Anda di halaman 1dari 4

Nama : Meutia Vira Adilla

NPM : 1905101050041

DORMANSI BENIH
Dormansi merupakan suatu kondisi dimana benih hidup tidak berkecambah sampai
batas waktu akhir pengamatan perkecambahan walaupun faktor lingkungan optimum untuk
perkecambahannya. Dormansi terjadi karena berbagai penyebab, baik itu dari faktor biotik
maupun abiotik. Adapun metode/cara pematahan dormansi dapat dilakukan secara fisiologis
dan fisiknya. Secara fisiologis yaitu dengan penyimpanan kering, stratifikasi, pemberian
KNO3, GA3, dan suhu berganti. Sedangkan secara fisik dengan cara skarifikasi,
pencucian/perendaman benih, puncturing (penusukan), menghilangkan sebagian struktur
yang mengelilingi benih.
Tipe
Penyebab Cara Mengatasi
Dormansi
Penghambat pada pericarp atau Penghambat 1. Hilangkan fleshy pericarp atau
kulit benih. yang testa.
berhubungan 2. Jika pericarp atau testanya kering
kucurkan pada air mengalir.
Embrio yang belum berkembang Dormansi 1. Simpan selama 4-6 minggu pada
secara sempurna atau embrio perkembangan kondisi ruangan.
rudimenter. 2. Simpan pada lingkungan lembab
dan hangat.
3. Ambil embrio dan kulturkan secara
kultur jaringan.
Dehidrasi benih Quiescence Semai pada lingkungan lembab.
Kulit biji yang keras menghalangi Quiescence Secara fisik ataupun secara kimia
masuknya air dan gas. atau penggosokan kulit benih.
Rendahnya perangsang tumbuh Dormansi Suhu dingin atau panas secara
dan tingginya penghambat fisiologis bergantian, penyimpanan lembab 4-
tumbuh pada embrio 12 minggu.
Kulit benih keras ditambah Quiescence Skarifikasi dan stratifikasi.
dengan embrio istirahat dan istirahat
Kebutuhan akan cahaya Dormansi 1. Kenakan cahaya putih
sekunder 2. Kenakan cahaya merah
3.Semai secara dangkal

VIABILITAS BENIH DAN PENGUJIANNYA


Viabilitas benih adalah daya hidup benih yang ditunjukkan dalam fenomena
pertumbuhan, gejala metabolisme, kinerja kromosom, atau garis viabilitas. Penilaian
viabilitas benih secara langsung adalah menilai pertumbuhan struktur-struktur penting dari
benih yang berkecambah yang ditandai dengan pemunculan radikula (calon akar), hipokotil
(calon batang) dan plumula (calon daun). Penilaian viabilitas benih secara tidak langsung
adalah gejala metabolisme atau kinerja lain dari benih yang bukan berupa pertumbuhan
struktur tumbuh kecambah, contohnya mengukur aktivitas enzym yang terlibat pada proses
perkecambahan seperti enzim dehidrogenase. Terdapat beberapa tolak ukur viabilitas :
A. Viabilitas Potensial (VP)
1) Potensi Tumbuh (PT), Nilai PT diperoleh dengan menghitung jumlah benih yang
menunjukkan gejala tumbuh pada pengamatan hari terakhir dan dinyatakan dalam persen.
Gejala tumbuh ditandai dengan munculnya akar (radicle) atau plumula yang menembus kulit
benih.
2) Daya Berkecambah (DB), Nilai DB diperoleh dengan menghitung jumlah benih yang
berkecambah normal pada pengamatan I dan II dan dinyatakan dalam persen.
B. Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT)
1) Kecepatan Tumbuh (KCT), nilai kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan jumlah
pertambahan kecambah normal setiap hari. Perhitungan dilakukan hingga hari terakhir
pengamatan dan dinyatakan dalam persen.
2) Keserempakan Tumbuh (KST), salah satu parameter vigor daya simpan atas dasar hitungan
persentase kecambah normal kuat pada suatu waktu tertentu.
3) Spontanitas Tumbuh (KSP), tolak ukur dari parameter Vigor Kekuatan Tumbuh atas dasar
persentase kecambah normal yang tumbuh merata pada suatu waktu tertentu.
4) Indeks Vigor (IV), menggambarkan vigor kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan
persentase kecambah normal.
5) T50, adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai 50% total pemunculan kecambah. T50
diamati dengan menghitung jumlah benih yang berkecambah setiap hari.
Viabilitas benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan
benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi normal dalam keadaan biofisik
lapang yang serba optimum. Dalam melakukan pengujian benih, salah satu kesukaran yang
utama adalah menilai struktur penting dari kecambah, sehingga perlu dibuat suatu pedoman
dalam menentukan kecambah normal, abnormal, mati dan tidak hidup.
a. Kriteria kecambah normal :
 Memiliki sistem perakaran yang baik terutama akar primer dan untuk tanaman yang
mempunyai akar seminal maka akar ini tidak boleh kurang dari dua.
 Perkembangan hipokotil yang sempurna tanpa ada kerusakan pada jaringannya.
 Pertumbuhan plumula yang sempurna dengan daun hijau dan tumbuh baik, di dalam
atau muncul dari koleoptil atau pertumbuhan epikotil yang sempurna dengan kuncup
normal.
 Memiliki satu kotiledon untuk kecambah monokotil dan dua kotiledon untuk kecambah
dikotil.
b. Kriteria kecambah abnormal :
 Kecambah yang rusak tanpa kotiledon, embrio yang pecah dan akar primer yang
pendek.
 Kecambah yang cacad bentuk, perkembangan lemah seperti plumula yang terputar,
kotiledon membengkok, akar pendek, koleoptil yang pecah tetapi tidak mempunyai
daun, kecambah kerdil.
 Kecambah yang tidak membentuk klorophil
 Kecambah lunak/busuk
 Untuk benih pepohonan bila dari mikropil keluar daun bukan akar.
c. Kriteria kecambah mati :
Kriteria ini ditujukan pada benih yang busuk sebelum berkecambah atau tidak tumbuh dalam
periode pengujian tertentu, tetapi bukan dorman.
d. Kriteria benih dorman :
 Benih keras, benih yang pada akhir periode pengujian tidak menyerap air akibat kulit
benih yang impermiabel.
 Benih belum busuk tetapi tidak berkecambah (benih dorman) yaitu benih yang telah
mengalami imbibisi tetapi tidak tumbuh pada akhir periode pengujian dan tidak busuk
serta memerlukan perlakuan khusus.

VIGOR BENIH DAN PENGUJIANNYA


Vigor benih dicerminkan oleh dua informasi tentang viabilitas masing-masing
kekuatan tumbuh dan daya simpan benih. Kedua nilai fisiologi ini menempatkan benih pada
kemungkinan kemampuannya untuk tumbuh menjadi tanaman normal meskipun keadaan
biofisik lapang produksi supoptimum atau sesudah benih melampaui suatu periode simpan
yang lama. Vigor diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vigor genetik dan vigor fisiologis.
Vigor genetik, vigor benih dari galur genetik yang berbeda-beda dalam rangka program
pemuliaan tanaman. Vigor genetik suatu parameter yang membedakan keunggulan varietas
satu dengan lainnya dalam ketahanan hidupnya terhadap berbagai kondisi sub optimum
(umum) maupun kondisi sub optimum tertentu (spesifik). Vigor fisiologis adalah vigor yang
dapat dibedakan dalam galur genetik yang sama. Ada beberapa penyebab rendahnya vigor
benih, yaitu :
1. Genetis, ada kultivar tertentu yang lebih peka terhadap keadaan lingkungan yang kurang
menguntungkan, atau tidak mampu tumbuh cepat dibandingkan dengan kultivar lainnya.
2. Fisiologis, kondisi fisiologis dari benih yang dapat menyebabkan rendahnya vigor yaitu
ketidakmatangan benih pada saat panen (immaturity) dan kemunduran benih selama simpan
3. Morfologis, dalam suatu kultivar biasanya terjadi peristiwa bahwa benih berukuran lebih
kecil menghasilkan bibit yang kurang memiliki kekuatan tumbuh dibandingkan dengan benih
berukuran besar.
4. Sitologis, kemunduran benih yang disebabkan oleh aberasi kromosom.
5. Mekanis, kerusakan mekanis yang terjadi pada benih baik pada saat panen, prosesing atau
poenyimpanan.
6. Mikroba, mikroorganisme seperti cendawan atau bakteri yang terbawa oleh benih akan
berbahaya bagi benih terutama pada kondisi simpan yang tidak memenuhi syarat atau pada
kondisi lapang yang memungkinkan berkembangnya patogen tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi vigor benih :
Faktor Genetik atau faktor bawaan, Faktor Kemasakan Benih, Faktor kerusakan mekanis
pada benih, Faktor kemunduran benih, Jumlah patogen yang ada pada benih, Ukuran dan
berat jenis benih, Komposisi kimiawi benih, Faktor lingkungan dan nutrisi tanaman induk,
Cara proteksi benih, Cara panen, Faktor lingkungan setelah panen, Faktor lingkungan selama
penyimpanan.
Tujuan Pengujian Vigor :
a) Untuk mendapatkan informasi tentang kekuatan tumbuh atau vigor benih pada kondisi
biofisik yang sup optimum.
b) Informasi ini akan berkorelasi dengan pertumbuhan tanaman selanjutnya di lapang
produksi.
c) Vigor atau kekuatan tumbuh benih memberi informasi akan kemampuan benih untuk
tumbuh menjadi tanaman normal dan berproduksi wajar meskipun keadaaan biofisik
lapangan produksi suboptimum.

SERTIFIKASI DAN PENGUJIAN BENIH


Kebijakan pemerintah mengenai sertifikasi tertuang dalam Undang Undang No. 12 tahun
1992 Pasal 13
Ayat 1: benih dari varietas unggul yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian, yang produksi
dan peredarannya diawasi disebut benih bina.
Ayat 2: benih bina yang akan diedarkan harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu
yang ditetapkan oleh pemerintah.
Ayat 3 : Benih bina yang lulus sertifikasi apabila akan diedarkan wajib diberi label.
Permentan No. 39 tahun 2006, Pasal 11
Ayat 1: Untuk memproduksi benih bina harus melalui sertifikasi.
Ayat 2: Sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui :
a. Melalui pengawasan pertanaman dan atau uji laboratorium.
b. Melalui sistem manajemen mutu.
c. Melalui sertifikasi terhadap produk atau benih.

Anda mungkin juga menyukai