Anda di halaman 1dari 4

ASAL USUL DUSUN SAROLANGUN

Kabupaten Sarolangun pada tanggal 12 Oktober 2022 lalu memasuki usia ke-23
tahun. Banyak sejarah dan perubahan yang terjadi pada wajah Sarolangun dari masa ke
masa. Bagi masyarakat Sarolangun, Kelurahan Sarolangun menjadi salah satu wilayah
yang memiliki nilai sejarah cukup tinggi dalam perjalanan Kabupaten Sarolangun sejak
zaman kolonial Belanda. Satu di antaranya keberadaan Kampung Tuo atau yang saat ini
bernama Kelurahan Dusun Sarolangun. Menjadi salah satu daerah atau lokasi yang
memiliki nilai sejarah cukup tinggi, baik dari kisah maupun peninggalan sejarah.
Berdasarkan data Kelurahan Dusun Sarolangun (Kampung Tuo-Red) Dusun Sarolangun
menjadi kampung paling tua yang ada di Sarolangun. Memiliki jumlah penduduk
keseluruhan 2.659 jiwa, terdiri dari enam kampung atau dusun dengan total luas
wilayah Dusun Tuo Sarolangun 2.000 ha persegi yang sama-sama memiliki cerita dan
nilai sejarah tersendiri.

Luas Dusun Sarolangun tidak begitu besar, namun terbelah oleh aliran Sungai
Batang Tembesi sehingga sebagian wilayah Kelurahan Dusun Tuo ini merupakan
kawasan pertanian dan peternakan, yang berbatasan langsung dengan Desa Lubuk
Sepuh, Sungai Abang dan Kecamatan CNG. Setiap kampung memiliki cerita dan juga
peninggalan sejarah, baik berupa benda pusaka, kitab, baju atau rompi hingga
peninggalan senjata masa Belanda yang pernah dimiliki oleh para tersohor kala itu.
Beberapa pusaka yang berada di Dusun Sarolangun tersebut di antaranya, bedil Pak
Linggam, baju rompi, tombak, keris pusaka, hingga benda-benda peninggalan masa
Belanda yang juga memiliki nilai sejarah cukup tinggi. Termasuk juga bangunan-
bangunan tua, yang masih berdiri hingga saat ini, ataupun yang sudah puing-puing
masih bisa dijumpai. Dan kisah Masjid Al-istiqomah yang kental akan nilai sejarah akan
awal berdirinya Dusun Sarolangun.

Dikatakan Tetua Adat Dusun Sarolangun, Umar Dani dulunya dusun Sarolangun
ini tepatnya kampung mesjid ini merupakan kawasan perdagangan para saudagar dari
beberapa wilayah nusantara. "Sebagai bukti sejarah yang masih ada saat ini keberadaan
Masjid Al-Istiqomah, yang menjadi saksi bisu perkembangan Dusun Sarolangun dari
masa ke masa. Meski saat ini sudah dilakukan beberapa kali pemugaran," tuturnya.
Dijelaskannya pula, Kelurahan Dusun Sarolangun ini terbagi menjadi enam dusun, yakni
diantaranya Kampung Lubuk, Muara Sawah, Kampung Masjid, Kampung Tengah, Ujung
Tanjung dan Dusun Baru.

"Setiap nama dusun memiliki cerita, makna dan peninggalan tradisi dan peninggalan
pusaka masing-masing, " jelasnya.

Lanjutnya, biasanya tradisi dan benda-benda pusaka tersebut dipamerkan ketika pada
momen-momen tertentu saja. Semisal acara adat, festival budaya ataupun hari ulang
tahun kabupaten.

Tampilkan Tradisi Pusaka pada Momen Tertentu

WARGA Kelurahan Dusun Sarolangun kerap menampilkan tradisi, budaya dan kearifan
lokal ciri khas tradisi Sarolangun tempo doeloe pada momen-momen tertentu.

Seperti pada kegiatan budaya Swarna Bhumi beberapa waktu lalu, Kampung Tengah
Dusun Sarolangun menjadi salah satu dusun yang ada di Kelurahan Dusun Sarolangun
(Kampung Tuo), yang berada di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi.

Tidak heran warga di dusun tersebut memiliki tradisi yang sangat kental dengan masa
lampau, mulai dari tradisi behumo (bertani) Manjalo (mencari ikan di sungai), memasak
lemang (pada perayaan hari-hari besar) dan berpakaian tradisional ala induk-induk dan
ninik mamak.

Dalam kegiatan Festival Kenduri Swarnabhumi di Kabupaten Sarolangun, warga


Dusun Tuo Sarolangun memanfaatkan momen tersebut untuk ikut menampilkan
tradisional dusun yang saat ini mulai jarang ditemui di kalangan masyarakat modern.

Dikatakan Devi, satu dari warga kampung tengah melalui kegiatan budaya ini dirinya
bersama ibu-ibu kampung mempersiapkan berbagai macam tradisi untuk ditampilkan.

"Kalau kita ibu-ibu menampilkan kuliner ciri khas warga Dusun Tuo ini, mulai dari
sambal pijak (sambal dari rica ikan bakar), rendang kedekang (buah kedekang khas
Sarolangun), kemudian tumis paku, gulai ucam ucam dan lemang bakar, " jelasnya.
"Semua merupakan makanan atau kuliner khas Sarolangun, yang biasa disajikan
saat hari-hari biasa hingga momen-momen tertentu," sambungnya. Selain kuliner juga
ditampilkan pakaian tradisional jenis kebaya yang dipakai oleh para tetua nenek
mamak dan induk-induk. Dimana pakaian tersebut memiliki perbedaan ciri sesuai usia
pada pemakai pakaian tersebut. Sementara itu Ketua RT 09 Baini menuturkan, dalam
kegiatan kali ini memang lebih ditampilkan tradisional atau ciri khas masyarakat doeloe
yang sangat identik dan akrab dikenal sejak dahulu.

"Yang kita tampilkan di hari ini, seperti inilah wajah masyarakat tempo doeloe di
Sarolangun. Mulai dari makanan tradisional, pakaian hingga pekerjaan mereka yang
didominasi petani dan nelayan, " jelasnya. Dengan kegiatan ini warga berharap, dapat
terus berkelanjutan di kemudian hari. Sukur-sukur kegiatan ini dapat menjadi ajang
tradisi tahunan di Kabupaten Sarolangun.

Bangun Museum Peninggalan Sejarah


PEJABAT Bupati Sarolangun memiliki wacana untuk membangun museum di
kawasan Kampung Tuo Dusun Sarolangun, dengan banyaknya peninggalan sejarah di
kampung tersebut. Pj Bupati Sarolangun Henrizal menuturkan, Kabupaten Sarolangun
ini sangat banyak memiliki informasi sejarah, yang tentunya harus digali kembali. Baik
itu berupa adat-istiadat dan kebudayaan berbentuk benda bersejarah. Yang tentunya
perlu diperhatikan dan dijaga kelestariannya hingga nanti dapat dinikmati atau dilihat
anak cucu sebagai jati diri sejarah Sarolangun. "Cukup banyak peninggalan sejarah di
sini, untuk itu kita meminta dukungan semua pihak, untuk kita bermusyawarah kepada
masyarakat. Kenapa tidak benda-benda ini dapat disimpan di satu tempat atau
semacam museum," ujar Bupati. "Ke dsepan harapan kita, benda-benda bersejarah ini
dapat kita tempatkan di dalam suatu rumah untuk menjadi museum mini penyimpan
benda sejarah. Salah satunya mungkin di rumah tua yang ada di kampung Sarolangun
ini," sambungnya. Bupati juga menyambut dengan baik dan mengapresiasi kegiatan ini,
harapannya agenda-agenda budaya yang dapat menjadi ajang tahunan sebagai bentuk
edukasi kepada generasi penerus dan juga masyarakat pendatang.

Anda mungkin juga menyukai