Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KETERAMPILAN BERBAHASA

STRATEGI PEMBELAJARAN KETERAMPILAN MENULIS

DI SEKOLAH DASAR

Dosen Pengampu:

Irma Zurika Hardesi,S.Pd.,M.Pd


Drs. Maryono, M .Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 5 R004

Laela Nadia Parhati A1D117126

Widya Puspitasari A1D117134

Mellinia A1D117147

Rika Anggraini A1D117155

Adi Priyono A1D117156

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, kasih dan karunia-
Nya. Hanya dengan kuasa-Nyalah maka penulis dapat menyelesaikan makalah
keterampilan berbahasa ini dengan lancar.
Pembuatan makalah ini berfungsi sebagai salah satu tugas presentasi yang
diwajibkan bagi setiap Mahasiswa pada Prodi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar. Tugas ini merupakan sebagian rangkuman dari salah satu materi mengenai
“Strategi Pembelajaran Keterampilan Menulis Di Sekolah Dasar”. Hal ini
bertujuan agar mahasiswa lebih memahami mengenai keterampilan di sekolah
dasar.
Penulis menyadari banyak sekali kekurangan dalam
penulisan Tugas makalah keterampilan berbahasa ini, sehingga penulis
mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca guna
penyusunan yang lebih baik lagi dan lebih sempurna di kemudian hari. Semoga
karya ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi pembaca. Amien

Muara Bulian, November 2018

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................... ii

DAFTAR ISI............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 2
1.3 Tujuan.................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Menulis............................................................................. 3
2.2 Strategi Pembelajaran menulis dengan model pengembangan
menulis proses ................................................................................... 3
2.3 Strategi Pembelajaran menulis dengan model pengembangan
menulis proses ................................................................................... 6

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan....................................................................................... 11
3.2 Saran.................................................................................................. 11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa
yang harus dikuasai siswa, selain ketiga keterampilan lain yaitu membaca,
menyimak dan berbicara. Pembelajaran menulis di SD diberikan melalui mata
pelajaran Bahasa Indonesia. Menurut pendapat Pelly (Haryadi dan Zamzani,
1996: 75), meskipun pembelajaran menulis telah disadari merupakan bagian
penting dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SD, namun pada
kenyataannya pembelajaran menulis kurang mendapat perhatian dari guru
maupun siswa. Pembelajaran menulis atau mengarang kurang ditangani secara
sungguh sungguh, sehingga keterampilan menulis yang dimiliki siswa kurang
memadai.
Keterampilan menulis sangat penting untuk dikuasai peserta didik.
Keterampilan menulis akan banyak memberikan manfaat dalam kehidupan
yang serba maju sekarang ini. Menulis merupakan suatu kegiatan yang
penting untuk dapat menuangkan isi pikiran, gagasan atau pendapat, ide
maupun perasaan seseorang. Menurut Sabarti Akhadiah (1991: 111),
kemampuan menulis didapatkan bukan melalui warisan, tetapi didapatkan
melalui proses belajar mengajar.
Keterampilan menulis dapat dimiliki oleh semua siswa jika mereka
mendapat bimbingan dan latihan menulis secara intensif. Selain itu, peran
guru juga sangat penting dalam melatih dan membimbing siswa menulis
karangan dengan baik. Perbaikan dan umpan balik dari guru juga sangat
diperlukan agar setiap kesalahan maupun kesulitan yang dihadapi siswa dapat
diatasi, sehingga keterampilan menulis karangan siswa dapat meningkat.
Seorang guru seharusnya mampu merangsang daya pikir dan kreatifitas
peserta didik dalam mengekspresikan perasaan dan pendapatnya baik secara
lisan maupun tertulis.
Dari paparan diatas, sudah terlihat jelas bahwa diharapkan kita sebagai
seorang guru wajib memiliki keterampilan menulis, agar kelak dapat

1
2

memberikan pengetahuan tentang keterampilan menulis yang baik kepada


peserta didik. Dengan demikian, makalah ini disusun dengan tujuan agar kita
lebih memahami materi mengenai keterampilan menulis dan dapat
mengaplikasikannya didalam kehidupan nyata.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian strategi pembelajaran menulis?
2. Bagaimana strategi pembelajran keterampilan menulis berbasis proses menulis?
3. Bagaimana strategi pembelajaran keterampilan menulis berbasis teori
pemerolehan bahasa?
1.3 Tujuan
1. Agar kita lebih memahami materi mengenai keterampilan menulis.
2. Agar kita lebih memahami keterampilan menulis berbasis proses menulis
3. Agar kita lebih memahami keterampilan menulis berbasis teori
pemerolehan bahasa
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Menulis

Menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambing-lambang


grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang
sehingga oranglain dapat membaca lambing-lambang grafik tersebut kalau
mereka memahami bahasa dan grafik tersebut (Tarigan, 1989:15). Menulis
adalah salah satu jenis keterampilan berbahasa yang dimiliki dan
digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi tidak langsung.

Menulis merupakan representasi bagian dari kesatuan-kesatuan


ekspresi bahasa. Menulis berbeda dengan melukis. Menggambar atau
melukis huruf-huruf tidak berarti menulis karena dalam melukis, pelukis
hanya menyalin huruf-huruf atau menyusun naskah-naskah dalam huruf
tertentu untuk dicetak serta pelukis sendiri belum tentu memahami bahasa
yang dilukiskan beserta representasinya.

Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan


untuk berkomunikasi secara tidak langsung. Menulis merupakan kegiatan
yang produktif dan ekspresif sehingga penulis harus mampu
memanfaatkan kemampuan dalam menggunakan tata tulis, struktur bahasa,
dan kosakata.

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa menulis


adalah proses mengutarakan pikiran, perasaan, penginderaan, khayalan,
kemauan, keyakinan, dan pengalaman yang disusun dengan lambing-
lambang grafik secara tertulis untuk tujuan komunikasi.

2.2 Strategi Pembelajaran menulis dengan model pengembangan menulis


proses
1. Model Langsung Menulis

3
4

Menulis itu lebih baik dipahami sebagai keterampilan, bukan sebagai


ilmu. Sebagai ketrampilan, menulis membutuhkan latihan, latihan, dan
latihan. Sebagai ilmu komposisi, Menulis mengajarkan ada sekian jenis
paragraf dengan contoh-contonhnya, ada sekian macam deskripsi, sekian
macam narasi, sekian macam eksposisi dan masing-masing disertai dengan
contoh-contohnya, ada kalimat inti dan sebagainya, yang kesemuanya itu
tidak membuat siswa dapat menulis. Terlalu banyak aturan akan membuat
siswa gamang menulis. Seperti halnya latihan berenang, tidak dimulai
dengan teori. Seorang yang ingin belajar berenang langsung disuruh
menceburkan diri ke dalam air. Di situ ia dapat mulai dengan bermain-
main air, menggerak-gerakkan kaki di dalam air, belajar berani
mengambang di air dengan cara berpegangan pada pipa di pinggir kolam
dan seterusnya. Dengan demikian, menulis pun dapat dimulai tanpa harus
tahu tentang teori-teori menulis.
Seseorang yang ingin belajar menulis langsung saja terjun di
kegiatan menulis yang sebenarnya. Ia dapat saja menulis hal-hal yang
sederhana tanpa harus memeperdulikan apakah tulisannya memenuhi
persyaratan komposisi atau tidak. Tulisan yang dibuatnya harus selesai
semua. Ia boleh menulis bagian mana saja yang desenanginya dan
melanjutkannya kapan saja dan dimana saja. Artinya, Penyelesaian
karangan itu tidak terbatas pada jam sekolah.
2. Model Kebebasan Awal dan Akhir
Tidak ada satu titik awal yang pasti dari mana pelajaran menulis
harus dimulai. Dalam pembelajaran sebuah ilmu ada titik mulai yang
paling logis. Tetapi tidak demikian dengan mengajarkan menulis, kita
dapat memulainya dari bagian manapun yang kita sukai. Kita dapat
memulainya dengan mengajak siswa menulis cerita, laporan, deskripsi,
puisi, atau apa saja. Perlu diingat, kata kunci dalam pembelajaran menulis
adalah mengajak siswa menulis. Dengan menggunakan kata kunci seperti
itu siswa dapat kita bawa kedalam situasi yang menyenangkan yang dapat
membuat siswa mulai menulis. Misalnya, Anda sebagai guru menuliskan
kata air dipapan tulis. Kemudian anda bertanya kepada siswa, Apakah
5

mereka punya pengalaman menarik dengan air. Pasti jawabannya


beragam. Anda dapat mendaftar setiap ide tentang air itu dipapan
tulis.Sesudah itu, anda bertanya lebih lanjut, apakah mereka dapat
menceritakan pengalaman masing-masing kepada teman sebangkunya.
Guru dapat meminta kepada siswa yang mendengarkan cerita
teman sebangkunya itu mencatat apa yang didengarnya. Setelah cerita
selesai sipencatat dapat menunjukan hasil catatanya. Itulah hasil kolaborasi
antar teman sebangku. Boleh saja cerita itu kemudian dikembangkan lagi
secara imajinatif atau dibiarkan begitu saja. Yang pasti pada saat itu pada
saat itu guru sudah berhasil mengajak para siswanya mengarang yang
dimulai dari mana pun. Kesan yang tertanam dari diri siswanya mengarang
yang dimulai dari manapun. Kesan yang tertanam dalam diri siswa dari
kiat yang telah digunakan guru dalam pembelajaran mengarang seperti itu
bahwa mengarang itu mudah.
Ketika seseorang menulis, apapun yang ditulisnya, ia menggerahkan
seluruh pengetahuan dan kelaziman kebahasaan yang dimilikinya,
termasuk kosakata, tata bahasa, dan sebagainya, disamping juga hal-hal
yang berkaitan dengan materi tulisannya, bahkan kadang-kadang juga
dengan suasana hatinya pada saat menulis serta banyak faktor lainya.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa ketika seseorang menulis, ia
mencurahkan seluruh kepribadiannya kedalam tulisannya. Dengan
demikian guru harus bertindak sangat hati-hati ketika memulai
pembelajaran menulis agar kepribadian siswa tidak tersinggung dan agar
siswa tidak benci terhadap guru dan pelajaran menulis. Untuk itu guru
harus mempunyai banyak teknik yang dapat membuat kelas menjadi cair,
tidak tegang. Kelas harus dipenuhi dengan seloroh dan canda yang muncul
dari guru ataupun dari siswa. Seloroh dan canda sangat membantu bagi
munculnya ide yang segar dalam setiap pelajaran menulis.

3. Model Menulis Nonlinear


Pelajaran menulis itu merupakan proses nonlinear, artinya tidak harus
ada urut-urutan tertentu dari a sampe ke z. Sebab kegiatan menulis
6

merupakan proses yang berputar-putar dan berulang-ulang. Dalam proses


seperti itu tidaklah menjadi soal jika metari yang sama diberikan dua atau
tiga kali sebab dalam setiap pengulangan akan selalu ada perubahan,
disamping dengan sendirinya akan berlangsung pula proses-proses
internalisasi, konsolidasi, dan verifikasi yang akan menghasilkan
kebiasaan dan keterampilan yang semakin lama semakin menuju ke
tingkat yang lebih sempurna pada diri siswa.
Maka guru juga harus memiliki sistem penilaian yang berbeda dengan
cara penilaian konvensional. Disini guru mengadakan kesepakatan terlebih
dahulu dengan siswa. Menilai karangan dalam pembelajaran menulis
dengan pendekatan proses harus ada kesesuaian antara kriteria penulisan
guru dengan pikiran, kreasi, keinginan, dan gaya yang digunakan siswa.
Menilai karangan merupakan hak guru, tapi siswa juga mempunyai hak
untuk menghargai kreasinya. Oleh sebab itu siswa boleh ditanya apa
sikapnya terhadap tulisan yang dihasilkannya.

2.3 Pembelajaran Keterampilan Menulis Berbasis Teori Pemerolehan


Bahasa

Pada dasarnya, tujuan pembelajaran keterampilan menulis adalah


siswa terampil atau mampu menulis. Artinya, harapan dari pembelajaran
tersebut siswa mampu menghasilkan tulisan yang baik sesuai dengan
persyaratannya. Apabila pembelajaran keterampilan menulis dasar
pijakannya “teori pemerolehan bahasa”, pembelajarannya sesuai prinsip-
prinsip pemerolehan bahasa seperti berikut ini:

(1) Menerapkan prinsip “kuantitas pengulangan” dalam berlatih menulis. Dalam


pembelajaran keterampilan menulis, semakin sering ada kegiatan berlatih menulis,
siswa dimungkinkan akan semakin terampil menulis.
(2) Menerapkan prinsip “peniruan”. Dalam pembelajaran menulis, artinya meniru
suatu tulisan tetapi hal yang ditiru tersebut kemudian diadaptasikan pada diri
siswa. Dalam hal ini, siswa diharapkan dapat mengadaptasikan mengenai model
7

tulisan, pola-pola kalimat, kata-kata, dan sebagainya yang digunakan guru atau
contoh-contoh yang ditunjukkan guru.
(3) Menerapkan prinsip “penguatan”. Dalam pembelajaran keterampilan menulis,
penguatan artinya pemberian persetujuan atau penolakan terhadap tulisan siswa.
Siswa yang telah menghasilkan tulisan baik (memenuhi kreteria baik) bila
disambut dengan persetujuan (penguatan posistif) oleh guru, ia akan terdorong
menulis lebih baik lagi. Sebaliknya, siswa yang menghasilkan tulisan jelek apabila
disambut dengan penolakan (penguatan negatif), ia kurang terdorong
menghasilkan tulisan yang lebih baik.
(4) Menerapkan prinsip ”potensi bawaan anak”. Anak dimungkinkan memiliki
keterampilan menulis, sebab semua siswa memiliki kemampuan berbahasa sejak
lahir. Berdasarkan kemampuan itu siswa dapat mengklasifikasikan atau memroses
data masukan sedemikian rupa sehingga datanya bisa dikelompokkelompokan
secara teliti dan sekaligus siswa membuat aturan-aturan gramatika.
(5) Menerapkan “penyediaan masukan yang baik”. Pembelajaran keterampilan
menulis dapat berhasil, apabila guru memperhatikan atau menyediaakan masukan
yang baik sebagai pengalaman belajar siswa.
Adapun pembelajaran keterampilan menulis berbasis teori
pemerolehan bahasa adalah sebagai berikut:

A. Teori Pemerolehan Bahasa


Teori-teori pemerolehan atau belajar bahasa dapat dimanfaatkan sebagai
pijakan yang mendasari dilaksanakannya pembelajaran bahasa. Teori-teori itu
antara lain teori behavioristik, mentalistik, dan Bialystok. Pembelajaran bahasa,
memungkinkan siswa terampil berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara,
membaca, dan menulis. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Indonesia
(mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis) di sekolah-sekolah juga perlu
didasari oleh teori-teori pemerolehan atau belajar bahasa tersebut.
a. Teori Behavioristik
Teori behavioristik antara lain dikembangkan oleh Skinner (1938). Tingkah
laku berbahasa sesorang dijelaskan dengan teori belajar behavioris, yaitu
menggunakan model stimulus-respon (S-R). Perilaku respon dalam berbahasa
merupakan akibat dari adanya stimulus. Oleh Skinner (1957), tipe respon
8

dibedakan menjadi dua yaitu (1) respondent dan (2) operant. Respondent ialah
serangkaian respon yang dipancing oleh stimulan yang dapat dikenal, misalnya
gerak reflex fisik. Operant ialah sejumlah respon yang dipancing dan dikuasai
oleh suatu imbalan. Oleh karena itu, belajar bahasa adalah suatu pengontrolan
operant. Perilaku berbahasa hanya bisa dipelajari melalui pengamatan dunia
sekitar pemakai bahasa, yaitu dengan pengamatan faktor-faktor eksternal. Ada
beberapa faktor eksternal yang penting dalam proses pembelajaran bahasa, yaitu
(1) frekuensi, (2) peniruan, dan (3) penguatan (Skinner, 1957). Dalam
pembelajaran bahasa, faktor frekuensi dapat diartikan “kuantitas pengulangan”
dalam berlatih berbahasa. Semakin sering berlatih berbahasa, siswa dimungkinkan
akan semakin terampil berbahasa. Bahkan, pembelajaran keterampilan berbahasa
yang tidak pernah ada kegiatan berlatihnya, dapat dipastikan bahwa siswa tidak
akan terampil berbahasa. Oleh karena itu, agar pembelajaran keterampilan
berbahasa berhasil dengan baik, guru harus memberikan porsi yang cukup bagi
siswa untuk berlatih berbahasa. Faktor menirukan merupakan salah satu penentu
keberhasilan pembelajaran keterampilan berbahasa.

b. Teori Mentalistik
Hubungannya dengan kemampuan atau keterampilan berbahasa,
teori mentalistik berpandangan bahwa setiap manusia normal sejak lahir di
dunia sudah memiliki suatu alat yang disebut Language Acquisition
Device (LAD) untuk memperoleh bahasa. Dengan alat itu, anak bisa
belajar bahasa yang dipakai orang di sekelilingnya. LAD mempunyai
kemampuan untuk mengklasifikasi data atau memroses data input
(masukan) sedemikian rupa sehingga data tersebut bias dikelompok-
kelompokan secara teliti dan sekaligus membuat aturan-aturan gramatika
(Baradja, 1990:33). Menggunakan LAD-nya anak mampu membuat
hipotesis tentang struktur bahasa secara umum dan struktur bahasa yang ia
pelajarai secara khusus. Bahasa anak masih sederhana. Anak selalu
membuat hipotesis-hipotesis dan mengujinya menggunakan ucapannya
atau pemahamannya. Sedikit demi sedikit anak terus berkembang,
hipotesisnya direvisi dan disesuaikan kenyataan yang dialaminya saat ia
9

berkomunikasi dengan orang dewasa di sekelilingnya (Baradja, 1990:35).


Berdasarkan pandangan teori mentalistik, anak (siswa) dimungkinkan
memiliki keterampilan berbahasa, sebab semua siswa memiliki
kemampuan berbahasa sejak lahir. Berdasarkan kemampuan itu siswa
dapat mengklasifikasikan data atau memroses data input (masukan)
sedemikian rupa sehingga data itu bias dikelompok-kelompokan secara
teliti dan sekaligus membuat aturan-aturan gramatika. Dengan kata lain,
kemampuan siswa akan selalu dilengkapi dengan masukan yang berupa
sistem ejaan, kaidah kebahasaan, atau kewacanaan lewat lingkungannya.
Berdasarkan hal tersebut, memungkinkan siswa memiliki kemampuan atau
keterampilan menulis.

c. Teori Bialystok
Bialystok dengan teorinya ingin menjawab
(1) mengapa orang-orang tertentu berhasil belajar bahasa kedua (B-2) dan orang
lain gagal dan
(2) mengapa ada orang kuat dalam penguasaan aspek tertentu dari B-2, sedangkan
orang yang lain kuat dalam aspek yang lain (Baradja, 1990:22). Menurut teori
Bialystok (dalam Baradja, 1990:24) ada tiga tahap yang dilalui dalam belajar
B-2, yaitu (1) input, (2)knowledge, dan (3) output. Input adalah pengalaman
pembelajar (language exposure).
Tahap itu terbagi menjadi tiga exposure (pajanan), yaitu (1)
pajanan kebahasaan secara informal yang akan mengisi sel implicit
linguistic knowledge, (2)pajanan kebahasaan secara formal yang akan
mengisi sel explicit linguistic knowledge, dan (3) pajanan nonkebahasaan
dari ilmu lain yang akan mengisi sel other knowledge. Knowledge adalah
segala macam informasi dan pengalaman yang diperoleh pembelajar.
Setelah semua sel pada tahap knowledge terisi, kemudian sampailah pada
tahap output yang berupa response sebagai pemahaman atau pengutaraan
10

isi hati. Respon (R) mengacu kepada output, baik berupa pemahaman
maupun pengutaraan isi hati. Respon tersebut ada dua macam, yaitu (1)
tipe I yang mengacu pada respon spontan (misalnya pemahaman hasil
percakapan atau pengutaraan isi hati yang berupa berbicara) dan (2) tipe II
yang mengacu pada respon tidak spontan (misalnya pemahaman dari hasil
membaca atau pengutaraan isi hati yang berupa kegiatan menulis). Teori
Bialystok dapat dimanfaatkan atau diimplikasikan dalam pembelajaran
menulis. Agar pembelajaran menulis dapat berhasil dengan baik, antara
lain guru harus memperhatikan input sebagai pengalaman belajar siswa.
Dalam hal ini, guru harus memperhatikan sel-sel pada knowledge, yaitu
(1) implicit linguistic knowledge, (2) explicit linguistic knowledge, dan (3)
other knowledge. Ketiga sel itu masingmasing harus ada isinya. Tentu saja
isi dari tiap-tiap sel itu harus sesuai kebutuhan. Menurut Baradja
(1990:25), apabila ketiga sel itu ada isinya maka antara lain siswa akan
dapat mengutarakan isi hatinya (lisan/tertulis) dengan baik.

B. Prinsip-prinsip Pemerolehan Bahasa


Berdasarkan ketiga teori (Behavioristik, Mentalistik, dan
Bialystok) yang telah dijelaskan, pada prinsipnya teori-teori itu dapat
dijadikan basis atau dasar pijakan dalam pembelajaran keterampilan
menulis. Sesuai dengan Teori 10 Pembelajaran Keterampilan Menulis
Berbasis Proses Menulis Dan Teori Pemeroleh Bahasa Behavioristik,
keberhasilan pembelajaran keterampilan menulis dapat dipengaruhi oleh
faktor eksternal, yaitu frekuensi, peniruan, dan penguatan. Sesuai
pandangan Teori Mentalistik, siswa dimungkinkan memiliki keterampilan
menulis, sebab semua siswa memiliki kemampuan berbahasa sejak lahir,
dengan kemampuan itu ia dapat memroses masukan sedemikian rupa
sehingga data dapat dikelompok-kelompokan secara teliti dan ia membuat
aturan-aturan gramatika. Sesuai dengan Teori Bialystok, pembelajaran
keterampilan menulis yang berhasil, antara lain harus ada masukan (input)
yang baik sebagai pengalaman belajar siswa.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam strategi pembelajaran menulis dengan model
pengembangan menulis informal dasar-dasar yang harus di miliki adalah
setiap kegiatan menulis harus melalui langkah-langkah (proses) menulis
yang bertahap, tetapi sebuah tulisan dapat dihasilkan oleh penulisnya.
Strategi pembelajaran menulis dengan model pengembangan
menulis proses itu lebih baik dipahami sebagai keterampilan, bukan
sebagai ilmu. Sebagai ketrampilan, menulis membutuhkan latihan, latihan,
dan latihan.

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat penyusun sampaikan yaitu kita sebagai
calon pendidik, harus selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara
menggali potensi dapat dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari
makalah ini. mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk kita ke
depannya. Amiinn.

11
12

DAFTAR PUSTAKA

. (2008). Evaluasi Pembelajaran Menulis di SD. [Online].


Tersedia: http://eprints.uny.ac.id/7871/3/bab2%20-%2008108247062.pdf.
[13 Desember 2014].
Ardhana. 2009. Stategi Dalam Pembelajaran Menulis. [Online].
Tersedia: https://ardhana12.wordpress.com/2009/01/07/strategi-dalam-
pembelajaan-menulis-2/. [13Desember 2014].

Anda mungkin juga menyukai