )−1]
v=
dl
dt [
=k l U ( t )
U (t )
g−l
−E10
]
V =kecepatam leader ( ms )
U ( t )=tegangan pada gap ( kV )
g=lebar gap ( m )
l= panjang leader ( m )
E10=critical leader inception gradient ( kV /m )
Karakteristik tegangan flash over isolator adalah berdasarkan waktu seperti gambar
berikut ini.
Flashover muncul ketika integral menjadi lebih besar atau sama dengan D. parameter
V 0 , K dan D ditentukan dengan menggunakan kurva tegangan – waktu.
√ ( II )
1+
g
ρ . E0
I g= 2
2. π . R0
R0 =resistansi kakitower pada arus rendah dan frequensi rendah
I = Arus petir yang melewati resistansi ( kA )
I g=Batasan Arus yang menginisiasiionisasi tanah ( kA )
ρ=resistansitanah ( Ω m )
kV
E0 =gradienionisasi tanah , nilai yang direkomendasikan 400( )
m