Anda di halaman 1dari 15

lOMoARcPSD|24847111

Makalah Kelompok 3 Ppdidik

Perkembangan Peserta Didik (Universitas Terbuka)

Studocu is not sponsored or endorsed by any college or university


Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)
MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA

DIDIK

MODUL 3

TAHAP PERKEMBANGAN BAHASA DAN KEMAMPUAN BERPIKIR


MATEMATIS

Kelompok 3
Disusun Oleh ;

1. Sutarno ( 857017922 )
2. Restya Komalasari ( 857016382)
3. Solikhatun ( 857022963 )
4. Dewi Makhyati.R ( 857016493)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

PENDIDIKAN UNIVERSITAS TERBUKA


UPBJJ BANDAR LAMPUNG 2022

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


1

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam seluruh jangka kehidupan manusia, semenjak dalam kandungan sampai
meninggal di dalamnya terjadi perubahan-perubahan baik fisik maupun psikis. Perubahan-
perubahan tersebut terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan dalam dirinya.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua istilah yang senantiasa digunakan secara
bergantian. Keduanya tidak bisa dipisah-pisah, akan tetapi saling bergantung satu dengan
lainnya bahkan bisa dibedakan untuk maksud lebih memperjelas penggunaannya.
Dalam kehidupan anak ada dua proses yang beroperasi secara kontinu, yaitu pertumbuhan
dan perkembangan. Banyak orang yang menggunakan istilah “pertumbuhan” dan
“perkembangan” secara bergantian. Kedua proses ini berlangsung secara interdependensi,
artinya saling bergantung satu sama lain. Kedua proses ini tidak bias dipisahkan dalam bentuk-
bentuk yang secara pilah berdiri sendiri-sendiri, akan tetapi bisa dibedakan untuk maksud lebih
memperjelas penggunaannya.
Dalam hal ini, kedua proses tersebut memiliki tahapan-tahapan, diantaranya tahap secara
moral dan spiritual. Karena pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dilihat dari tahapan
tersebut memiliki kesinambungan yang begitu erat dan penting untuk dibahas, maka kita
menguraikannya dalam bentuk struktur yang jelas baik dari segi teori sampai kaitannya dengan
pengaruh yang ditimbulkan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah adalah sebagai berikut :
1. Apa sajakah tahap perkembangan bahasa?
2. Bagaimana kemapuan berfikir matematis sejak usia dini hingga remaja serta
pengaruhnya terhadap pendidikan?

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


C. Tujuan
1. Mengetahui tahap perkembangan bahasa.
2. Memahami kemapuan berfikir matematis sejak usia dini hingga remaja serta pengaruhnya
terhadap pendidikan.

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


BAB II
PEMBAHASAN

A. Analisis Teori
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahasa adalah sebuah sistem kata, simbol, atau
lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja
sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa tidak hanya sebatas kata-kata, tetapi
lebih dari itu. Bahasa juga mencakup sesuatu yang abstrak, tetapi mengandung pesan sehingga
seseorang dapat menerjemahkan dan menangkap pesan tersebut.
A.1 Komponen Penyusun Bahasa
Sebelum Anda mengetahui perkembangan bahasa kepada anak hingga remaja, hal yang
terlebih dahulu untuk dipahami adalah mengetahui komponen penyusun bahasa. Hal ini penting
untuk dimengerti karena pembahasan selanjutnya akan berkaitan dengan komponen penyusun
bahasa tersebut. Terdapat lima buah komponen bahasa yang akan dibahas pada modul ini, yaitu
fonologi, morfologi, semantik, sintax, dan pragmatik.
a. Fonologi
Fonologi adalah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji bunyi ujar dalam
bahasa tertentu. Adapun pembahasan yang dijelaskan dalam fonologi adalah mengkaji bunyi-
bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran beserta dengan gabungan antarbunyi yang
membentuk silabel atau suku kata (Chaer 2009: 5). Dalam fonologi, terdapat dua pandangan
dalam mempelajari bunyi, yaitu fonetik dan fonemik. Fonetik adalah cabang fonologi yang
membahas bunyi ujar tanpa memperhatikan fungsi bunyi tersebut, contohnya kata “bebek”
(unggas) dan kata “bebek” (rujak yang ditumbuk) . Sementara itu, fonemik adalah cabang
fonologi yang membahas bunyi dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda
makna, contohnya penggunaan bunyi “s” pada kata “sari”, dan bunyi “d” pada kata “dari”.
Perbedaan 1 bunyi akan membedakan arti.
b. Morfologi
Morfologi adalah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji pembentukan kata
atau morfem-morfem dalam suatu bahasa. Cabang ilmu ini tidak hanya membahas bagaimana
kata itu terbentuk, tetapi juga membahas seluk-beluk bentuk kata dan fungsi perubahan-
perubahan bentuk kata.Seperti yang sudah dikatakan bahwa morfologi adalah ilmu yang

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


membahas pembentukan kata. Dalam pembentukan kata, terdapat unsur terkecil yang disebut
dengan morfem. Dalam bahasa Indonesia, morfem dapat ditemukan pada kata yang
menggunakan imbuhan, seperti membacamaka morfem dalam kata tersebut adalah “meN”; pada
kata mempelajari, maka morfem imbuhannya adalah awalan “meN” dan akhiran “i”.
c. Semantik
Semantik adalah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji makna yang
terkandung dalam bahasa, kode, atau jenis lain dari representasi. Semantik akan memiliki
hubungan yang erat kaitannya dengan sintax dan pragmatik yang akan dibahas selanjutnya.
d. Sintax
Sintax adalah aturan dalam pembentukan kalimat agar mampu dimengerti dengan benar.
Sebagai contoh, Ani berkata kepada ibunya, “Aku sedang buah dan sayur makan”. Kalimat
tersebut tidak dituliskan/diucapkan dengan tata kata yang baik sehingga makna yang akan
disampaikan tidak ditangkap oleh orang lain. Maka dari itu, sintax berfungsi dalam menata kata
hingga membentuk kalimat yang utuh.
e. Pragmatik
Pragmatik adalah cabang dari linguistik atau ilmu bahasa yang mengkaji penggunaan
bahasa yang dikaitkan dengan konteks pemakaiannya.

A.2 Teori Perkembangan Bahasa

Teori empiris

Teori empiris atau yang biasa dikenal dengan teori belajar menunjukkan bahwa ketika bayi
dilahirkan, mereka dikelilingi oleh bahasa. Kita berbicara dengannya setiap waktu walaupun
kita tahu kalau mereka tidak dapat mengerti dan merespons apa yang kita sedang bicarakan.
Ketika seseorang mengajak bayi berbicara, itu merupakan salah satu cara bagaimana bayi
belajar memproduksi bahasa. Pada tahap awal, bayi akan mengikuti suara yang sering mereka
dengar, kemudian mereka belajar untuk menangkap makna kata dan meniru peraturan tata
bahasa berdasarkan apa yang mereka dengar.

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


Teori Nativisme

Noam Comsky adalah ahli bahasa terkemuka yang mengatakan bahwa manusia terlahir
dengan perangkat akuisisi bahasa atau language acquisition device (LAD). Chomsky tidak
memercayai jika bayi belajar mengembangkan bahasa dengan cara mengikuti perkataan orang
dewasa di sekitarnya karena orang dewasa sangat jarang berbicara dengan menggunakan tata
bahasa yang benar. Hal tersebut tidak memungkinkan anak belajar mengembangkan bahasa dari
orang dewasa.

Teori Interaksi

Teori ini menjelaskan interaksi antara perkembangan bahasa, perkembangan kognitif,


dan kemampuan berpikir secara umum. Teori ini banyak terkait mengenai teori kognitivitas dari
Piaget. Menurut Piaget, perkembangan kognitif adalah sebuah proses genetik yang didasarkan
atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan semakin bertambahnya umur
seseorang, semakin kompleks susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula
kemampuannya. Oleh karena itu, kemampuan anak umur 1 dan 3 berbeda dalam proses belajar.
Berikut adalah tahapan pemerolehan bahasa yang terjadi. Ada seseorang berbicara → didengar
oleh orang lain → diingat oleh orang tersebut → diingat kembali kata-kata yang memiliki arti
→ terjadi proses berpikir →mengucapkan apa yang telah disampaikan dalam ingatan.

B. Alternatif Pemecahan Masalah

B.1 Tahap Perkembangan Bahasa

1. Periode Pralinguistik

Tahap perkembangan bahasa sudah terjadi sejak bayi. Walaupun mereka belum dapat
bicara atau mengatakan apa yang mereka mau, mereka mengirimkan pesan dengan berbagai
cara, seperti ekspresi wajah dan suara (menangis, berteriak, tertawa, dan sebagainya).

2. Periode Holophrase

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


Tahap ini dikenal dengan one-word period atau tahap satu kata. Pada tahap ini, anak belum
memulai mengombinasikan kata-kata, tetapi mereka sedang belajar untuk menangkap makna
yang lebih sulit dari pada tahap sebelumnya. Contohnya, pada tahap pralinguistik, anak akan
menangis jika ia haus. Namun, pada tahap ini, anak akan mulai membentuk makna dari satu
kata, seperti susu. Maka kemungkinan anak ingin minum susu walaupun ia tidak mengatakan
dengan kalimat yang lengkap, “Aku mau susu.”

3. Periode Telegrafis

Jika pada tahap holophrase, anak mencoba menyampaikan pesan melalui satu kata, pada
tahap telegrafis, anak mencoba membentuk makna dengan mengombinasikan dua kata.
Contohnya, anak mengatakan “mam nasi” yang sebenarnya anak itu ingin sampaikan adalah ia
sedang makan nasi atau ia ingin makan nasi. Namun, kemampuannya masih terbatas sehingga ia
hanya mengatakan dua kata.

3. Perkembangan Bahasa Usia Dini, Kanak-kanak dan Remaja

Perkembangan Bahasa Usia Dini, Kanak-Kanak, dan Remaja Sebagai pendidik, penting
untuk mengetahui tahap perkembangan bahasa anak. Selain untuk berkomunikasi, bahasa juga
digunakan sebagai alat pendeteksigejala-gejala yang terjadi pada anak dalam proses
perkembangannya. Sebagai contoh, anak dengan keterlambatan berbicara atau speech delay
dengan kondisi yang serius dapat menunjukkan adanya gangguan pendengaran. Mereka sulit
berkomunikasi dan mengekspresikan keinginannya. Oleh karena itu, penting untuk Anda
mengetahui tahapan perkembangan bahasa pada anak agar tetap dapat memahami kondisi
peserta didik.

C. Bilingualisme

Pemerolehan bahasa kedua dilakukan setelah seseorang sudah menguasai bahasa


pertamanya. Elis (Maharani dan Astuti, 2018) berpendapat bahwa pembelajaran bahasa kedua
akan lebih mudah jika seseorang telah menguasai bahasa pertamanya dengan baik karena
kemampuan bahasa pertama dapat berguna dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Berbeda
dengan proses pemerolehan bahasa pertama, bahasa kedua pada umumnya diperoleh dari
proses sadar melalui pembelajaran. Bambang Kaswanti Purwo (1989) meneliti pemerolehan
7

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


bahasa kedua, khususnya bahasa Inggris oleh anak sekolah dasar (SD). Dari penelitian
tersebut disimpulkan hal berikut.

1. Masa emas seseorang belajar bahasa kedua adalah saat ia berusia 6 - 12 tahun sehingga
pembelajaran bahasa kedua pada masa ini harus dilakukan dengan maksimal Walaupun pada
masa ini pembelajaran bahasa kedua sebaiknya dilakukan dengan maksimal, pengajar
sebaiknya tidak memforsir keadaan ini mengingat usia anak yang masih muda.

2. Pada pembelajaran usia 6 - 8 tahun, kemampuan yang lebih ditonjolkan adalah


penguasaan fonologi (tata bunyi/pelafalan) Hal ini terjadi karena kondisi psikologi yang
belum matang sehingga belum bisa berpikir tentang tata kalimat.

3. Pada usia 9 - 12 tahun, kemampuan anak ditonjolkan pada penguasaan morfologi dan
sintaksisnya karena fonologi sudah dikuasai saat mereka berada pada usia 6 - 8 tahun Pada
usia ini, kondisi psikologi anak lebih siap untuk mengonstruksi kata dan kalimat.

Dengan mengetahui perkembangan bahasa kedua sesuai dengan umur dan kapasitas yang
ditonjolkan, Anda diharapkan bisa menentukan pembelajaran yang sesuai dengan
kemampuan siswa. Selain itu, penelitian di atas juga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi
dalam proses belajar mengajar bahasa kedua.

B.2 Kemampuan Berfikir Matematis


B.2.1 Definisi Berpikir Matematis
Perkembangan pemikiran matematis pada anak memiliki kemiripan dengan
perkembangan bahasa yang telah dibahas sebelumnya. Sebelum anak mampu berpikir
matematis, mereka harus mengetahui simbol dan makna dari simbol tersebut. Selain itu,
anak juga harus bisa mengombinasikan antarsimbol matematika dengan tepat sebagaimana
mereka mengombinasikan kata demi kata yang membentuk sebuah kalimat yang jelas.
Menurut Fajri (2017), dalam proses berpikir matematis, pembelajaran yang dilaksanakan
tidak hanya berlangsung dalam arah (one way communication), tetapi harus melalui proses
interaksi yang bersifat dua arah (two way communication), yaitu antara sesama siswa, siswa
dengan guru, serta siswa dengan lingkungan dan sumber belajar. Dalam prosesnya,
pelaksanaan pembelajaran harus dapat memberikan tantangan bagi siswa untuk secara

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


kompleks terkait konsep materi yang sedang dipelajari.Sebagai seorang calon pendidik,
Anda juga perlu mengetahui macam-macam siswa dalam memecahkan masalah matematis.
Menurut Stoltz (2000: 14) dalam Widyastuti, Usodo, dan Riyadi (2015), terdapat tiga
macam cara manusia dalam memecahkan masalah sebagai berikut.
a. Climbers
merupakan sekelompok orang yang selalu berupaya mencapai puncak kesuksesan,
siap menghadapi rintangan yang ada, dan selalu membangkitkan dirinya pada kesuksesan.
b. Campers
merupakan sekelompok orang yang masih ada keinginan untuk menanggapi
tantangan yang ada, tetapi tidak mencapai puncak kesuksesan dan mudah puas dengan apa
yang sudah dicapai.
c. Quitters
merupakan sekelompok orang yang lebih memilih menghindar dan menolak
kesempatan yang ada, mudah putus asa, mudah menyerah, cenderung pasif, dan tidak
bergairah untuk mencapai puncak keberhasilan.Dengan mengetahui macam-macam cara
manusia dalam memecahkan masalah, diharapkan Anda dapat mengidentifikasi siswa
berdasarkan cara mereka memecahkan masalah, kali ini dalam konteks berpikir matematis.

B.2.2 Memahami Konsep Bilangan


a. Memahami konsep bilangan kardinal
Bilangan kardinal adalah bilangan yang menunjukkan sebuah kuantitas. Contoh, 1,
2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan seterusnya. Beberapa peneliti (seperti Gelman dan Gallistel,
1978) mengatakan bahwa anak dikatakan paham tentang pengetahuan tentang angka ketika
mereka dapat:
1) menggunakan semua label nomor dengan urutan yang benar;
2) menggunakan semua label nomor dalam dengan objek yang mereka hitung;
3) mengatakan angka akhir dalam urutan perhitungan untuk mengatakan
berapa banyak benda dalam satu himpunan.
Namun, di sisi lain, Piaget (1952a) mengatakan, kita dapat mengecek kepahaman
anak mengenai konsep bilangan dengan mengetes kemampuan kesetaraan antarhimpunan.
Contohnya, Sandra memiliki tiga buah pensil dan Heni memiliki tiga buah permen.
Kemudian, ibu meminta Sandra dan Heni untuk saling bertukar barang yang mereka miliki.
9

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


Pada akhirnya, kita mengekspektasikan Sandra untuk mengetahui bahwa jumlah pensil dan
permen adalah sama tanpa menghitungnya.
b. Memahami konsep bilangan ordinal (asli)
Dalam memahami konsep bilangan ordinal, seorang anak harus mengenal terlebih
dahulu sistem numerik. Sistem numerik adalah simbol atau kumpulan dari simbol yang
merepresentasikan sebuah bilangan. Contoh, simbol dari bilangan sebelas adalah 11.
Namun, jika seorang anak telah memahami sistem numerik, bukan berarti mereka sudah
dikatakan bisa berpikir secara matematis. Ada hal yang tidak kalah penting untuk anak
dapat mencapai titik tersebut, yaitu anak perlu memahami konsep bilangan ordinal. Bilangan
ordinal atau yang biasa dikenal dengan bilangan asli adalah bilangan yang digunakan untuk
mengindikasikan aturan dalam satu hubungan dengan hubungan yang lain.

B.3 PANDANGAN TEORI KEMAMPUAN MATEMATIKA


1. Pandangan Teori Interaksi
Teori interaksi berpandangan tentang kemampuan matematika. Seseorang dikatakan
paham mengenai numerik ketika ia dapat menyamakan antara angka dan jumlah. Contoh,
seorang ibu memberikan angka lima maka anaknya akan memberikan lima buah jeruk

2. Pandangan Teori Nativisme


Teori nativisme mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki sistem bawaan
yang memberi kita kemampuan untuk membuat perkiraan penilaian tentang jumlah angka.
Sistem ini memungkinkan kita untuk memetakan label nomor agar digunakan dalam
menghitung dengan jumlah yang sesuai, contohnya penggunaan angka pada jam.

3. Pandangan Teori Empirisme


Teori empirisme berpendapat bahwa hal yang harus diketahui oleh anak dalam
belajar matematika adalah membedakan antara angka dan jumlah. Angka bisa saja
digunakan untuk mewakili jumlah, tetapi ini tidak disampaikan dengan jelas kepada anak-
anak sejak mereka dapat menghitung.

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


B.4 PENALARAN DAN PENYELESAIAN MASALAH SECARA MATEMATIS

1. Penalaran Aditif
Penalaran aditif adalah penalaran yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah
dalam operasi penjumlahan dan pengurangan pada matematika. Kata “penalaran aditif”
lebih dipilih daripada “penyelesaian penjumlahan dan pengurangan” karena banyaknya
kemungkinan untuk menyelesaikan permasalahan yang sama dengan menjumlahkan atau
mengurangi.

2. Penalaran Multiplikatif
Penalaran multiplikatif biasa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam
operasi perkalian atau pembagian. Jika penalaran aditif menggunakan satu variabel, tetapi
ini tidak terjadi pada penalaran multiplikatif.

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


BAB III

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang ada pada bab sebelumnya maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Dalam hal ini banyak sekali factor yang mendukung seseorang anak untuk berfikir
secara matematis dengan mengembagkan cara mengajar. Selain itu banyak juga factor yang
mempengaruhi perkembangan penalaran dalam pemecahan masalah..

B. Saran
Makalah kami ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan dari para pembaca sekalian demi tercapainya
kesempurnaan dari makalah kami ini untukkedepannya.

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)


DAFTAR PUSTAKA

Chaer, A. (2009). Fonologi bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Fajri, M. (2017). Kemampuan berpikir matematis dalam konteks pembelajaran abad 21 di sekolah
dasar.Dikutip dari
https://media.neliti.com/media/publications/232878-kemampuan-berpikir-matematis-
dalam-konte-d16721dd.pdf.

Gelman, R., & Gallistel, C.R. (1978). The child’s understanding of number. Cambridge,
MA: Harvard University Press.

Gillibrand, R., dkk. (2016). Developmental psychology (edisi kedua). United Kingdom: Pearson.

Martin, C.L., & Halverson, C.F. (1981). A schematic processing model of sex typing and stereotyping in
children. Child Development, 52, 1119—1134

Palupi, Y. (2015). Perkembangan bahasa pada anak. Dikutip dari


http://repository.upy.ac.id/421/1/artikel%20yulia.pdf.

Piaget, J. (1952a). The child’s conception of number. London: Routledge.

Purwo, B.K. (1989). PELLBA 2, pertemuan linguistik Lembaga Bahasa Atma Jaya kedua:Neurolinguistik,
sosiolinguistik, humanistik, tipologi, aliran praha, tata bahasa kasus, pemerolehan bahasa. Jakarta:
Unika Atma Jaya.

Shaffer, D., & Kipp, K. (2014). Developmental psychology chilhood and adolescence(edisi kesembilan).
Belmont, USA: Cengage Learning.

Widyastuti, R., Usodo, B., & Riyadi. (2015). Proses berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika berdasarkan teori polya ditinjau dari adversity quotient tipe climber.
https://doi.org/10.24042/ajpm.v6i2.48

Downloaded by yulius.wijaya yulius.wijaya (yulius.wijaya@bandarlampung.bpkpenabur.or.id)

Anda mungkin juga menyukai