Anda di halaman 1dari 1

MUTU BENIH DAN DORMANSI BENIH

MUTU BENIH
Mutu Benih adalah faktor penentu keberhasilan penanaman secara ekonomis.
Penggunaan benih bermutu rendah akan menghasilkan penanaman yang tidak seragam dengan
persentase tumbuh rendah dan menjadi sumber inokulum bagi penyakit terbawa benih (seedborne)
Mutu benih yang tinggi dicirikan oleh :
1. Tingkat kemurnian tinggi
2. Daya berkecambah tinggi
3. Vigor tinggi
4. Bebas dari penyakit
Karakteristik mutu benih dibagi menjadi 4 grup utama yaitu
1. Mutu fisik
2. Mutu fisiologis
3. Mutu genetik
4. Mutu patologis/kesehatan
1. Mutu fisik benih, diukur dari kebersihan benih, bentuk, ukuran, dan warna cerah yang
homogen serta benih tidak mengalami kerusakan mekanis atau kerusakan karena serangan hama dan
penyakit. Mutu fisik tidak hanya menyangkut struktur morfologis tetapi juga ukuran dan berat benih.
2. Mutu fisiologis, diukur dari kemampuan benih untuk berkecambah normal (tumbuhnya bagian-
bagian penting kecambah) pada periode tertentu, kadar air maupun daya simpan benih.
3. Mutu genetik, diukur dari tingkat kemurnian benih, karakteristik tanaman, hasil dari potensi
genetik embrio, termasuk variasi genetik dalam satu lot benih.
4. Mutu kesehatan benih, diukur dari ada tidaknya penyakit di dalam atau dipermukaan benih.
Beberapa penyakit dapat berpindah melalui benih tanpa mempengaruhi viabilitas/vigor kecambah,
tetapi dapat merusak tanaman pada stadia perkembangan lanjut.
Viabilitas dan vigor benih dipengaruhi oleh beberapa faktor penting :
1. Pertumbuhan pohon induk
2. Kemasakan benih
3. Kadar air benih dan suhu selama penyimpanan
4. Kerusakan benih
Tingkat kemasakan benih saat panen akan sangat mempengaruhi mutu benih.
Mutu benih mencapai maksimum pada saat masak fisiologis yang dicirikan oleh bobot kering benih
maksimum karena cadangan makanan benih sudah terbentuk sempurna dan vigor benih maksimum.
Walaupun benih yang belum masak sudah bisa berkecambah tetapi vigornya rendah dan
kecambahnya lemah dibandingkan dengan benih yang sudah mencapai masak fisiologis.
Hasil penelitian Waemata dan Ilyas (1989), masak fisiologis benih buncis terjadi 30 hari setelah
berbunga dengan bobot kering dan vigor benih maksimum. Vigor benih buncis (dalam hal ini
kecepatan tumbuh) yang dipanen pada saat masak fisiologis (30 HSB) lebih tinggi dibandingkan dengan
buncis yang dipanen pramasak fisiologis (27 HSB) atau setelah masak fisiologis (33 HSB), daya simpan
benih juga lebih rendah.
Setelah mencapai maksimum, mutu benih mengalami penurunan seiring dengan berjalannya waktu
(seed ageing).
Benih dengan mutu fisiologis dan fisik yang baik akan menghasilkan kecambah yang vigor dan sehat.
Apabila mutu fisiologis dan fisik suatu lot benih rendah, mutu genetis juga akan berubah dan seringkali
menjadi lebih rendah.

Anda mungkin juga menyukai