Anda di halaman 1dari 11

Kita semua tentu mengetahui bahwa sumber hukum utama dalam Islam adalah Al

Qur’an dan hadits Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam. Tentang Al Qur’an,


tentu tidak perlu diragukan lagi kebenaran dan keontetikannya. Namun berkaitan
dengan hadits Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam, banyak sekali upaya dari
musuh-musuh Islam serta orang-orang munafik yang ingin merancukan ajaran
Islam dengan membuat hadits palsu, yaitu hadits yang diklaim sebagai ucapan
Rasulullah Shallallahu’alahi Wasallam padahal sebenarnya bukan. Seperti Abdul
Karim bin Abi Auja’, ia mengaku perbuatannya sebelum ia dihukum mati dengan
berkata: “Demi Allah, aku telah memalsukan hadits sebanyak 4000 hadits. Saya
halalkan yang haram dan saya haramkan yang halal”. Namun alhamdulillah,
Allah Ta’ala menjaga kemurnian agama-Nya dengan memunculkan para ulama
pakar hadits yang berupaya memisahkan hadits shahih dengan hadits lemah dan
palsu. Dan upaya ini bukanlah pekerjaan yang mudah dan selesai dalam sekejap.
Bahkan memerlukan penelitian yang panjang, ketelitian yang tajam, kecerdasan
akal yang tinggi, hafalan yang kokoh, serta pemahaman yang mantap terhadap Al
Qur’an dan hadits. Maka seorang muslim yang memahami hal ini sepatutnya ia
menghargai dan bahkan kagum atas jasa para pakar hadits umat Islam yang telah
memberikan kontribusi besar bagi agama ini.

Dan diantara para ulama pakar hadits yang telah diakui kemampuannya dan
sangat besar jasanya, ada satu nama yang sudah cukup dikenal oleh kita semua
yaitu Imam Muslim dengan kitab haditsnya yang terkenal yaitu Kitab Shahih
Muslim. Kitab Shahih Muslim dikatakan oleh Imam An Nawawi sebagai salah
satu kitab yang paling shahih -setelah Al Qur’an- yang pernah ada. Sampai-
sampai ketika seseorang menuliskan hadits yang ada di kitab tersebut, atau dengan
tanda pada akhir hadits berupa perkataan: “Hadits riwayat Muslim”, orang yang
membaca merasa tidak perlu mengecek kembali atau meragukan keshahihan
hadits tersebut. Subhanallah. Oleh karena itu, patutlah kita sebagai seorang
muslim untuk mengenal lebih dalam sosok mulia di balik kitab tersebut, yaitu
Imam Muslim, semoga Allah merahmati beliau.

Nasab dan Kelahiran Imam Muslim

Nama lengkap beliau adalah Abul Hasan Muslim bin Hajjaj bin Muslim bin
Warad bin Kausyaz Al Qusyairi An Naisaburi. Al Qusyairi di sini merupakan
nisbah terhadap nasab (silsilah keturunan) dan An Naisaburi merupakan nisbah
terhadap tempat kelahiran beliau, yaitu kota Naisabur, bagian dari Persia yang
sekarang menjadi bagian dari negara Rusia. Tentang Al Qusyairi, seorang pakar
sejarah, ‘Izzuddin Ibnu Atsir, dalam kitab Al Lubab Fi Tahzibil Ansab (37/3)
berkata: “Al Qusyairi adalah nisbah terhadap keturunan Qusyair bin Ka’ab bin
Rabi’ah bin ‘Amir bin Sha’sha’ah, yang merupakan sebuah kabilah besar. Banyak
para ulama yang menisbatkan diri padanya”.

Para ahli sejarah Islam berbeda pendapat mengenai waktu lahir dan wafat Imam
Muslim. Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Taqribut Tahdzib (529), Ibnu Katsir
dalam Al Bidayah Wan Nihayah (35-34/11), Al Khazraji dalam Khulashoh
Tahdzibul Kamal mengatakan bahwa Imam Muslim dilahirkan pada tahun 204 H
dan wafat pada tahun 261 H. Namun pendapat yang paling kuat adalah bahwa
beliau dilahirkan pada tahun 206 H dan wafat pada tahun 261 H di Naisabur,
sehingga usia beliau pada saat wafat adalah 55 tahun. Hal ini sebagaimana
dikatakan oleh Abu Abdillah Al Hakim An Naisaburi dalam kitab Ulama Al
Amshar, juga disetujui An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (123/1).

Perjalanan Imam Muslim Dalam Belajar Hadits

Imam Muslim tumbuh sebagai remaja yang giat belajar agama. Bahkan saat
usianya masih sangat muda beliau sudah menekuni ilmu hadits. Dalam kitab Siyar
‘Alamin Nubala (558/12), pakar hadits dan sejarah, Adz Dzahabi, menuturkan
bahwa Imam Muslim mulai belajar hadits sejak tahun 218 H. Berarti usia beliau
ketika itu adalah 12 tahun. Beliau melanglang buana ke beberapa Negara dalam
rangka menuntut ilmu hadits dari mulai Irak, kemudian ke Hijaz, Syam, Mesir dan
negara lainnya. Dalam Tahdzibut Tahdzib diceritakan bahwa Imam Muslim paling
banyak mendapatkan ilmu tentang hadits dari 10 orang guru yaitu:

1. Abu Bakar bin Abi Syaibah, beliau belajar 1540 hadits.


2. Abu Khaitsamah Zuhair bin Harab, beliau belajar 1281 hadits.
3. Muhammad Ibnul Mutsanna yang dijuluki Az Zaman, beliau belajar 772
hadits.
4. Qutaibah bin Sa’id, beliau belajar 668 hadits.
5. Muhammad bin Abdillah bin Numair, beliau belajar 573 hadits.
6. Abu Kuraib Muhammad Ibnul ‘Ila, beliau belajar 556 hadits.
7. Muhammad bin Basyar Al Muqallab yang dijuluki Bundaar, beliau belajar
460 hadits.
8. Muhammad bin Raafi’ An Naisaburi, beliau belajar 362 hadits.
9. Muhammad bin Hatim Al Muqallab yang dijuluki As Samin, beliau belajar
300 hadits.
10. ‘Ali bin Hajar As Sa’di, beliau belajar 188 hadits.

Sembilan dari sepuluh nama guru Imam Muslim tersebut, juga merupakan guru
Imam Al Bukhari dalam mengambil hadits, karena Muhammad bin Hatim tidak
termasuk. Perlu diketahui, Imam Muslim pun sempat berguru ilmu hadits kepada
Imam Al Bukhari. Ibnu Shalah dalam kitab Ulumul Hadits berkata: “Imam
Muslim memang belajar pada Imam Bukhari dan banyak mendapatkan faedah
ilmu darinya. Namun banyak guru dari Imam Muslim yang juga merupakan guru
dari Imam Bukhari”. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab Imam Muslim
tidak meriwayatkan hadits dari Imam Al Bukhari.

Ada Apa Antara Al Bukhari dan Muslim?

Imam Al Bukhari adalah salah satu guru dari Imam Muslim yang paling
menonjol. Dari beliau, Imam Muslim mendapatkan banyak pengetahuan tentang
ilmu hadits serta metodologi dalam memeriksa kesahihan hadits. Al Hafidz Abu
Bakar Al Khatib Al Baghdadi dalam kitabnya Tarikh Al Baghdadi sampai
menceritakan: “Muslim telah mengikuti jejak Al Bukhari, mengembangkan
ilmunya dan mengikuti metodologinya. Ketika Al Bukhari datang ke Naisabur di
masa akhir hidupnya. Imam Muslim belajar dengan intens kepadanya dan selalu
membersamainya”. Hubungan beliau berdua pun dijelaskan oleh Al Hafidz Ibnu
Hajar dalam Syarah Nukhbatul Fikr, beliau berkata: “Para ulama bersepakat
bahwa Al Bukhari lebih utama dari Muslim, dan Al Bukhari lebih dikenal
kemampuannya dalam pembelaan hadits. Karena Muslim adalah murid dan hasil
didikan Al Bukhari. Muslim banyak mengambil ilmu dari Al Bukhari dan
mengikuti jejaknya, sampai-sampai Ad Daruquthni berkata: ‘Seandainya tidak ada
Al Bukhari, niscaya tidak ada Muslim’ ”.

Lalu apa yang menyebabkan Imam Muslim tidak meriwayatkan hadits dari Imam
Bukhari? Sehingga dalam Shahih Muslim tidak ada hadits yang sanadnya dimulai
dengan “ ‘An Al Bukhari…(Diriwayatkan dari Al Bukhari)”. Dijawab oleh Syaikh
Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah, beliau menuturkan: “Walau Imam
Muslim merupakan murid dari Imam Al Bukhari dan Imam Muslim mendapatkan
banyak ilmu dari beliau, Imam Muslim tidak meriwayatkan satu pun hadits dari
Imam Al Bukhari. Wallahu Ta’ala A’lam, ini dikarenakan oleh dua hal:

1. Imam Muslim menginginkan uluwul isnad (sanad yang tinggi derajatnya).


Imam Muslim memiliki banyak guru yang sama dengan guru Imam Al
Bukhari. Jika Imam Muslim meriwayatkan dari Al Bukhari, maka sanad
akan bertambah panjang karena bertambah satu orang rawi yaitu (Al
Bukhari). Imam Muslim menginginkan uluwul isnad dan sanad yang dekat
jalurnya dengan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sehingga beliau
meriwayatkan langsung dari guru-gurunya yang juga menjadi guru Imam
Al Bukhari
2. Imam Muslim merasa prihatin dengan sebagian ulama yang mencampur-
adukkan hadits-hadits lemah dengan hadits-hadits shahih tanpa
membedakannya. Maka beliau pun mengerahkan daya upaya untuk
memisahkan hadits shahih dengan yang lain, sebagaimana beliau utarakan
di Muqaddimah Shahih Muslim. Jika demikian, maka sebagian hadits-
hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari telah dianggap cukup dan tidak
perlu diulang lagi. Karena Al Bukhari juga sangat perhatian dalam
mengumpulkan hadits-hadits shahih dengan ketelitian yang tajam dan
pengecekan yang berulang-ulang”

Imam Muslim tidak memasukkan hadist2 dari Azd Dzahili, padahal Beliau adalah
gurunya. hal serupa juga beliau lakukan terhadap hari ini tampaknya bagi imam
muslim tak ada pilihan lain kecuali tidak memasukkan ke dalam kitab shahihnya
hadis-hadis yang diterima dari kedua gurunya itu. kendatipun demikian dirinya
tetap mengakui mereka sebagai gurunya. imam muslim yang dikenal sangat awam
dan wara dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadis menurut
Muhammad AJid al-hatif guru besar hadis pada universitas damaskus Syria, hadis
yang tercantum dalam karya besar imam muslim yaitu berjumlah 3030 hadits
tanpa pengulangan. bila dihitung dengan pengulangan katanya berjumlah sekitar
10000 hadits. Menurut imam al huli, ulama besar asal mesir, hadist yang terdapat
pada karya besar Imam muslim tersebut berjumlah 4000 hadits tanpa pengulangan
dan 7275 hadits dengan pengulangan. jumlah hadis yang beliau tulis dalam shahih
Muslim itu diambil dan disaring dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui.
untuk menyaring hadits-hadits tersebut membutuhkan waktu 15 tahun. mengenai
metode penyusunan hadits Imam muslim menerapkan prinsip-prinsip ilmu jarh
dan ta'dil yakni suatu ilmu yang digunakan untuk menilai Cacat tidaknya suatu
hadis juga menggunakan sighat at tahammul yaitu metode metode penerimaan
riwayat seperti haddasaani yang artinya menyampaikan kepada saya, haddasaana
menyampaikan kepada kami ataupun akhbarana mengabarkan kepada kami dan
qaala artinya ia berkata. imam muslim menjadi orang yang terbaik dalam masalah
ilmu hadits, yaitu sanad matan kritik dan seleksi nya setelah Imam Bukhari. di
dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadis hanya 4 orang salah satu
diantaranya adalah imam muslim begitulah komentar ulama besar abu Quraisy Al
hafiz. maksud ungkapan itu tak lain adalah ahli ahli hadits terkemuka yang hidup
di masa abu Quraisy, reputasinya meliputi gurunya Imam Bukhari dalam
khazanah ilmu ilmu Islam. khususnya dalam bidang ilmu hadis, nama imam
muslim mental setara dengan gurunya yaitu abu Abdullah Muhammad bin Ismail
Al Buchori atau lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari. Sejarah islam sangat
berhutang kepadanya karena prestasinya di bidang ilmu hadis serta karya
ilmiahnya yang luar biasa sebagai rujukan ajaran Islam setelah Alquran. 2 kitab
hadits shahih Bukhari dan Muslim sangat berperan dalam standarisasi bagi akurasi
aqidah, Syariah, dan tasawuf dalam dunia islam. melalui karyanya yang sangat
berharga al-musnad as shahih atau Al jami' as shahih selain menempati urutan
kedua setelah shahih Bukhari kitab tersebut memenuhi khazanah Islam dan di
Indonesia, khususnya di pesantren-pesantren menjadi kurikulum wajib bagi para
santri dan mahasiswa.
pengembaraan atau rihlah dalam pencarian hadis merupakan kekuatan tersendiri
dan amat penting bagi perkembangan intelektualnya. dalam pengembaraan ini
yaitu tahun 220 hijriah imam muslim bertemu dengan gurunya di mana pertama
kali bertemu dengan qa’nabi dan yang lainnya ketika menuju kota Mekah dalam
rangka perjalanan haji perjalanan intelektual lebih serius barangkali dilakukan
tahun 230 Hijriyah dari satu wilayah ke wilayah lainnya misalnya menuju ke Irak,
Suriah, hijaz, dan Mesir. waktu yang cukup lama dihabiskan bersama gurunya Al
Buchori. kepada guru besarnya ini imam muslim menaruh hormat yang luar biasa
bahkan pernah beliau berkata kepada gurunya biarkan aku mencium kakimu, hai
imam mukhaddistin dan doctor hadist.
Imam Muslim Memang dikenal sebagai tokoh yang sangat ramah, sebagaimana
Al Bukhari yang memiliki kehalusan Budi bahasa yang juga memiliki reputasi
yang kemudian populer namanya sebagaimana disebut oleh az-zahabi dengan
sebutan dari Muhsin dai nehzhabur. maslamah bin qasim menegaskan muslim
adalah syakkat, agung merupakan salah seorang pemuka ataupun Imam. senada
pula, ungkapan ahli hadits dan suka besar imam nawawi para ulama sepakat atas
kebesarannya, keimanan. ketinggian martabat, dan kecerdasan dan
kepopulerannya dalam dunia hadits. kitab shahih Muslim, imam muslim memiliki
jumlah karya yang cukup penting dan cukup banyak. namun yang paling utama
adalah karyanya shahih Muslim dibanding kitab-kitab hadits shahih lainnya. kitab
shahih Muslim memiliki karakteristik tersendiri dimana imam muslim banyak
memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi. Beliau bahkan tidak
mencantumkan judul2 setiap akhir dari satu pokok bahasan. perhatiannya lebih
diarahkan pada mutaba’an dan syawahid, walaupun beliau memiliki nilai beda
dalam metode penyusunan kitab hadits. Imam Muslim sekali-kali tidak bermaksud
mengungkapkan fiqih hadis, namun mengemukakan ilmu ilmu yang bersanad,
karena beliau meriwayatkan setiap hadits di tempat yang paling layak dengan
menghimpun jalur-jalur sanadnya di tempat tersebut, sementara al-bukhari
memotong-motong suatu hadis di beberapa tempat pada setiap tempat beliau
sebutkan lagi saatnya sebagai murid yang salih menghormati gurunya itu sehingga
beliau menghindari orang-orang yang berselisih pendapat dengan al bukchari
kitab sahih muslim berada setingkat di bawah al-bukhari.
Berdasarkan hitungan Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al kitab shahih Muslim
memuat 3033 hadis metode perhitungan ini didasarkan pada sistem isnad,
sebagaimana dilakukan ahli hadis. namun beliau mendasarkan pada subjek subjek
jika didasarkan Isnad, jumlahnya bisa berlipat ganda. antara Al Bukhari dan imam
muslim sebagaimana dikatakan oleh profesor Mustafa Azmi dalam bukunya
hadis-hadis metodologi literatur mengambil keuntungan dari sahih bukhori,
kemudian menyusun karyanya sendiri yang tentu saja secara metodologis
dipengaruhi karya albukhari, antara Al Bukhari dan Muslim dalam hadits
memiliki kesetaraan dalam keshahihan hadits walaupun hadits Al Bukhari dinilai
memiliki keunggulan setingkat namun kedua kitab hadis tersebut mendapatkan
gelar sebagai assahihayn yang artinya 2 yang shahih.
sebenarnya para ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara shahih
Muslim dengan shahih Bukhari penerapan sehari-hari dari unggul sedangkan
sejumlah ulama Maroko yang lain lebih mengunggulkan shahih Muslim. hal ini
menunjukkan sebenarnya perbedaannya sangatlah sedikit, itupun terjadi adalah
pada sistematika penulisannya saja serta perbandingan antara tema dan isinya. al-
hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan shahih Bukhari atas sahih muslim antara
lain karena al-bukhari menyarankan kepastian bertemunya dua perawi yang secara
struktural sebagai guru dan murid dalam hadits mu'an'an, agar dapat dihukumi
bahwa sanadnya bersambung. sementara imam muslim menganggap cukup
dengan kemungkinan bertemunya kedua rawi tersebut dengan tidak adanya tadlis.
al bukhari mentakhrij hadis yang diterima para perawi sakat, derajat utama dari
segi hafalan dan keteguhannya. walaupun juga mengeluarkan hadits dari rawit
derajat berikutnya dengan sangat selektif, sedangkan imam muslim lebih banyak
pada rawi derajat kedua dibanding Bukhari. samping itu kritik yang ditunjukkan
kan kepada perawi jalur muslim lebih banyak dibanding kepada al bukhari.
sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan shahih Muslim beralasan
sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar bahwa imam muslim lebih berhati-hati
dalam menyusun kata-kata dan reaksinya. karena menyusunnya di negeri sendiri
dengan berbagai sumber masa kehidupan guru-gurunya. beliau juga tidak
membuat kesimpulan dengan memberi judul bab, sebagaimana tyg bukhori
lakukan. dan sejumlah alasan lainnya namun tidak semua hadits Bukhari lebih
baik ketimbang dan sebaliknya hanya pada umumnya keshahihan hadits riwayat
al-bukhari itu lebih tinggi derajatnya daripada keshahihan hadits dalam shahih
Muslim. dan yang jelas kita berakhir dan yang kedua itu tidak ada kekurangannya
sedikitpun. dan anehnya para ulama berbeda pendapat bukan pada sisi
kekurangannya kitab tersebut tetapi mana yang lebih unggul dan kini artinya
kedua kitab itu memang kitab yang luar biasa tidak ada kekurangannya.

Murid-Murid Imam Muslim

Banyak ulama besar yang merupakan murid dari Imam Muslim dalam ilmu hadits,
sebagaimana di ceritakan dalam Tahdzibut Tahdzib. Diantaranya adalah Abu
Hatim Ar Razi, Abul Fadhl Ahmad bin Salamah, Ibrahim bin Abi Thalib, Abu
‘Amr Al Khoffaf, Husain bin Muhammad Al Qabani, Abu ‘Amr Ahmad Ibnul
Mubarak Al Mustamli, Al Hafidz Shalih bin Muhammad, ‘Ali bin Hasan Al
Hilali, Muhammad bin Abdil Wahhab Al Faraa’, Ali Ibnul Husain Ibnul Junaid,
Ibnu Khuzaimah, dll.

Selain itu, sebagian ulama memasukkan Abu ‘Isa Muhammad At Tirmidzi dalam
jajaran murid Imam Muslim, karena terdapat sebuah hadits dalam Sunan At
Tirmidzi:

‫لمة عن أبي‬OO‫رو عن أبي س‬OO‫د بن عم‬OO‫ة عن محم‬OO‫و معاوي‬OO‫دثنا أب‬OO‫دثنا يحي بن يحي ح‬OO‫اج ح‬OO‫لم بن حج‬OO‫حدثنا مس‬
”‫” أحصوا هالل شعبان لرمضان‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫هريرة رضي هللا عنه قال‬

Muslim bin Hajjaj menuturkan kepada kami: Yahya bin Yahya menuturkan
kepada kami: Abu Mu’awiyah menuturkan kepada kami: Dari Muhammad bin
‘Amr: Dari Abu Salamah: Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu, ia berkata:
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “Untuk menentukan datangnya
Ramadhan, hitunglah hilal bulan Sya’ban”.

Dalam hadits tersebut nampak bahwa At Tirmidzi meriwayatkan dari Imam


Muslim. Terdapat penjelasan Al Iraqi dalam Tuhfatul Ahwadzi Bi Syarhi Jami’ At
Tirmidzi: “At Tirmidzi tidak pernah meriwayatkan hadits dari Muslim kecuali
hadits ini. Karena mereka berdua memiliki guru-guru yang sama sebagian
besarnya”.

Karya Tulis Imam Muslim

Imam An Nawawi menceritakan dalam Tahdzibul Asma Wal Lughat bahwa Imam
Muslim memiliki banyak karya tulis, diantaranya:

1. Kitab Shahih Muslim (sudah dicetak)


2. Kitab Al Musnad Al Kabir ‘Ala Asma Ar Rijal
3. Kitab Jami’ Al Kabir ‘Ala Al Abwab
4. 4. Kitab Al ‘Ilal
5. Kitab Auhamul Muhadditsin
6. Kitab At Tamyiz (sudah dicetak)
7. Kitab Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahidin
8. Kitab Thabaqat At Tabi’in (sudah dicetak)
9. Kitab Al Muhadramain

Kemudian Adz Dzahabi pun menambahkan dalam Tahdzibut Tahdzib bahwa


Imam Muslim juga memiliki karya tulis lain yaitu:

1. Kitab Al Asma Wal Kuna (sudah dicetak)


2. Kitab Al Afrad
3. Kitab Al Aqran
4. Kitab Sualaat Ahmad bin Hambal
5. Kitab Hadits ‘Amr bin Syu’aib
6. Kitab Al Intifa’ bi Uhubis Siba’
7. Kitab Masyaikh Malik
8. Kitab Masyaikh Ats Tsauri
9. Kitab Masyaikh Syu’bah
10. Kitab Aulad Ash Shahabah
11. Kitab Afrad Asy Syamiyyin

Mata Pencaharian Imam Muslim

Imam Muslim termasuk diantara para ulama yang menghidupi diri dengan
berdagang. Beliau adalah seorang pedagang pakaian yang sukses. Meski
demikian, beliau tetap dikenal sebagai sosok yang dermawan. Beliau juga
memiliki sawah-sawah di daerah Ustu yang menjadi sumber penghasilan
keduanya. Tentang mata pencaharian beliau diceritakan oleh Al Hakim
dalam Siyar ‘Alamin Nubala (570/12): “Tempat Imam Muslim berdagang
adalah Khan Mahmasy. Dan mata pencahariannya beliau di dapat dari usahanya
di Ustu[1]”. Dalam Tahdzibut Tahdzib hal ini pula diceritakan oleh Muhammad
bin Abdul Wahhab Al Farra: “Muslim Ibnul Hajjaj adalah salah satu ulama
besar…. Dan ia adalah seorang pedagang pakaian”. Dalam kitab Al ‘Ubar fi
Khabar min Ghabar (29/2) terdapat penjelasan: “Imam Muslim adalah seorang
pedagang. Dan ia terkenal sebagai dermawan di Naisabur. Ia memiliki banyak
budak dan harta”.

Karakter Fisik Imam Muslim

Terdapat beberapa riwayat yang menceritakan karakter fisik Imam Muslim.


Dalam Siyar ‘Alamin Nubala (566/12) terdapat riwayat dari Abu Abdirrahman As
Salami, ia berkata: “Aku melihat seorang syaikh yang tampan wajahnya. Ia
memakai rida[2] yang bagus. Ia memakai imamah[3] yang dijulurkan di kedua
pundaknya. Lalu ada orang yang mengatakan: ‘Ini Muslim’ ”. Juga diceritakan
dari Siyar ‘Alamin Nubala (570/12), bahwa Al Hakim mendengar ayahnya
berkata: “Aku pernah melihat Muslim Ibnul Hajjaj sedang bercakap-cakap
di Khan Mahmasy. Ia memiliki perawakan yang sempurna dan kepalanya putih.
Janggutnya memanjang ke bawah di sisi imamah-nya yang terjulur di kedua
pundaknya”.

Aqidah Imam Muslim

Imam Muslim adalah ulama besar yang memiliki aqidah ahlussunnah,


sebagaimana aqidah generasi salafus shalih. Dengan kata lain Imam Muslim
adalah seorang salafy. Aqidah beliau ini nampak pada beberapa hal:

 Perkataan Imam Muslim di muqaddimah Shahih Muslim (6/1) :


“Ketahuilah wahai pembaca, semoga Allah memberi anda taufik, wajib
bagi setiap orang untuk membedakan hadits shahih dengan hadits yang
lemah. Juga wajib mengetahui tingkat kejujuran rawi, yang sebagian
mereka diragukan kredibilitasnya. Tidak boleh mengambil riwayat kecuali
dari orang yang diketahui bagus kredibilitasnya dan hafalannya. Serta
patut untuk berhati-hati dari orang-orang yang buruk kredibilitasnya, yang
berasal dari tokoh kesesatan dan ahli bid’ah”. Diceritakan pula di
dalam Syiar ‘Alamin Nubala (568/12) bahwa Al Makki berkata: “Aku
bertanya kepada Muslim tentang Ali bin Ju’d. Muslim berkata: ‘Ia tsiqah,
namun ia berpemahaman Jahmiyyah’”. Hal ini menunjukkan Imam
Muslim sangat membenci paham sesat dan bid’ah semisal
paham Jahmiyyah, serta tidak mengambil riwayat dari tokoh-tokohnya.
Dan demikianlah aqidah ahlussunnah.
 Imam Muslim memulai kitab Shahih Muslim dengan Bab Iman, dan dalam
bab tersebut beliau memasukkan hadits-hadits yang menetapkan aqidah
Ahlussunnah dalam banyak permasalahan, seperti hadits-hadits yang
membantah Qadariyyah, Murji’ah, Khawarij, Jahmiyyah, dan semacam
mereka, beliau juga ber-hujjah dengan hadits ahad, terdapat juga bab
khusus yang berisi hadits-hadits tentang takdir.
 Judul-judul bab pada Shahih Muslim seluruhnya sejalan dengan
manhaj Ahlussunnah dan merupakan bencana bagi ahlul bid’ah.
 Abu Utsman Ash Shabuni dalam kitabnya, I’tiqad Ahlissunnah Wa Ash-
habil Hadits halaman 121 – 123, yaitu diakhir-akhir kitabnya, beliau
menyebutkan nama-nama imam Ahlussunnah Wal Jama’ah dan beliau
menyebutkan di antaranya Imam Muslim Ibnul Hajjaj.
 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam kitab Dar’u Ta’arudh il ‘Aql Wan
Naql (36/7) berkata: “Para tokoh filsafat dan ahli bid’ah, pengetahuan
mereka tentang hadits Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam serta atsar
para sahabat dan tabi’in sangatlah sedikit. Sebab jika memang diantara
mereka ada orang yang memahami sunah Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam serta atsar para sahabat dan tabi’in serta tidak berprasangka baik
pada hal-hal yang menentang sunah, tentulah ia tidak akan bergabung
bersama mereka, seperti sikap yang ditempuh para ahlul hadits. Lebih lagi
jika ia mengetahui rusaknya pemahaman filsafat dan bid’ah tersebut,
sebagaimana para imam Ahlussunnah mengetahuinya. Dan biasanya
kerusakan pemahaman mereka tersebut tidak diketahui selain oleh para
imam sunah seperti Malik (kemudian disebutkan nama-nama beberapa
imam)… dan juga Muslim Ibnul Hajjaj An Naisaburi, dan para imam yang
lainnya, tidak ada yang dapat menghitung jumlahnya kecuali Allah,
merekalah pewaris para nabi dan penerus tugas
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam”
 Adz Dzahabi dalam kitab Al ‘Uluw (1184/2) menyebutkan: “Diantara
deretan ulama yang berkeyakinan tidak bolehnya menta’wilkan sifat-sifat
Allah dan mereka beriman dengan sifat Al ‘Uluw di masa itu adalah
(disebutkan nama-nama beberapa ulama)… dan juga Al Imam Al Hujjah
Muslim Ibnul Hajjaj Al Qusyairi yang menulis kitab Shahih Muslim.”
 Al ‘Allamah Muhammad As Safarini dalam kitab Lawami’ul Anwaril
Bahiyyah Wa Sawati’ul Asrar Al Atsariyyah (22/1) ketika menyebutkan
nama-nama para ulama ahlussunnah ia menyebutkan: “…Muslim, Abu
Dawud, ….”. Kemudian beliau berkata: “dan yang lainnya, mereka semua
memiliki aqidah yang sama yaitu aqidah salafiyyah atsariyyah”.
 Dalam Majmu’ Fatawa (39/20) diceritakan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah ditanya seseorang: “Apakah Al Bukhari, Muslim, …
(disebutkan beberapa nama ulama) termasuk ulama mujtahidin yang tidak
taklid ataukah mereka termasuk orang-orang yang taklid pada imam
tertentu? Apakah diantara mereka ada yang menisbatkan diri kepada
mazhab Hanafi?”. Syaikhul Islam menjawab panjang lebar, dan pada akhir
jawabannya beliau berkata: “Mereka semua adalah para pengagung sunnah
dan pengagung hadits”.
 Lebih menegaskan beberapa bukti diatas, bahwa Imam Muslim adalah
hasil didikan dari para ulama Ahlussunnah seperti Imam Ahmad, Ishaq bin
Rahawaih, Imam Al Bukhari, Abu Zur’ah, dan yang lainnya. Dan telah
diketahui bagaimana peran mereka dalam memperjuangkan sunnah, dan
sikap keras mereka terhadap ahli bid’ah, sampai-sampai ahli bi’dah tidak
mendapat tempat di majelis-majelis mereka.

Mazhab Fiqih Imam Muslim

Jika kita memperhatikan nama-nama kitab yang ditulis oleh Imam Muslim,
hampir semuanya membahas seputar ilmu hadits dan cabang-cabangnya. Hal ini
juga ditemukan pada kebanyakan ulama ahli hadits yang lain di zaman tersebut.
Akibatnya, kita tidak dapat mengetahui dengan jelas mazhab fiqih mana yang
mereka adopsi. Padahal kita semua tahu bahwa Imam Muslim dan para ulama
hadits di zamannya juga sekaligus merupakan ulama besar dalam bidang fiqih,
sebagaimana Al Bukhari dan Imam Ahmad. Dan jika kita memperhatikan
kitab Shahih Muslim, bagaimana metode Imam Muslim membela hadits,
bagaimana penyusunan urutan pembahasan yang beliau buat, memberikan isyarat
bahwa beliau pun seorang ahli fiqih yang memahami perselisihan fiqih diantara
para ulama. Oleh karena itulah Al Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab At Taqrib (529)
mengatakan: “Muslim bin Hajjaj adalah ahli fiqih”.

Namun ada beberapa pendapat tentang mazhab fiqih Imam Muslim. Di antaranya
sebagaimana diutarakan Haji Khalifah dalam kitab Kasyfuz Zhunun (555/1) ketika
menyebut nama Imam Muslim: “Muslim Ibnul Hajjah Al Qusyairi An
Naisaburi Asy Syafi’i”. Shiddiq Hasan Khan juga mengamini hal tersebut dalam
kitabnya Al Hithah (198). Namun pendapat ini perlu diteliti ulang. Karena
terdapat beberapa indikasi yang dijadikan dasar oleh sebagian ulama untuk
mengatakan bahwa Imam Muslim bermazhab Hambali. Diantara, indikasi
tersebut misalnya Imam Muslim memiliki kitab yang berjudul Sualaat Ahmad bin
Hambal. Selain itu Imam Muslim pun berguru pada Imam Ahmad dan mengambil
hadits darinya. Diceritakan dalam Thabaqat Al Hanabilah (413/2) bahwa Imam
Muslim juga memuji Imam Ahmad dengan mengatakan: “Imam Ahmad adalah
salah satu ulama Huffadzul Atsar (punggawa ilmu hadits)”. Namun semua bukti
ini juga tidak menunjukkan dengan pasti bahwa beliau berpegang pada mahzab
Hambali.

Pendapat yang benar adalah bahwa Imam Muslim berpegang pada


mahzab Ahlul Hadits dan tidak taklid pada salah satu imam mazhab.
Sebagaimana diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di Majmu’
Fatawa (39/20): “Adapun Al Bukhari dan Abu Dawud, mereka berdua adalah
imam mujtahid dalam fiqih. Sedangkan Muslim, At Tirmidzi, An Nasai, Ibnu
Majah, Ibnu Khuzaimah, Abu Ya’la, Al Bazzar dan yang semisal mereka,
semuanya berpegang pada mahzab Ahlul Hadits dan tidak taklid terhadap salah
satu imam mahzab. Mereka juga tidak termasuk imam mujtahid dalam fiqih
secara mutlak. Namun terkadang dalam fiqih mereka memiliki kecenderungan
untuk mengambil pendapat ulama Ahlul Hadits seperti Asy Syafi’i, Ahmad,
Ishaq, Abu ‘Ubaid, dan yang semisal mereka”

Pujian Para Ulama

Kedudukan Imam Muslim diantara pada ulama Islam tergambar dari banyaknya
pujian yang dilontarkan kepada beliau. Pujian datang dari guru-gurunya, orang-
orang terdekatnya, murid-muridnya juga para ulama yang hidup sesudahnya.
Dalam Tarikh Dimasyqi (89/58), diceritakan bahwa Muhammad bin Basyar, salah
satu guru Imam Muslim, berkata: “Ada empat orang yang hafalan hadits-nya
paling hebat di dunia ini: Abu Zur’ah dari Ray, Muslim Ibnul Hajjaj dari
Naisabur, Abdullah bin Abdirrahman Ad Darimi dari Samarkand, dan
Muhammad bin Ismail dari Bukhara”.

Ahmad bin Salamah dalam Tarikh Baghdad (102-103/13) berkata: “Aku melihat
Abu Zur’ah dan Abu Hatim Ar Razi mengutamakan pendapat Muslim dalam
mengenali keshahihan hadits dibanding para masyaikh lain di masa mereka
hidup”.

Diceritakan dalam Tarikh Dimasyqi (89/58), Ishaq bin Mansur Al Kausaz berkata
kepada Imam Muslim: “Kami tidak akan kehilangan kebaikan selama Allah masih
menghidupkan engkau di kalangan muslimin”.

Dalam Tadzkiratul Huffadz, Adz Dzahabi juga memuji Imam Muslim dengan
sebutan: “Muslim Ibnul Hajjaj Al Imam Al Hafidz Hujjatul Islam”.

Imam An Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim berkata: “Para ulama sepakat
tentang keagungan Imam Muslim, keimamannya, peran besarnya dalam ilmu
hadits, kepandaiannya dalam menyusun kitab ini, keutamaannya dan
kekuatan hujjah-nya”.

Wafatnya Imam Muslim

Diceritakan oleh Ibnu Shalah dalam kitab Shiyanatu Muslim (1216) bahwa
wafatnya Imam Muslim disebabkan hal yang tidak biasa, yaitu dikarenakan
kelelahan pikiran dalam menelaah ilmu. Kemudian disebutkan kisah wafatnya
dari riwayat Ahmad bin Salamah: “Abul Husain Muslim ketika itu mengadakan
majelis untuk mengulang hafalan hadits. Lalu disebutkan kepadanya sebuah hadits
yang ia tidak ketahui. Maka beliau pun pergi menuju rumahnya dan langsung
menyalakan lampu. Beliau berkata pada orang yang berada di dalam rumah:
‘Sungguh, jangan biarkan orang masuk ke rumah ini’. Kemudian ada yang berkata
kepadanya: ‘Maukah engkau kami hadiahkan sekeranjang kurma?’. Beliau
menjawab: ‘(Ya) Berikan kurma-kurma itu kepadaku’. Kurma pun diberikan. Saat
itu ia sedang mencari sebuah hadits. Beliau pun mengambil kurma satu persatu
lalu mengunyahnya. Pagi pun datang dan kurma telah habis, dan beliau
menemukan hadits yang dicari”. Al Hakim mengatakan bahwa terdapat
tambahan tsiqah pada riwayat ini yaitu: “Sejak itu Imam Muslim sakit kemudian
wafat”. Riwayat ini terdapat pada kitab Tarikh Baghdadi (103/13), Tarikh
Dimasyqi (94/58), dan Tahdzibul Kamal (506/27). Beliau wafat pada waktu di
hari Ahad, dan dimakamkan pada hari Senin, 5 Rajab 261 H.

Semoga Allah senantiasa merahmati beliau. Namanya begitu harum mewangi


hingga hari ini, sungguh ini merupakan buah dari perjuangan berat nan mulia.
Semoga Allah menerima amal beliau yang mulia dan membalasnya dengan yang
lebih baik di hari dimana tidak ada pertolongan kecuali pertolongan Allah.

Kita memohon kepada Allah agar ditengah-tengah kaum muslimin dimunculkan


orang semisal beliau, yang memiliki perhatian besar dan semangat tinggi untuk
menjaga agama Allah dan menyebarkannya di tengah kaum muslimin. Mudah-
mudahan Allah mengumpulkan kita bersama beliau di Jannah-Nya kelak.

[Disarikan dari kitab At Ta’rif Bil Imam Muslim Wa Kitabihi Ash Shahih karya
Syaikh Abdurrahman bin Shalih As Sudais, dan artikel dari Majalah Universitas
Islam Madinah yang berjudul Al Imam Muslim Wa Shahihuhu, Syaikh Abdul
Muhsin bin Hamd Al Abbad, dengan beberapa tambahan]

Penulis: Yulian Purnama

Artikel www.muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/3984-mengenal-imam-muslim.html

Anda mungkin juga menyukai