Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SEJARAH LIRBOYO
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
SEJARAH INDONESIA

Disusun oleh :

MUH UBAIDILLAH AL-CHARISHY


KELAS 10

MA ALHUDA
Jl. Masjid Al Huda No.196, 64122, Ngadirejo, Kec. Kota, Kota Kediri,
Jawa Timur 64129
Kata Pengantar

Sebelumnya marilah kita panjatkan puji syukur kepada Allah swt yang telah
memberikan nikmat, rahmat, serta hidayah-Nya pada kita semua.Sampai kami telah
menyelesaikan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelesaikan materi dalam makalah.Tidak lupa kami ucapkan banyak-banyak terima kasih
pada teman semua, khususnya kepada bapak Heris Pembimbing mata pelajaran sejarah
indonesia yang telah memberikan beberapa petunjuk dan masukkannya hingga makalah ini
dapat terselesaikan sebagaimana yang kami harapkan.
Pada kesempatan ini, materi yang kami buat yakni membahas tentang “LIRBOYO”.
Untuk lebih lanjut bisa dilihat pada isi dari makalah ini. Kami minta maaf jika ada
kekurangan atau bahkan kesalahan dalam pengetikan makalah. Hal ini, kami berharap kritik
dan saran dari semua pihak supaya makalah ini bermanfaat bagi pembaca.Kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan
makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga kita senantiasa diridhoi oleh Allah swt, Amin.

KEDIRI, 27 NOVEMBER 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii

1. BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1


A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan .........................................................................................1
2. BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................2
3. BAB III PENUTUPAN ...........................................................................................8
A. Kesimpulan .................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................9

LAMPIRAN....................................................................................... 10
BAB I
Pendahuluan

A. Latar belakang
Lirboyo adalah sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri,
Provinsi Jawa Timur. Di kelurahan ini terdapat Pondok Pesantren Lirboyo.
Lirboyo dulu nya adalah desa kecil bahkan tersohor sebagai sarang para perampok
dan penyamun.
Karena berdirinya pondok pesantren sekarang lirboyo menjadi tempat paling aman
dan banyak orang kesana untuk mencari ilmu ( Tholabul Ilmi )
B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana awal mula terbentuknya lirboyo!
2. Siapa kah K.H. Abdul karim!
3.Berapa luas pondok pesantren lirboyo!
4.Siapa K.H. Maksum Jauhari!

C. Tujuan penulisan
1. Mengetahui Bagaimana awal mula terbentuknya lirboyo!
2. Mengetahui siapa kah K.H. Abdul karim!
3.Mengetahui berapa luas pondok pesantren lirboyo !
4. Mengetahui Siapa K.H. Maksum Jauhari!
BAB II

PEMBAHASAN

A. Awal Mula Lirboyo


Nama Pondok Pesantren Lirboyo di Kota Kediri, Jawa Timur, sudah kondang sejak lama.
Namun, pendirian pondok pesantren tersebut mempunyai sejarah tersendiri. Konon nama
Lirboyo, awalnya mulanya diambil dari sebuah desa terpencil yang terletak di Kecamatan
Mojoroto, Kota Kediri, Jawa Timur. Sebelum berdiri pesantren, Desa Lirboyo bahkan
tersohor sebagai sarang para perampok dan penyamun.
"Dahulu desa ini merupakan sarang penyamun dan perampok, hingga pada suatu ketika
atas prakarsa Kiai Sholeh, seorang yang alim dari Desa Banjarmelati dan dirintis oleh
salah satu menantunya yang bernama K.H. Abdul Karim, seorang yang alim berasal dari
Magelang, Jawa Tengah," ujar Muchlas Nur, pimpinan Pondok Pesantren Lirboyo, saat
ditemui.
Muchlas menjelaskan, sejarah berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo erat hubungan
dengan awal mula K.H. Abdul Karim menetap di Desa Lirboyo sekitar tahun 1910
Masehi. Setelah kelahiran putri pertama beliau yang bernama Hannah dari perkawinannya
dengan Nyai Khodijah (Dlomroh), putri Kiai Sholeh Banjarmelati.
Perpindahan K.H. Abdul Karim ke Desa Lirboyo dilatarbelakangi dorongan dari
mertuanya sendiri yang pada masa itu seorang dai. Kiai Sholeh berharap dengan
menetapnya K.H. Abdul Karim di Lirboyo, berharap syiar Islam bisa lebih luas lagi.
Di samping itu juga, lanjut Muchlis, atas permohonan Kepala Desa Lirboyo kepada Kiai
Sholeh, agar berkenan menempatkan salah satu menantunya di Desa Lirboyo. Dengan
niat baik inilah diharapkan Lirboyo yang semula angker dan rawan kejahatan menjadi
sebuah desa yang aman dan tenteram.
B. K.H. Abdul Karim
KH. Abdul Karim atau sering disapa Mbah Manab (1856 - 1954) adalah ulama pendiri
Pondok Pesantren Lirboyo yang berlokasi di Desa Lirboyo, Kecamatan Mojoroto, Kota
Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1908, ia menikah dengan putri Kiai Sholeh, Banjarmlati,
Kediri bernama Siti Khodijah alias Nyai Dhomroh. Kiai Abdul Karim juga dikenal berada
di garda terdepan dalam melawan penjajah, salah satunya bisa dilihat saat ia mengirimkan
santri-santrinya ke Pertempuran Surabaya dan perlawanan terhadap Partai Komunis
Indonesia (PKI) di Kediri dan sekitarnya.
"Harapan kepala desa pun menjadi kenyataan. Konon ketika pertama kali Kiai Abdul
Karim menetap di Lirboyo, tanah ini diazani, saat itu juga semalaman penduduk Lirboyo
nggak bisa tidur, karena konon akibat makhluk halus yang lari tunggang langgang
menyelamatkan diri," ujarnya.
Tiga puluh lima hari setelah menempati tanah wakaf tersebut, K.H. Abdul Karim
mendirikan surau mungil nan sederhana untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta.
Santri pertama yang menimba ilmu dari K.H. Abdul Karim adalah seorang bocah lugu
yang bernama Umar asal Madiun. Kedatangannya disambut baik oleh K.H. Abdul Karim,
lantaran kedatangan musafir ini tak lain untuk tholabul ilmi (menimba ilmu agama).
Selama nyantri, Umar sangat ulet dan telaten serta taat kepada kiai.
Selang beberapa waktu, tiga orang santri menyusul jejak Umar. Mereka berasal dari
Magelang, daerah asal K.H. Abdul Karim. Masing-masing bernama Yusuf, Shomad Dan
Sahil. Tidak lama kemudian datanglah dua orang santri bernama Syamsuddin dan
Maulana, keduanya berasal dari Gurah, Kediri.
Memasuki hari kedua, semua barang-barang milik kedua santri tersebut ludes diambil
pencuri. Memang pada saat itu situasi Lirboyo belum sepenuhnya aman, Lirboyo masih
menyisakan tangan-tangan kotor. Akhirnya mereka berdua mengurungkan niatnya untuk
mencari ilmu. Mereka pulang ke kampung halamannya.
Tahun demi tahun, keberadaan Pondok Pesantren Lirboyo semakin dikenal oleh
masyarakat luas dan semakin banyaklah santri yang berdatangan mengikuti santri-santri
sebelumnya untuk bertholabul ilmi. Untuk menghindari hal-hal buruk seperti yang
dialami oleh Syamsuddin dan Maulana, dibentuklah satuan keamanan yang bertugas
ronda keliling di sekitar pondok.
Mengingat keberadaan masjid begitu penting bagi perkembangan dakwah bagi umat
Islam dan sebagai sarana untuk berbagai macam kegiatan keagamaan. Karena itu, Kiai
Karim mendirikan masjid di Pondok Lirboyo, mengingat kian hari jumlah santri terus
bertambah.
Maka, dua setengah tahun setelah berdirinya Pondok Pesantren Lirboyo, tepatnya pada
1913 Masehi, timbullah gagasan dari K.H. Abdul Karim untuk merintis berdirinya masjid
di lingkungan pondok.
Semula masjid itu amat sederhana sekali, tidak lebih dari dinding dan atap yang terbuat
dari kayu. Namun setelah beberapa lama masjid itu digunakan, lambat laun bangunan itu
mengalami kerapuhan. Bahkan suatu ketika bangunan itu hancur porak-poranda ditiup
angin beliung dengan kencang.
K.H. Muhammad yang tidak lain adalah kakak ipar K.H. Abdul Karim sendiri
mempunyai inisiatif untuk membangun kembali masjid yang telah rusak itu dengan
bangunan yang lebih permanen. Dari pertemuan antara seorang dermawan, H. Ya`qub,
dengan K.H. Ma`ruf Kedunglo itu membuahkan persetujuan, yaitu dana pembangunan
masjid dimintakan dari sumbangan para dermawan dan hartawan.
Usai pembangunan itu diselesaikan, peresmian dilakukan pada tanggal 15 Rabiul Awwal
1347 H (1928 M), atau bertepatan dengan acara ngunduh mantu putri K.H. Abdul Karim
yang kedua, Salamah dengan K.H. Manshur Paculgowang.
Dalam tempo penggarapan yang tidak terlalu lama, masjid itu sudah berdiri tegak dan
megah (pada masa itu) dengan mustakanya yang menjulang tinggi, dinding serta lantainya
yang terbuat dari batu merah, dengan gaya bangunan klasik, yang merupakan gaya
arsitektur Jawa kuno dengan gaya arsitektur negara Timur Tengah.
Untuk mengenang kembali masa keemasan Islam pada abad pertengahan, maka atas
prakarsa K.H. Ma`ruf pintu yang semula hanya satu, ditambah lagi menjadi sembilan,
mirip kejayaan daulat Fatimiyyah.
Selang beberapa tahun setelah bangunan masjid itu berdiri, santri kian bertambah banyak.
Maka sebagai akibatnya masjid yang semula dirasa longgar semakin terasa sempit.
Kemudian diadakan perluasan dengan menambah serambi muka, yang sebagian besar
dananya dipikul oleh H. Bisyri, dermawan dari Branggahan, Kediri. Pembangunan ini
dilakukan sekitar 1984.
Sekitar 1994, masjid ini mendapat penambahan bangunan di serambi depan masjid.
Namun kenyataan mengatakan lain, jemaah atau para santri tetap saja membludak
sehingga sebagian harus berjemaah tanpa menggunakan atap. Bahkan sampai kini bila
berjemaah salat Jumat banyak santri dan penduduk yang harus beralaskan aspal jalan
umum.
Untuk menjaga dan melestarikan amal jariyah pendahulu serta menghargai dan
melestarikan nilai ritual dan historis, hingga kini masjid itu tidak mengalami perubahan.
Hanya saja hampir menjelang akhir tahun dinding-dinding masjid yang sudah cukup tua
itu dicat ulang dan sedikit ditambal sulam.
Pondok pesantren ini juga masih menyisakan pintu gerbang dengan bentuk dan bahan
aslinya yang terbuat dari papan dengan atap genting, sebagai saksi sejarah yang tetap
tegak berdiri mengawal perjuangan Islam hingga kini.(ANS)
C. Luas Pondok Lirboyo
Salah satu pondok pesantren terbesar di Indonesia dapat dijumpai di Kecamatan
Mojoroto, Kediri, Jawa Timur. Ponpes Lirboyo diprakarsai oleh Kiai Sholeh asal Desa
Banjarmlati pada 1910, kemudian operasionalnya dilanjutkan oleh sang menantu, Abdul
Karim. Mengutip lirboyo.net, lembaga tersebut terdiri dari 9 unit seluas 19 hektar yang
dihuni sekitar 13.000 santri.
D. K.H. Maksum Jauhari
KH. Maksum Jauhari atau masyhur dikenal dengan nama Gus K Maksum ialah kiai
Nahdliyin yang mewakili sejenis penguasaan “ilmu-ilmu kesaktian” di dalam tradisi
kalangan sebagian kiai pesantren. Gus Maksum diakui banyak kalangan di NU sebagai
pendekar, sebagaimana KH. Abdullah Abbas Cirebon yang dikenal sakti.
Biografinya ditulis oleh Ahmad Ali Adhim berjudul Gus Maksum Lirboyo; Pendekar
Pagar Nusa (Global Press). Fenomena Gus Maksum adalah Fenomena sebagian kiai
pesantren NU. Pesantren dulunya tidak hanya mengajarkan ilmu agama dalam pengertian
formal-akademis seperti sekarang ini, semisal ilmu tafsir, fiqh, tasawuf, nahwu, sharaf,
sejarah Islam, dan seterusnya.
Pondok pesantren juga berfungsi sebagai padepokan, tempat para santri belajar ilmu
kanuragan dan kebatinan agar kelak menjadi pendakwah yang tangguh, tegar, dan tahan
uji. Para kiainya tidak hanya alim, tetapi juga sakti. Para kiai dulu .adalah pendekar pilih
tanding.
Hanya saja, diakui belakangan ada tanda-tanda surutnya ilmu bela diri di pesantren. Hal
ini ada dua sebab berkembangnya sistem klasikal dengan materi yang padat, ditambah
euforia pembentukan standar pendidikan nasional membuat definisi pesantren kian
menyempit, melulu sebagai lembaga pendidikan formal; perkembangan ajaran pemurnian
yang menganggap ilmu-ilmu sejenis itu sebagai syirik, yang kurang mendapat perlawanan
dari kiai-kiai NU. Dari situlah kemudian ada upaya sebagian kiai, termasuk Gus Maksum
untuk mengembangkan tradisi itu dan diwadahi dalam NU.
Menurut buku Antologi NU, Gus Maksum ini lahir di Kanigoro, Kras, Kediri, pada 8
Agustus 1944, dari ayah KH. Abdullah Jauhari dan ibu Siti Aisyah. Gus Maksum adalah
salah seorang cucu pendiri Pondok Pesantren Lirboyo, KH Manaf Abdul Karim. Semasa
kecil, Gus Maksum belajar kepada orang tuanya, KH. Abdullah Jauhari di Kanigoro, Gus
Maksum kemudian menempuh pendidikan di SD Kanigoro (1957), dilanjutkan ke
Madrasah Tsanawiyah Lirboyo, tetapi tidak sampai selesai. Selanjutnya, Gus Maksum
mengembara ke berbagai daerah untuk berguru ilmu silat, tenaga dalam, pengobatan, dan
kejadugan.
Gus Maksum selalu berpenampilan nyentrik, berambut gondrong, berjenggot tebal, kumis
lebat, memakai kain sarung yang hampir mendekati lutut, dan selalu memakai bakiak.
Seperti kebiasaan orang-orang jadug di pesantren, Gus Maksum selalu riyadhah dengan
cara ngerowot (makan dari umbi-umbian dan sayuran). Gus Maksum juga memiliki
kegemaran yang umbi-umbian dan sayuran). Gus Maksum juga memiliki kegemaran
yang Jarang dimiliki kiai, yaitu memelihara binatang seperti ular, unggas, buaya, kera,
orangutan, dan sejenisnya.
Sebagai seorang yang dikenal jadug, ilmunya itu tidak pernah dipamerkan, dan tidak
disombong-sombongkan. Rambutnya konon tidak mempan dipotong (konon hanya
ibunya yang bisa mencukur rambut Gus Maksum), mulutnya bisa menyemburkan api,
punya kekuatan tenaga dalam luar biasa, mampu mengangkat beban seberat apa pun,
mampu menaklukkan jin, kebal senjata tajam, tidak mempan disantet, dan seterusnya. Di
arena medan laga atau sabung jarang yang berani berhadapan dengan Gus Maksum, dan
kehadirannya membuat para pendekar lain kecut hati.
Kesaktiannya pernah diketahui umum ketika pentas kelompok musik Kantata Takwa
Samsara di Parkir Timur, Senayan, pada 6 Juli 1998. Grup musik yang dimotori Setiawan
Djody dan Iwan Fals, saat itu melantunkan syair lagu-lagu yang penuh muatan kritik
sosial. Massa penonton yang beringas kemudian merangsek ke atas panggung dan ingin
berebut menyalami dan memeluk Iwan sehingga timbul kekacauan, ditambah ada yang
melempar benda semacam botol plastik, kaleng minuman, dan lain-lain.
Saat acara itu dilaksanakan, reformasi baru saja berhasil menumbangkan Soeharto,
keadaan benar-benar masih diliputi suasana saling intrik di tingkat elite. Kejadian itu juga
ada yang menyebutkan adanya unsur-unsur tertentu yang ingin membuat kisruh sosial. Di
saat yang gawat itulah muncul Gus Maksum yang sehari sebelumnya mengikuti
istighasah kubra bersama kalangan NU di tempat yang sama.
Dengan sekali sentakan tangan Gus Maksum, berbagai benda tadi jatuh ke tanah sebelum
sempat menyentuh Iwan dan kawan-kawannya di panggung. Massa yang kian brutal pun
terjengkang ke tanah bak dihempas sabetan topan. Sesungguhnya, kiai nyentrik ini tidak
berencana mengeluarkan aji-aji kesaktiannya. Hanya karena dia melihat Iwan yang
ditarik-tarik massa hingga tidak berdaya itu, maka dengan terpaksa Gus Maksum
mengeluarkan ilmu tenaga dalamnya.
Di dalam politik, Gus Maksum mengikuti arus besar NU. Ketika NU di PPP, Gus
Maksum masuk di PPP: ketika NU kembali ke Khittah, Gus Maksum ikut mendukung
Khittah NU. Di Politik, ketika didirikan PKB, Gus Maksum masuk PKB Bersama H.
Subarbillah dan pendekar-pendekar lain di NU, Gus Maksum menjadi salah seorang yang
ikut merestui dan mendirikan Pagar Nusa. Pagar Nusa didirikan pada 3 Januari 1986 di
Pesantren Lirboyo. Nama Pagar Nusa diberikan oleh KH. Mujib Ridwan (anak dari KH.
Ridwan Abdullah, pencipta lambang NU). Gus Maksum sebagai penggagas dan motor
dari Pagar Nusa ini meninggal dunia pada 21 Januari 2003, mewariskan tradisi model
“Kiai Jadug” di dalam lingkungan NU. Dimakamkan di kompleks pemakaman pesantren
di belakang masjid. Gus Maksum meninggalkan dua istri, Nyai Hj. Badiah dan Nyai Hj.
Siti Qomariah. Demikian Kisah Gus Maksum dan Kesaktiannya, sebagaimana dikutip
dari Buku Ensiklopedia Khittah NU Jilid IV Karangan Nur Khalik Ridwan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Lirboyo adalah sebuah kelurahan di wilayah Kecamatan Mojoroto, Kota Kediri,
Provinsi Jawa Timur. Di kelurahan ini terdapat Pondok Pesantren Lirboyo.
Dan K.H Abdul karim adalah salah satu dari pendiri pp lirboyo dan berdirinya pada
tahun 1910.Dan luas pp lirboyo terdiri dari 9 unit seluas 19 hektar yang dihuni sekitar
13.000 santri.
K.H. Maksum Jauhari adalah sosok beliau cucu merupakan pendiri pp lirboyo yaitu
K.H Abdul Karim dan beliu juga pendiri organisasi pencak silat pagar nusa dan
sekaligus pernah memberantas PKI dengan kesaktiannya untuk menjaga pp lirboyo.
DAFTAR PUSTAKA

https://www-liputan6-com.cdn.ampproject.org/v/s/www.liputan6.com/amp/347654/lirboyo-
dulunya-sarang-penyamun?amp_gsa=1&amp_js_v=a9&usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM
%3D#amp_tf=Dari%20%251%24s&aoh=17010609350412&referrer=https%3A%2F
%2Fwww.google.com&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.liputan6.com%2Famp
%2F347654%2Flirboyo-dulunya-sarang-penyamun%23amp_tf%3DDari
%2520%25251%2524s%26aoh%3D17010609350412%26referrer%3Dhttps%253A%252F
%252Fwww.google.com 14:34/25-11-23

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Abdul_Karim_(ulama) 15:45/26-11-23

https://metro.tempo.co/read/1750050/daftar-10-pondok-pesantren-terbesar-di-indonesia-ada-
al-zaytun 17:32/26-11-23

https://pagarnusa.or.id/kisah-gus-maksum-dan-kesaktiannya/ 15:22/27-11-23
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai