Anda di halaman 1dari 19

i

KARYA TULIS ILMIAH

SEJARAH SYEIKH ABDULLAH ASYIQ KIRINGAN

Karya Tulis Ilmiah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktikum SKI

Disusun Oleh :
Nama : Sri Wulan Purnami
Kelas : X IPS 4
NIS : 6054

MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) 2 PATI


Jl. Ratu Kalinyamat Gang Melati II Tayu – Pati
2019

i
ii

HALAMAN PENGESAHAN

Karya tulis yang berjudul “Sejarah Syeikh Abdullah Asyiq Kiringan” telah
disahkan dan disetujui pada :

Hari :
Tanggal :

Disetujui Oleh :

Wali Kelas Pembimbing

……………………… ………………………

Mengetahui,
Kepala MAN 2 Pati

Drs. H. Sutarmo
NIP. 19590706 198603 1 003

ii
iii

ABSTRAK

Menurut cerita tutur tinular, Syech Abdullah Asyiq atau Ki Ageng


Kiringan adalah putra dari Muhamad Abdul Syakur adalah murid sunan Muria
yang ditugaskan untuk menyebarkan Islam di daerah Tayu dan sekitarnya. Ki
Ageng Kiringan mempunyai seorang istri bernama Dewi Limaran dan mempunyai
seorang putri bernama Sumiyem, yang lebih di kenal dengan Nyi Branjung. Ki
Ageng dan Nyai Ageng sudah lama tidak di anugerahi putra laki-laki, maka Ki
Ageng dan Nyai Ageng Kiringan pergi menghadap gurunya Sunan Muria (Raden
Umar Said), untuk menyampaikan keinginannya agar dianugerahi seorang Putra
laki-laki.Kanjeng Sunan Muria memberikan nasehat kepada Ki Ageng dan Nyai
Ageng agar bersabar, dan memohon kepada Allah SWT agar diberi putra laki-laki.
Setelah diberikan nasehat dan petunjuk oleh Sunan Muria, Ki Ageng dan Nyai
Ageng pamit kembali ke Kiringan, malam nya Nyai Ageng bermimpi ditemui
seorang laki-laki yang gagah dan sudah beruban. Lalu Nyai Ageng menceritakan
mimpinya kepada Ki Ageng dan mendiskusikan mimpinya semalam. Selang
beberapa hari Nyai Ageng Kiringan mengandung, tentu saja disambut bahagia
oleh keduanya yang memang mendambakan seorang anak laki-laki.
Setelah sekian lama mengandung, Nyai Ageng melahirkan seorang anak
laki-laki yang diberi nama SARIDIN, yang berasal dari kata Syah dan Ridho,
yang artinya mendapat Ridlo Allah SWT. Makam Ki Ageng Kiringan sangat
ramai dikunjungi para peziarah dari berbagai daerah, khususnya pada malam
Jum’at, mereka bertawasul di Makam Ki Ageng Kiringan. Banyak masyarakat
dari berbagai daerah yang melaksanakan syukuran di Makam Ki Ageng Kiringan.
Ini dilakukan bila keinginan atau do’a nya dikabulkan Allah SWT. Khol
dilaksanakan setiap tanggal 7 sd 9 bulan besar, biasanya ribuan peziarah dari
berbagai penjuru datang berduyun-duyun ke Makam Ki Ageng Kiringan.

Kata kunci : Sejarah, Makam, Peninggalan

iii
iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
makalah yang berjudul “ Sejarah Syeikh Abdullah Asyiq Kiringan” atas dukungan
moral materil yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, maka penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. H. Sutarmo Kepala MAN 2 Pati.
2. Bapak/ Ibu guru pembimbing mata pelajaran yang memberikan materi
pendukung, masukan, bimbingan kepada penulis.
3. Bapak/ Ibu Guru yang selalu memberikan dukungan untuk dapat
menyelesaikan makalah ini.
4. Teman-teman semua yang juga telah memberikan dukungan dan
dorongan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini.

Pati, 10 Juni 2019

Penulis

iv
v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................. 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Biografi Syeikh Abdullah Asyiq atau Ki Ageng Kiringan ................ 3
2.2 Makam Syeikh Abdullah Asyiq atau Ki Ageng Kiringan ................. 4
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ........................................................... 5
3.2 Tehnik Pengumpulan Data ................................................................. 5
3.3 Tehnik Pengolahan Data .................................................................... 5
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Agama Islam Pada Masa Syeikh Abdullah Asyiq .... 7
4.2 Peran Syeikh Abdullah Asyiq di Desa Kiringan Pundenrejo ........... 10
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ............................................................................................ 13
5.2 Saran ................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejarah awal mula datangnya Islam dan cara penyebarannya di Indonesia
banyak versi dan dari beberapa teori yang muncul mempunyai dasar dan sudut
pandang yang berbeda. Perbedaan pendapat diantara para ahli tersebut
berkisar pada kapan datangnya, siapa yang menyebarkannya dan melalui jalur
mana serta dengan cara seperti apa, hingga pada motif pertanyaan mengapa
Islam dapat menjadi pandangan mayoritas masyarakat Indonesia dengan
berbagai aliran dan varian golongannya.
Sampai saat ini perdebatan para ahli sejarah tentang awal mula datangnya
Islam di Indonesia masih terus berlanjut, dan perdebatan itu semakin seru
ketika beberapa waktu yang lalu dalam tesisnya saudara Sumanto Al-Qurtuby
memaklumkan sebuah teori baru tentang datangnya Islam di Indonesia, buku
yang cukup kontroversial yang berjudul “Arus Cina–Jawa–Islam” dengan
tegas menyatakan bahwa Islam datang pertama kali bukan dari Persia, Gujarat
apalagi langsung dari Arab melainkan dari daerah yang selama ini menjadi
momok sosial-ekonomi bagi segenap masyarakat jawa, yaitu Cina.
Lepas dari apakah tesis itu benar atau salah, perdebatan ini memberikan
pelajaran tersendiri bagi umat Islam, bahwa Islam tanpa perlu dilihat dari
mana asal datangnya yang lebih penting ajaran dan nilai-nilainya telah
membaur dan menjadi pandangan hidup sebagian besar masyarakat Indonesia.
Mungkin yang lebih menarik diteliti lebih jauh mengapa Islam bisa diterima
oleh bangsa kita melebihi agama yang lain bahkan melampaui tradisi lama
yang telah sekian abad menjadi keyakinan masyarakat.
Penyebaran Islam di Jawa tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dan kiprah
perjalanan orang-orang suci yang sangat legendaris dalam cerita lisan orang
Jawa-Islam yang sangat populer dengan sebutan Wali berjumlah sembilan atau
Walisongo. Meskipun terkenal dengan sebutan Walisongo diduga
kemungkinan besar sebenarnya jumlah yang sesungguhnya lebih dari itu,
namun angka sembilan dalam mitologi Jawa memiliki makna tersendiri, dan

1
2

kesembilan wali yang populer dan diyakini masyarakat sebagai penyebar


Islam pertama di Jawa adalah: Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan
Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan
Muria, Sunan Gunung Jati.Desa Pundenrejo contohnya ada seorang yang
sangat di hormati beliau adalah Syeikh Abdullah Asyiq. Karena perjuangan
dalam penyebaran islam masyarakat Pundenrejo menghormatinya dan
membuatkan makan yang selalu dikunjungi banyak orang.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana perkembangan agama islam pada masa Syeikh Abdullah
Asyiq?
1.2.2 Apa saja peran Syeikh Abdullah Asyiq di Kiringan?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mengetahui perkembangan peran Syaikh Abdullah Asyiq di
Kiringan Pundenrejo.
1.3.2 Untuk mengetahui peran Syeikh Abdullah Asyiq di Kiringan.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan karya tulis ini adalah agar masyarakat dapat
mengetahui bagaimana perkembangan islam pada masa Syeikh Abdullah
Asyiq dan peran beliau di Kiringan Pundenrejo.

2
3

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Biografi Syeikh Abdullah Asyiq


Menurut sejarah yang saya ketahui Ki Ageng Kiringan memiliki nama asli
yaitu Syeikh Abdullah Asyiq, beliau adalah putra dari Muhammad Abdul
Syukur yang merupakan salah satu dari murid Sunan Muria yang diberi tugas
untuk menyebarkan agama islam di desa Tayu dan sekitarnya. Ki Ageng
Kiringan mempunyai istri yang bernama Dewi Limaran dan dikaruniai
seorang putri yang ia beri nama Sumiyem atau Nyi Branjung dan seorang
putra yang bernama Saridin atau Syeikh Jangkung, sementara dalam versi lain
Syeikh Jangkung diceritakan sebagai anak dari Sunan Muria yang dibuang ke
sungai dan di diangkat anak oleh Ki Ageng Kiringan.
Di sekitar makam Ki Ageng Kiringan terdapat bedhuk sampai sekarang
ini, menurut cerita dari orang-orang terdekat makam bedhuk itu berbunyi
sendiri seperti tanda ketika akan terjadi banjir bandang di wilayah sungai
kiringan, di dalam bedhuk itu pun juga terdapat sebuah piring kecil, tetapi
sayang sekali kondisi piring tersebut sudah pecah karena mungkin dari warga
sekitar tidak ada yang merawatnya, Di sana juga Peninggalan Ki Ageng
Kiringan berupa tongkat pegangan khotib, konon menurut sejarah memang
pada saat dahulu sungai kiringan meluap menjadikan banjir bandang yang
membahayakan masjid dan pemakaman di belakangnya, saat itu Ki Ageng
Kiringan mengambil tongkat pegangan khotib dan langsung menancapkan
tongkat tersebut di tanah seketika itu juga banjir seakan-akan bisa dipindah
arah kan ke selatan desa Kiringan, memang semua itu atas pelindungan Allah
semata. Ki Ageng Kiringan juga mempunyai seorang murid yang bernama
Abdul Rozaq atau lebih dikenal Mbah Rozaq Jembul, Mbah Rozaq
sebenarnya ingin berguru pada Syeikh Jangkung tetapi oleh Syeikh Jangkung
disarankan untuk berguru pada ayahnya yaitu Ki Ageng Kiringan, menurut
cerita juga Mbah Rozaq Jembul masih ada darah keturunan dari Raden Fatah
yang makamnya terletak di belakang Masjid Agung Demak.

3
4

Suatu ketika Mbah Rozak Jembul di perintah oleh gurunya yaitu Ki


Ageng Kiringan untuk membuat sumur, walaupun saat itu musim kemarau
dan pada tengah malah Mbah Rozaq mulai berdoa pada Allah SWT dan
beberapa saat kemudian beliau menghentakkan kakinya di atas tanah seketika
itu juga jadilah sumur, sejak saat itu Mbah Rozaq menjadi murid kesayangan
Ki Ageng Kiringan. Mengenai makam Ki Ageng kiringan sendiri memang
ramai dikunjungi banyak orang dari berbagai daerah seperti Demak,
Semarang, Kendal, Banten dan yang lainnya, terlebih bila waktu acara khaul
Ki Ageng Kiringan itu tiba, pasti akan lebih ramai dari hari-hari biasa.

2.2 Makam Syeikh Abdullah Asyiq atau Ki Ageng Kiringan


Syeikh Abdullah Asyiq atau Ki Ageng Kiringan sendiri makamnya
terdapat di Dukuh Kiringan-Pundenrejo-Tayu, atau 30 Km dari Kota Pati arah
jalan Tayu Jepara.
Di atas pintu cungkup makam terdapat tulisan dalam huruf arab yang
berbunyi :
”NGADEKE CUNGKUP MAKAM KIAGENG KIRINGAN BIN
MUHAMMAD NEK DESO KIRINGAN, WULAN MUHARAM/SURO
DINO SENIN TANGGAL 12 TAHUN 1304 MASEHI, TERANG KANG
BANGUN SING NGUWATI BAGUS SALMAN BONGSO JIN”
DAN DIBAWAH TULISAN TERSEBUT TERDAPAT TULISAN
HURUF ARAB KECIL YANG BERBUNYI :
”MONGSO SENTOLO CATUR KANG TUNGGAL”
Dan ada terusan sedikit yang tidak bisa terbaca termasuk oleh juru kunci
makam Mbah Mahzum. Makam Ki Ageng Kiringan sangat ramai dikunjungi
para peziarah dari berbagai daerah, khususnya pada malam Jum’at, mereka
bertawasul di Makam Ki Ageng Kiringan. Banyak masyarakat dari berbagai
daerah yang melaksanakan syukuran di Makam Ki Ageng Kiringan. Ini
dilakukan bila keinginan atau do’a nya dikabulkan Allah SWT.
Khaul dilaksanakan setiap tanggal 7 s/d 9 bulan besar, biasanya ribuan
peziarah dari berbagai penjuru datang berduyun-duyun ke Makam Ki Ageng
Kiringan.

4
5

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan sebagaimana tercantum pada keterangan di bawah
ini :
Tempat : Makam Syeikh Abdullah Asyiq di Kiringan – Pundenrejo
Hari :
Waktu :

3.2 Tehnik Pengumpulan Data


Penulis berusaha mencari data dengan berbagai macam media. Dari media
kepustakaan, internet dan informasi di sekitar yang berhubungan dengan
karya tulis ini.
3.2.1. Metode Kepustakaan
Melalui metode kepustakaan, penulis mencoba mengumpulkan
beberapa artikel yang berhubungan dengan judul karya tulis ini baik
secara langsung maupun tidak langsung. Berikut beberapa contoh
artikel tentang sejarah Syeikh Abdullah Asyiq atau Ki Ageng
Kiringan.

3.3 Tehnik Pengolahan Data


Cara kami dalam mengolah data dengan mengumpulkan studi kepustakaan
dari beberapa sumber yang ada di internet, setelah itu menyusun bagian-
bagian yang terdiri dari :
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN, yang meliputi :
A. Latar Belakang

5
6

B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
BAB II KAJIAN PUSTAKA, yang meliputi :
A. Biografi Syeikh Abdullah Asyiq atau Ki Ageng Kiringan
B. Makam Syeikh Abdullah Asyiq atau Ki Ageng Kiringan
BAB III METODE PENELITIAN, yang meliputi :
A. Tempat Dan Waktu Penelitian
B. Tehnik Pengumpulan Data
C. Tehnik Pengolahan Data
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN, yang meliputi :
A. Perkembangan Agama Islam Pada Masa Syeikh Abdullah Asyiq
B. Peran Syeikh Abdullah Asyiq di Desa Kiringan Pundenrejo
BAB V PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

6
7

BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Perkembangan Agama Islam Pada Masa Syeikh Abdullah Asyiq


Menurut sejarah yang saya ketahui Ki Ageng Kiringan memiliki nama asli
yaitu Syeikh Abdullah Asyiq, beliau adalah putra dari Muhammad Abdul
Syukur yang merupakan salah satu dari murid Sunan Muria yang diberi tugas
untuk menyebarkan agama islam di desa Tayu dan sekitarnya. Ki Ageng
Kiringan menyebarkan ajaran agama islam di desa Kiringan Pundenrejo pada
waktu itu sangat luar biasa. Beliau adalah tokoh alim ulama yang sangat
pintar dan juga memiliki pendirian yang tegas. Sedikit cerita tentang Syeikh
Abdullah Asyiq dalam menyebarkan agama islam di desa Kiringan
Pundenrejo.
Menurut cerita tutur tinular, Syeikh Abdullah Asyiq atau Ki Ageng
Kiringan adalah putra dari Muhammad Abdul Syakur adalah murid Sunan
Muria yang ditugaskan untuk menyebarkan Islam di daerah Tayu dan
sekitarnya. Ki Ageng Kiringan mempunyai seorang istri bernama Dewi
Limaran dan mempunyai seorang putri bernama Sumiyem, yang lebih di
kenal dengan Nyi Branjung. Ki Ageng dan Nyai Ageng sudah lama tidak di
anugrahi putra laki-laki, maka Ki Ageng dan Nyai Ageng Kiringan pergi
menghadap gurunya Sunan Muria (Raden Umar Said), untuk menyampaikan
keinginannya agar dianugerahi seorang Putra laki-laki.
Kanjeng Sunan Muria memberikan nasehat kepada Ki Ageng dan Nyai
Ageng agar bersabar, dan memohon kepada Allah SWT agar diberi putra
laki-laki. Setelah diberikan nasehat dan petunjuk oleh Sunan Muria, Ki
Ageng dan Nyai Ageng pamit kembali ke Kiringan, malam nya Nyai Ageng
bermimpi ditemui seorang laki-laki yang gagah dan sudah beruban. Lalu Nyai
Ageng menceritakan mimpinya kepada Ki Ageng dan mendiskusikan
mimpinya semalam. Selang beberapa hari Nyai Ageng Kiringan
mengandung, tentu saja disambut bahagia oleh keduanya yang memang
mendambakan seorang anak laki-laki. Setelah sekian lama mengandung, Nyai

7
8

Ageng melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Saridin, yang
berasal dari kata Syah dan Ridho, yang artinya mendapat Ridlo Allah SWT.
Konon Saridin ini mempunyai kesukaan blayang atau berkelana, baik
untuk mencari ilmu maupun untuk melakukan syiar terhadap Islam.Mengenai
kebenaran cerita ini, penulis kembalikan sepenuhnya kepada pembaca
sekalian.
Mbah Abdul Rozak, demikian masyarakat di desa Jembulwunut,
Kecamatan Gunungwungkal dan desa Ngablak, Kecamatan Cluwak,
Kabupaten Pati sering menyebutnya, nama aslinya Abdul Rozak Muhammad
Abdullah, beliau berasal dari Bejagung, Tuban, Jawa Timur, yang konon
masih mempunyai garis keturunan dengan Raden Khasan atau Raden Patah.
Dari daerah asalnya beliau hendak menuju Demak, sesampainya di
wilayah KEMAGUHAN sekarang Kropak beliau singgah dan menetap di
Kropak hampir sepertiga dari hidupnya. Sebenarnya beliau berkeinginan
untuk berguru kepada Saridin atau Syeikh Jangkung, tapi oleh Syeikh
Jangkung disarankan untuk berguru kepada ayahnya yaitu Syeikh Abdullah
Asyiq atau Ki Ageng Kiringan. Setelah melalui perjuangan yang berat
akhirnya Abdul Rozak menemukan padepokan Ki Ageng Kiringan atau
Syeikh Abdullah Asyiq di Dusun Kiringan-Pundenrejo.
Namun Rozak tidak langsung diterima sebagai murid, untuk sementara
diterima sebagai abdi membantu pekerjaan sehari-hari. Meskipun sebagai
abdi, Rozak menerima pekerjaan tersebut dengan ikhlas, sehingga akhirnya
Rozak diterima sebagai murid Ki Ageng Kiringan. Suatu ketika Ki Ageng
Kiringan memerintahkan Abdul Rozak untuk membuat sumur, walaupun saat
itu musim kemarau, pada tengah malam beliau berdo’a agar apa yang
dikerjakan mendapat ridlo Allah SWT. Pada malam itu juga beliau keluar
rumah serta memanjatkan do’a sekaligus menghentakkan kaki tiga kali.
Bersamaan itu juga sudah menjadi lubang sumur, akan tetapi belum keluar
sumber airnya, sampai pagi harinya Ki Ageng Kiringan menemukan Abdul
Rozak duduk bersila disamping sumur buatannya, sambil tetap berdo’a
kepada Allah SWT. Tiba – tiba beliau mengambil keranjang yang ada
dirumah gurunya, untuk mengambil air dengan keranjang tersebut ke sungai.

8
9

Keranjang tersebut seperti timba saja, air yang diambil Abdul Rozak dari
sungai dimasukkan ke sumur, yang akhirnya muncul sumber air di sumur
tersebut.
Ada kemungkinan sumur yang dibuat oleh Mbah Abdul Rozak adalah
sumur yang saat ini ada di dalam masjid Kiringan, yang airnya tidak pernah
kering meskipun musim kemarau panjang. Berkat ketekunannya, Ki Ageng
Kiringan menjadikan Abdul Rozak sebagai murid kesayangan dan
mengawinkan dengan seorang wanita bernama Ni Tambi, dan Abdul Rozak
diberi tanah disebelah barat Kiringan atau yang sekarang disebut dukuh
Kesambi. Namun kebiasaan Abdul Rozak di Kropak tak bisa begitu saja
beliau tinggalkan. Seni tayub masih menjadi kegemarannya, maka suatu
ketika beliau datang ke Desa Giling untuk bergabung disana. Arak pun
sempat diminumnya sehingga beliau mabuk sampai esok harinya masih ada
di desa Giling.
Karena beliau tidak bisa berjalan, maka beliau membuat sayembara pada
siapa saja yang mampu menggendongnya maka akan diberi hadiah berupa
tanah pelintahan yang ada di Ngablak. Dengan hadiah tersebut sudah banyak
orang yang berusaha menggendong beliau, namun tidak ada satu orangpun
yang mampu, sehingga datanglah seorang yang dianggap danyang Giling
yang bernama Dromo Wongso. Ki Danyang ini yang sanggup menggendong
Abdul Rozak sampai Ngablak dan berhak atas tanah pelintahan tersebut.
Namun pada suatu ketika Abdul Rozak menderita sakit, sampai tidak terasa
sebelah kakinya terluka dan mengeluarkan nanah karena terlalu lama
berbaring ditempat tidur tidak bisa jalan.
Setelah beliau dapat berjalan berganti penyakit yang dideritanya, yang
semua keluar nanah kemudian menjadi borok yang semakin parah, sampai-
sampai beliau mengeluarkan ultimatum “Bagi siapa saja yang masih
keturunan Ngablak, akan terlaknat bila minum arak” pernah diceritakan
setelah Mbah Abdul Rozak mengeluarkan ultimatum, ada seseorang yang
kebetulan melewati Ngablak hendak menjual arak, sesampainya di wilayah
Abdul Rozak, maka botol-botol arak tersebut meledak semua.

9
10

Pada suatu saat Abdul Rozak akan membersihkan borok pada kakinya di
sungai, namun aliran sungai tersebut mengalir di hilir yang biasa dipakai
untuk berwudlu Ki Ageng Kiringan. Karena menimbulkan bau yang kurang
sedap pada air yang mengalir, maka Ki Ageng Kiringan menyarankan agar
Abdul Rozak membersihkan boroknya di dekat pohon Bendo yang katon
(kelihatan), dan kelak dinamakan desa Bendokaton. Namun sungainya masih
satu arah melewati Bangkol, Kiringan serta Tayu. Sehingga sangat
menggangu aktivitas Ki Ageng Kiringan beserta murid-muridnya. Maka
diutuslah salah satu murid untuk menemui Abdul Rozak agar beliau mencuci
boroknya di selatan desa Ngablak, yakni Jembul yang waktu itu masih
termasuk wilayah Ngablak.
Akhirnya dengan susah payah Abdul Rozak menuju Jembul dengan
bantuan istrinya. Dan beliau berhenti di sebuah sungai kecil atau Kalen
(Bahasa Jawa) untuk membersihkan boroknya yang sudah mulai berdarah.
Namun anehnya bau air yang dipakai untuk membersihakan borok tersebut
baunya menjadi harum/wangi, maka oleh Abdul Rozak dinamakan “Kalen
Kembang”.
Sakit yang diderita Abdul Rozak rupanya dibawa sampai beliau wafat,
pada hari Ahad Wage bulan Dzulqoidah beliau kembali pulang keharibaan
Allah SWT untuk selama-lamanya. Oleh karenanya bagi penduduk Jembul
bila terserang borok pada kakinya besar kemungkinan ajalnya dekat. Hal ini
kemungkinan bila si penderita mengindap diabetes, atau sering disebut borok
RITI. Marine yen Mati atau sembuhnya kalau sudah meninggal. Tidak
berselang lama Ni Tambi menyusul sang suami pulang ke Rahmatullah,
keduanya dimakamkan di Gosari secara berdampingan. Sampai sekarang
banyak para peziarah dari luar daerah yang datang untuk bertawasul dimakam
Mbah Rozak.

4.2 Peran Syeikh Abdullah Asyiq di Desa Kiringan Pundenrejo


Peran Syeikh Abdullah Asyiq terhadap desa Kiringan Pundenrejo
sangatlah besar. Sehingga nama beliau sangat harum dan banyak dihormati

10
11

oleh masyarakat luas. Dahulu tongkat yang digunakan saat khotib berkhutbah
Jum’at jumlahnya ada 2 (dua) buah.
Namun waktu itu sungai Kiringan terjadi banjir bandang dan sampai
mengikis dukuh Kiringan tinggal beberapa meter dibelakang masjid. Dan
bila terjadi banjir terus menerus tidak menutup kemungkinan tanah yang ada
dibelakang masjid akan terus terkikis dan membahayakan masjid serta
pemakaman yang ada di belakang masjid. Maka suatu ketika terjadi banjir
besar lagi yang sangat membahayakan keberadaan masjid, maka oleh Ki
Ageng Kiringan diambilnya salah satu tongkat tersebut dan ditancapkan
ditempat yang dilanda banjir.
Anehnya sewaktu tongkat ditancapkan ditanah, banjir yang semula akan
menerjang masjid Kiringan, tiba-tiba pindah/ bergeser ke selatan dukuh
Kiringan. Lokasi bekas sungai tersebut, dinamakan Kali Tengah, yang artinya
bekas tengah-tengah sungai yang menjadi area persawahan yang sangat
subur. Konon dari cerita turun temurun, bedhuk Kiringan bunyi sendiri bila
terjadi musibah sungai kiringan terjadi banjir bandang. Bunyi bedhuk
Kiringan ini tidak hanya terdengar di sekitar dukuh Kiringan saja, tetapi juga
sampai ke desa-desa disekitarnya. Masyarakat sendiri sampai sekarang
mempercayai hal itu. Di dalam bedhuk Kiringan sendiri terdapat sebuah
piring kecil, namun sekarang kondisinya sudah pecah dan masyarakat sendiri
tidak merawatnya. Bahkan pernah ada orang yang datang ke Kiringan
menemui juru kunci Makam yaitu Mbah Mahzum, yang menanyakan
Bedhuk, Kentongan dan Tongkat pegangan untuk khutbah Jum’at.
Barang-barang tersebut akan diminta oleh orang tersebut, dan sebagai
gantinya akan dipugarkan Masjid Kiringan sesuai permintaan, meskipun
dengan biaya yang sangat besar. Namun permintaan tersebut langsung ditolak
oleh juru kunci makam, karena masyarakat tidak berani menanggung
akibatnya serta barang-barang tersebut memang harus dijaga dan dilestarikan
sebagai peninggalan Ki Ageng Kiringan. Disamping keajaiban Bedhuk
Kiringan, di masjid Kiringan juga terdapat sumur tua, dan sampai sekarang
masih di jaga baik oleh juru kunci makam dan juru kunci masjid.

11
12

Konon sumur tersebut dahulu airnya digunakan orang untuk melakukan


ritual sumpah, tetapi oleh juru kunci Makam waktu itu KH. Irsyad
(almarhum), tidak diperkenankan lagi orang melakukan sumpah di Makam Ki
Ageng Kiringan. Sumur tersebut menurut cerita dibuat oleh murid Ki Ageng
Kiringan yang bernama Abdul Rozaq atau yang lebih dikenal dengan Mbah
Rozak, yang sekarang makamnya ada di Desa Jembulwunut, Kecamatan
Gunungungkal atau tepatnya di Dukuh Gosari. Dahulu didepan masjid
Kiringan terdapat kolam/ tempat wudlu yang dibangun oleh Ki Ageng
Kiringan.
Kolam tersebut dialiri air dari sungai Kiringan yang dialirkan persis
melalui tengah-tengah makam Kiringan. Waktu itu air yang mengalir tidak
pernah surut meskipun kemarau sangat panjang. Dan kolam/ tempat wudlu
tersebut tidak pernah kekurangan air.
Tiba-tiba pengurus Masjid waktu itu berkeinginan untuk memindahkan
tempat wudlu dari depan masjid ke samping masjid agar masjid dapat
diperluas dan direhab lebih modern. Anehnya sejak tempat wudlu dipindah
dan air sungai Kiringan tidak dialirkan lagi ke kolam/tempat wudlu, sejak saat
itu pula air sungai Kiringan kering dan tidak bisa untuk mengairi persawahan
yang ada di desa Pundenrejo dan sekitarnya. Sawah-sawah yang dulunya
sangat subur tidak kekurangan air, kini menjadi kering kerontang dan hanya
bisa ditanami palawijo atau menjadi sawah tadah hujan. Masih banyak
kejadian-kejadian penting lainnya yang tidak bisa kami tuliskan satu persatu.

12
13

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Syeikh Abdullah Asyiq atau Ki Ageng Kiringan adalah putra dari
Muhammad Abdul Syakur adalah murid Sunan Muria yang ditugaskan untuk
menyebarkan Islam di daerah Tayu dan sekitarnya. Di desa Kiringan
Pundenrejo Syeikh Abdullah Asyiq menjadi tokoh alim ulama yang
menyebarluaskan agama islam. Dengan berbagai kemampuan yang beliau
miliki namanya sangat terkenal di desa Kiringan dan masyarakat luas lainnya.

5.2 Saran
Pembaca dapat mencari referensi lebih banyak lagi dari sumber lain di
internet selain yang tercantumkan di daftar pustaka penulis. Atau dapat
mencari informasi lebih lanjut dengan orang yang lebih ahli dalam sejarah.

13
14

DAFTAR PUSTAKA

http://abyfirda.blogspot.com/2012/05/sejarah-ki-ageng-kiringan.html

http://berbagaicerpenlistya.blogspot.com/2018/03/karya-tulis-ilmiah-peran-ki-
ageng.html

http://www.makamparawali.com/2016/09/makam-ki-ageng-kiringan-di-desa-
tayu.html

14

Anda mungkin juga menyukai