Anda di halaman 1dari 2

SALAH PERSEPSI SOAL JADI DIRI SENDIRI

Nurhasaeni

“Jadilah diri sendiri!” sepertinya sudah sering sekali kita dengar dalam kehidupan
sehari–hari. Anggapan menjadi diri sendiri seringkali digunakan untuk menampik penilaian,
pandangan, ataupun ekspektasi orang lain terhadap diri. Sayangnya, kalimat menjadi diri
sendiri ini acap kali mendapatkan salah persepsi terlebih oleh anak–anak remaja yang
menjadikannya tameng untuk berperilaku semaunya seperti berkata kasar, berperilaku tidak
sopan, bergaul dengan bebas, dan mengabaikan norma–norma masyarakat yang ada. Sering
kita dapati, orang–orang yang bertingkah laku semaunya dan tidak menghiraukan nasehat
serta petuah atau pendapat orang lain terhadapnya dengan berlindung pada kalimat. “Bodo
amat sama kata orang. Yang penting jadi diri sendiri.” Pertanyaannya, seperti apa sebenarnya
menjadi diri sendiri itu?

Segala hal berkenaan dengan menjadi diri sendiri di sini berkaitan erat dengan
kepribadian seseorang, sedangkan kepribadian itu sendiri memiliki struktur serta unsur yang
membentuknya. Unsur kepribadian dalam psikologi terdiri dari pengetahuan, perasaan, serta
dogma atau pokok ajaran. Yang mana ketiganya dapat terbentuk oleh interaksi dan juga
pembelajaran diri dari apa–apa yang kita lihat, dengar, dan alami dari lingkungan sekitar
yang tentu melibatkan orang lain sebagai sumber utama. Pengetahuan kita dapatkan dengan
menerima berbagai hal dari alam sekitar baik secara verbal, ataupun nonverbal melalui panca
indera yang kemudian dikelola oleh otak sehingga membentuk sebuah persepsi,
diproyeksikan kembali, dan kemudian membentuk apersepsi yang ikut membangun
kepribadian kita dari waktu ke waktu. Dan ini jelas menunjukkan bahwa kita jelas
berkembang seiring dengan apa yang dikatakan, dan dilakukan oleh orang lain. Baris opini
ini dikuatkan oleh pendapat Stanley Schachter (1959) yang mengatakan bahwa, “orang lain
merupakan pembanding : kita dapat mengevaluasi diri kita sendiri berdasarkan perilaku
orang lain.”

Selain dari unsur–unsur kepribadian, ditinjau dari struktur kepribadian juga


membuktikan bahwa kita sebagai social animal yang selalu membutuhkan orang lain tidak
bisa mengabaikan pandangan dan “apa kata orang” terkait dengan perkembangan kepribadian
kita. Berdasarkan pokok–pokok teori Sigmund Freud (1856-1939), tokoh bersejarah dalam
dunia psikologi, struktur kepribadian terbagi menjadi tiga. Yaitu Id, Ego, dan Superego. Id
dan ego memang berasal dari dalam diri kita sendiri, tapi superego ini merupakan wakil dari
norma–norma masyarakat yang berarti kita dapatkan dari luar, dari orang lain. Fungsi utama
dari superego ini sendiri adalah menentukan apakah sesuatu benar atau salah, pantas atau
tidak. Yang mana dia berpegang pada prinsip kesempurnaan, agar seseorang bertindak sesuai
dengan moral masyarakat. Dengan kata lain, kepribadian kita sendiri bergantung pada peran
orang lain. Jadi bagaimana mungkin kita bisa mengatakan, “peduli amat apa kata orang.”
Sementara kita hidup, tumbuh, dan berkembang dengan pengetahuan, dogma, norma, dan
peran dari orang lain?

Terlepas dari itu semua, bagaimanapun kita harus tetap cerdas dalam menggubris
pandangan dan pendapat orang lain terhadap kita karena diantara banyaknya kata orang lain
itu sendiri ada banyak pendapat dan pandangan yang bisa membangun, bahkan menjatuhkan.
Itu kenapa penting menerapkan konsep diri dalam kepribadian agar kita bisa menjadi manusia
pintar yang bisa membedakan kritik, saran, atau cacian belaka. Kalimat menjadi diri sendiri
itu patut kita katakan saat kita mendapat pandangan yang menjatuhkan dan berdampak buruk
bagi diri kita tanpa alasan dan cenderung membanding-bandingkan. Sebaliknya, alangkah
baiknya jika kita bisa bersikap terbuka terhadap setiap pendapat yang berpotensi membangun
untuk menjadi pribadi yang lebih baik sebab kita tidak akan bisa berhenti berkembang sampai
akhirnya ajal menjemput. Jadi, jangan salah persepsi lagi soal menjadi diri sendiri, yah.

Anda mungkin juga menyukai