Anda di halaman 1dari 83

SGD 1

Skenario II
Tutor: dr. Andre Budi, M.Biomed
Ketua: Andreas N. Siagian
Anggota Kelompok
01 02 03 04 05
Laurensius Yohania Safrianto Janstine Nurhayati

06 07 08 09 10
Sarah Gabriella G. Andreas Tamar Michille

11 12 13 14
Tangge Dicky Hermon Nindiya
Skenario
Pemicu
dr. Wahyu, seorang kepala puskesmas yang baru saja ditugaskan di daerah Y,
mendapatkan data bahwa banyak masyarakat di daerah kerjanya mengalami diare.
Mayoritas warga di daerah Y bekerja sebagai nelayan dan pekerja pabrik dengan
status ekonomi menengah ke bawah, dan bertempat tinggal di sekitar area pabrik. dr.
Wahyu melakuakn survey lapangan dan mendapatkan fakta bahwa banyak
masyarakat di daerah kerjanya memiliki tempat tingggal yang kurang layak huni.
Masih banyak ditemukan jamban jenis pit privy dengan jarak lebih kurang 2 meter
dari sumber air bersih. Sumber air bersih warga hanya air sumur gali.

More Info I
dr. Wahyu ingin melakuakn penyuluhan terhadap warga dengan harapan bisa
melakukan upaya promotif dan preventif agar warga dapat teredukasi tentang
masalah Kesehatan yang berhubungan dengan Kesehatan lingkungan.
Klarifikasi Istilah

Pit privy Promotif Preventif


disebut jamban cubluk Kegiatan mengedukasi Suatu kegiatan
adalah jamban yang masyarakat agar pencegahanterhadap
tempat penampungan menjaga PHBS suatu masalah
tinjanya dibangun di kesehatan
bawah tempat injakan
Identifikasi Masalah
1. Apa kemungkinan yang 2. Apakah ada hubungan
menyebabkan terjadinya antara pekerjaan dan
banyak warga yang terkena tempat tinggal dengan
diare? kejadian yang dialami?

3. Apakah ada hubungan 4. Apa yang dimaksud


antara letak jamban dengan dengan rumah layak huni?
sumber air bersih?
Analisa Masalah
1. Diare umumnya terjadi akibat 2. Dikarenakan pengaruh pekerjaan
sebagai nelayan dan pekerja pabrik serta
terkontaminasi bakteri, virus, atau
status ekonomi rendah berpengaruh
parasit. terhadap tingkat pendidikan dan
pengetahuan tentang PHBS.

3. Letak jamban yang kurang dari 4. Konstruksi rumah membahayakan, standar


luasan ruang < 9 m2 per orang, pencahayaan
10 m dapat menyebabkan air alami kurang, penghawaan tidak baik,
bersih terkontaminasi bakteri. kelembapan ruang tinggi, terletak di daerah
membahayakan, air bersih belum/tidak
memenuhi standar, sanitasi buruk.
Topic Tree
Iritasi
Bakteri Diare
makanan pedas

Parasit Infeksius Non-Infeksius Efek obat-obatan

Keracunan
Virus Kesehatan makanan
Lingkungan

- Pekerjaan nelayan dan pekerja pabrik


- Status ekonomi menengah ke bawah
- Tempat tinggal kurang layak huni
- Jamban jenis pit privy
- Sumber air bersih dari sumur gali

Kesimpulan Sementara: dr. Wahyu akan melakukan tindakan promotif, preventif, dan kuratif pada daerah Y.
Learning Objectives
1. Syarat Air Bersih
2. Masalah Jamban (Direkomendasikan Kemenkes)
a. Definisi Jamban Sehat
b. Jenis
c. Syarat Jamban Sehat
d. Metode Pembuangan Tinja Manusia
3. Jenis-Jenis Vektor dan Rodensia serta Pengaruh bagi Kesehatan
4. Pengendalian Vektor Sesuai Permenkes No. 374 Th 2010
5. Jenis-Jenis Limbah Padat dan Limbah Cair, dan Pengelolaan Limbah
6. Jenis-Jenis Sampah dan Metode Pengelolaan Sampah
7. Syarat Rumah Sehat (UU RI no. 1 2011), Parameter dan Indikator
Penilaian Rumah Sehat
8. Dampak bagi Kesehatan yang Ditimbulkan dari Pemukiman Kumuh
9. Visi Indonesia Sehat 2020-2025
01
Syarat Air Bersih
Andreas Natanael Siagian
Pendahuluan

Ø Air merupakan salah satu kebutuhan pokok sehari-hari makhluk


hidup di dunia

Ø Air bersih adalah air yang biasa dipergunakan untuk keperluan


rumah tangga yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan
apabila diminum harus dimasak terlebih dahulu

Supardi, S. S. (2016). ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PKM. Jakarta: KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.
Syarat Air Minum Bersih & Sehat
Tidak berasa

Tidak berbau

Tidak berwarna

Tidak mengandung mikroorganisme yang berbahaya

Tidak mengandung logam berat

Supardi, S. S. (2016). ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PKM. Jakarta: KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.
Syarat Air Bersih dan Sehat
Syarat Fisik Syarat Bakteriologis dan Mikrobiologi
Air bersih harus jernih, tidak Air bersih tidak boleh mengandung kuman
berbau, dan tidak berasa, suhu pathogen dan parasitic yang mengganggu
air bersih sebaiknya sama dengan kesehatan
suhu udara atau kurang lebih 25°C

Syarat Kimia Syarat Radiologis


Air bersih harus mengandung Air bersih tidak boleh mengandung zat yang
zat-zat tertentu dalam jumlah menghasilkan bahan-bahan yang mengandung
tertentu radioaktif, seperti sinar alfa, beta, dan gamma.

Supardi, S. S. (2016). ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PKM. Jakarta: KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.
Sumber Air Bersih dan Sehat
Air hujan

Air permukaan

Mata air

Air sumur

Supardi, S. S. (2016). ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PKM. Jakarta: KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA.
02
Masalah jamban (Direkomendasikan Kemenkes)
Definisi Jamban Sehat, Jenis, Syarat Jamban Sehat,
Metode Pembuangan Tinja Manusia

Tangge, Nindiya, Hermon, Tamar


Definisi Jamban
o Jamban adalah suatu ruangan yang mempunyai
fasilitas pembuangan kotoran manusia yang
terdiri atas tempat jongkok atau tempat
duduk dengan atau tanpa cemplung yang
dilengkapi dengan unit penampungan kotoran
dan air untuk membersihkannya.
o Jamban sehat adalah suatu fasilitas
pembuangan tinja yang efektif untuk
memutuskan mata rantai penularan penyakit.
Jamban sehat efektif untuk memutus mata
rantai penularan penyakit.

Rumah Tangga Sehat Dengan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat” Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2007
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI). 2008. Keputusan Menteri Kesehatan No. 852 Tentang Strategi Nasional Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat. Jakarta
Jamban Cemplung (Pit Latrine)
Jamban ini dibuat dengan jalan membuat
lubang ke dalam tanah dengan diameter
80-120 cm sedalam 2,5-8 meter. Jamban
cemplung tidak boleh terlalu dalam,
karena akan mengotori air tanah
dibawahnya. Jarak dari sumber minum
sekurang-kurangnya 15 meter.
Jamban Empang (Overhung Latrine)
Dimana jamban ini dibangun di atas empang, sungai, maupun
rawa. Sistem jamban empang memungkinkan terjadi daur ulang
(recycling) yaitu tinja dapat langsung dimakan ikan
Jamban Leher Angsa (Angsa Latrine)
Adalah jamban dengan leher lubang kloset yang
berbentuk lengkung. Bila dipakai, tinjanya
tertampung sebentar dan bila disiram air, baru
masuk ke bagian yang menurun untuk masuk ke
tempat penampungannya.
Jamban Pupuk (The Compost Privy)
Secara prinsip jamban ini seperti kakus cemplung, hanya lebih
dangkal galiannya, di dalam jamban ini juga untuk membuang
kotoran binatang dan sampah, daun-daunan.
Jamban Kimia (Chemical Toilet)
Tinja ditampung dalam suatu bejana yang berisi caustic soda
sehingga dihancurkan sekalian didesinfeksi. Biasanya
dipergunakan dalam kendaraan umum misalnya dalam pesawat
udara, dapat pula digunakan dalam rumah.
Referensi
1. Rohmah, Nikmatur, and Fariani Syahrul. "Hubungan kebiasaan cuci tangan dan penggunaan jamban sehat
dengan Kejadian diare balita." Jurnal Berkala Epidemiologi 5.1 (2017): 95-106.

2. Juklak Program Sanitasi Total & Pemasaran Sanitasi (SToPS), WSP. 2008

3. Riskesdas 2010, Depkes RI.

4. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat, Direktorat Jenderal PPM & PL. 2003

5. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Azwar, A. 1983


Syarat Jamban Sehat
Syarat-syarat dalam pembuatan jamban menjadi kebutuhan yang snagat vital untuk daerah
tanggap darurat, masyarakat korban bencana harus memiliki jumlah jamban yang cukup dan
mudah diakses, letak jamban harus jauh dari dapur umum.
Ada 7 (tujuh) syarat yang harus diperhatikan untuk membuat jamban, yaitu:
1. Tidak mencemari air
a. Saat menggali tanah untuk lubang kotoran, usahakan agar lubang kotoran tidak mencapai
permukaan air tanah maksimum. Untuk daerah tanggap darurat dindingnya menggunakan
drum dan dasar tanah diberi arang, ijuk pasir, dan kerikil sebagai bahan resapan
b. Jarak lubang kotoran ke sumur sekurang – kurangnya 10 meter
c. Letak lubang kotoran lebih rendah daripada letak sumur agar air kotor dari lubang
kotoran tidak merembes dan mencemari sumur

Departemen Kesehatan RI (2008) Kepmenkes RI Nomor852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat,
Jakarta
2. Tidak mencemari tanah permukaan
Tidak BAB di sembarang tempat, seperti kebun, perkarangan, dekat sungai, dekat mata
air, atau pinggir jalan

3. Bebas dari serangga


a. Jika menggunakan bak air atau penampungan air, sebaiknya dikuras setiap minggu.
Hal ini penting untuk mencegah bersarangnya nyamuk demam berdarah
b. Ruangan dalam jamban harus terang. Bangunan yang gelap dapat menjadi sarang nyamuk
c. Lantai jamban diplester rapat agar tidak terdapat celah-celah yang bisa menjadi sarang
kecoa atau serangga lainnya
d. Lantai jamban harus selalu bersih dan kering
e. Lubang jamban, menggunakan mangkokan leher angsaagar tidak menimbulkan bau

Departemen Kesehatan RI (2008) Kepmenkes RI Nomor852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat,
Jakarta
4. Tidak menimbulkan bau dan nyaman digunakan
a. Jika menggunakan jamban leher angsa, permukaan leher angsa harus tertutup rapat oleh
air
b. Lubang buangan kotoran sebaiknya dilengkapi dengan pipa ventilasi untuk membuang bau
dari dalam lubang kotoran
c. Lantai jamban harus kedap air, pembersihan harus dilakukan secara periodik

5. Aman digunakan oleh pemakainya


Pada tanah yang mudah longsor, perlu ada penguat pada dinding lubang kotoran dengan
pasang batu atau bahan penguat lain yang terdapat di daerah setempat

Departemen Kesehatan RI (2008) Kepmenkes RI Nomor852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat,
Jakarta
6. Mudah dibersihkan dan tidak menimbulkan gangguan bagi pemakainya
a. Lantai jamban rata dan miring kearah saluran lubang kotoran
b. Jangan membuang plastik, puntung rokok, atau benda lain ke saluran kotoran karena
dapat menyumbat saluran
c. Jangan mengalirkan air cucian ke saluran atau lubang kotoran karena jamban akan cepat
penuh
d. Hindarkan cara penyambungan aliran dengan sudut mati. Gunakan pipa berdiameter
minimal 4 inci. Letakkan pipa dengan kemiringan minimal 2:100

7. Tidak menimbulkan pandangan yang kurang sopan


a. Jamban harus berdinding dan berpintu
b. Dianjurkan agar bangunan jamban beratap sehingga pemakainya terhindar dari
kehujanan dan kepanasan

Departemen Kesehatan RI (2008) Kepmenkes RI Nomor852/Menkes/SK/IX/2008 tentang Strategi Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat,
Jakarta
Metode Pembuangan Tinja Manusia

01 Teknik Menggunakan Sistem Jamban


(Privy Method)

02 Teknik Menggunakan Sistem Aliran Air (Water


Carried Method)

Udin Jabu, dkk. Pedoman Bidang Studi Pembuangan Tinja Dan Air Limbah Pada Institusi Pendidikan Sanitasi/Kesehatan Lingkungan, Pusdiknakes:
Jakarta.
01 Teknik Menggunakan Sistem Jamban (Privy Method)
Terdapat tiga kelompok teknik pembuangan tinja dengan system jamban yaitu :
1. Teknik menggunakan jamban tipe utama
Jamban cubluk
Jamban air
Jamban leher angsa
2. Teknik menggunakan jamban tipe yang kurang dianjurkan
Jamban bor
Jamban parit
Jamban gantung
3. Teknik menggunakan jamban untuk situasi khusus
Jamban kakus kompos
Jamban Kimia
Jamban Kolam
Jamban gasbio

Udin Jabu, dkk. Pedoman Bidang Studi Pembuangan Tinja Dan Air Limbah Pada Institusi Pendidikan Sanitasi/Kesehatan Lingkungan, Pusdiknakes:
Jakarta.
02 Teknik Menggunakan Sistem Aliran Air (Water Carried Method)

Berbagai metode dapat digunakan untuk membuang limbah cair


metode itu mencakup:
1. Pembuangan dengan pengenceran di badan air yang besar
2. Penggunaan kolam pembuangan
3. Penggunaan sumur peresapan
4. Penggunaan sistem tangki pembusukan

Udin Jabu, dkk. Pedoman Bidang Studi Pembuangan Tinja Dan Air Limbah Pada Institusi Pendidikan Sanitasi/Kesehatan Lingkungan, Pusdiknakes:
Jakarta.
03
Jenis-Jenis Vector dan Rodensia
serta Pengaruh bagi Kesehatan
Yohania, Michille
Definisi Vektor

Vektor adalah hewan avertebrata yang bertindak


sebagai penular penyebab penyakit (agen) dari
host pejamu yang sakit ke pejamu lain yang rentan.

Wijayanti, T. 2008. BALABA. Vektor dan reservoir, 2(7), 18 – 19


Jenis Vektor
01 Vektor Mekanik
Agen tidak mengalami
perubahan di dalam tubuh
vector

Cth: Lalat adalah vektor


mekanik dari penyakit
diare

Wijayanti, T. 2008. BALABA. Vektor dan reservoir, 2(7), 18 – 19


Jenis Vektor
02 Vektor Biologik
Agen mengalami pertumbuhan
dan perkembangan sampai
menjadi bentuk yang infektif
di dalam tubuh vector

Wijayanti, T. 2008. BALABA. Vektor dan reservoir, 2(7), 18 – 19


Penggolongan Vektor Biologik
1. Cyclo Propragative Transmission
ü Agen mengalami perubahan bentuk dan jumlah (berkembangbiak)
ü Cth: Plasmodium di dalam tubuh nyamuk Anopheles betina

2. Cyclo Developmental Transmission


ü Agen mengalami perubahan bentuk dan stadium
ü Cth: cacing filaria di dalam tubuh nyamuk Culex

3. Propagative Transmission
ü Agen mengalami perubahan jumlah (berkembangbiak)
ü Cth: Yersinia pestis (agen pes) dalam tubuh kutu

Wijayanti, T. 2008. BALABA. Vektor dan reservoir, 2(7), 18 – 19


Jenis Rodensia (Hewan Pengerat)
1. Hewan Pengerat Domestik
a. Tikus Loteng atau roof rat (Rattus rattus)

Tikus ini memiliki pergerakan yang terbatas. Terutama hidup di rumah. Di


beberapa tempat, tikus ini membuat lubang-lubang persembunyian.

b. Tikus Norwegia (Rattus norvegicus)

Golongan hewan semidomestik dan sering ditemukan di parit, saluran air


kotor, rumah.

c. Tikus Rumah (Mus musculus)

Memiliki ciri moncong runcing, telinga bulat kecil, ekor panjang, hampir
tidak berbulu.
Nurisa I, Ristiyanto Ristiyanto. 2012. “Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus Dan Mencit) Di Indonesia.Pdf.” Jurnal Ekologi Kesehatan 4(3): 308–19.
https://media.neliti.com/media/publications/78205-ID-penyakit-bersumber-rodensia-tikus-dan-me.pdf.
Tanda-Tanda Binatang Pengerat Dewasa Komensal

Nurisa I, Ristiyanto Ristiyanto. 2012. “Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus Dan Mencit) Di Indonesia.Pdf.” Jurnal Ekologi Kesehatan 4(3): 308–19.
https://media.neliti.com/media/publications/78205-ID-penyakit-bersumber-rodensia-tikus-dan-me.pdf.
2. Hewan Pengerat Liar

Berikut beberapa spesies dari golongan rodent liar yang paling banyak
ditemukan.

a. Tatera indica, merupakan hospes reservoir alami dari penyakit sampar.

b. Bandicota bengalensis varius (Gunomys Kok).


c. Bandicota indica

d. Millardia meltada

e. Millardia gleadowi

d. Mus booduga

Nurisa I, Ristiyanto Ristiyanto. 2012. “Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus Dan Mencit) Di Indonesia.Pdf.” Jurnal Ekologi Kesehatan 4(3): 308–19.
https://media.neliti.com/media/publications/78205-ID-penyakit-bersumber-rodensia-tikus-dan-me.pdf.
Pengaruh bagi Kesehatan
Sejumlah penyakit yang ditularkan melalui hewan pengerat, antara lain:

1. Penyakit akibat bakteri


● Contoh: sampar atau pes, tularemia, dan salmonelosis.
2. Penyakit akibat virus
● Contoh : lassa fever, dan ensefalitis.

3. Penyakit akibat Rickettsia


● Contoh: scrub typhus, murine typhus, dan rickettsial pox.
4. Penyakit akibat parasit
● Contoh: Hymenolepis diminuta, leishmaniasis, amebiasis, trichinosis,dan penyakit chagas.
5. Penyakit lain
● Contoh: demam gigitan tikus, leptospirosis, histoplasmosis, dan ringworm (kurap)

Nurisa I, Ristiyanto Ristiyanto. 2012. “Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus Dan Mencit) Di Indonesia.Pdf.” Jurnal Ekologi Kesehatan 4(3): 308–19.
https://media.neliti.com/media/publications/78205-ID-penyakit-bersumber-rodensia-tikus-dan-me.pdf.
Berikut beberapa tipe kontak dengan tikus dan contoh penyakit yang
ditularkan akibat kontak tersebut.

a. Melalui gigitan tikus, misalnya rat bit fever.


b. Melalui kontaminasi pada makanan/air, misalnya salmonellosis dan
leptospirosis.
c. Melalui pinjal tikus, misalnya, sampar dan tifus

Nurisa I, Ristiyanto Ristiyanto. 2012. “Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus Dan Mencit) Di Indonesia.Pdf.” Jurnal Ekologi Kesehatan 4(3): 308–19.
https://media.neliti.com/media/publications/78205-ID-penyakit-bersumber-rodensia-tikus-dan-me.pdf.
04
Pengendalian Vector Sesuai
Permenkes No. 374 Th 2010
Safrianto
Vektor
- Penyakit tular vektor merupakan penyakit yang menular melalui hewan perantara
(vektor)

- Penyakit tular vektor meliputi malaria, arbovirosis seperti Dengue, Chikungunya,


Japanese B Encephalitis (radang otak), filariasis limfatik (kaki gajah), pes
(sampar) dan demam semak (scrub typhus).

- Penyakit tersebut hingga kini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di


Indonesia dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi dan berpotensi
menimbulkan kejadian luar biasa (KLB).

- Merupakan satu di antara penyakit yang berbasis lingkungan yang dipengaruhi


oleh lingkungan fisik, biologi dan sosial budaya.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 374/Menkes/Per/III/2010 Tentang Pengendalian Vektor
Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)
Prinsip-prinsip PVT

a. Pengendalian vektor harus berdasarkan data tentang bioekologi vektor setempat,


dinamika penularan penyakit, ekosistem, dan perilaku masyarakat yang bersifat
spesifik lokal (evidence based).

b. Pengendalian vektor dilakukan dengan partisipasi aktif berbagai sektor dan program
terkait, LSM, organisasi profesi, dunia usaha/swasta serta masyarakat.

c. Pengendalian vektor dilakukan dengan meningkatkan penggunaan metode non kimia dan
menggunakan pestisida secara rasional serta bijaksana.

d. Pengendalian vektor harus mempertimbangkan kaidah ekologi dan prinsip ekonomi yang
berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 374/Menkes/Per/III/2010 Tentang Pengendalian Vektor
Tujuan PVT

Terselenggaranya pengendalian vektor secara terpadu untuk mengurangi


habitat perkembangbiakan vektor, menurunkan kepadatan populasi vektor,
menghambat proses penularan penyakit, mengurangi kontak manusia dengan
vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dikendalikan secara
lebih rasional, efektif dan efisien.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 374/Menkes/Per/III/2010 Tentang Pengendalian Vektor
Langkah-Langkah PVT

• Menentukan sasaran area/lokasi kegiatan pengumpulan data vektor berdasarkan pemetaan


dan stratifikasi wilayah endemis yang dibuat oleh program penanggulangan penyakit
• Melakukan Survei Dinamika Penularan (SDP) untuk mengidentifikasi metode pengendalian
vektor dengan mempertimbangkan aspek REESAA (rasional, efektif, efisien, sustainable,
acceptable, affordable) berdasarkan data dan informasi epidemiologi, entomologi dan
perilaku masyarakat
• Menentukan kombinasi metode pengendalian vektor yang efektif dan sasaran yang jelas
(tepat waktu dan lokasi) berdasarkan hasil SDP, dengan mempertimbangkan tersedianya
sumber daya yang ada, serta hasil penelitian inovatif yang tepat guna
• Mengidentifikasi mitra dan perannya dalam upaya pengendalian vector
• Melakukan advokasi dan sosialisasi untuk mendapatkan komitmen dari pihak-pihak terkait
dan masyarakat
• Menyusun rencana kegiatan PVT oleh masing-masing sektor terkait sesuai dengan peran
dan fungsinya dalam koordinasi pemerintah daerah
• Mengimplentasikan PVT sesuai dengan rencana masing-masing sector terkait

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 374/Menkes/Per/III/2010 Tentang Pengendalian Vektor
05
Jenis-Jenis Limbah Padat dan Limbah
Cair, dan Pengelolaan Limbah
Janstine
Limbah Organik & Anorganik
Limbah Organik Limbah Anorganik
Meliputi limbah yang tidak
Merupakan segala limbah yang
mengandung unsur karbon, seperti
mengandung unsur karbon (C),
logam (misalnya besi dari mobil
sehingga meliputi limbah dari
bekas atau perkakas, dan aluminium
mahluk hidup (misalnya kotoran
dari kaleng bekas atau peralatan
hewan dan manusia, sisa makanan,
rumah tangga), kaca, dan pupuk
dan sisa- sisa tumbuhan mati),
anorganik (misalnya yang
kertas, plastik, dan karet. Limbah
mengandung unsur nitrogen dan
organik sebagai limbah yang hanya
fosfor). Limbah-limbah ini tidak
berasal dari makhluk hidup (alami)
memiliki unsur karbon sehingga
dan sifatnya mudah busuk.
tidak dapat diurai oleh
mikroorganisme.

Isnaini, H. H. (2020). POTENSI PENCEMARAN LIMBAH CAIR RUMAH PEMOTONGAN AYAM X DI DUSUN BETAKAN, SUMBERRAHAYU,
MOYUDAN, SLEMAN’. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Limbah Padat
a. Sampah organik mudah busuk (garbage) yaitu limbah padat semi
basah, berupa bahan-bahan organik yang mudah membusuk atau terurai
mikroorganisme. Contohnya yaitu: sisa makanan, sisa dapur, sampah
sayuran, kulit buah- buahan.
b. Sampah anorganik dan organik tak membusuk (rubbish) yaitu limbah
padat anorganik atau organik cukup kering yang sulit terurai oleh
mikroorganisme, sehingga sulit membusuk. Contohnya yaitu: selulosa,
kertas, plastik, kaca, logam.
c. Sampah abu (ashes) yaitu limbah padat yang berupa abu, biasanya
hasil pembakaran. Sampah ini mudah terbawa angin karena ringan dan
tidak mudah membusuk.

Isnaini, H. H. (2020). POTENSI PENCEMARAN LIMBAH CAIR RUMAH PEMOTONGAN AYAM X DI DUSUN BETAKAN, SUMBERRAHAYU,
MOYUDAN, SLEMAN’. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
d. Sampah bangkai binatang (dead animal) yaitu semua limbah yang
berupa bangkai binatang, seperti tikus, ikan dan binatang ternak yang
mati.
e. Sampah sapuan (street sweeping) yaitu limbah padat hasil sapuan
jalanan yang berisi berbagai sampah yang tersebar di jalanan, seperti
dedaunan, kertas dan plastik.
f. Sampah industri (industrial waste) yaitu semua limbah padat yang
bersal dari buangan industri. Komposisi sampah ini tergantung dari jenis
industrinya.

Isnaini, H. H. (2020). POTENSI PENCEMARAN LIMBAH CAIR RUMAH PEMOTONGAN AYAM X DI DUSUN BETAKAN, SUMBERRAHAYU,
MOYUDAN, SLEMAN’. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Limbah Cair
a. Limbah cair domestik (domestic wastewater) yaitu limbah cair hasil
buangan dari perumahan (rumah tangga), bangunan, perdagangan dan
perkantoran. Contohnya yaitu: air sabun, air detergen sisa cucian, dan
air tinja.
b. Limbah cair industri (industrial wastewater) yaitu limbah cair hasil
buangan industri. Contohnya yaitu: sisa pewarnaan kain/bahan dari
industri tekstil, air dari industri pengolahan makanan, sisa cucian
daging, buah, atau sayur.

Isnaini, H. H. (2020). POTENSI PENCEMARAN LIMBAH CAIR RUMAH PEMOTONGAN AYAM X DI DUSUN BETAKAN, SUMBERRAHAYU,
MOYUDAN, SLEMAN’. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
c. Rembesan dan luapan (infiltration and inflow) yaitu limbah cair yang
berasal dari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan
limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari
permukan. Air limbah dapat merembes ke dalam saluran pembuangan
melalui pipa yang pecah, rusak, atau bocor sedangkan luapan dapat
melalui bagian saluran yang membuka atau yang terhubung ke
permukaan. Contohnya yaitu: air buangan dari talang atap, pendingin
ruangan (AC), bangunan perdagangan dan industri, serta pertanian atau
perkebunan.
d. Air hujan (storm water) yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air
hujan di atas permukaan tanah. Aliran air hujan di permukaan tanah
dapat melewati dan membawa partikel- partikel buangan padat atau cair
sehingga dapat disebut limbah cair.

Isnaini, H. H. (2020). POTENSI PENCEMARAN LIMBAH CAIR RUMAH PEMOTONGAN AYAM X DI DUSUN BETAKAN, SUMBERRAHAYU,
MOYUDAN, SLEMAN’. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.
Pengelolaan Limbah Padat
1. Digunakan sebagai tanah pengisi/penimbun ("urug")
Cara ini telah lama digunakan dan relatif murah, misalnya untuk meninggikan daerah
lembah atau jurang di tepi sungai atau pantai, atau menimbun daerah rawa, dan
sebagainya.

2. Dengan dibakar terkendali ("incineration")


Pada cara ini limbah padat dibakar di suatu tempat yang dapat memungkinkan
mengendalikan nyala apinya.
Misalnya di tempat terbuka tanpa adanya kemungkinan menjalarnya api secara liar, atau
di dalam lubang dalam tanah, atau di dalam bak yang dindingnya dilapisi tanah liat. Hasil
akhir pembakaran ini ialah CO2, H2O dan gas gas lain serta abu. CO2 dan gas-gas lain
yang terbentuk selama pembakaran dibiarkan terbuang masuk ke atmosfir.

Ketut,Irianto. (2017). Sistem Teknologi Pengolahan Limbah. Fakultas Pertanian Program Studi Agroteknologi Universitas Warmadewa
A multi-criteria decision making model for the optimal planning of municipal solid waste under uncertainty - Scientific Figure on ResearchGate. Available from:
https://www.researchgate.net/figure/Diagrammatic-representation-of-proposed-solid-waste-management-model-see-online-version_fig1_340772403 [accessed 6 Sep, 2022]
Pengelolaan Air Limbah Alamiah
v Pengolahan air limbah secara alamiah dapat dilakukan dengan pembuatan
kolam stabilisasi

v Tujuan: Air limbah diolah secara alamiah untuk menetralisasi zat-zat


pencemar sebelum air limbah dialirkan ke sungai

v Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam anaerobik, kolam


fakultatif (pengolahan air limbah yang tercemar bahan organik pekat), dan
kolam maturasi (pemusnahan mikroorganisme patogen)

Kencanawati, C. I. P. K. (2016). Sistem Pengelolaan Air Limbah dan Sampah, Sistem Pengolahan Air LImbah, (7473), pp. 1–55. Available at:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/5099c1d958ba3deb6270dea7d2bc8bf6.pdf.
Pengelolaan Air Limbah Buatan
Primary Treatment
q Primary treatment merupakan
pengolahan pertama yang
bertujuan untuk memisahkan zat
padat dan zat cair dengan
menggunakan filter (saringan) dan
bak sedimentasi

q Beberapa alat yang digunakan


adalah saringan pasir lambat,
saringan pasir cepat, saringan
multimedia, percoal filter,
mikrostaining, dan vacum filter.

Kencanawati, C. I. P. K. (2016). Sistem Pengelolaan Air Limbah dan Sampah, Sistem Pengolahan Air LImbah, (7473), pp. 1–55. Available at:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/5099c1d958ba3deb6270dea7d2bc8bf6.pdf.
Secondary Treatment
q Secondary treatment merupakan pengolahan kedua,
bertujuan untuk mengkoagulasikan, menghilangkan
koloid, dan menstabilisasikan zat organik dalam
limbah.
q Tujuan : untuk mengurangi kandungan bahan organik,
nutrisi nitrogen, dan fosfor.
q Secara aerobik, penguraian bahan organik dilakukan
mikroorganisme dengan bantuan oksigen sebagai
electon acceptor dalam air limbah.
q Selain itu, aktivitas aerobik ini dilakukan dengan
bantuan lumpur aktif (activated sludge) yang banyak
mengandung bakteri pengurai. Hasil akhir aktivitas
aerobik sempurna adalah CO2, uap air, dan excess
sludge. Secara anaerobik, penguraian bahan organik
dilakukan tanpa menggunakan oksigen. Hasil akhir
aktivitas anaerobik adalah biogas, uap air, dan excess
sludge.
Kencanawati, C. I. P. K. (2016). Sistem Pengelolaan Air Limbah dan Sampah, Sistem Pengolahan Air LImbah, (7473), pp. 1–55. Available at:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/5099c1d958ba3deb6270dea7d2bc8bf6.pdf.
Tertiary Treatment
q Tertiary treatment merupakan lanjutan
dari pengolahan kedua, yaitu
penghilangan nutrisi atau unsur hara,
khususnya nitrat dan posfat, serta
penambahan klor untuk memusnahkan
mikroorganisme patogen.
q Dalam pengolahan air limbah dapat
dilakukan secara alami atau secara
buatan, perlu dilakukan berbagai cara
pengendalian antara lain menggunakan
teknologi pengolahan limbah cair,
teknologi proses produksi, daur ulang,
resure, recovery dan juga penghematan
bahan baku dan energi.

Kencanawati, C. I. P. K. (2016). Sistem Pengelolaan Air Limbah dan Sampah, Sistem Pengolahan Air LImbah, (7473), pp. 1–55. Available at:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/5099c1d958ba3deb6270dea7d2bc8bf6.pdf.
06
Jenis-Jenis Sampah dan Metode
Pengelolaan Sampah
Gabriella G.
Pengawasan dan Pengelolaan Sampah
Jenis sampah, masalah pencemaran sampah, cara pegelolaan sampah. Beberapa
jenis sampah antara lain :

1) Sampah basah (garbage), terdiri dari sayur-sayuran, sisa makanan,es


pengolahan makanan termasuk tulang, daging, sisik ikan.

2) Sampah kering (rubbish), terdiri dari bahan mudah terbakar atau sulit
terbakar, diantaranya kertas, plastik, kain, karet, kulit, kayu, daun kering.

3) Abu dan residu (ash & residual terdiri dari bahan hasil pembakaran sankaca,
kaleng, paku, paper klips dan lain-lain, kayu, daun, arang, kertas, kain,
kulit,plastk dan benda lain yang dapat terbakar.

4) Hasil dari pembongkaran bangunan (demolition waste) terdiri dari brangkal,


batu/bata, plastik, besi, kayu dan lain-lain.

Budiman dan Suyono. 2019. Buku Ajar Epidemiologi Kesehatan Lingkungan. Bandung: PT Refika Aditama.
5) Segala jenis bangkai hewan (dead material), dalam hal ini hewan mati dengan
sendirinya, bukan hasil proses manusia (disembelih, dipotong)

6) Kotoran manusia (night soil) : tinja, air seni, muntahan.

7) Segala jenis kotoran yang terbuang di jalanan umum, halaman rumah atau
gedung (street sweeping) : daun, ranting, batang kayu, kertas, logam, plastik
dan sampah hasil penyapuan halaman dan lain-lain.

8) Segala jenis kotoran hewan (stable manure) khususnya dari pet pemotongan
hewan dan lain-lain.

9) Sampah pertanian (tarming waste) termasuk peternakan, sisa sayuran


yangterbuang, daun-daunan dan lain-lain.

10) Sampah B3 (bahan beracun dan berbahaya) terutama dari reaktor


atom/nuklir, rumah sakit, saatorium, Iaboratorium, industri beat dan lain-lain.

Budiman dan Suyono. 2019. Buku Ajar Epidemiologi Kesehatan Lingkungan. Bandung: PT Refika Aditama.
Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah 3R secara umum adalah upaya pengurangan pembuangan


sampah, melalui program menggunakan kembali (Reuse), mengurangi (Reduce),
dan mendaur ulang (Recycle).

1) Reuse (menggunakan kembali)


2) Reduce (mengurangi)
3) Recycle (mendaur ulang)

Pengawasan sampah
- Rumah tangga
- Pemerintah

Budiman dan Suyono. 2019. Buku Ajar Epidemiologi Kesehatan Lingkungan. Bandung: PT Refika Aditama.
07
Syarat Rumah Sehat (UU RI no. 1 2011),
Parameter dan Indikator Penilaian Rumah
Sehat
Nurhayati, Dicky
Syarat Rumah Sehat
Menurut Undang-undang No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman:

Rumah Sehat adalah tempat berlindung/bernaung dan tempat untuk


beristirahat sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik rohani
maupun sosial yang memungkinkan para penghuninya dapat mengembangkan dan
membina fisik mental maupun sosial keluarga, serta memenuhi syarat kesehatan
yaitu rumah yang memiliki jamban yang sehat, sarana air bersih, tempat
pembuangan sampah, sarana pembuangan air limbah dan ventilasi rumah yang
baik.

Hal ini telah tersirat dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun
2011 yang mengatakan rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan
martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya (UU RI No. 1, 2011).
Syarat rumah sehat yang dimaksudkan untuk melindungi
keluarga dari dampak kualitas lingkungan meliputi:
Lokasi perumahan

Kualitas udara

Kebisingan dan getaran tanah

Kualitas tanah

Kualitas sarana prasarana sanitasi

Penghijauan
Persyaratan Rumah Sehat
Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes
No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut:

A. Bahan bangunan
• Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat
membahayakan kesehatan, antara lain : debu total kurang dari 150 µg/m2 ,
asbestos kurang dari 0,5 serat/m3, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg
bahan.
• Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya
mikroorganisme patogen.
B. Komponen dan penataan ruangan
• Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
• Dinding rumah memiliki ventilasi, kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan
mudah dibersihkan.
• Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan.
• Ruang-ruang diatur sesuai dengan fungsinya yang berhubungan erat diletakan
berdekatan agar pencapaiannya lebih mudah dan kegiatan dapat berjalan lancar
• Dapur berhubungan dengan api, maka harus mempunyai lubang bukaan/jendeka
yang cukup, dinding sekitar kompor/tungku dilapisi seng atau bahan tahan api,
terutama untuk dinding kayu atau bambu dan sediakan karung yang mudah
dibasahi dan ember berisi air didekat kompor/tungku sebagai salah satu upaya
penanggulangan pertama bila kompor/tungku terbakar.
C. Pencahayaan alam atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh
ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.
D. Kualitas udara
• Suhu udara nyaman antara 18–30oC.
• Kelembaban udara 40–70%.
• Gas SO2 kurang dari 24 jam.
• Pertukaran udara
E. Ventilasi Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai.
F. Vektor penyakit: tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah.
G. Penyediaan air
• Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/orang/hari
• Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih atau air minum menurut
Permenkes no. 416 tahun 1990 dan Kepmenkes no. 907 tahun 2002.
H. Sarana penyimpanan makanan
Parameter Indikator Penilaian Rumah Sehat
Sarana Bangunan

a. Eksternal
Kebersihan halaman, area parkir, pertamanan, saluran atau parit buangan limbah, tempat
pembuangan sampah sementara (TPS), lokasi dan konstruksi septik tank, sumber air bersih dari
sumber yang memenuhi syarat kesehatan.
b. Internal
Konstruksi bangunan yang sehat dan aman, terdiri dari bahan yang kokoh, terjamin pertukaran
udara segar dengan konstruksi, jumlah dan luas jendela atau lubang ventilasi yang memenuhi
syarat, terjamin penerangan yang cukup, Luas ruangan disesuaikan dengan jumlah penghuni
ruangan, Sarana saniter yaitu kamar mandi dan WC memenuhi syarat sanitasi. Apabila bangunan
terdiri dari dua lantai atau lebih maka tangga naik harus memenuhi syarat untuk lebar anak tangga
minimal 25 cm dan tinggi anak tangga maksimal 18 cm, kemiringan tangga kurang dari 36*.
Parameter Indikator Penilaian Rumah Sehat
Aspek Perilaku Penghuni

Persyaratan fisiologis meliputi:


Ø Pencahayaan yang cukup, baik cahaya alam (sinar matahari) maupun cahaya
buatan (lampu)
Ø Perhawaan (ventilasi) yang cukup untuk proses penggantian udara dalam
ruangan
Ø Tidak terganggu oleh suara - suara yang berasal dari luar maupun dalam
rumah (termasuk radiasi).
Ø Cukup tempat bermain bagi anak - anak dan untuk belajar
Parameter Indikator Penilaian Rumah Sehat

Persyaratan psikologis meliputi:


1) Setiap anggota keluarga terjamin ketenangannya dan kebebasannya
(privacy)
2) Mempunyai ruang untuk berkumpulnya anggota keluarga
3) Lingkungan yang sesuai, homogen
4) Mempunyai fasilitas kamar mandi dan WC sendiri
5) Jumlah kamar tidur dan pengaturannya harus disesuaikan dengan umur dan
jenis kelaminnya
6) Jarak antara tempat tidur minimal 90 cm.
Referensi
1. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Dasar-Dasar Rumah Sehat. Dasar-Dasar Rumah Sehat.
2017.

2. Juniartini NLP. Tinjauan Penyaluran Dana BSPS di Desa Tusan, Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten
Klungkung. J Bali Membangun Bali. 2019;2(3):161–72.

3. Umi Dyah Muji Nur Rahmah. 2015. Hubungan Karakteristik Kepala Keluarga Dengan Rumah Sehat Di Desa
Duwet Kecamatan Baki Kabupaten Sukoharjo. Program Studi Kesehatan Masyarakat.

4. Budiman dan suyono. 2019. Buku Ajar Epidemiologi Kesehatan Lingkungan. Bandung: PT Refika Aditama.
08
Dampak bagi Kesehatan yang
Ditimbulkan dari Pemukiman Kumuh
Laurensius
Pemukiman Kumuh

https://th.boell.org/sites/default/files/styles/social_media/public/uploads/2017/November%2010 https://img.jakpost.net/c/2016/05/02/2016_05_02_4000_1462202307._large.jpg
%2C%202017/1._title_picture.jpg.jpeg?itok=PnK6Zjyc

Pemukiman yang memiliki kepadatan yang tinggi, tingkat kriminalitas tinggi, biasanya migran
dari desa ke kota, pekerja kasar, kotor, tidak sehat dan rumah yang tidak layak huni
Dampak Kesehatan dari Pemukiman Kumuh

https://cdn-asset.jawapos.com/wp-content/uploads/2019/01/tak-
hanya-paru-paru-5-organ-ini-juga-diserang-kuman-tb_m_198914-
640x420.jpeg

https://pekalongankota.go.id/upload/berita/berita_20200110012857. https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b
jpg /bf/Symptoms-diarrhea-nonbloody.jpg
Dampak Kesehatan dari Pemukiman Kumuh

https://www.puskpnf.dinkes-kotakupang.web.id/media/k2/items/cache/474f4cdd4383ff91fd1d98bcb039d93b_L.jpg

https://sardjito.co.id/sardjitowp/wp-content/uploads/2019/12/PMS.jpg
Referensi
1. Ssemugabo, C., Nalinya, S., Lubega, G. B., Ndejjo, R., & Musoke, D. (2021). Health risks in our environment:
Urban slum youth’ perspectives using photovoice in Kampala, Uganda. Sustainability (Switzerland), 13(1), 1–
16. https://doi.org/10.3390/su13010248

2. Malau, W. (2013). Dampak Urbanisasi Terhadap Pemukiman Kumuh (Slum Area) Di Daerah Perkotaan.
JUPIIS, 5 (3).
09
Visi Indonesia
Sehat 2020-2025
Sarah
• Dalam Indonesia Sehat 2025, lingkungan strategis pembangunan kesehatan
yang diharapkan adalah lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya keadaan
sehat jasmani, rohani maupun sosial, yaitu lingkungan yang bebas dari
kerawanan sosial budaya dan polusi, tersedianya air minum dan sarana
sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,
perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya
kehidupan masyarakat yang memiliki solidaritas sosial dengan memelihara
nilai-nilai budaya bangsa.

• Perilaku masyarakat yang diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah


perilaku yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan; mencegah risiko terjadinya penyakit; melindungi diri dari
ancaman penyakit dan masalah kesehatan lainnya; sadar hukum; serta
berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat, termasuk
menyelenggarakan masyarakat sehat dan aman (safe community).

Rancangan Final RPJPK 2005-2025. Depkes RI. Jakarta 2009.


• Dalam Indonesia Sehat 2025 diharapkan masyarakat memiliki kemampuan
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan juga memperoleh
jaminan kesehatan, yaitu masyarakat mendapatkan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya. Pelayanan kesehatan bermutu
yang dimaksud adalah pelayanan kesehatan termasuk pelayanan kesehatan
dalam keadaan darurat dan bencana, pelayanan kesehatan yang memenuhi
kebutuhan masyarakat serta diselenggarakan sesuai dengan standar dan
etika profesi.

• Diharapkan dengan terwujudnya lingkungan dan perilaku hidup sehat, serta


meningkatnya kemampuan masyarakat dalam memperoleh pelayanan
kesehatan yang bermutu, maka akan dapat dicapai derajat kesehatan
individu, keluarga dan masyarakat yang setinggi- tingginya.

Rancangan Final RPJPK 2005-2025. Depkes RI. Jakarta 2009.


Kesimpulan
xxx
Terimakasih
Apakah ada pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai