Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Kaum Perempuan dan Kaum Muda Dalam Radikalisme

Nama Kelompok :
Ahmad Tsalist Syafi'udin Halim (03020221039)
Muhammad Iqbal Maulana (03020221060)
Herlita Putri Imamah (03040221096)

A. Kaum Pemuda
1. Radikalisme Kaum Pemuda
Keterlibatan Kaum perempuan dan pemuda dalam radikalisme sejatinya sudah
ada sejak awal tersebarnya ideologi radikalisme
Dalam Kaum padri Dalam struktur pemerintahan nagari, ada empat pejabat
yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab dalam bidang mereka masing-
masing. Dan Dalam Kaum padri, Dubalang mewakili para pemuda.
Mattalioe menyebut bahwa “aspek pendidikan menjadi salah satu bagian yang
diperhatikan oleh DI/ TII dengan didirikannya sekolah dari tingkat dasar hingga
perguruan tinggi di Sulawesi Selatan”. Keseriusan DI/ diperkuat dengan
ditunjuknya B.S. Baranti (dia) sebagai Menteri Pendidikan DI/ TII di hutan.
mereka bertugas melakukan penerangan tentang Gerakan Qahhar Mudzakkar
kepada masyarakat di Toraja.
Menurut mantan aktivis NII, Sukanto, sasaran NII kebanyakan adalah generasi
muda. Hal itu dikarenakan mereka masih mudah dipengaruhi dan kurang paham
akan sejarah NKRI sehingga mudah terhasut dan terhipnotis terhadap paham
dan ideologi NII yang sebetulnya menyimpang.
Pada awalnya pergerakan tarbiyah di Indonesia dengan nama Latihan Mujahidin
Dakwah (LMD) merupakan generasi awal pergerakan tarbiyah di Indonesia.
Organisasi ini pertama kali berdiri di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Institut Teknologi Bandung dianggap sebagai pelopor gerakan Tarbiyah di
Indonesia. Dengan pendiri awalnya adalah Ir. Imaddudin Abdul Rahim yang pada
saat itu menjabat sebagai ketua umum Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam
(LDMI) dibawah naungan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Oleh karena itu
pada tahun 1980 an kaum pemuda khususnya Mahasiswa sudah tergabung
Dalam Gerakan Tarbiyah dan aktivis dakwah kampus.
Menurut kominfo Di Indonesia, Santoso yang disebut memimpin jaringan
Kelompok Mujahidin Indonesia Timur Peneliti masalah terorisme dan direktur
Institute for Policy Analysis of Conflict IPAC Sydney Jones dalam wawancara
dengan BBC Indonesia pada Oktober lalu, mengatakan kelompok Santoso lebih
menggunakan media sosial sebagai alat propaganda. "Kekuatan propaganda
Santoso melalui media sosial melalui Twitter, Facebook dan YouTube jauh lebih
besar,”
Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang dipimpin oleh Prof
Dr Bambang Pranowo --yang juga guru besar sosiologi Islam di Universitas Islam
Negeri (UIN) Jakarta, pada Oktober 2010 hingga Januari 2011, mengungkapkan
hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal. Data itu menyebutkan 25% siswa
dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8% siswa
dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia. Jumlah
yang menyatakan setuju dengan kekerasan untuk solidaritas agama mencapai
52,3% siswa dan 14,2% membenarkan serangan bom.
Dalam survei The Pew Research Center pada 2015 lalu, mengungkapkan di
Indonesia, sekitar 4 % atau sekitar 10 juta orang warga Indonesia mendukung
ISIS - sebagian besar dari mereka merupakan anak-anak muda.
Dan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM
UIN) Jakarta meluncurkan hasil penelitian ‘Beragama ala Anak Muda: Ritual No,
Konservatif Yes’ yang dilakukan dari Oktober hingga November 2021
menyertakan 1214 responden dari 122 desa/ kelurahan di 34 provinsi seluruh
Indonesia.
Kategori responden dibagi menjadi empat generasi, yaitu generasi
boomer/silent, lahir di era awal kemerdekaan Indonesia, generasi x, lahir di era
orde baru, generasi milenial, lahir di era reformasi, dan generasi z, lahir di era
yang lebih modern Hasilnya: 84,15 persen responden menjadikan televisi
sebagai sumber pengetahuan agama mereka, sementara 64,66 persen
mengandalkan sosial media, disusul radio dan podcast
2. Factor pengaruh radikalisme kaum pemuda
Bibit toleransi kaum muda terhadap Gerakan radikal disebabkan karena empat
hal, ini dikemukakan oleh pakar psikolog sosial dan ilmuwan sosial, faktor
tersebut yakni:
• Kesiapan mental yang belum matang, sehingga mereka sangat mudah
terpengaruh oleh orang orang yang lebih tua, ataupun orang yang dianggap
lebih berilmu
• Ketimpangan politik yang menimbulkan spekulasi bahwa kaum muda
kurang mendapatkan akses memadai, padahal mereka adalah tulang punggung
penerus politik negara ini di masa depan nanti.
• Persoalan perekonomian yang melanda kaum muda, atau tragedi
banyaknya pengangguran, sehingga mereka sangat mudah dibujuk oleh
seseorang yang menyiramkan bibit radikalisme, atau kebencian.
• Perihal pemahaman teks keagamaan, seperti meninggal dalam posisi
bertempur, akan disebut dengan Jihad Fii Sabilillaah.
B. KAUM PEREMPUAN
1. SEJARAH RADIKALISME KAUM PEREMPUAN
Radikalisme dalam perempuan awalnya terlihat tidak semmasif dengan yang
dilakukan oleh kaum laki laki, tetapi kaum Perempuan semakin kuat dengan
adanya isu isu feminisme yang mebuat mereka untuk berani tumbuh
Perempuan telah mengambil alih jihad sejak Abad-19 dan telah secara aktif
berperan di dunia radikalisme atau terorisme sejak tahun 1970-an. Bahkan
beberapa tahun terakhir, keterlibatan perempuan menjadi legal karena
melegitimasikan dirinya ke kelompok tersebut
pada masa kejayaan Jamaah Islamiyah peran perempuan dibatasi dan tidak
dilibatkan aktif di garda depan. Namun, strategi berbeda diterapkan oleh ISIS
yang menganggap perempuan sebagai peluang dalam gerakan dan aksi radikal
karena perempuan lebih sulit dicurigai aparat. Peran perempuan mengalami
perubahan signifikan setelah munculnya ISIS dalam peta gerakan Islam radikal di
dunia.
2. PERAN KAUM PEREMPUAN
Dalam perkembangan sejarah, perempuan telah mengambil berbagai bagian
penting Dalam gerakan radikal. perempuan tidak saja berperan sebagai
fasilitator, perekrut, pendukung dan pendukung retorika kelompok,
menghubungkan sel-sel yang berbeda melalui pernikahan, membesarkan anak-
anak mereka sesuai dengan ideologi. Perempuan juga mengatur kegiatan social
untuk menarik lebih banyak anggota atau bertindak sebagai penggalang dana,
bahkan kini perempuan juga terlibat dalam kegiatan operasional.
3. FAKTOR RADIKALISME KAUM PEREMPUAN
Dari berbagai aksi radikalisme yang terjadi, fenomena keterlibatan perempuan
dalam gerakan dan aksi radikalisme jamak ditemui. Internet telah memudahkan
perempuan bergabung dengan kelompok-kelompok radikal dan aparat cukup
kesulitan untuk menangkap mereka. Kecanggihan teknologi baru
memungkinakan kelompok radikal melakukan target rekruitmen langsung
kepada perempuan di ranah virtual. Teknologi mampu menyediakan platform
yang dapat dipergunakan untuk mengembangkan jaringan dan jangkauan
rekruitmen yang lebih luas.
Menurut perspektif gender, peran sosial perempuan dikaitkan dengan sifat
feminitas perempuan dan cakupan ruang gerak mereka yang bergerak dalam
aktivitas yang feminin.
Peran social perempuan yang bergeser dibuktikan dengan adanya peran-peran
istri pelaku teror yang dimanfaatkan untuk bisa ditarik dan bergerak dalam
aktivitas yang maskulin seperti terorisme ataupun aktivitas yang menyangkut
aksi radikalisme ekstrem.
Diperkuat dengan menyangkutkan perasaan yang mendalam jika dikaitkan
dengan Perempuan.
4. Kaum Perempuan yang Terlibat Terorisme
Putri Munawaroh (istri adib susilo) menyembunyikan pelaku teroris
Inggrid Wahyu Cahyaningsih (2004) (istri Sugeng Waluyo yang membantu
pelaku teroris Bom Cimanggis)
Munfiatun (2006)(istri kedua Nurdin M. Top) menyembunyikan pelaku aksi
terorisme
Rasidah binti Subari (istri Husaini bin Ismail (buronan kasus pemboman di
Singapura)
Deni Carmelita (istri Pepi Fernando pelaku bom buku dan bom Serpong)
Rosmawati yang ikut terlibat dalam pendanaan untuk kelompok Santoso
Arina Rahma istri ketiga Nurdin M. Top yang turut serta dalam menyembunyikan
pelaku.
Pada tahun 2016, keterlibatan perempuan dalam aksi terorisme mulai terkuak
dengan keterlibatan Dian Yulia Novi sebagai pelaku bom panci di Bekasi.

Anda mungkin juga menyukai