Anda di halaman 1dari 118

PERANAN AL QUR’AN DALAM TAZKIAH AN NAFS:

KAJIAN TERHADAP KITAB AWÃRIFUL MA’ARIF


KARYA IMAM SYIHĀB AD-DIN UMAR AS-SYAHRAWARDĪ
BĀB : FĪ TAKHSĨS AS SÛFIYYAH BIḤUSNI AL ISTIMĀ’

RISALAH ILMIAH
Disusun Untuk Tugas Akhir Dalam Program Marhalah Ula (M1)

Oleh:
Achmad Ali Usman
(16.1.17.1.06.456)

TASAWUF DAN TAREKAT


MA’HAD ALY IQNA’ ATH-THALIBIN
PONDOK PESANTREN AL-ANWAR
KARANGMANGU SARANG REMBANG JAWA TENGAH
1445 H.2023 M

i
NOTA DINAS PEMBIMBING
Yth.,
Ketua Ma’had Aly Iqna’ ath-
Thalibin
Assalamu’alaikum wr. wb.
Setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi terhadap penulisan
risalah yang berjudul: PERANAN AL QUR’AN DALAM TAZKIAH AN
NAFS: KAJIAN TERHADAP KITAB AWÃRIFUL MA’ARIF
KARYA IMAM SYIHĀB AD-DIN UMAR AS-SYAHRAWARDĪ
BĀB : FĪ TAKHSĨS AS SÛFIYYAH BIḤUSNI AL ISTIMĀ’
Yang ditulis oleh:
Nama : Achmad Ali Usman
NIM : 16.1.17.1.06.456
Jenjang :MI
Program Studi : Tasawuf dan Tarekat
Konsentrasi : Tasawuf Sunni Amali
Saya berpendapat bahwa risalah tersebut sudah dapat diajukan kepada Program
Marhalah Ula (M1) Ma’had Aly Iqna’ Ath-Thalibin untuk diujikan dalam rangka
memperoleh gelar Sarjana Agama Islam (S.Ag.).
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Sarang, 2023 M.
Pembimbing,

KH.Ahmad Zaki Mubarok, Lc.,M.Us.

ii
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Achmad Ali Usman
NIM : 16.1.17.1.06.456
Jenjang :M1
Program Studi : Tasawuf dan Tarekat
Konsentrasi : Tasawuf Sunni Amali

menyatakan bahwa naskah risalah ini secara keseluruhan adalah hasil


penelitian/karya saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Sarang, 2023 M.
Saya yang menyatakan,

Achmad Ali Usman.


NIM : 16.1.17.1.06.456

iii
LEMBAR PENGESAHAN
Risalah berjudul : PERANAN AL QUR’AN DALAM TAZKIAH AN
NAFS: KAJIAN TERHADAP KITAB AWÃRIFUL
MA’ARIF
KARYA IMAM SYIHĀB AD-DIN UMAR AS-
SYAHRAWARDĪ
BĀB : FĪ TAKHSĨS AS SÛFIYYAH BIḤUSNI AL
ISTIMĀ’
Nama : Achmad Ali Usman

NIM : 16.1.17.1.06.456

Jenjang : M1

Program Studi : Tasawuf dan Tarekat

Konsentrasi : Tasawuf Sunni Amali

telah dapat diterima sebagai salah satu tanda lulus pendidikan Ma`had Aly Iqnaʻ
Ath-Thalibin dan untuk ditindak lanjuti sebagaimana semestinya.

Sarang, 2023 M.
Mudir/Rektor,

K.H. Muhammad Najih Maimoen

iv
PERSETUJUAN TIM PENGUJI UJIAN RISALAH

Risalah berjudul :

Nama : Achmad Ali Usman

NIM : 16.1.17.1.06.456

Jenjang : MI

Program Studi : Tasawuf dan Tarekat

Konsentrasi : Tasawuf Sunni Amali

telah disetujui tim penguji ujian munaqosah

Penguji I :( )

Penguji II : ( )

Penguji III : ( )

Diuji di Sarang pada:


Tanggal :
Waktu :
Hasil/nilai :
Predikat :

v
MOTTO

]‫)[الليل‬10(‫اها‬
َ ‫اب َمن َد َّس‬ َ ‫قَ ْد أَفْ لَ َح َمن َزَّك‬
َ ‫) َوقَ ْد َخ‬9( ‫اها‬
“sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (Q.S AL-lail 9-10)

vi
PERSEMBAHAN
Dengan segala ketulusan hati, risalah ini penulis persembahkan kepada:

1. Seluruh Masyayikh yang telah mendidik jiwa dan raga penulis.


2. Bapak dan Ibu tercinta, Bapak Hafidz Aly dan Ibu Alimah yang selalu
memberikan dukungan dalam semua hal sehingga penulis bisa
menyelesaikan studi ini. Semoga beliau berdua selalu mendapatkan
rahmat, pertolongan dan perlindungan dari Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.
3. Kakakku Nayyirotul Mubarriza,Qurrotu A’yun, beserta seluruh keluarga
besarku yang turut mendoakan penulis dan memberi dorongan untuk
menyelesaikan risalah ini.

vii
KATA PENGANTAR

‫الرِحْي ِم‬
َّ ‫ْح ِن‬ َّ ِ‫اّلل‬
‫الر ْ ه‬ ٰ‫بِ ْس ِم ه‬
‫ والصالة والسالم على سيد‬،‫ وبه نستعني على أمور الدنيا والدين‬،‫احلمد هلل رب العاملني‬

.‫ أما بعد‬،‫ وعلى آله وصحبه أمجعني‬،‫ سيدان وموالان حممد‬،‫املرسلني‬


Segala puji syukur penulis curahkan kehadirat Allah Subḥānahu wa
ta`ālā atas segala nikmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis bisa
menyelasikan tugas risalah yang berjudul “PERANAN AL QUR’AN DALAM
TAZKIAH AN NAFS: KAJIAN TERHADAP KITAB AWÃRIFUL MA’ARIF
KARYA IMAM SYIHĀB AD-DIN UMAR AS-SYAHRAWARDĪ
BĀB : FĪ TAKHSĨS AS SÛFIYYAH BIḤUSNI AL ISTIMĀ’”. Selawat serta
salam penulis haturkan kepada Rasulullah ṡallallahu `alaihi wasallama, Sang
Uswah Hasanah, Pemimpin terbaik yang pernah ada.

Penulisan risalah ini diajukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Agama Islam (S.Ag.) Program Studi Tasawuf
dan Tarekat, Ma`had `Aly iqna’ Ath-Thalibin. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Mudir Ma`had `Aly Iqna’ Ath-Thalibin K.H. Muhammad Najih Maimoen.
2. Wakil Mudir Ma`had `Aly Iqna’ Ath-Thalibin K.H. Abdul Rouf Maimoen.
3. Ketua Ma`had `Aly Iqna’ Ath-Thalibin K. Zainal Amin
4. Ust. A. Dawam Afandi yang dengan sabar memberi banyak bimbingan dan
arahan dalam penulisan risalah ini. Di sela-sela kesibukannya, beliau
berkenan meluangkan waktu untuk memberi bimbingan, saran dan arahan
yang terbaik.
5. Seluruh Dewan Muhāḍir Ma`had `Aly Iqna’ Ath-Thalibin yang telah
menyampaikan ilmu, men-tarbiyah dan memberi keteladanan dalam
berkhidmah terhadap ilmu dan ahli ilmu.

viii
6. Kedua orang tua penulis yang selalu mendoakan yang terbaik untuk
penulis.
7. Rekan-Rekan seperjuangan santri Ma`had `Aly Iqna’ Ath-Thalibin yang
menyemangati penulis untuk menyelesaikan risalah ini.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa dalam penulisan risalah ini masih
sangat jauh dari kata sempurna, karena itu penulis memohon saran dan kritik
konstruktif agar penelitian ini menjadi lebih baik. Sekecil apapun, diharapkan
penelitian ini dapat berguna bagi siapapun yang berkenan membacanya.
Kesempurnaan hanya milik Allah Subḥānahu wa ta`ālā, Semoga bermanfaat.
Sarang, 2023

Penulis

ix
IKHTISHAR

Tazkiyah an nafs adalah konsep penting dalam Islam yang mengacu pada
proses penyucian jiwa. Konsep ini ditemukan dalam Al-Quran dan hadis, dan
merupakan bagian integral dari pengembangan pendidikan Islam . Tazkiyah an
nafs terdiri dari tiga tahap: membersihkan jiwa dari sifat-sifat tercela, menghiasi
jiwa dengan sifat-sifat terpuji, dan tersingkapnya tabir kepada Allah SWT karena
kondisi jiwa sudah suci.
Dalam penelitian ini, penulis akan membahas “Peranan Al-Qur’an dalam
Tazkiah An nafs” Sedangkan untuk menguraikannya, maka kajian ini akan
menitikberatkan bagaimana Ulama tasawuf di dalam kitab Awãriful Ma’arif karya
Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-Syahrawardī Bab: Husni Al Istima’
Sehingga kajian ini adalah kajian tematik. Yakni, mengutip berbagai pendapat
Ulama tasawuf di dalam kitab Awãriful Ma’arif yang menjelaskan tentang tema
yang di kaji. Setelah itu, akan dideskripsikan dengan penafsiran yang telah ada,
baru kemudian menganalisanya dengan analisa yang terkait dengan Peranan Al-
Qur’an dalam Tazkiah An nafs. Cara demikian ditempuh agar tulisan ini dapat
memberi gambaran yang mudah untuk dipahami sehingga akan lebih mudah untuk
menerapkannya.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari,selalu berusaha membersihkan
dan mensucikan jiwa sangatlah di butuhkan bagi setiap manusia,Oleh sebab itu
manusia perlu banyak pengetahuan yang kongkrit mengenai konsep Tazkiah An
nafs. Dan Seseorang yang mensucikan jiwanya dengan taat kepada Allah. akan
dimuliakan Allah dengan kesuksesan di dunia dan di akhirat, firman Allah dalam
Al quran,

[‫)[الليل‬10(‫اها‬
َ ‫اب َمن َد َّس‬ َ ‫قَ ْد أَفْ لَ َح َمن َزَّك‬
َ ‫) َوقَ ْد َخ‬9( ‫اها‬
“sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (Q.S AL-lail 9-10)

x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN
KEPUTUSAN BERSAMA
MENTERI AGAMA DAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
REPUBLIK INDONESIA
Nomor: 158 Tahun 1987
Nomor: 0543b//U/1987

Transliterasi dimaksudkan sebagai pengalih-hurufan dari abjad yang satu ke


abjad yang lain. Transliterasi Arab-Latin di sini ialah penyalinan huruf-huruf Arab
dengan huruf-huruf Latin beserta perangkatnya.
A. Konsonan
Fonem konsonan bahasa Arab yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan huruf. Dalam transliterasi ini sebagian dilambangkan dengan huruf dan
sebagian dilambangkan dengan tanda, dan sebagian lagi dilambangkan dengan
huruf dan tanda sekaligus.
Berikut ini daftar huruf Arab yang dimaksud dan transliterasinya dengan huruf
latin:
Tabel 0.1: Tabel Transliterasi Konsonan
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

‫أ‬ Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan

‫ب‬ Ba B Be

‫ت‬ Ta T Te

‫ث‬ Ṡa ṡ es (dengan titik di atas)

‫ج‬ Jim J Je

‫ح‬ Ḥa ḥ ha (dengan titik di


bawah)
‫خ‬ Kha Kh ka dan ha

xi
‫د‬ Dal d De

‫ذ‬ Żal ż Zet (dengan titik di atas)

‫ر‬ Ra r er

‫ز‬ Zai z zet

‫س‬ Sin s es

‫ش‬ Syin sy es dan ye

‫ص‬ Ṣad ṣ es (dengan titik di bawah)

‫ض‬ Ḍad ḍ de (dengan titik di


bawah)
‫ط‬ Ṭa ṭ te (dengan titik di bawah)

‫ظ‬ Ẓa ẓ zet (dengan titik di


bawah)
‫ع‬ `ain ` koma terbalik (di atas)

‫غ‬ Gain g ge

‫ف‬ Fa f ef

‫ق‬ Qaf q ki

‫ك‬ Kaf k ka

‫ل‬ Lam l el

‫م‬ Mim m em

‫ن‬ Nun n en

‫و‬ Wau w we

‫ﮬ‬ Ha h ha

xii
‫ء‬ Hamzah ‘ apostrof

‫ي‬ Ya y ye

B. Vokal
Vokal bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong.
1. Vokal Tunggal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau
harakat, transliterasinya sebagai berikut:
Tabel 0.2: Tabel Transliterasi Vokal Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

‫ﹷ‬ Fathah a a

‫ﹻ‬ Kasrah i i

‫ﹹ‬ Dammah u u

2. Vokal Rangkap
Vokal rangkap bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara
harakat dan huruf, transliterasinya berupa gabungan huruf sebagai berikut:
Tabel 0.3: Tabel Transliterasi Vokal Rangkap
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama

...َ‫ْي‬ Fathah dan ya ai a dan u

...َ‫ْو‬ Fathah dan wau au a dan u

Contoh:
- ‫ب‬ َ َ‫َكت‬ kataba

- ‫فَ َع َل‬ fa`ala

- ‫ُسئِ َل‬ suila

- ‫ف‬ َ ‫َكْي‬ kaifa

xiii
- ‫َح ْوَل‬ ḥaula

C. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
transliterasinya berupa huruf dan tanda sebagai berikut:

Tabel 0.4: Tabel Transliterasi Maddah


Huruf Arab Nama Huruf Nama
Latin
...‫ى‬..
َ .‫َا‬ Fathah dan alif atau ā a dan garis di atas
ya
...‫ى‬
ِ Kasrah dan ya ī i dan garis di atas

...‫ُو‬ Dammah dan wau ū u dan garis di atas

Contoh:
- ‫ال‬
َ َ‫ق‬ qāla

- ‫َرَمى‬ ramā

- ‫قِْي َل‬ qīla

- ‫يَ ُق ْو ُل‬ yaqūlu

D. Ta’ Marbutah
Transliterasi untuk ta’ marbutah ada dua, yaitu:
1. Ta’ marbutah hidup
Ta’ marbutah hidup atau yang mendapat harakat fathah, kasrah, dan
dammah, transliterasinya adalah “t”.
2. Ta’ marbutah mati
Ta’ marbutah mati atau yang mendapat harakat sukun, transliterasinya
adalah “h”.

xiv
3. Kalau pada kata terakhir dengan ta’ marbutah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka
ta’ marbutah itu ditransliterasikan dengan “h”.
Contoh:
- ‫ضةُ الَطْ َف ِال‬ َ ‫َرْؤ‬ rauḍah al-aṭfāl/raudahtul aṭfāl

- ُ‫الْ َم ِديْنَةُ الْ ُمنَ َّوَرة‬ al-madīnah al-munawwarah/al-madīnatul munawwarah

- ‫طَلْ َح ْة‬ talḥah

E. Syaddah (Tasydid)
Syaddah atau tasydid yang dalam tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah
tanda, tanda syaddah atau tanda tasydid, ditransliterasikan dengan huruf, yaitu huruf
yang sama dengan huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Contoh:
- ‫نََّزَل‬ nazzala

- ‫ِر‬
‫الب‬ al-birr

F. Kata Sandang
Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu
‫ال‬, namun dalam transliterasi ini kata sandang itu dibedakan atas:
1. Kata sandang yang diikuti huruf syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai
dengan bunyinya, yaitu huruf “l” diganti dengan huruf yang langsung mengikuti
kata sandang itu.
2. Kata sandang yang diikuti huruf qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan dengan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan bunyinya.
Baik diikuti oleh huruf syamsiyah maupun qamariyah, kata sandang ditulis
terpisah dari kata yang mengikuti dan dihubungkan dengan tanpa sempang.
Contoh:
- ‫الر ُج ُل‬
َّ ar-rajulu

xv
- ‫ الْ َقلَ ُم‬al-qalamu
- ‫س‬ُ ‫َّم‬ ْ ‫ الش‬asy-syamsu
- ‫ا ْْلَالَ ُل‬ al-jalālu

G. Hamzah
Hamzah ditransliterasikan sebagai apostrof. Namun hal itu hanya berlaku
bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir kata. Sementara hamzah yang
terletak di awal kata dilambangkan, karena dalam tulisan Arab berupa alif.
Contoh:
- ‫ََتْ ُخ ُذ‬ ta’khużu

- ‫َشيئ‬ syai’un

-
ُ‫الن َّْوء‬ an-nau’u

- ‫إِ َّن‬ inna

H. Penulisan Kata
Pada dasarnya setiap kata, baik fail, isim maupun huruf ditulis terpisah.
Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim
dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harkat yang dihilangkan, maka
penulisan kata tersebut dirangkaikan juga dengan kata lain yang mengikutinya.
Contoh:
ِ َّ ‫و إِ َّن هللا فَهو خْي‬
- َ ْ ‫الرا ِزق‬
‫ني‬ ُْ َ َ ُ َ َ Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn/

Wa innallāha lahuwa khairurrāziqīn


ِ
- َ ‫بِ ْس ِم هللا ََْمَر َاها َو ُم ْر َس‬
‫اها‬ Bismillāhi majrehā wa mursāhā

I. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam
transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf kapital seperti apa
yang berlaku dalam EYD, di antaranya: huruf kapital digunakan untuk menuliskan
huruf awal nama diri dan permulaan kalimat. Bilamana nama diri itu didahului oleh

xvi
kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal kata sandangnya.
Contoh:
ِ ِ
- ‫ني‬ ِٰ ‫ا ْحلَ ْم ُد هلل َر‬
َ ْ ‫ب الْ َعالَم‬ Alḥamdu lillāhi rabbi al-`ālamīn/

Alḥamdu lillāhi rabbil `ālamīn


- ‫الرِحْي ِم‬
َّ ‫ا َّلر ْْح ِن‬ Ar-raḥmānir rahīm/Ar-rahmān ar-rahīm

Penggunaan huruf awal kapital untuk Allah hanya berlaku bila dalam tulisan
Arabnya memang lengkap demikian dan kalau penulisan itu disatukan dengan kata
lain sehingga ada huruf atau harakat yang dihilangkan, huruf kapital tidak
dipergunakan.
Contoh:
- ‫هللاُ غَ ُف ْور َرِحْيم‬ Allaāhu gafūrun raḥīm

َِ ‫ِّللِ الُمور‬
‫مجْي ًعا‬
-
ُُْ ٰ Lillāhi al-amru jamī`an/Lillāhil-amru jamī`an

J. Tajwid
Bagi mereka yang menginginkan kefasihan dalam bacaan, pedoman
transliterasi ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan Ilmu Tajwid.
Karena itu peresmian pedoman transliterasi ini perlu disertai dengan pedoman
tajwid

xvii
DAFTAR ISI

NOTA DINAS PEMBIMBING......................................................................................... ii


PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. iv
PERSETUJUAN TIM PENGUJI UJIAN RISALAH ............................................................... v
MOTTO ..................................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ........................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR .................................................................................................. viii
IKHTISHAR ................................................................................................................. x
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB LATIN ..................................................................... xi
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xviii
BAB I..........................................................................................................................2
1.1 Pendahuluan ......................................................................................................2
1.2 Latar Belakang ....................................................................................................2
1.3 Rumusan Masalah ..............................................................................................6
1.4 Tujuan Penelitian .....................................................................................................6
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................................6
1.6 Kajian Pustaka ..........................................................................................................7
1.7 Metode penelitian ....................................................................................................8
1.8 Sistematika Pembahasan .......................................................................................10
BAB II....................................................................................................................... 12
TAHQIQ DAN TERJEMAH .......................................................................................... 12
2.1 Pendahuluan. .........................................................................................................12
2.2 Biografi Imam Syahrawardi ....................................................................................13
2.3 Tahqiq kitab Awãriful Ma’arif bāb Fi Takhsĩs As Sûfiyyah Bi Husni Al Istimã’ beserta
Terjemah per Qodiah. ..................................................................................................19
BAB III...................................................................................................................... 51
PERANAN AL QUR’AN DALAM TAZKIAH AN NAFS ...................................................... 51
3.1.Pendahuluan ..........................................................................................................51
3.2. Pengertian Tazkiah. ...............................................................................................51
3.3. Pengertian An-nafs. ...............................................................................................52

xviii
3.4. Kosa kata Tazkiah an-Nafs dalam Al-Qur'an dan Hadits ........................................53
3.5.Fungsi An-nafs. .......................................................................................................60
3.6. Tingkatan An-nafs..................................................................................................62
3.7.Keutamaan Tazkiah An-nafs. ..................................................................................65
3.8. Tahapan Tazkiah An-nafs.......................................................................................66
3.9. Metode Tazkiyah an-nafs ......................................................................................68
BAB IV ..................................................................................................................... 79
PENUTUP ................................................................................................................. 79
4.1.Kesimpulan.............................................................................................................79
4.2.Saran. .....................................................................................................................79
DAFTAR PUTAKA ................................................................................................ 81
BIOGRAFI PENULIS ............................................................................................ 94
1.1. Data pribadi ..................................................................................................... 94
1.2. RIWAYAT PENDIDIKAN ...................................................................................... 95

xix
1
BAB I

1.1 Pendahuluan
Dalam pembuatan karya tulis ilmiah entah itu berupa risalah, jurnal dan lain-
lain di samping mengemukakan isi tentang pembahasan juga haruslah urut dan
sistematis sehingga bagi pembaca akan lebih terarahkan dan cepat untuk
memahami. Dalam BAB satu ini penulis akan menguraikan hal-hal yang
dibutuhkan dalam penulisan risalah.

1.2 Latar Belakang


Al- Qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang merupakan kumpulan
firman-firman Allah yang turun kepada Nabi MUHAMMAD Shalallaahu
‘Alaihi Wasallam. Tujuan utama diturunkannya Al Qur’an adalah untuk
dijadikan pedoman manusia dalam menata kehidupan supaya memperoleh
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Agar tujuan tersebut dapat direalisasikan
oleh manusia, maka al- Qur’an datang dengan petunjuk-petunjuk, keterangan-
keterangan dan konsep-konsep, baik yang bersifat global maupun yang bersifat
terperinci, yang tersurat maupun tersirat dalam berbagai persoalan dan bidang
kehidupan. Al Qur’an mengandung pelajaran yang baik untuk dijadikan
penuntun dalam hubungan antara manusia dengan manusia, dan manusia dengan
Tuhan.
Al- Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang berisi firman Allah
Subhanahu wa ta’ala yang diturunkan kepada Nabi MUHAMMAD Shalallaahu
‘Alaihi Wasallam. Dengan perantara malaikat Jibril untuk dibaca, dipahami dan
diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup bagi umat manusia (KBBI,
2007: 3). Umat Islam percaya bahwa Al Qur’an merupakan puncak dan penutup
wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman
yang disampaikan kepada Nabi MUHAMMAD Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam.

2
Melalui perantara Malaikat Jibril.1 Bahasa yang digunakan dalam terjemahan Al
Qur’an tidak seperti bahasa yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari-
hari, karena Al Qur’an merupakan kalãmullãh yang diturunkan kepada Nabi
MUHAMMAD Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam. Untuk dapat memahami makna
yang terkandung dalam Al Qur’an, manusia perlu megkajinya lebih dalam.
Al- Qur’an menurut istilah adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala yang
disampaikan oleh Malaikat Jibril dengan redaksi langsung dari Allah Subhanahu
wa ta’ala kepada Nabi MUHAMMAD Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam, dan yang
diterima oleh umat Islam dari generasi ke generasi tanpa ada perubahan." 2
Sementara menurut Ulama Ushul Fikih Al Qur’an secara istilah adalah:

‫ني ِج ِْبيْ ِل َعلَْي ِه‬


ِ ْ ‫ بِو ِاسطَِة اْالَِم‬,‫ني‬ ِ ِ ِ ِ
َ َ ْ ‫ اْملُنَ َّزُل َعلَى َما َتَّ اْلَنْبيَاءَ َواْملُْر َسل‬,‫َك َال ُم هللا اْملُْعج ُز‬
ِ‫ول اِلَْي نَا ِبلتَّ واتُِر اْملتَ َعبَّ ُد بِتِ َالوتِِه اْملْب ُدوء بِس َورة‬ ِ ‫الس َالم اْمل ْكتَ تَب علَى اْملص‬
ِ ‫اح‬
ُ ‫ اْملْن ُق‬,‫ف‬ َ َ َ ُ ُ ُ َّ
ُ ُ َ َ ُ َ َ
ِ َّ‫ اْمل ْختَ تَ ُم بِ ُس َورةِ اْلن‬,‫اْل َف ِاتَ ِة‬
‫اس‬
ُ
Al Qur’an adalah kalãmullãh yang mengandung mukjizat (sesuatu yang luar
biasa yang melemahkan lawan), diturunkan kepada penutup Nabi dan Rasul
(yaitu Nabi Muhammad Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam). melalui Malaikat Jibril,
tertulis pada mushaf, diriwayatkan kepada kita secara mutawattir, membacanya
dianggap ibadah, dimulai dari surah al Fãtihah dan diakhiri dengan surah al
Nãs.3

Al-Qur'an merupakan salah satu terapi dalam mengobati masalah kesehatan


jiwa, Islam merupakan sistem ajaran yang meliputi hakikat akidah, syariah dan
aspek batin. Allah mengutus utusan dan nabi untuk membawa wahyu dan
mensucikan jiwa manusia. Oleh karena dalam kehidupan seseorang dimensi jiwa
sangat mempengaruhi konstruksi iman seorang muslim, keislaman dan kebaikan,
karena manfaat ketertiban dan kebaikan tidak akan berhasil secara maksimal jika
seseorang tidak mampu membawa jiwa ke tingkat Ketuhanan, menumbuhkan
kemurnian atau bersih dari tindakan tercela. Jadi untuk mencapai tingkatan ini

1
https://eprints.ums.ac.id/25031/2/BAB_I.pdf(24 Agustus 2023)
2
Anshori, Ulum Al Qur’an, (Jakarta: Rajawali Press, 2013),hlm.18.
3
Muhammad Ali al Subhani, Al-Tibyan fi Ulum Al Qur’an, (Bairut: Dar al Irsyad, 1970), hlm. 10.

3
perlu dimulai dari tingkatan penyucian jiwa, yang dalam bahasa Arab disebut
Tazkiah an-nafs4
Kata tazkiyah an-nafs terdiri dari dua kata, dapat dilihat dari susunannya
yaitu tazkiyat dan an-Nafs. Al- tazkiyah dari akar katanya ialah zakkā, yang
disebut dalam bentuk masdar, artinya tumbuh, berkembang biak, berbuah, suci,
tidak berdosa5.
Meskipun kata an-nafs dalam bahasa Arab al-nafs merupakan kata lafzu
almushtarak yang memiliki banyak arti dan dipahami menurut penggunaannya,
kata nafs ditemukan dalam al-Qur'an dengan arti yang berbeda. 6 Sehingga
tazkiyah al-nafs merupakan suatu bentuk penyucian jiwa terhadap dosa-dosa
atau perilaku yang kurang baik dalam pribadi muslim. Tazkiyah dari sudut
pandang al-Qur'an lebih ditekankan dalam tazkiyah an-nafs.
Dalam buku Said Hawa yang berjudul mensucikan jiwa, Beliau mengatakan
bahwa menurut Imam al-Ghazali,secara bahasa tazkiyah an-nafs adalah
bermakna pembersihan jiwa atau penyucian diri. 7 Sedangkan dalam karya
Muhammad Rasyid Ridha, kitab Tafsir Al-Manar. Beliau menyebut bahwa
Muhammad Abduh mengartikan tazkiyah al-nafs penyucian jiwa yang semakna
dengan Tarbiyatun An-nafs iaitu pendidikan jiwa di mana kesempurnaannya
dapat dicapai dengan tazkiyatun al-aqli penyucian dan pengembangan akal dari
aqidah yang sesat dan akhlak yang buruk. Tazkiyatun al-aqlī kesempurnaan
dapat di capai melalui tauhid murni.8
Seterusnya, tazkiyah an-nafs dapat diartikan sebagai cara untuk memperbaiki
diri seseorang dari tingkat yang rendah ketingkat yang lebih tinggi dalam hal
sikap, sifat, keperibadian dan karakter.9

4
Mukhtar Syafangat Ngabdul Ghofur, “Konsep Tazkiyat Al-Nafs dalam al-Quran” (Skripsi, Ilmu
al-Quran dan Tafsir, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo, 2022), 1-2
5
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir; Kamus Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif,
1997), hlm. 578
6
Masganti, Psikologi Agama (Medan: Perdana Publishing, 2011), hlm.106.
7
Buku Terjemah Said Hawwa, Mensucikan Jiwa (Robbani Press: Jakarta Timur, 2002), hlm. 175.
8
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, juz 4, (Mesir: Maktabat al-Qahirat, 1970), hlm. 222-
223.
9
Badarus, “Konsep Tazkiyah al-Nafs dalam Al-Quran dan Implikasinya dalam Pengembangan
Pendidikan Islam” (Skripsi, Univertitas Muhammadiyyah Makassar, 2015), hlm.201

4
Sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala dalam al-Qur’an

َ ‫قَ ْد أَفْ لَ َح َمن َزَّك‬


‫اها‬
Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya. (QS. al - Syam: 9)

Dari ayat di atas menunjukkan bahwa pentingnya mensucikan jiwa. Dalam


kehidupan seseorang menyucikan jiwa adalah sesuatu yang sangat penting yang
perlu diterapkan dalam diri. Kesucian jiwa yang bersih akan menghasilkan
perilaku yang bersih, karena penentuan suatu perkara itu baik ataupun buruk
hanya jiwa yang dapat menentukan. Apabila baik jiwa Seseorang maka semakin
baik juga akhlak yang dipamerkan, semakin buruk apa yang ada pada jiwa
seseorang maka semakin buruk akhlak mereka. Jiwa ini yang disebut hati karena
hanya bisa dikenali oleh mata batin. Pada konteks surah dan ayat lainnya Al
Qur’an senantiasa mendorong ummat manusia untuk terus menerus menyucikan
dirinya sebagaimana tujuan utama dari ajaran Islam yaitu menjaga manusia dari
keburukan fisik dan jiwa sehingga mampu tetap berada diatas fitrahnya.
Dalam hadits di sebutkan bahwa peranan al-Qur’an adalah sebagai salah satu
media dalam Tazkiah an-nafs
ِِ ِ ِ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ُ‫صلَّى هللاُ َعلَيه َو َسلَّ َم ا َّن َهذه ال ُقل‬
‫وب‬ َ ‫ول هللا‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ َ ‫َع ِن ابْ ِن عُ َمَر َر‬
َ َ‫ض ِي هللاُ َعْن ُه َما ق‬

‫ال َكثْ َرةُ ِذ ْك ِر الْ َم ْو ِت‬


َ َ‫آلوَها ؟ ق‬ ِ ِ َ ‫ قِيل َيرس‬،‫تَص َدأُ احل ِدي ُد اِ َذا أصابه املاَء‬
ُ ‫ول هللا َوَما ج‬ ُ َ َ َ ُ َُ َ َ ْ
10
)‫ (رواه البيهقي يف شعب اإلميان‬.‫آلوةُ ال ُقراَ ِن‬ِ
َ ‫َوت‬
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu. berkata bahwa Rasulullah
Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya hati ini dapat berkarat
sebagaimana berkaratnya besi bila terkena air.” Beliau ditanya “Wahai
Rasulullah, bagaimana cara membersihkannya?” Rasulullah Shalallaahu
‘Alaihi Wasallam. bersabda, “Memperbanyak mengingat maut dan membaca Al
Qur’an.” (H.R Baihaqi).

10
Ahmad bin Ali bin Hajar al Asqolani, Hidayah al Ruwat, (Mesir: Dar al Affan, t.th), juz 1, hlm.
386

5
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
rumusan masalah yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini adalah:
1. Apa keutamaan Tazkiah an nafs dalam - al-Qur’an?
2. Apa makna an-nafs dalam Kitab Awãriful Ma’arif?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat diketahui tujuan dari
penyusunan penelitian ini adalah;
1. Menjelaskan apa keutamaan Tazkiah an nafs dalam - al-Qur’an
2. Menjelaskan Apa Makna an-nafs di dalam kitab Awãriful Ma’arif

1.5 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang akan dicapai di dalam menyusun penelitian ini.
1. Manfaat Praktis.
a. Penulis berharap penelitian ini dapat memberitahukan kepada
pembaca Tentang Bagaimana Peranan al-Qur’an Dalam Tazkiah
an-nafs,dan Apa Makna an-nafs di dalam al-Qur’an.
b. Sebagai kumpulan ilmu pengetahuan. Penulis berharap penelitian
ini dapat digunakan sebagai bahan referensi pengembangan
penulisan karya ilmiah dan semacamnya di masa yang akan datang

2. Manfaat Teoritis.
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuanTentang al-Qur’an sebagi Media Dalam
Membersihkan Jiwa (Tazkiah An-nafs)

6
1.6 Kajian Pustaka
Penulis menggunakan beberapa penelitian terdahulu sebagai kajian pustaka
untuk menyusun penelitian ini, adapun penelitian-penelitian terdahulu yang
penulis gunakan, yaitu:
1. Tesis Budi Safarianto, 2016 yg berjudul “Konsep hati menurut Imam
Ibnu Qayyĩm al Jauziyyah Dalam Tafsir al Qayyîm” (Mahasiswa pasca
sarjana institut PTIQ Jakarta program studi Ilmu Agama/Konsentrasi
Ilmu Tafsir)11
Berikut penulis paparkan beberapa perbedaan dan persamaan yang
penulis temukan antara penelitian penulis dengan tesis Budi Safarianto
a. Persamaan
1) Sama-sama menerangkan Peranan Al Qur’an terhadap hati
setiap manusia
2) Sama-sama membahas Tazkiah an-nafs
b. Perbedaan
1) Dalam tesis Budi Safarianto menjelaskan konsep hati
menurut Imam Ibnu Qayyĩm al Jauziyyah, yang mana
menerangkan tentang kemanfaatan yang bisa diambil dari
penelitian tersebut, adapun kemanfaatannya adalah
mendatangkan solusi dari berbagai macam penyakit hati,
sedangkan penulis menjelaskan peranan al-Qur’an dalam
Tazkiah an-nafs yang mana kemanfaatan yg bisa diambil dari
penelitian penulis adalah meningkatkan minat baca dan
memahami al- Qur’an dalam kehidupan sehari hari,sebagai
media Tazkiah an-nafs
2. Jurnal ilmu Quran dan tafsir Al Munĩr dengan judul “Mendidik hati
membentuk karakter wawasan Al Qur’an” Oleh Isramin Juni 2019.12

11
https://repository.ptiq.ac.id/id/eprint/107/1/2016-BUDI%20SAFARIANTO-2014.pdf(28
Agustus 2023)
12
http://repository.iainpalu.ac.id/id/eprint/205/1/Isramin.pdf (29 Agustus 2023)

7
Berikut penulis paparkan beberapa perbedaan dan persamaan yang
penulis temukan antara penelitian penulis dengan tesis oleh saudara
Isramin.
a. Persamaan
1) Sama-sama membahas tentang Al Qur’an sebagai jalan
dalam membentuk kebersihan jiwa (Tazkiah an-nafs)
2) Sama-sama membahas pentingnya dalam memahami Al
Qur’an
b. Perbedaan
1) Dalam jurnal karangan Isramin cenderung menjelaskan
tentang pentingnya peran hati di dalam kehidupan sehingga
harus selalu dipupuk dengan Al Qur’an. Sedangkan penulis
lebih cenderung membahas Peranan al-Qur’an dalam
membersihkan hati (Tazkiah an-nafs) terhadap setiap jiwa
manusia.

1.7 Metode penelitian


Dalam penelitian perlu adanya metode atau jalan, karena kebenaran itu
hanya diperoleh dengan jalan yang bertahap. Jadi metode adalah jalan yang
dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah.

1. Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif. Penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif adalah
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati, dalam hal ini data yang
digunakan adalah data kepustakaan kerena penelitian ini merupakan
penelitian pustaka (library research), yaitu suatu jenis penelitian yang
menggunakan bahan-bahan tertulis dalam pengumpulan datanya, seperti
buku, jurnal, majalah, buletin, surat kabar, serta karangan-karangan lainnya

8
yang bersifat ilmiah baik yang dipublikasikan maupun yang menjadi
dokumen khusus. 13 Setelah data terkumpul, selanjutnya disusun secara
sistematis dan diolah secara kualitatif yang diinterpretasikan dan dianalisis
dalam konsep pemikiran terhadap objek permasalahan yang dibahas,
dengan demikian data yang dihasilkan adalah data yang bersifat deskriptif.14
Dalam penelitian ini, penulis fokus dalam mentahqĩq dan mentakhrĩj
kitab Awãriful Ma’arif karya Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-
Syahrawardī Bab: Husni Al Istima’ lebih spesisifiknya dalam pembahasan
Fi Takhsis Al Sufiah Bi Husni Al Istimã’, yaitu kegiatan pencatatan secara
sistematis dan pemeriksaan dengan seksama mengenai lafal-lafal gharĩb
pada bab tersebut dan mencari marjĩ’ ayat-ayat Al Qur’an dan hadis pada
bab tersebut.
2. Sumber Data
Megingat studi ini seluruhnya bersifat kepustakaan, maka sumber data
yang digunakan penulis adalah kitab Awãriful Ma’arif, buku-buku, skripsi,
jurnal dan karya tulis lain yang ada kaitannya dengan masalah pokok yang
penulis teliti. Mengenai sumber data kepustakaan tersebut dibedakan
menjadi dua data, yaitu: data primer dan data sekunder.
Penulis menggunakan keterangan dalam kitab Awãriful Ma’arif
maupun terjemahan kitab tersebut sebagai data primer, dan untuk data
sekundernya kami mengambil keterangan dari buku, skripsi, jurnal atau
karya tulis ilmiah lainnya yang memiliki relevansi dengan pokok
pembahasan dalam penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis penelitian yaitu library research, maka teknik
pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan
mengumpulkan data dari kitab dan buku-buku yang punya relevansi dengan

13
A. Kadir Ahmad, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif, (Makassar: Indobis Media
Centre, 2003), hlm. 106.
14
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2003), hlm. 73.

9
tema yang dikaji. Data tersebut kemudian diolah dan dianalisis sehingga
menghasilkan suatu kesimpulan.
4. Teknik Analisis Data
Berdasarkan teknik pengumpulan data di atas, studi ini ditekankan pada
penelitian kepustakaan. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam
studi ini adalah analisis deskriptif, yaitu dengan cara mengumpulkan dan
menyusun data. Dalam konteks ini metode yang digunakan penulis
dimaksudkan untuk memaparkan secara jelas dan mendalam tentang
Peranan al Qur’an Dalam Tazkiah an-nafs dan apa makna an-nafs di dalam
al Qur’an.

1.8 Sistematika Pembahasan


Untuk mengetahui pembahasan penelitian ini, berikut akan dijelaskan
beberapa poin pokok dalam tiap babnya:

Bab pertama berisi pendahuluan, meliputi latar belakang masalah yang


akan menjelaskan secara akademik apa yang melatar belakangi penelitian ini dan
mengapa penelitian ini perlu dilakukan. Kemudian rumusan masalah,
dimaksudkan untuk memperjelas masalah yang akan diteliti agar lebih terarah.
Selanjutnya, tujuan dan manfaat penelitian menguraikan seberapa pentingnya
penelitian ini. Sedangkan kajian pustaka, dimaksudkan untuk melihat sejauh
mana perbedaan penelitian ini bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian
yang telah ada. Lalu, dilanjutkan dengan metode penelitian yang dimaksudkan
untuk menjelaskan bagaimana cara yang digunakan penulis dalam melakukan
penelitian ini. Dan terakhir sistematika pembahasan.

Bab kedua berisi pemaparan data pokok yang meliputi:

Pengenalan kitab beserta biografi penulis kitab Awãriful Ma’arif, Memberi


harokat teks kitab Awãriful Ma’arif BĀB: Fi Takhsĩs As Sûfyyiah Bi Husni Al

10
Istimã’,Menterjemah per-qodiah Kitab Awãriful Ma’arif BAB: Fi Takhsĩs As
Sûfiyyah Bi Husni Al Istimã’,Menta’liq Makna Ghorib yang Termaktub dalam
Kitab Awãriful Ma’arif BAB : Fi Takhsĩs As Sûfyyiah Bi Husni Al
Istimã’,Mencantumkan Marji’ ayat Al Qur’an,Mentakhrij Hadits, Dan Pengenalan
Biografi Ulama yang Termaktub dalam Kitab Awãriful Ma’arif Karya Syihāb ad-
Din Abu Ḥafṣ Umar As-Syahrawardī BAB: Fi Takhsĩs As Sûfiyyah Bi Husni Al
Istimã’

Bab ketiga berisi pemaparan analisa yang menjawab masalah penilitian,


menafsirkan temuan-temuan penilitian, menintegrasikan temuan penilitian ke
dalam temuan yang telah mapan tentang Peranan al-Qur’an dalam Tazkiah an-nafs
kajian terhadap Kitab Awãriful Ma’arif Karya Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-
Syahrawardī BĀB: Fi Takhsĩs al Sûfiyyah Bi Husni Al Istimã’

Bab keempat berisi penutup yang memuat kesimpulan dan saran.

11
BAB II

TAHQIQ DAN TERJEMAH

2.1 Pendahuluan.
Ta`līq Makna gharīb ialah mencantumkan makna yang tidak
biasa dipakai (langka) yang diambil dari lafaẓ entah itu kata yang diambil
dari al-Quran, hadis atau kitab-kitab karya para ulama. Ta`līq Makna
gharīb sangat diperlukan dalam sebuah karya tulis yang menggunakan
banyak merujuk buku yang berbahasa arab, karena terkadang ada
beberapa pembaca yang tidak tahu atau sulit memahami sebuah tulisan
karena ada beberapa makna atau pemahaman dari satu atau beberapa kata
yang tidak diketahui atau dipaham, sehingga dengan adanya ta`līq sangat
membantu.
Takhrīj ialah menunjukkan asal suatu hadits di dalam
sumber aslinya yang meriwayatkan hadits tersebut beserta sanadnya, lalu
menjelaskan status hadits tersebut bila dibutuhkan. 15 Fungsi takhrīj yaitu
untuk mengetahui hadis-hadis yang tertulis dalam sebuah karya tulis
dalam hal periwayatan, sanad dan sumber hadis tersebut dari kitab apa,
karangan siapa, dicetak di mana, tahun berapa sehingga bagi pembaca
mudah untuk mengetahui letak hadis tersebut.
Pada bab ke dua ini penulis akan memaparkan data pokok
yaitu tahqiq kitab Awãriful Ma’arif Karya Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar
As-Syahrawardī pada bagian bāb Fi Takhsĩs As Sûfiyyah Bi Husni Al
Istimã’ yang merujuk pada kitab Awãriful Ma’arif cetakan al-maktabah
al-alamiah yang dicetak di al-azhar,Mesir, pada tahun.1939 M.
Adapun metode tahqiqnya yaitu penulis memberi harakat
teks kitab Awãriful Ma’arif pada bagian bab,Fi Takhsĩs As Sûfiyyah Bi
Husni Al Istimã’beserta menterjemahkan per qodiah, memberi ta’liq

15
Mahmud ath-Thahhan, Ushûlut Takhrîj wa Dirâsatul Asânid, [Riyadl, Maktabatul Ma'ârif:
2010], halaman 10.

12
makna gharib yang merujuk pada kitab Awãriful Ma’arif Karya Syihāb
ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-Syahrawardī yang dicetak di al-azhar,Mesir,
pada tahun.1939 M, dan kamus t-taufiq yang disusun oleh
KH.TAUFIQUL HAKIM Pengasuh Pondok Pesantren DARUL FALAH
AMTSILATI yang dicetak di Jepara yaitu cetakan penerbit El falah
Offset ,Cetakan pada tahun 2011. Penulis juga memberikan takhrij hadis
yang ada pada kitab Awãriful Ma’arif pada bagian bāb Fi Takhsĩs As
Sûfiyyah Bi Husni Al Istimã’, memberikan marjī’ ayat al-Qur’an, serta
biografi ulama yang tercantum pada tahqiq kitab Awãriful Ma’arif pada
bagian bāb Fi Takhsĩs As Sûfiyyah Bi Husni Al Istimã’.
Akan tetapi sebelum penulis masuk pada tahqiq kitab Awãriful
Ma’arif, penulis akan memaparkan biografi , pengarang kitab Awãriful Ma’arif
yang menjadi data pokok kajian.

2.2 Biografi Imam Syahrawardi


1. Nama lengkap dan Riwayat Hidup.
Nama lengkapnya adalah Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-Syahrawardī 16
di lahirkan di Baghdad, Irak (1145-1234 M). Beliau mendapat gelar Syaikh asy-
Syuyukh setelah menulis kitab yang berjudul Awãriful Ma’arif, sebagai guru yang
diangkat secara resmi di Baghdad, dan aktif di lapangan politik. Beliau berguru
kepada pamanya sendiri yaitu Abd Qahir Abu Najib Syahrawardi (1168 M) seorang
sufi pemuka mistisisme yang menulis kitab Adab al-Muridin (Moralitas Santri(.
Selain berguru kepada pamannya, Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-
Syahrawardī juga berguru kepada tokoh sufi besar Syaikh Abd al-Qadir Al-Jailani
(w. 1166 M) Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-Syahrawardī ditunjuk oleh Sultan
an-Nashir li ad-Dinillah menjadi mahaguru resmi di Baghdad, juga menjadi duta
besar untuk penguasa dinasti Ayyub di Mesir dan Syiria, dan untuk Bani Seljuk di

16
Ada tiga tokoh sufi besar yang bernama suhrawardi yang pertama, Abu alFutuh Yahya bin
Habasy bin „Amirak as-Suhrawadi al-Kurdi (1153 M) pendiri filsafat isyraqiyah dan mendepat
gelar al-Maqtul terkait prose meninggalnya. Yang kedua, „Abd al-Qahir Abu Najib as-Suhrawardi
(wafat 563 H/1168 M) seorang sufi pemuka mistisisme dan penulis kitab adab al-Muridin dan
yang ketiga adalah Shihabuddin Abu Hafs „Umar Suhrawardi penulis kitab Awarif al-Ma‟arif
yangmendapat gelar Asy-Syuyukh. Lihat. Dr. Amroeni Drajat, M.A., Suhrawardi: Kritik Falsafah
Peripatetik”, cet. I (Yogyakarta: LKis, 2005), h, 29-30

13
Rum yang kekuasaanya baru bangkit di Konya. Hubungan Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ
Umar As-Syahrawardī dengan penguasa juga turut mempengaruhi sikap para sufi
di anak Benua India yang lebih terbuka terhadap peran sosial dan politik dibanding
tarekat lain yang sezaman denganya. Syeikh Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-
Syahrawardī inilah yang membantu Sultan menyebarkan gagasan ksatria mistis, al-
futuwwah, yang juga hendak diaplikasikan untuk bidang sosial dan politik. Untuk
alasan praktis dan pragmatis, khalifah melembagakan futuwwah, sehingga
aplikasinya mirip dengan konsep “sosialisme” di zaman modern. Sebagai sufi,
beliau menegaskan bahwa kehidupan berdasarkan prinsip sufi adalah cara terbaik
untuk menjalankan ajaran islam dan sampai kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.
Menurutnya tradisi sufi berakar pada kehidupan Nabi Muhammad Shalallaahu
‘Alaihi Wasallam, yang merupakan manifestasi dari perpaduan kesempurnaan
manusia dan ilham ilahiah. Tujuan sufi adalah meniru Nabi dalam rangka
membenahi kehidupan lahir dan batin. Ajaran Sufinya menekankan pada adab
(perilaku moral yang tepat). Berdasarkan gagasan tersebut maka dunia fisik
sesungguhya berkaitan erat dengan dunia spiritual .
Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-Syahrawardī mengatakan bahwa agar sufi
mampu menyempurnakan ruhnya agar bisa “bertemu” dengan Tuhan, maka
tindakan lahiriah harus mencerminkan kondisi batinnya. Maka sufi harus tunduk
pada syariah. Adab menurutnya yaitu unsur yang sangat penting untuk
mengendalikan perilaku.
Menurut Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-Syahrawardī, sufi tidak hanya
menjalankan ikhtiar tazkiyatun nafs, tetapi juga, dalam skema yang lebih besar,
berusaha untuk “menyatukan” diri dengan Tuhan, dan ini mensyaratkan penegakan
hukum tuhan di dunia.17

Tri Wibowo BS,”Akulah Debu Di Jalan Al-Musthofa: Jejak-Jejak Awliya Allah”, cet, I (Jakarta
17

DAMEDIA GROUP, 2015), h, 69-70

14
2. Karangan.
Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-Syahrawardī adalah sosok pemuda yang
cerdas, kreatif, dan dinamis. Ia termasuk dalam jajaran para filosof sekaligus sufi
yang sangat produktif sehingga dalam usianya yang relatif pendek itu ia mampu
melahirkan banyak karya kurang lebih 50 karya. Hal ini menunjukkan kedalaman
pengetahuannya dalam bidang filsafat dan tasawuf yang ia tekuni.18Sayyid Hussein
Nasr mengklasifikasikan karya-karyanya menjadi lima kategori:
a. Memberi interpretasi dan memodifikasi kembali ajaran peripatetik serta
hikmah isyraqinya, dalam kelompok ini antara lain kitab: al-Talwihat, al-
Muqawamat, al-Mutharahat, Hikmahal-Ishraq.
b. Membahas tentang filsafat yang disusun secara singkat dengan bahasa yang
mudah dipahami baik yang berbahasa arab ataupun yang berbhasa persi: al-
Lamhat, Hayakil al-Nur, Risalah fi al-Ishraq.
c. Karya yang bermuatan sufistik dan menggunakan lambang-lambang yang
sulit dipahami, dalam hal ini menggunakan bahasa persi walaupun ada
sebagian yang berbahasa arab: al-Aql al-Ahmar, al-Gharb al-Gharbiyah,
yaumun ma’a jama’at as-sufiyyin dan lain-lain.
d. Karya yang merupakan ulasan dan terjemahan dari filsafat klasik: Risalah
al-Thair, dan risalah fi haqiqah al-ishq, ini semua karya Ibn sina yang
kemudaian di terjemahkan oleh Suhrawardi kedalam bahasa Persia.
e. Karya yang berupa serangkaian doa-doa, yang dikenal dengan kitab al-
Waridat wa al-Taqdisat.19
Banyaknya karya ini menunjukkan bahwa Suhrawardi benar-benar
menguasai ke ilmuan yang mendalam tentang filsafat kuno dan filsafat Islam. Ia
juga memahami dan menghayati doktrin-doktrin tasawuf, khususnya doktrin-
doktrin sufi sebelumnya. Oleh karena itu tidak mengherankan bila ia mampu
menghasilkan karya besar serta memunculkan sebuah corak pemikiran baru, yang
kemudian dikenal dengan corak pemikiran mistis-filosofis (teosofi).

18
http://redaksialbalagh.blogspot.com/2017/07/biografi-karya-dan-pemikiran-suhrawardi-sang-
filsuf.html?m=(02 September 2023)
19
Ibid

15
Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-Syahrawardī merupakan seorang penulis,
walaupun usianya muda, tetapi banyak juga karya-karya dari hasil ciptaannya. Ia
juga dikenal sebagai salah satu seorang filosof muslim yang handal dalam membuat
sebuah ungkapan-ungkapan dari pikirannya sendiri.20 Di samping itu, Syihāb ad-
Din Abu Ḥafṣ Umar As-Syahrawardī juga mampu memadukan antara filsafat
Aristoteles dan filsafat iluminasi yang ia kembangkan sebagai basis ulama filsafat
dan tasawufnya. Dengan paduan ini, Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-
Syahrawardī menganggap bahwa seorang pengkaji teologi lebih unggul daripada
seorang pencinta Tuhan (an sich). Hal ini dapat kita lihat dalam ungkapannya, ”jika
dalam waktu yang sama seseorang menjadi pencinta Tuhan dan pengkaji teologi,
dirinya telah menduduki derajat kepemimpinan (riyasah). Jika tidak dapat
memadukannya, derajatnya hanyalah seorang pengkaji teologi atau seorang pencita
Tuhan, tetapi tidak mengkaji-Nya. 21 ”pemikiran inilah yang menggambarkan
bahwa Suhrawardi bukanlah seorang sufi murni, melainkan seorang sufi dan
sekaligus filsuf, bahkan sangat dekat dengan para filsuf peripatetik yang sering
diserangnya. 22
Kemudian Syihāb ad-Din Abu Ḥafṣ Umar As-Syahrawardī
membuat banyak karya, dan dari karya-karyanya dibagi menjadi tiga bagian, antara
lain:
Karya Pertama adalah Kitab induk Filsafat Iluminasinya, antara lain :
a. Al-Talwihat (Pemberitahuan),
b. Al-Muqawwamat (Yang Tepat),
c. Al-Masyari wa Al-Mutarahat (Jalan dan Pengayoman),
d. Al-Hikmah Al-Isyraq (Filsafat Pencerahan).

20
Ibid
21
Ibid
22
Ibid

16
Karya Hikmah al-Ishraq memuat tiga subyek yang mendasari bangunan
filsafat iluminasinya, yaitu:
1) Mengenai alasan-alasan Syahrawardi menyusun Hikmat al-Ishraq.
2) Metodologi Hikmat al-Ishraq, yang terdiri atas empat tahap, yaitu:
a. Aktifitas-aktifitas diri seperti mengasingkan diri, berhenti makan daging,
dan mempersiapkan diri untuk menerima ilham. Dalam hal ini filosof
dengan kekuatan intuisinya dapat merasakan “Cahaya Tuhan” dan
“Penyikapan Diri”.
b. Tahap dimana Tuhan memasuki wujud manusia.
c. Tahap pembangunan suatu ilmu yang benar.
d. Tahap penulisan atau menurunkan hal-hal yang mendasari bangunan filsafat
iluminasi.
3) Memuat hal-hal yang mendasari bangunan filsafat iluminasi, yaitu pandangan
Suhrawardi tentang sejarah filsafat.
Karya Kedua adalah risalah ringkas filsafat, antara lain:
a. Hayakil al-Nur (Rumah Suci Cahaya)
b. Al-Alwah al-Imadiyah (Lembaran Imadiyah)
c. Partaw-Namah (Uraian Tentang Tajalli),
d. Bustan al-Qulub (Taman Kalbu). Selain berbahasa Arab, risalah ini ada juga
yang ditulis dalam bahasa Persia.
Karya ketiga berupa kisah perumpamaan, antara lain:
a. Qishshah al-Gurbah al-Garbiyyah (Kisah Pengasingan ke Barat)
b. Risalah al-Thair (Risalah Burung), Buku ini banyak membahas karya Ibnu
Sina, yakni kitab Isyyarah wa Tanbihat
c. Awzi Parii Jibra’il (Suara Sayap Jibril)
d. Aqli-surkh (Akal Merah)
e. Ruzi ba Jama’ati Sufiyan (Sehari dengan Para Sufi)
f. Fi Haqiqah al-Isyaq (Hakikat Cinta Ilahi), Pembahasan buku ini juga
tentang filsafat Masyriqiyah Ibnu Sina
g. Fi Halah al-Thufuliyyah
h. Lugah al-Muran (Bahasa Semit)

17
i. Safiri Simurgh (Jerit Merdu Burung Pingai). Kisah ini memiliki nilai sastra
yang tinggi.23

23
Ibid

18
‫‪2.3 Tahqiq kitab Awãriful Ma’arif bāb Fi Takhsĩs As Sûfiyyah Bi‬‬
‫‪Husni Al Istimã’ beserta Terjemah per Qodiah.‬‬

‫ص ِفيَّ تُ َها َع ْن ُك ِٰل َم ْعلُ ْول لَ ْفظًا َوفِ ْعالً‪) 25‬‬ ‫ال الْ َو ِاس ِط ري ‪َ 24‬رِْحَهُ هللاُ تَ َع َ‬
‫ال‪َ ( :‬حيَا ُتَا تَ ْ‬ ‫َوقَ َ‬
‫‪Al-Washithi mengakatan:Cara menghidupkan hati adalah dengan membersihkan‬‬
‫‪(menjauhkan) diri dari segala perbuatan yang tercela baik dalam perkataan‬‬
‫‪maupun perbuatan.‬‬

‫استَ ِجيبُ ْوا ِهّٰللِ بِ َسَرائِِرُك ْم ‪َ ،‬ولِ َّلر ُس ْوِل بِظََو ِاه ِرُك ْم ؛ فَ َحيَاةُ النر ُف ْو ِس‬
‫ض ُه ْم‪ْ ( :‬‬
‫ال بَ ْع ُ‬
‫َوقَ َ‬

‫اه َدةِ الْغُيُ ْو ِب ؛ َوُه َو‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬


‫صلَّى هللاُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ‪َ ،‬و َحيَاةُ الْ ُقلُ ْو ِب بُ َش َ‬ ‫ِبُتَاب ع ِة َّ ِ‬
‫الر ُس ْول َ‬ ‫ََ‬
‫ال بِرْؤي ِة التَّ ْق ِ‬
‫ص ِْْي(‬ ‫ْ ِ ِ‬
‫احلَيَاءُ م َن هللا تَ َع َ ُ َ‬
‫‪sebagian ulama mengatakan"mendekatlah kepada Allah dengan hatimu, dan‬‬
‫‪kepada Rasulullah dengan dzohir(sikap)mu. hidupnya jiwa dengan mengikuti‬‬
‫‪Rasulullah dan hidupnya hati dengan menyaksikan hal ghaib, yakni rasa malu‬‬
‫‪kepada Allah dengan melihat kelalaian".‬‬

‫وس ى َوأَص له م ن فرغان ة َوَك ا َن يع رف ِببْ ن الفرغ ا ‪ .‬م ن ق دماء‬ ‫اس ِط ٰي و ْ‬


‫ان ه ُحمَ َّم د ب ن ُم َ‬
‫‪ .25‬أَب و بك ر الو ِ‬
‫َ‬ ‫ُ‬
‫أص ول التص وف‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬
‫احلُ َس ْني الن وري َوُه َو م ن عُلَ َم اء َم َش اي الْ َق ْوم ي تَ َكلم أح د يف ُ‬ ‫اْلُنَ ْي د َوأل ْ‬
‫َص َحاب ْ‬ ‫أْ‬
‫ِ‬
‫اس ان واس توطن ك ورة م رو َوَم ات َ ا بع د‬ ‫مث ل َم ا تكل م ُه َو َوَك ا َن َعامل ا بلص ول وعل وم الظَّ اهر دخ ل ُخَر َ‬
‫عش رين وةالوائ ة َوَك َالم ه عِنْ دهم َو أر بلع راق م ن َك َالم ه َش ْيئا َو َذلِ َ أَن ه خ رج م ن الْع َراق َوُه َو َش اب‬ ‫الْ ْ‬
‫َحيَ اء فَ تكلم دراس ان ْبي ورد وم رو َوأ ْكث ر َك َالم ه ب رو‪ .‬خ ْي ال دين الزركل ي‪ ,‬كت اب الع الم‬ ‫ومش ايه ِيف ْال ْ‬
‫للزركلي ‪( ,‬دار الكتب العلمية ‪ 2003 ,‬م)‪,‬ج‪ 7 :‬ص‪117:‬‬
‫‪. 25‬اورده السلمي يف {تفسْيه}(‪)264/1‬‬

‫‪19‬‬
‫ِ‬ ‫ِِ ِ ِ ِ‬ ‫ِ‬
‫ال ابْ ُن َعطَاء َرض َي هللاُ َعنهُ ‪ِ ( :‬يف َهذه اآليَة االست َجابةُ َعلَى ْأربَ َعة ُ‬
‫‪26‬‬
‫أوجه‪ٰ :‬أوُلا‪:‬‬ ‫‪َ ,‬وقَ َ‬

‫قيق‪َ ،‬والثٰالِ ُ‬
‫الرابِ ُع‪ :‬إجابَةُ‬
‫ث‪ :‬إجابَةُ التَّ ْسلي ِم ‪َ ،‬و َّ‬ ‫وح ِ‬
‫يد‪َ ،‬والثَّا ‪ :‬إجابَةُ التَّ ْح ِ‬ ‫إجابةُ التَّ ِ‬
‫َ‬
‫التَّ ْقر ِ‬
‫يب‪(27،‬‬

‫‪ .27‬ان ه ونش ته ‪ :‬ه و لج ال دين أب و الفض ل أْح د ب ن حمم د ب ن عب د الك ر ب ن عب د ال رْحن ب ن عب د هللا‬
‫ب ن أْح د ب ن عيس ى ب ن احلس ني ب ن عط اء هللا اْل ذامي نس باً‪ .‬وف د أج داده املنس وبون إل قبيل ة ج ذام‪،‬‬
‫إل مص ر بع د الف تح اإلس المي واس توطنوا اإلس كندرية حي ث ول د اب ن عط اء هللا ح وا س نة ‪658‬‬
‫ه املواف ق ‪1260‬م ونش كج ده لوال ده الش ي أل حمم د عب د الك ر ب ن عط اء هللا‪ ،‬فَقيه اً يَش تغل بلعل وم‬
‫الشرعية حيث تلقي منذ صباه العلوم الدينية والشرعية واللغوية‪.‬‬
‫َ‬
‫س لوكه طري ق التص وف‪ :‬ك ان الش ي اب ن عط اء هللا يف أول حال ه منك راً عل ى أه ل التص وف ح أن ه ك ان‬
‫يق ول‪ :‬ام ن ق ال أن هنال علم اً غ ْي ال ذي ْي دينا فق د اف ى عل ى هللا ع ز وج ل ‪ .‬فم ا أن ص حب‬
‫ش يخه أب و العب اس املرس ي واس تمع إلي ه بإلس كندرية ح أعج ب ب ه إعج ابً ش ديداً وأخ ذ عن ه طري ق‬
‫الص وفية وأص بح م ن أوائ ل مريدي ه وص ار يق ول ع ن كالم ه الق د ‪ :‬اكن أض ح عل ى نفس ي يف ه ذا‬
‫الك الم ‪ .‬ت درج اب ن عط اء يف من ازل العل م واملعرف ة ح تنب ل ه الش ي أب و العبَ اس يوم اً فق ال ل ه‪:‬‬
‫اال زم‪ ،‬ف وهللا ل ئن لزم لتك ونن مفتي اً يف امل ذهبني يقص د م ذهب أه ل الش ريعة وم ذهب أه ل احلقيق ة‪.‬‬
‫ق ال‪ :‬اوهللا ال مي وت ه ذا الش اب ح يك ون داعي اً إل هللا وموص الً إل هللا وهللا ليك ونن ل ش ن‬
‫عظيم وهللا ليكونن ل ش ن عظيم وهللا ليكونن ل كذا وكذا فكان كما أخب‪.‬‬
‫نهم‪:‬‬ ‫ذة‪ ،‬م‬ ‫ن التالم‬ ‫اء هللا الكث ْي م‬ ‫ن اب ن عط‬ ‫تالمي ذه‪ :‬أخ ذ ع‬

‫‪.1‬ابن املبلق السكندرى‬


‫‪.2‬تقي الدين السبكي‪ ،‬شي الشافعية‬
‫مؤلفات ه‪ :‬ت رك اب ن عط اء الكث ْي م ن املص نفات والكت ب منه ا املفق ود ومنه ا املوج ود‪ ،‬لك ن أب رز م ا بق ي‬
‫له‪:‬‬
‫لطائف املنن يف مناقب الشي أل العباس وشيخه أل احلسن‪.‬‬
‫‪.1‬القصد اجملرد يف معرفة اإلسم املفرد‪.‬‬
‫‪.2‬التنوير يف إسقاط التدبْي‪.‬‬
‫‪.3‬أصول مقدمات الوصول‪.‬‬

‫‪20‬‬
‫‪Ibnu 'Atha' raḍiyallāhu 'anhu berkata: "Dalam ayat ini, jawabannya ada empat‬‬
‫‪cara: yang pertama: memenuhi atas tauhid, yang kedua: memenuhi atas‬‬
‫‪pendalaman, yang ketiga: memenuhi dengan pasrah, dan yang keempat:‬‬
‫‪memenuhi dengan cara mendekat.‬‬

‫هم َعلى قَد ِر‬ ‫السماعُ ِم ْن َح ُ ِ‬ ‫االستِ َجابةُ َعلَى قَ ْد ِر َّ‬


‫فَ ِ‬
‫يث ال َفهم ‪ ،‬وال َف ُ‬ ‫ماع‪ ،‬و َّ‬
‫الس ِ‬

‫لم بلْ ُمتَكلِٰ ِم‪،‬‬‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِِ ِ‬


‫الْ َم ْع ِرفة ب َق ْدر ال َك َالم ‪َ ،‬والْ َم ْع ِرفةُ بل َك َالم َعلى قَ ْدر الْ َمع ِرفَة َوالع ُ‬
‫صر‪ِ ،‬ل َّن وجوه ال َك َالِم َال تَنح ِ‬
‫ص ُر‬ ‫ووجوه ال َفه ِم َال تَ ِ‬
‫َ‬ ‫ُُ َ‬ ‫نح ُ‬
‫َ‬ ‫َُ ُ ُ‬
‫‪Memenuhi itu sesuai dari apa yg di dengar, dan apa yang di dengar itu‬‬
‫‪sesuai‬‬ ‫‪apa‬‬ ‫‪yang di‬‬ ‫‪faham,‬‬ ‫‪pemahaman‬‬ ‫‪itu‬‬ ‫‪sesuai‬‬ ‫‪dengan‬‬ ‫‪kadar‬‬
‫‪pengetahuan apa yang di bicarakan, mengetahui kalam itu sesuai‬‬
‫‪pengetahuan dari pembicara, dan metode memahami itu tidak terbatas,‬‬
‫‪karena macam dari pembahasan itu tidak terbatas.‬‬

‫‪.4‬الطريق اْلادة يف نيل السعادة‪.‬‬


‫‪ .5‬عن وان التوفي ق يف آداب الطري ق‪ ،‬ش رح ا قص يدة الش ي أب و م دين) (م ا ل ذة الع ي إال ص حبة‬
‫الفقرا)‪5).‬‬
‫‪.6‬لج العروس احلاوي لتهذيب النفوس‪.‬‬
‫‪.7‬مفتاح الفالح ومصباح الرواح يف ذكر هللا الكر الفتاح‪.‬‬
‫‪.8‬احلكم العطائية على لس ان أهل الطريقة‪ ،‬وهي أهم ما كتبه وقد حظي بقبول وانتش اراً كبْياً وال يزال بعض ها‬
‫يُدرس يف بعض ُكليات جامعة الزهر‪ ،‬كما تَرجم املس تش رق االآليزى آرةر اربري الكثْي منها إل اإلآليزية‪ ،‬وترجم‬
‫السبا ميجيل بالسيوس فقرات كثْية منها مع شرح الرندى عليها‪.‬‬
‫وفات ه‪ :‬ت ويف الش ي اب ن عط اء هللا كه ال بملدرس ة املنص ورية يف الق اهرة س نة ‪ 709‬ه ودف ن بق بة املقط م‬
‫بس فح اْلب ل بزاويت ه ال ك ان يتعب د فيه ا‪ .‬وال ي زال قَ به َموج وداً إل اآلن بان ة س يدي عل ى أب و الوف اء‬
‫ت جبل املقط ِم‪ .‬من ِ‬
‫اْلهة الْشرقية ْلبَانة اإلمام الليث‪ .‬وقد أقيم على قبه مسجد يف عام ‪1973‬‬
‫ُ‬
‫( ابن عطاء هللا السكندري ‪ -‬ويكيبيديا)‪(18 Oktober 2023) ) (wikipedia.org‬‬
‫‪ . 27‬اورده السلمي يف {تفسْيه}(‪)264/1‬‬

‫‪21‬‬
28
﴾ ‫﴿ قُل لَّْو َكا َن الْبَ ْح ُر ِم َد ًادا لِ َكلِ َما ِت َرِٰل لَنَ ِف َد الْبَ ْح ُر قَ ْب َل أَن تَن َف َد َكلِ َم ُ َرِٰل‬
Katakanlah (Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai
(penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan
sebanyak itu (pula). (QS.Al Kahf:109)

‫يَ َنف ُد البَ ْح ُر ُدو َن‬ ٰ‫آن َكلِماتُ هُ ال‬


ِ ‫الق ر‬ ِ ِ ِ ِ
ْ ُ ‫فَللٰ ه َتع ال ِيف ُك ِٰل َكل َم ة م َن‬
‫ َوُك رل َكلِم ة‬، ‫وحي ِد‬ ِ ‫الك َالِم َكلِم ة ؛ نَظ راً إِ َل َذ‬
ِ َّ‫ات الت‬
َ
ِ َ‫ن‬
َ ‫فاد َه ا فَ ُك رل‬

. ِ‫َكلِ َمات ؛ نَظراً إِ َل َس َع ِة العِْل ِم ْال َز‬


Allah Ta'ala, memiliki dalam setiap kalimat di dalam Al-Qur'an,
beberapa makna, yang lautan akan habis sementara kalimat itu masih
tersisa , karena setiap firman-Nya adalah kalimat, karena memandang
ke Esa an Allah. dan setiap kalimat mengandung beberapa kalimat,
karena memandang ilmunya Allah yang azali luasnya pengetahuan
abadi.

.]١٠٩ : ‫ [الكهف‬. 28

22
‫أخ ََبَان‬ ‫ِ ِ‬ ‫ِ ‪29‬‬ ‫ح َّدةَنا َشيخنَا َشي ا ِإلس َالِم أَبو الن ِ‬
‫َّج ِ‬
‫ي َرْحَةُ هللا َعلَيه‪ ،‬قَاَ َل ْ‬‫يب ال رس ْه ُرَوْرد ر‬ ‫ُ ْ ُ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬
‫بن‬ ‫بن َشا َذان‪ ،31‬قَ َ‬ ‫بن نَبها َن‪ ، 30‬قَ َ‬‫ِ ِ‬ ‫َِّ‬
‫خبانَ َد ْعلَ ُج ُ‬
‫ال أَ ََ‬ ‫أخ ََبَان احلَ َس ُن ُ‬
‫ال‪ْ :‬‬ ‫يس أَبُو َعلي إ ُ‬
‫الرئ ُ‬

‫‪ .29‬ه و فقي ه ش افعي ومتص وف‪ ،‬وه و عب د الق اهر ب ن عب د هللا ب ن حمم د ب ن عموي ه ب ن س عد البك ري‬
‫الص ديقي‪ ،‬أب و النجي ب الس هروردي‪ .‬لقب ه ض ياء ال دين الس هروردي وكنيت ه أب و النجي ب‪ ،‬ول د بس هرورد‬
‫وه ي بل دة قريب ة م ن زآ ان بي املق دس س كن بغ داد و ا وفات ه‪ .‬م ن آ ره اآداب املري دين‬
‫واشرح الناء احلسىن واغريب املصابيح ‪ .‬تويف سنة ‪ 563‬ه‬
‫أخب اره‪ :‬أب و النجي ب الس هروردي ك ان فقيه اً ص وفياً‪ ،‬وك ان ي درس احل ديث يف بغ داد يف املدرس ة النظامي ة‬
‫وب ىن ربط اً عل ى الش م ن اْلان ب الغ رل ببغ داد يرج ع نس به إل أب و بك ر الص ديق‪ .‬وبل مبلغ اً م ن العل م‬
‫ح لقب بف العراقيني وقدوة الفريقني‪.‬‬
‫• مؤلفاته‪ :‬أدب املريد يف التصوف والخالق‬
‫• خمتصر مشكاة املصابيح للبغوي‬
‫• ومصنف يف طبقات الشافعية‬
‫إناعيل البغدادي ‪,‬هدية العارفني ‪ (,‬البهية استانبول سنة ‪)1951‬ج‪ 1:‬ص‪607 :‬‬
‫‪ .30‬الشي الكبْي ‪ ،‬العا املعمر ‪ ،‬مسند وقته أبو علي حممد بن سعيد بن إبراهيم بن سعيد بن نبهان ‪ ،‬البغدادي‬
‫‪ ،‬الكرخي ‪ ،‬الكاتب ‪ .‬هارون ‪ ,‬ل ري عرب الولة و العتوب ‪( ,‬الدار العربية للموسوعات‪ ،)2011,‬ص‪137:‬‬
‫‪ .31‬أبو بكر أْحد بن إبراهيم بن احلس ن بن حممد بن ش اذان بن حرب بن مهران البغدادي البزاز‪ ،‬من علماء‬
‫احلديث يف القرن الرابع الجري‪ .‬كان جيهز البز إل مص ر‪ .‬ولد يف ربيع الول س نة وان وتس عني ومائتني ونع وهو‬
‫ابن مخس س نني‪ .‬قال اةطيب‪ :‬كان ةقة ةبتا‪ ،‬كثْي احلديث‪ .‬قال الذه ‪ :‬مات يف ش وال س نة ةالث ووانني‬
‫وةالوائة‪.‬‬
‫روايت ه للح ديث النب وي‪ :‬ن ع ‪:‬أب و وواسم البو و و سم و ووا ‪ ،‬واحلس ن ب ن حمم د ب ن عن ب‪ ،‬وحيو و و سبو و و س‬ ‫•‬

‫صو وول س‪ ،‬وأْح د ب ن حمم د ب ن املغل س‪ ،‬وأابسبك و و سب و و س و و ‪ ،‬وع دة‪ .‬ون ع بدمش ق م ن أْح د ب ن‬
‫زبن الكندي‪.‬‬
‫وىس نو ‪:‬رفيق ه أباسمحلسو و و و وو سم و م ي‪ ،‬وابن اه أبو علي‪ ،‬وعب د هللا‪ ،‬وأبو حمم د اةالل‪ ،‬والتنوخي‪،‬‬ ‫•‬

‫واْلوهري‪ ،‬وآخرون‪.‬‬
‫اْلرح والتعديل ‪:‬قال م ذهيب ‪:‬الش ي اإلمام‪ ،‬ا دث الثقة املتقن‪ .‬وقال أباسذ سمهل و ‪:‬ما رأي ببغداد‬ ‫•‬

‫اذان‪ ،‬فق ال لل ذر وراق ه‪ :‬وال م و و و م ي س؟‬ ‫يف الثق ة مث ل القواس‪ ،‬وبع ده أبو بكر بن ش‬
‫قال ‪:‬م م ي إمام‪ .‬قال الزهري‪ :‬كان حجة ةبتا‪ .‬قال مخل يب ‪:‬كان ةقة ةبتا‪ ،‬كثْي احلديث‪.‬‬

‫‪23‬‬
‫‪.1‬أبو القاسم البغوي‪ :‬أبو القاسم البغوي عا مسلم وأحد رواة احلديث الشريف‪ ،‬انه أبو القاسم عبد‬
‫هللا بن حممد بن عبد العزيز بن املرزبن بن سابور بن شاهنشاه البغوي ‪ ،‬ويعرف ببن بن منيع‪ ،‬اختلف‬
‫يف عام والدته فقد قال أبو بكر بن شاذان نع البغوي يقول ولدت سنة ةالث عشرة ومائتني‪ ،‬وجاء‬
‫يف لري بغداد أن ابن شاهني قال نع البغوي يقول ولدت سنة ‪ 214‬ه وقال اةطيب البغدادي‪.‬‬
‫‪ .2‬حيىي بن صاعد‪ :‬ابن صاعد هو أحد رواة احلديث ‪ ،‬انه أبو حممد حيىي بن حممد بن صاعد بن‬
‫كاتب الامشي البغدادي ‪ ،‬ولد يف عام ‪ 228‬ه ‪ ،‬رحل ابن صاعد إل الشام ومصر واحلجاز ‪ ،‬تويف‬
‫سنة ‪ 318‬ه ‪ ،‬صاحب كتاب مسند ابن أل أوىف‪.‬‬
‫‪ .3‬أبو احلس ن الدراقطي‪ :‬اإلمام احلافظ أبو احلس ن علي بن عمر بن أْحد بن مهدي بن مس عود بن‬
‫ي لنه ولد بدار القطن‪ ،‬بغداد هو‬‫النعمان بن دينار بن عبد هللا البغدادي الش افعي ويلقب ب الد َ ِ‬
‫َّارقُطْ ٰ‬
‫املقرئ‪ ،‬ا دث‪ ،‬اللغوي‪ ،‬الديب صاحب املؤلفات املتقنة يف علوم القرآن واحلديث‪.‬‬
‫‪ .4‬ال ذه ‪ :‬مشس ال ٰدين ال َّذ َهِ ٰ هو ُحم دث وإم ام ح افظ‪ .‬مجع بني ميزتني جيتمع ا إال للف ذاذ القالئ ل‬
‫يف لرينا‪ ،‬فهو جيمع إل جانب اإلحاطة الواس عة بلتاري اإلس المي حوادث ورجاالً‪ ،‬املعرفة الواس عة‬
‫بقواعد اْلرح والتعديل للرجال‪ ،‬فكان وحده مدرس ة قائم ة بذاتا‪ .‬واإلمام ال ذه من العلماء الذين‬
‫دخلوا ميدان التاري من بب احلديث النبوي وعلومه‪ ،‬وظهر ذل يف عنايته‪.‬‬
‫‪ .5‬الدارقطي‪ :‬اإلمام احلافظ أبو احلس ن علي بن عمر بن أْحد بن مهدي بن مس عود بن النعمان بن‬
‫ي لنه ولد بدار القطن‪ ،‬بغداد هو املقرئ‪،‬‬ ‫الد َ ِ‬
‫َّارقُطْ ٰ‬ ‫دينار بن عبد هللا البغدادي الش افعي ويلقب ب‬
‫ا دث‪ ،‬اللغوي‪ ،‬الديب صاحب املؤلفات املتقنة يف علوم القرآن واحلديث‪.‬‬
‫‪ .6‬الخطيب‪:‬أبو بكر أْحد بن علي بن ب املعروف بةطيب البغدادي مؤرخ عرل‪.‬‬
‫مش س ال دين حمم د ب ن أْح د ب ن عثم ان ال ذه ‪ ,‬س ْي أع الم الن بالء الطبق ة احلادي ة والعش رون‬
‫(املكتبة اإلسالمية) ج‪,16:‬ص‪429:‬‬

‫‪24‬‬
‫ال أخبَان أَبو عب ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫احلَ َس ِن َعلي بْ ِن َعْبد الْ َع ِزي ِز البَ غَ ِوي ‪ ،‬قَ َ ْ ََ ُ َُ‬
‫‪33‬‬
‫يد‬ ‫أَْحَ َد‪ ، 32‬قَ َ‬
‫ال أَ ْخ ََبَان أَبُو ْ‬

‫لمةَ‪َ ،36‬ع ْن َعلِي إب ِن‬ ‫ِ‬


‫اج ‪َ ،‬ع ْن ْحَّاد إب ِن َس َ‬
‫‪35‬‬
‫بن َس َّالم‪ 34‬قَ َ‬
‫ال‪َ :‬حدَّةَنَا َح ٰج ُ‬
‫ِ‬
‫ال َقاس ُم ُ‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ِيه َو َسلَّ َم َ‬
‫قال‪:‬‬ ‫احلَ َس ِن ‪ ،‬يَرفَعُهُ َإل النَِّ َ‬
‫‪38‬‬
‫َزيْد‪َ ،37‬ع ِن ْ‬

‫‪. 32‬دعلج الس جزي هو دعلج بن أْحد بن دعلج البغدادي الس جزي‪ ،‬أبو حممد‪ ،‬ال َف ِقيه احلُ َّجة ُحمَ ِٰدث بغداد يف‬
‫عص ره‪ .‬أص له من س جس تان‪ ،‬عاش يف مكة اس توطن بغداد‪ ،‬وله املس ند الكبْي ومس ند املقلني‪ .‬تويف (عام ‪351‬‬
‫ه ‪ 962 -‬م)‪ .‬مشس الدين حممد بن أْحد بن عثمان الذه ‪ ,‬س ْي أعالم النبالء الطبقة العش رون‪( ,‬املكتبة‬
‫اإلسالمية) ج‪,16:‬ص‪31:‬‬
‫‪ . 33‬أب و احلس ن عل ي ب ن عب د العزي ز ب ن امل رزبن ب ن س ابور ب ن ش اهان ش اه البغ وي‪،‬املكي‪ ،‬نزي ل مك ة‪،‬‬
‫م ن أئم ة ورواة احل ديث الثق ات‪ ،‬ول د س نة بض ع وتس عني ومائ ة‪ .‬مج ع‪ ،‬وص نف ااملس ند الكب ْي‪ ،‬وأخ ذ‬
‫الق راءات ع ن أل عبي د‪ ،‬وغ ْيه‪ ،‬م ات س نة س وو انني وم ائتني وقي ل‪ :‬س نة س بع‪" (.‬موس وعة احل ديث ‪:‬‬
‫عل ي ب ن عب د العزي ز ب ن امل رزبن ب ن س ابور ب ن ش اهان ش اه")‪ ,‬س ْي أع الم الن بالء الطبق ة اةامس ة عش ر‬
‫(املكتبة اإلسالمية) ج‪,13:‬ص‪349:‬‬
‫أب و عبي د القاس م ب ن س الٰم ال روي (‪ 157‬ه ‪ 774/‬م ‪ 224 -‬ه ‪ 838/‬م) ع ا لغ ة وفقي ه‬ ‫‪.34‬‬
‫وحم دث وإم ام م ن أئم ة اْل رح والتع ديل ع اش يف الق رنني الث ا والثال ث الج ريني‪ ،‬وت رك ع ددا م ن الكت ب‬
‫أش هرها االغري ب املص نٰف واغري ب احل ديث إض افة إل كت اب االم وال ال ذي يع د م ن أمه ات‬
‫الكتب يف االقتصاد اإلسالمي‪.‬‬
‫‪ .‬مش س ال دين حمم د ب ن أْح د ب ن عثم ان ال ذه ‪ ,‬س ْي أع الم الن بالء الطبق ة الثاني ة عش رة (املكتب ة‬
‫اإلسالمية)ج‪,10:‬ص‪491:‬‬
‫‪35‬‬
‫أب و حمم د احلج اج ب ن يوس ف الثقف ي (‪ 40‬ه ‪ 660/‬م ‪ 95 -‬ه ‪ 714/‬م)‪ ،‬قائ د وسياس ي أم وي‪،‬‬
‫ُولِ َد ونَش َ يف الط ائف وانتق ل إل الش ام فلح ق بو وو وزسبو وو س و وول انئ ب و و سمن و وو سب و و س و وو وم فك ان يف‬
‫عدي د ش رطته‪ ،‬م ا زال يظه ر ح قَلَّ َده و و سمن و و سب و و س و و وم أم ر عس كره‪ .‬أم ره عب د املل ِبقت ِال‬
‫و و ساسبو وو سم و و بر‪ ،‬فزح ف إل احلج از ي كب ْي وقت ل عب د هللا وف َّرق مجوع ه‪ ،‬ف والَّه عب ُد املل مك ة‬
‫واملدين ة والط ائف‪ ،‬أض اف إليه ا الع راق والث ورة قائم ة في ه‪ ،‬فانص رف إل الكوف ة يف واني ة أو تس عة‬
‫رج ال عل ى النجائ ب‪ ،‬فقم ع الث ورة وةبت ل ه اإلم ارة عش رين س نة‪ .‬ب ىن مدين ة واس وم ات ا‪ ،‬وأج ري‬
‫فاق معظَِم املؤِرِ‬
‫خني‪ .‬عُرف ب املبْي أي املبيد‪.‬‬ ‫على قبه املاء‪ ،‬فاندرس‪ .‬وكان سفَّاكاً سفَّاحاً مرعِباً بتِٰ ِ‬
‫ُ‬ ‫ٰ‬ ‫َ‬‫ُ‬ ‫ْ‬ ‫ُ‬ ‫ُْ‬ ‫َ‬ ‫َ‬

‫‪25‬‬
‫‪ . 1‬روح ب ن زنب اع ك ان ص احب الش رطة أَيم اةليف ة الم وي عب د املل ب ن م روان وك ان م ن املق ربني لدي ه‬
‫ومم ن يس تمع إل يهم‪ .‬ه و م ن تنب يف ذك اء ومه ارة احلج اج ب ن يوس ف الثقف ي القيادي ة وب ذل قدم ه إل‬
‫اةليفة عبد املل بن مروان‪ ،‬وقد قال عبد املل عن احلجاج ااحلجاج هو جلدة ما بني عيي‬
‫‪ .2‬أب و الولي د عب د املل ب ن م روان ب ن احلك م ب ن أل الع اص ب ن أمي ة القرش ي اةليف ة اة امس م ن خلف اء‬
‫ب ي أمي ة واملؤس س الث ا للدول ة الموي ة‪ .‬ول د يف املدين ة وتفق ه فيه ا عل وم ال دين‪ ،‬وك ان قب ل تولي ه اةالف ة‬
‫مم ن اش تهر بلعل م والفق ه والعب ادة‪ ،‬وك ان أح د فقه اء املدين ة الربع ة‪ ،‬ق ال العم ع ن أل ال زاند‪ :‬اك ان‬
‫فقه اء املدين ة أربع ة‪ :‬س عيد ب ن املس يب‪ ،‬وع روة ب ن ال زبْي‪ ،‬وقبيص ة ب ن ذؤي ب‪ ،‬وعب د املل ب ن م روان ‪.‬‬
‫اس تلم احلك م بع د أبي ه م روان ب ن احلك م س نة ‪ 65‬ه املواف ق ‪ 684‬م‪ ،‬وحك م دول ة اةالف ة اإلس المية‬
‫عاما‪.‬‬
‫واح ًدا وعشرين ً‬
‫‪ .3‬عب د هللا ب ن ال زبْي ب ن الع وام الس دي القرش ي (‪ 1‬ه ‪ 73 -‬ه ) ه و ص حال م ن ص غار الص حابة‪،‬‬
‫واب ن الص حال ال زبْي ب ن الع وام‪ ،‬وأم ه أن اء بن أل بك ر الص ديق‪ ،‬وه و أول مول ود للمس لمني يف املدين ة‬
‫املن ورة بع د هج رة الن حمم د ﷺ إليه ا‪ ،‬وف ارس ق ري يف زمان ه واملك ٰىن ْل بك ر وأل خبي ب‪ .‬ك ان عب د‬
‫ُ‬
‫هللا ب ن ال زبْي أح د الوج وه الب ارزة ال دافع ع ن اةليف ة الثال ث عثم ان ب ن عف ان ح ني حاص ره الث ائرون‬
‫أةن اء فتن ة مقتل ه‪ ،‬كم ا ش ارك يف قي ادة بع ض مع ارك الفتوح ات اإلس المية‪ .‬رف ض اب ن ال زبْي مبايع ة يزي د ب ن‬
‫معاوي ة خليف ة للمس لمني بع د وف اة معاوي ة ب ن أل س فيان‪ ،‬ف خ ذه يزي د بلش دة‪ ،‬مم ا جع ل اب ن ال زبْي يع وذ‬
‫جيش ا حاص ره يف مك ة‪ ،‬و يرف ع احلص ار إال بوف اة يزي د‬ ‫بلبي احل رام‪ .‬و مين ع ذل يزي د أن يرس ل إلي ه ً‬
‫نفس ه س نة ‪ 64‬ه ‪ .‬بوف اة يزي د‪ ،‬وبع د تن ازل اةليف ة معاوي ة ب ن يزي د ع ن احلك م أعل ن اب ن ال زبْي نفس ه‬
‫خليف ة للمس لمني واخت ذ م ن مك ة عاص مة حلكم ه‪ ،‬وبيعت ه ال والَيت كله ا إال بع ض من اطق يف الش ام‪،‬‬
‫وال دعم كب ْي ب ي أمي ه م روان ب ن احلك م ال ذي ط رد م ن املدين ة املن وره اةن اء رد اب ن ال زبْي يف عه د‬
‫يزيد‪.‬‬
‫وه و يعت ب اةليف ة التاس ع يف دول ة املس لمني‪ ،‬و تص مد ف ة حك م اب ن ال زبْي ط ويالً بس بب الث ورات‬
‫الداخلي ة عل ى حكم ه وأبرزه ا ة ورة املخت ار الثقف ي يف الع راق‪ ،‬إض افة إل اجتم اع الم ويني ح ول م روان ب ن‬
‫مك نهم م ن اس تعادة بق ي من اطق الش ام ومص ر الع راق‬ ‫احلك م وم ن بع ده ول ده عب د املل يف الش ام‪ ،‬مم ا ٰ‬
‫واحلج از‪ .‬انته دول ة اب ن ال زبْي بقتل ه س نة ‪ 73‬ه ‪ ،‬بع د أن حاص ره احلج اج ب ن يوس ف الثقف ي يف‬
‫مكة‪ ،‬و تقم لساللته بعد ذل دولة كغْيهم من البيوت القرشية كالمويني والعباسيني‪.‬‬
‫نس به‪ :‬ه و أب و حمم د احلج اج كلي ب ب ن يوس ف ب ن احلك م ب ن أل عقي ل ب ن مس عود ب ن ع امر ب ن معت ب‬
‫ب ن مال ب ن كع ب ب ن عم رو ب ن س عد ب ن ع وف ب ن ةقي ف ب ن ُمنبٰ ه ب ن بك ر ب ن ه وازن ب ن منص ور ب ن‬
‫ص َفة بن قيس عيالن بن مضر بن نزار بن معد بن عدانن‪ ،‬الثقفي‪.‬‬‫عكرمة بن َخ َ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫نش ته‪ُ :‬ول َد يف من ازل ةقي ف بدين ة الط ائف‪ ،‬يف ع ام اْلماع ة ‪ 41‬ه ‪ .‬وك ان ان ه ُكلي ب أب َدلَ هُ‬
‫بحلج اج‪ .‬و رأم ه الفارع ة بن ة ام ب ن ع روة ب ن مس عود الثقف ي الص حال الش هيد‪ .‬نش يف الط ائف‪،‬‬ ‫َّ‬

‫‪26‬‬
‫وتعلَّ م الق رآن واحل ديث والفص احة‪ ،‬عم ل يف مطل ع ش بابه معل م ص بيان م ع أبي ه‪ ،‬يعل م الفتي ة الق رآن‬
‫واحل ديث‪ ،‬ويفقهه م يف ال دين‪ ،‬لكن ه يك ن راض ياً بعمل ه ه ذا‪ ،‬عل ى ال رغم م ن َتة ْيه الكب ْي علي ه‪ ،‬فق د‬
‫اش تُ ِهر بتعظيم ه للق رآن‪ .‬كان الط ائف تل الَيم ب ني والي ة عب د هللا ب ن ال زبْي‪ ،‬وب ني ِوالي ة الم ويني‪،‬‬
‫لك ن أص حاب عب د هللا ب ن ال زبْي ا َّبُوا عل ى أه ل الط ائف‪ ،‬فق َّرر احلج اج االنط الق إل الش ام[؟]‪،‬‬
‫حاض رة اةالف ة الموي ة املتعث رة‪ ،‬ال تركه ا م روان ب ن احلك م ب اً ب ني املتح اربني‪ .‬ق د ختتل ف الس باب ال‬
‫دفع احلج اج إل اختي ار الش ام[؟] مك اانً ليب دأ طموح ه السياس ي من ه رغ م بُع ِد املس افة بينه ا وب ني‬
‫الس بب الك ب كراهت ه لوالي ة عب د هللا ب ن ال زبْي‪ .‬يف الش ام[؟]‪،‬‬
‫الط ائف‪ ،‬وق رب مك ة إلي ه‪ ،‬لك ن يُعتق د أن َّ‬
‫التح ق بش رطة اإلم ارة ال كان تع ا م ن مش اكل مج ة‪ ،‬منه ا س وء التنظ يم‪ ،‬واس تخفاف أف راد الش رطة‬
‫بلنظ ام‪ ،‬وقل ة اجملن دين‪ .‬ف ب دى ْحاس ًة وانض باطاً‪ ،‬وس ارع إل تنبي ه أولي اء الم ر لك ل خط أو خل ل‪،‬‬
‫وأخ ذ نفس ه بلش دة‪ ،‬فقرب ه روح ب ن زنب اع قائ د الش رطة إلي ه‪ ،‬ورف ع مكانت ه‪ ،‬ورق اه ف وق أص حابه‪ ،‬ف خ ذهم‬
‫بلش دة‪ ،‬وع اقبهم لده خل ل‪ ،‬فض بطهم‪ ،‬وس ْي أم ورهم بلطاع ة املطلق ة لولي اء الم ر‪ .‬رأى في ه روح ب ن‬
‫زنب اع العزمي ة والق وة املاض ية‪ ،‬فقدم ه إل اةليف ة عب د املل ب ن م روان‪ ،‬وك ان داهي ة مق داماً‪ ،‬مج ع الدول ة‬
‫الموية وْحاها من السقوط‪ ،‬ف سسها من جديد‪.‬‬
‫إذ أن الش رطة كان يف حال ة س يئة‪ ،‬وق د اس تهون جن د اإلم ارة عمله م فته اونوا‪ ،‬ف هم أم رهم عب د املل‬
‫ب ن م روان‪ ،‬وعن دها أش ار علي ه روح ب ن زنب اع بتعي ني احلج اج عل يهم‪ ،‬فلم ا عين ه‪ ،‬أس رف يف عقوب ة‬
‫املخ الفني‪ ،‬وض ب أم ور الش رطة‪ ،‬فم ا ع اد م نهم ت راخ وال ل و إال مجاع ة روح ب ن زنب اع‪ ،‬فج اء احلج اج‬
‫يوم اً عل ى رؤوس هم وه م ‪،‬كل ون‪ ،‬فنه اهم ع ن ذل يف عمله م‪ ،‬لك نهم ينته وا‪ ،‬ودع وه معه م إل‬
‫طع امهم‪ ،‬ف مر م‪ ،‬فحبس وا‪ ،‬وأحرق س رادقهم‪ .‬فش كاه روح ب ن زنب اع إل اةليف ة‪ ،‬ف دعا احلج اج‬
‫م ن فع ل َي أم ْي امل ؤمنني‪ ،‬ف ان ي دك وس وط ‪ ،‬وأش ار‬ ‫وس له عم ا ْحل ه عل ى فعل ه ه ذا‪ ،‬فق ال إي ا أن‬
‫عليه بتعويض روح بن زنباع دون كسر أمره‪.‬‬
‫وك ان عب د املل ب ن م روان ق د ق رر تس يْي اْلي وش ارب ة اة ارجني عل ى الدول ة‪ ،‬فض م احلج اج إل اْل ي‬
‫الذي قاده بنفسه حلرب مصعب بن الزبْي‪.‬‬
‫و يك ن أه ل الش ام[؟] يرج ون يف اْلي وش‪ ،‬فطل ب احلج اج م ن اةليف ة أن يس لطه عل يهم‪ ،‬ففع ل‪.‬‬
‫ف علن احلج اج أن أمي ا رج ل ق در عل ى ْح ل الس الح و ي رج مع ه‪ ،‬أمهل ه ة ال ً‪ ،‬قتل ه وأح رق داره‬
‫وانته ب مال ه‪ ،‬ط اف بلبي وت بحث اً ع ن املتخلف ني‪ .‬وب دأ احلج اج بقت ل أح د املع ض ني علي ه‪ ،‬ف طاع ه‬
‫اْلميع‪ ،‬وخرجوا معه بْلب ال االختيار‪.‬‬
‫مرضا غريبًا حيكى عنه املؤرخون الثقات كابن خلكان(ابن خلكان‪ ،‬وفيات العيان‪ ،‬ج ‪،6‬‬ ‫وفاته‪ :‬مرض احلجاج ً‬
‫ص ‪)347‬‬
‫(الحجاج بن يوسف الثقفي ‪ -‬ويكيبيديا)‪(21 Oktober 2023)) (wikipedia.org‬‬

‫‪27‬‬
‫‪. 36‬أل س لمة ْح اد ب ن س لمة ب ن دين ار البص ري (‪ 91‬ه ‪ 167 -‬ه ‪709 /‬م ‪784 -‬م)‪ :‬حم دث‪،‬‬
‫م ن رواة احل ديث‪ ،‬ويص فه ال ذه يف ترمجت ه‪ ،‬بقول ه‪ :‬ااإلم ام‪ ،‬الق دوة‪ ،‬ش ي اإلس الم‪ ،‬أب و س لمة‬
‫البص ري‪ ،‬النح وي‪ ،‬الب زاز‪ ،‬اةرق ي‪ ،‬البط ائي‪ ،‬م ول آل ربيع ة ب ن مال ‪ ،‬واب ن أخ ْحي د الطوي ل ‪ .‬وق د‬
‫ت ويف ي وم ال ثال ء يف ش هر ذي احلج ة م ن س نة ‪ 167‬للهج رة وعم ره ‪ 76‬س نة‪ .‬مش س ال دين حمم د ب ن‬
‫أْحد بن عثمان الذه ‪ ,‬سْي أعالم النبالء الطبقة السابعة(املكتبة اإلسالمية) ج‪,7:‬ص‪445:‬‬
‫‪. 37‬علي بن زيد بن جدعان لبعي بصري‪ ،‬فقيه‪ ،‬وأحد رواة احلديث النبوي من الضعفاء‪.‬‬

‫س ْيته‪ :‬عل ي ب ن زي د ب ن ج دعان وكنيت ه أب و احلس ن القرش ي‪ ،‬م ن ب ي ت يم‪ ،‬مك ي الص ل‪ُ ،‬ول د مكفوفً ا‪،‬‬
‫وك ان م ن الفقه اء ال ذين يُؤخ ذ ع نهم العل م يف البص رة‪ ،‬ذك ر العجل ي وال ذه أن ه ك ان ميي ل إل التش يع‪،‬‬
‫ترك ه أه ل احل ديث لس وء حفظ ه‪ ،‬ق ال ال ذه ‪ :‬ال ه عجائ ب ومن اكْي‪ ،‬لكن ه واس ع العل م ‪ ،‬ق ال منص ور‬
‫ب ن زاذان‪ :‬امل ا م ات احلس ن‪ ،‬قلن ا لعل ي ب ن زي د‪ :‬اجل س مكان ه ‪ ،‬م ات س نة ‪ 131‬ه ‪ ،‬يف الط اعون‪.‬‬
‫مش س ال دين حمم د ب ن أْح د ب ن عثم ان ال ذه ‪ ,‬س ْي أع الم الن بالء‪ ،‬الطبق ة الثالثة‪(،‬املكتب ة اإلس المية)‬
‫ج‪ ،5 :‬ص‪208 ،206 :‬‬
‫‪ . 38‬أب و حمم د احلس ن ب ن عل ي ب ن أل طال ب ال امشي القرش ي (‪ 15‬رمض ان ‪ 3‬ه ‪ 49 -‬ه ‪ ،‬أو ‪ 50‬ه ‪،‬‬
‫حال‪ ،‬وخ امس اةلف اء‬ ‫ٰ‬ ‫وص‬
‫أو ‪ 51‬ه ‪ 4 /‬م ارس ‪ 625‬م ‪ 670 -‬م)‪ ،‬ه و س ب الرس ول حمم د‪َ ،‬‬
‫الراش دين عن د أه ل الس نة واْلماع ة‪ ،‬واإلم ام الث ا عن د الش يعة‪ ،‬أطل ق علي ه الن حمم د لق ب س يد ش باب‬
‫باب أ َْه ِل اْلنَّ ِة ‪ ،‬وه و راب ع أص حاب الكس اء‪ .‬أب وه عل ي ب ن‬
‫ني س يِٰدا ش ِ‬
‫ااحلس َن واحلُ َس ْ َ‬
‫َ‬ ‫أه ل اْلن ة فق ال‪:‬‬
‫أل طالب ابن عم الن حممد‪ ،‬أمه‪ :‬فاطمة بن الن حممد‪ ،‬وقيل إنه أشبه الناس بلن ‪.‬‬
‫ول د يف النص ف م ن ش هر رمض ان ع ام ‪ 3‬ه ‪ ،‬وك ان الن حمم د حيب ه كث ْيًا ويق ول‪ :‬االله م إ أحب ه‬
‫ف حب ه ‪ ،‬وك ان ‪،‬خ ذه مع ه إل املس جد النب وي يف أوق ات الص الة‪ ،‬فيص لي بلن اس‪ ،‬وك ان احلس ن يرك ب‬
‫عل ى ظه ره وه و س اجد‪ ،‬وحيمل ه عل ى كتفي ه‪ ،‬ويُقبٰل ه ويداعب ه ويض عه يف حج ره ويَْرقِي ه‪ ،‬كم ا ك ان يعلم ه‬
‫احل الل واحل رام‪ ،‬ت ويف ج ده الن حمم د س نة ‪ 11‬ه وك ذل توفي أم ه فاطم ة يف نف س الس نة‪ ،‬ش ارك‬
‫احلس ن يف اْله اد يف عه د عثم ان‪ ،‬فش ارك يف ف تح إفريقي ة ت إم رة عب د هللا ب ن س عد ب ن أل الس رح‪،‬‬
‫وش ارك يف ف تح طبس تان وجرج ان يف ج ي س عيد ب ن الع اص‪ ،‬كم ا ش ارك يف معرك ة اْلم ل ومعرك ة‬
‫صفني‪.‬‬
‫بوي ع بةالف ة يف أواخ ر س نة ‪ 40‬ه بع د وف اة عل ي ب ن أل طال ب يف الكوف ة‪ .‬واس تمر بع د بيعت ه خليف ة‬
‫للمس لمني ة و س تة أش هر‪ ،‬تن ازل عنه ا لص اى معاوي ة ب ن أل س فيان بع د أن ص احله عل ى ع دد م ن‬
‫الم ور‪ .‬وانتق ل احلس ن بع د ذل م ن الكوف ة إل املدين ة املن ورة وع اش فيه ا بقي ة حيات ه ح ت ويف يف س نة‬
‫ِ‬
‫ةمس ليال َخلَو َن من شهر ربيع الول‪ ،‬ودفن بلبقيع‪.‬‬ ‫‪ 49‬ه ‪ ،‬وقيل سنة ‪ 50‬ه‬
‫بش ر أن ه سيص لح هللا ب ه ب ني فئت ني م ن‬
‫ٰ‬ ‫يعت به أه ل الس نة واْلماع ة خ امس اةلف اء الراش دين وأن الن‬
‫املس لمني‪ ،‬وبس ببه انته الفتن ة‪ ،‬ويعتق د الش يعة االةن ا عش رية أن ه اإلم ام الث ا م ن الئم ة االة ي عش ر‪،‬‬

‫‪28‬‬
‫‪Syekh Islam Abu al-Najib al-Suhrawardi rahimahullah mengatakan kepada‬‬
‫‪kami, dia memberi tahu Abu Ali ibn Nabhan, dia berkata: Al-Hasan ibn Shadhan‬‬
‫‪memberi tahu kami, dia memberi tahu Da’lj ibn Ahmad, dia memberi tahu Abu‬‬
‫‪al-Hasan Ali ibn Abd al-Aziz al-Baghwi, dia memberi tahu Abu 'Ubayd al-‬‬
‫‪Qasim ibn Salam berkata: Hajjaj mengatakan kepada kami, dari Hammad ibn‬‬
‫‪Salamah, dari Ali ibn Zayd, dari al-Hassan, dia mengangkatnya kepada Nabi‬‬

‫‪berkata:‬‬

‫آن آيَة إَِّال َوَلَا ظَ ْهر َوبَطن َولِ ُك ٰل َح ْرف َحد‪َ ،‬ولِ ُك ِٰل َحد ُمطَّلَع‪،39‬‬
‫ما نَزَل ِمن الْ ُقر ِ‬
‫َ َ َ ْ‬
‫‪Tidak ada ayat yang diturunkan dari Al-Qur'an kecuali bahwa ia memiliki dzohir‬‬

‫وم ن املعص ومني الربع ة عش ر‪ ،‬وم ن أص حاب الكس اء‪ .‬قي ل إ ٰن احلس ن ك ان كث ْي ال زواج والط الق‪،‬‬
‫يهن أمه ات الوالد‪،‬‬‫وش ك ال بعض ب ذل ‪ ،‬وال يُع رف م ن أن اء زوجات ه إال إح دى عش رة زوج ة ب ا ف ٰ‬
‫عق ب م ُنهم ِس وى احلس ن املث ىن وزي د ب ن‬ ‫ذك ر ال ذه أن للحس ن اة ي عش ر ابنً ا ذك را‪ ،‬وذك ر أن ه و ي ِ‬
‫ُ‬ ‫ً‬
‫احلس ن‪ ،‬وذك ر الفخ ر ال رازي أن ل ه م ن الوالد ةالة ة عش ر ذك ًرا وس بن ات‪ ،‬وذك ر املفي د مخس ة عش ر‬
‫ذكرا وأنثى‪.‬‬
‫و ًلدا ً‬
‫ص ي ب ن ك الب ب ن‬ ‫نس به‪ :‬حلس ن ب ن عل ي ب ن أل طال ب ب ن عب د املطل ب ب ن هاش م ب ن عب د من اف ب ن قُ َ‬
‫م رة ب ن كع ب ب ن ل ؤي‪ ،‬ب ن غال ب ب ن فه ر ب ن مال ب ن النض ر ب ن كنان ة ب ن خزمي ة ب ن مدرك ة ب ن إلي اس‬
‫ب ن مض ر ب ن ن زار ب ن مع د ب ن ع دانن‪ .‬أب وه عل ي ب ن أل طال ب أم ْي امل ؤمنني راب ع اةلف اء الراش دين عن د‬
‫أهل السنة واْلماعة‪ ،‬واإلمام الول عند الشيعة االةنا عشرية‪ ،‬وابن عم الن حممد‪.‬‬
‫أم ه‪ :‬فاطم ة الزه راء بن الن حمم د‪ ،‬ل ذل يُع رف ب "س ب رس ول هللا"‪ ،‬والس ب كلم ة تُطل ق عل ى‬
‫الوالد بش كل ع ام‪ ،‬وقي ل‪ :‬أوالد الوالد‪ ،‬وأوالد البن ات‪ ،‬وقي ل معن اه الطائف ة أو القطع ة‪ ،‬فيك ون مع ىن‬
‫"س ب رس ول هللا" أي قطع ة من ه دالل ة عل ى ش دة حب ه ل ه وللحس ني‪ (.‬لس ان الع رب الب ن منظ ور‪ ،‬ح رف‬
‫(الحسنننن بنننن ع ننني ‪ -‬ويكيبينننديا)‪) (wikipedia.org‬‬ ‫الس ني‪ ،‬س ب ‪ ،‬ج ‪ ،7‬ص ‪ ،111‬دار ص ادر‪2003 ،‬م)‬
‫)‪(22 Oktober 2023‬‬
‫ة‬ ‫‪،214/1 :‬خالص‬ ‫نة‪ ،‬الصف ف ففالر م الف ف ف‬ ‫‪.‬الراوي‪:‬احلس ن البص ري ‪،‬ا دث‪:‬البغوي ‪،‬املص در‪ :‬ش رح الس‬ ‫‪39‬‬

‫حك م ا دث ‪ :‬مرس ل‪ ،‬توض يح حك م ا دث ‪ :‬إس ناده ض عيف ‪،‬املؤل ف ‪ /‬املش رف‪ :‬احلس ني ب ن مس عود‬
‫البغ وي ا ق ق ‪ /‬امل جم‪ :‬عل ي حمم د مع وض و ع ادل أْح د عب داملوجود الناش ر‪ :‬دار الكت ب العلمي ة ‪-‬‬
‫بْيوت ‪,‬الطبعة‪ :‬الول سنة الطبع‪1412 :‬ه‬

‫‪29‬‬
‫نس به‪ :‬ه و احلس ن ب ن يس ار‪ ،‬أب و س عيد‪ ،‬وك ان أب وه م ول زي د ب ن ب النص اري‪ ،‬وقي ل م ول أل اليس ر‬
‫كع ب ب ن عم رو الس لمي‪ .‬وه و م ن أه ل ميس ان‪ ،‬نبط ي ببل ي عراق ي ق د ‪ ،‬وه و م ا أةبتت ه ع دد م ن‬
‫الدراس ات الكادميي ة التاريي ة‪ ،‬حي ث ةبت عروبت ه وإن ه م ن أص ل ع رل عن د امل ؤرخني الع رب مث ل‬
‫مص طفى ج واد‪ ،‬وانج ي مع روف وغ ْيهم‪ ،‬ولق د أةب انج ي مع روف عروبت ه وانتم اءه إل أص ل ع رل‬
‫بس ند لري ي‪ ،‬س كن أب وه املدين ة وأُعتِ ق وت زوج ا يف خالف ة عم ر ب ن اةط اب فول د ل ه ا احلس ن لس نتني‬
‫بقيتا من خالفة عمر) املذاهب والدَين يف العراق‪ ،‬اةيون‪ ،‬رشيد‪ ،‬ص‪)67‬‬
‫مول ده ونش ته‪ :‬ول د قب ل س نتني م ن اي ة خالف ة عم ر ب ن اةط اب يف املدين ة ع ام واح د وعش رين م ن‬
‫الج رة‪ ،‬وأم ه خ ْية م والة لم س لمة أم امل ؤمنني كان خت دمها‪ ،‬ورب ا أرس لتها يف حاجات ا فيبك ي احلس ن‬
‫وه و رض يع فتش اغله أم س لمة برض اعته لتس كته‪ ،‬وب ذل رض ع م ن أم س لمة‪ ،‬فك انوا ي رون أن تل‬
‫احلكم ة والعل وم ال أوتيه ا احلس ن م ن برك ة تل الرض اعة م ن أم امل ؤمنني زوج ة رس ول هللا ﷺ‪ .‬وكان‬
‫أم س لمة خترج ه إل الص حابة في دعون ل ه‪ ،‬ودع ا ل ه عم ر ب ن اةط اب‪ ،‬فق ال‪ :‬االله م فقه ه يف ال دين‬
‫وحبب ه إل الن اس ‪ .‬حف ظ احلس ن الق رآن يف العاش رة م ن عم ره‪ ،‬ونش يف احلج از ب ني الص حابة‪ ،‬ورأى‬
‫ع دداً م نهم وع اش ب ني كب ارهم‪ ،‬مم ا دفع ه إل ال تعلم م نهم‪ ،‬والرواي ة ع نهم‪ ،‬وحض ر اْلمع ة م ع عثم ان ب ن‬
‫عفان ونعه يطب‪ ،‬وشهد يوم استشهاده يوم تسلل عليه قتلته الدار‪ ،‬وكان عمره أربع عشرة سنة‪.‬‬
‫ا مرحل ة التلق ي وال تعلم‪ ،‬حي ث اس تمع إل الص حابة ال ذين‬ ‫ويف س نة ‪ 37‬ه انتق ل إل البص رة‪ ،‬فكان‬
‫اس تقروا ا‪ ،‬ويف س نة ‪ 43‬ه عم ل كاتب ا يف غ زوة لم ْي خراس ان الربي ع ب ن زَيد احل ارةي مل دة عش ر‬
‫سنوات‪ ،‬وبعد رجوعه من الغزو استقر يف البصرة حيث أصبح أشهر علماء عصره ومفتيها ح وفاته‪.‬‬
‫انفص ل عن ه تلمي ذه واص ل ب ن عط اء وك ون احللق ة الول مل ذهب املعتزل ة‪ ،‬وك ان س بب ذل أن واص الً‬
‫اب ن عط اء س ل احلس ن البص ري ع ن عص اة املوح دين فق ال احلس ن‪ :‬اه م ت املش يئة إن ش اء هللا‬
‫ع ذ م وإن ش اء غف ر ل م ‪ ،‬فق ال واص ل‪ :‬اب ل ه م يف منزل ة ب ني املن زلتني ‪ ،‬اعت زل حلقت ه‪ ،‬فق ال‬
‫احلسن البصري ااعتزلنا واصل ‪ ،‬فسمي فرقته منذ ذل احلني بملعتزلة‪.‬‬
‫علم ه‪ :‬لق د ك ان احلس ن أعل م أه ل عص ره‪ ،‬يق ول قتادة( م ا مجع علم ه إل أح د العلم اء إال وج دت ل ه‬
‫فض ال علي ه‪ ،‬غ ْي أن ه إذا أش كل علي ه كت ب في ه إل س عيد ب ن املس يب يس له‪ ،‬وم ا جالس فقيه ا ق إال‬
‫رأي فضل احلسن)‬
‫ك ان للحس ن َملس ان للعل م‪َ :‬مل س خ اص بنزل ه‪ ،‬وَمل س ع ام يف املس جد يتن اول في ه احل ديث والفق ه‬
‫وعلوم القرآن واللغة وغْيها وكان تالميذه كثر‪.‬‬
‫رأى احلس ن ع ددا كب ْيا م ن الص حابة وروى ع نهم مث ل‪ :‬النعم ان ب ن بش ْي‪ ،‬وج ابر ب ن عب د هللا‪ ،‬واب ن‬
‫عب اس‪ ،‬وأن س‪ ،‬ونتيج ة مل ا س بق فق د لقب ه عم ر ب ن عب د العزي ز بس يد الت ابعني حي ث يق ول‪ :‬الق د ولي‬
‫قض اء البص رة س يد الت ابعني ‪ .‬أم ا الس يدة عائش ة وعن دما نعت ه ي تكلم قال ‪ :‬ام ن ه ذا ال ذي ي تكلم‬
‫بكالم الصديقني؟ ‪.‬‬

‫‪30‬‬
‫‪(makna yang tersurat) dan bathin (makna yang tersirat), dan setiap huruf‬‬
‫‪memiliki batas, dan setiap batas terdapat ilmu yang luas‬‬

‫كت ب احلس ن إل رج ل م ن الزه اد يق ال ل ه عب د ال رحيم أو عب د ال رْحن ب ن أن س الرم ادي ك ان يس كن مك ة‬


‫وك ان ل ه فض ل ودي ن وذك ر و يك ن ل ه يف ال دنيا عم ل إال عب ادة هللا تع ال وأن ه أراد اة روج م ن مك ة إل‬
‫ال يمن فبل ذل احلس ن وك ان يواخي ه يف هللا تع ال فكت ب إلي ه كت اب يرغب ه يف املق ام بك ة زاده ا هللا ش رفا‬
‫فك ان ذل ه و الكت اب الوحي د ال ذي ظه ر م ن مؤلفات ه وه و بعن وان فض ائل مك ة‪ (.‬كت اب فض ائل مك ة‬
‫من موسوعة املكتبة الشاملة اجملانية نسخة حمفوظة ‪ 14‬أكتوبر ‪ 2017‬على موقع واي بك مشني)‬
‫وفات ه‪ :‬ت ويف احلس ن عش ية ي وم اةم يس يف الول م ن رج ب س نة عش ر ومائ ة للهج رة وع اش و ان وو انني‬
‫س نة‪ ،‬وكان جنازت ه مش هودة‪ ،‬ص لى علي ه املس لمون عق ب ص الة اْلمع ة‪ ،‬ويق ع مرق ده يف البص رة‪ (.‬دلي ل‬
‫اْلوام ع واملس اجد ال اةي ة والةري ة ‪ -‬دي وان الوق ف الس ي يف الع راق ‪ -‬مرق د احلس ن البص ري ‪ -‬ص فحة‬
‫‪)161‬‬
‫(ا ل دليل الس ياحي للض رحة واملقام ات يف الع راق ‪ -‬دائ رة الض رحة واملقام ات واملراق د الس نية العام ة ‪-‬‬
‫بغداد ‪ -‬صفحة ‪)71 ،70‬‬

‫‪31‬‬
‫ال فَ ُق ْل َي أب سعِيد‪ 40‬ما املطَلٰع؟ قَ َ ِ‬
‫ب‬ ‫عملُو َن بِه ‪،‬قال أبو عُبَيد ‪:‬أ ْ‬
‫َح َس ُ‬ ‫ال‪ :‬يَطَّل ُع قوم يَ َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ُ َ َ َ‬ ‫قَ َ‬
‫ول ع ِ‬
‫بد هللاِ بن َم ْسعود ‪،‬قَ َ‬
‫حدةَِي‬
‫ال أبو عُبَ ْيد‪َّ :41‬‬ ‫ب َإل قَ ِ َ‬
‫سن َهذا َّإيا َذ َه َ‬
‫احلَ َ‬
‫قول ْ‬ ‫َّ‬
‫أن َ‬

‫الت ابعي الش هْي‬ ‫وو‬ ‫‪.‬القائ ل ه و وونسبو و س و و سم ي وون ال وارد ىف الس ند‪،‬و اب و س عيد‪:‬كنية محلسو و سم‬ ‫‪40‬‬

‫رْحه هللا تعال‪.‬‬


‫عل ي ب ن زي د ب ن ج دعان وكنيت ه أب و احلس ن القرش ي‪ ،‬م ن ب ي ت يم‪ ،‬مك ي الص ل‪ُ ،‬ول د مكفوفً ا‪ ،‬وك ان م ن‬
‫الفقه اء ال ذين يُؤخ ذ ع نهم العل م يف البص رة‪ ،‬ذك ر العجل ي وال ذه أن ه ك ان ميي ل إل التش يع‪ ،‬ترك ه أه ل‬
‫احل ديث لس وء حفظ ه‪ ،‬ق ال ال ذه ‪ :‬ال ه عجائ ب ومن اكْي‪ ،‬لكن ه واس ع العل م ‪ ،‬ق ال منص ور ب ن زاذان‪:‬‬
‫امل ا م ات احلس ن‪ ،‬قلن ا لعل ي ب ن زي د‪ :‬اجل س مكان ه ‪ ،‬م ات س نة ‪ 131‬ه ‪ ،‬يف الط اعون‪ (.‬س ْي أع الم‬
‫الن بالء‪ ،‬الطبق ة الثالث ة‪ ،‬عل ي ب ن زي د‪ ،‬ج ‪ ،5‬ص ‪ 208 ،206‬نس خة حمفوظ ة ‪ 27‬فباي ر ‪ 2018‬عل ى‬
‫موقع واي بك مشني‪).‬‬
‫ه و احلس ن ب ن أل احلس ن يس ار أب و س عيد م ول زي د ب ن ب النص اري ويق ال م ول أل اليس ر كع ب‬
‫ب ن عم رو الس لمي‪ .‬وك ان أب وه م ول مجي ل ب ن قطب ة وه و م ن س ميس ان‪ ،‬س كن املدين ة وأُعتِ ق وت زوج ا‬
‫يف خالف ة عم ر ب ن اةط اب فول د ل ه ا احلس ن رْح ة هللا علي ه لس نتني بقيت ا م ن خالف ة عم ر‪ .‬وأم ة خ ْية‬
‫م والة لم س لمة أم امل ؤمنني كان خت دمها‪ ،‬ورب ا أرس لتها يف احلاج ة فتش تغل ع ن ول دها احلس ن وه و‬
‫رض يع فتش اغله أم س لمة بث دييها في دران علي ه فْيض ع منهم ا‪ ،‬فك انوا ي رون أن تل احلكم ة والعل وم ال‬
‫أوتيه ا احلس ن م ن برك ة تل الرض اعة م ن الث دي املنس وب إل رس ول هللا‪ ،‬ك ان وه و ص غْي خترج ه أم ه‬
‫إل الص حابة في دعون ل ه وك ان يف مجل ة م ن ي دعو ل ه عم ر ب ن اةط اب ق ال‪ :‬الله م فقه ه يف ال دين وحبب ه‬
‫إل الناس‪ ،‬وقد عدَّه ابن سعد يف طبقاته من الطبقة الثانية وهم دون من قبلهم يف السن‪.‬‬
‫ول د احلس ن البص ري يف املدين ة‪ ،‬ونش ب ني الص حابة رض وان هللا عل يهم‪ ،‬مم ا دفع ه إل ال تعلم م ن الص حابة‪،‬‬
‫ددا م ن الص حابة‪ ،‬وع اش ب ني كب ارهم‪ ،‬مث ل‪ :‬عثم ان ب ن عف ان‪،‬‬ ‫والرواي ة ع نهم‪ ،‬ورأى احلس ن البص ري ع ً‬
‫وطلح ة ب ن عبي د هللا‪ ،‬وروى ع ن عم ران ب ن حص ني‪ ،‬واملغ ْية ب ن ش عبة‪ ،‬وعب د ال رْحن ب ن ن رة‪ ،‬ون رة ب ن‬
‫جن دب‪ ،‬وأل بك رة الثقف ي‪ ،‬والنعم ان ب ن بش ْي‪ ،‬وج ابر‪ ،‬وجن دب البجل ي‪ ،‬واب ن عب اس‪ ،‬وعم رو ب ن‬
‫تغلب‪ ،‬ومعقل بن يسار‪ ،‬والسود ابن سريع‪ ،‬وأنس بن مال ‪ ،‬وروى عن غْيهم من الصحابة‪.‬‬
‫(احلسن البصري ‪ -‬سيد التابعني| قصة اإلسالم)‪(islamstory.com) (22 Oktober 2023‬‬
‫‪41‬‬
‫‪ .‬فض ائل الق رآن ( ص ‪ ) ۹۸‬دون ق ول أل عبي د آخ راً‪ ،‬غري ب احل ديث ( ‪، ) ۲۳۹ - ۲۳۸ /۲‬‬
‫ورواه املؤل ف يف ( مش يخته ) ( ص ‪ ) ٤٩‬بلس ند نفس ه ‪ ،‬واحلس ن ‪ :‬ه و البص ري ؛ فاحل ديث مرس ل ‪،‬‬
‫وروي مرفوعاً عن سيدان عبد هللا بن مسعود رضي هللا عنه ‪ .‬انظر غنية العارف ‪) ٣٩ - ٣٨ /١ ( ،‬‬

‫‪32‬‬
‫‪ِ 44‬‬ ‫ِ ِ‬
‫عن ُش ْعبَةَ ‪ ،‬عن َع ْمرو بن ُمَّرةَ ‪َ ،‬ع ْن َعبد هللا ب ِن َمسعُود َرض َي هللاُ َعنهُ‬
‫‪43‬‬ ‫‪42‬‬
‫َح َّجاج‪ْ ،‬‬
‫قال‪:‬‬
‫َ‬

‫‪ . 42‬أَبُو بِ ْسطَام شعبةُ بْ ُن احلَ َّجاج بن الورد (‪ 85‬ه ‪ 160-‬ه )(‪ )1‬مول الشاقر؛ من التابعني‪ ،‬واسطي الصل‬
‫عا أهل البص رة وش يخها‪ .‬س كن البص رة منذ الص غر وفيها تويف‪ (.‬ش عبة بن احلجاج من موقع الش بكة اإلس المية‬
‫نسخة حمفوظة ‪ 23‬سبتمب ‪ 2008‬على موقع واي بك مشني‪).‬‬
‫‪. 43‬هو وسب س ةسب س سسب س ل سب سحم ّثسب س ل سب س وم ةسمجلهي‪ ،‬ش اعر‪ ،‬وقد أس لم وحس ن‬
‫ه‪:‬‬ ‫ول‬ ‫ق‬ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫الم‬ ‫إس‬
‫ني ف رق ا َن ال ُق ر ِان ل ع ام ِر»‬ ‫«ا ت ر أن هللا أظ ه ر دي نَ ه‪ ...‬وب َٰ‬
‫وهو ص احب لرس ول هللا ‪ -‬ص لى هللا عليه وس لم ‪ -‬ممن هاجر إل الش ام وأقام ا وقد روى عنه‪ ،‬ودعاه معاوية بن‬
‫حيول نسب قضاعة إل معد بن عدانن فقال له‪ :‬أص عد املنب وإمجع الناس‪ ،‬فلما فعل قال‪:‬‬ ‫أل س فيان إل أن ٰ‬
‫آدعُ ن ا وأَبْص ِر‪ ...‬قض اع ة م ن م ال ِ ب ن ْح ِْي»‬ ‫«َي أيٰ ه ا ال داع ي ْ‬
‫املعروف غْيُ املنك ِر‪ (.‬من انه عمرو من الشعراء‪ ،‬رقم ‪ ،151‬صفحة ‪)22‬‬
‫ُ‬ ‫النسب‬
‫ُ‬
‫‪ .1‬أب و عب د ال رْحن معاوي ة ب ن أل س فيان الم وي القرش ي‪ ،‬م ن أص حاب الرس ول حمم د وأح د كتٰ اب‬
‫ال وحي‪ .‬س ادس اةلف اء يف اإلس الم ومؤس س الدول ة الموي ة يف الش ام و ٰأول خلفائه ا‪ .‬ول د بك ة وتعل م‬
‫الكتاب ة واحلس اب‪ ،‬وأس لم قب ل ف تح مك ة‪ ،‬ومل ا اس تُخلف أب و بك ر الص ٰديق واله قي ادة ج ي ت إم رة‬
‫أخي ه يزي د ب ن أل س فيان‪ ،‬فك ان عل ى مقدمت ه يف ف تح مدين ة ص يداء وعرق ة وجبي ل وب ْيوت‪ .‬ومل ا‬
‫اس تُخلف عم ر ب ن اةط اب جعل ه والي ا عل ى الردن‪ ،‬واله دمش ق بع د م وت أمْيه ا يزي د (أخي ه)‬
‫وٰاله عثم ان ب ن عف ان ال دَير الش امية كله ا وجع ل والة أمص ارها لبع ني ل ه‪ .‬وبع د حادة ة مقت ل عثم ان‬
‫أص بح عل ي ب ن أل طال ب اةليف ة فنش ب خ الف بين ه وب ني معاوي ة ح ول التص رف الواج ب عمل ه بع د‬
‫مقت ل اةليف ة عثم ان إل أن اغت ال اب ن ملج م اة ارجي عليً ا فت ول ابن ه احلس ن ب ن عل ي اةالف ة تن ازل‬
‫عنه ا ملعاوي ة ع ام ‪ 41‬ه وف ق عه د بينهم ا‪ ،‬ف س س معاوي ة الدول ة الموي ة واخت ذ دمش ق عاص مةً ل ه‪.‬‬
‫لعالم ‪ -‬خْي الدين الزركلي (طبعة دار العلم للماليني‪:‬ج‪ 7:‬ص‪)261:‬‬
‫‪ .2‬مع د ب ن ع دانن‪ ،‬اْل د التاس ع عش ر للن حمم د ب ن عب د هللا وج د بن و ع دانن ج د ع رب احلج از‪ .‬ول د‬
‫يف مك ة وم ات ا‪ .‬حك ى الط بي واب ن س عد أن مع د ب ن ع دانن ك ان يك ىن أب قض اعة‪ ،‬وق ال ال بالذري‪:‬‬
‫ك ان يك ىن أب ن زار‪ ،‬ويق ال أن ه يك ىن أب حي دة‪ ،‬واس م مع د عن د الع رب يع ي اةش ونة والرجول ة وق د ع اش‬
‫مع د ب ن ع دانن يف ف ه ‪ 1300‬قب ل امل يالد وقي ل ‪ 1500‬قب ل امل يالد‪" (.‬ص‪ - 74‬كت اب الس ْية النبوي ة‬
‫ت عبد الواحد من البداية والنهاية ‪ -‬بب ذكر بىن إناعيل وهم عرب احلجاز ‪ -‬املكتبة الشاملة)‬

‫‪33‬‬
‫‪ . 44‬أب و عب د ال رْحن عب د هللا ب ن مس عود الُ ذ (املت وىف س نة ‪ 32‬ه ) فقي ه الم ة وص حال جلي ل وفقي ه‬
‫ومق رئ وحم دث‪ ،‬وأح د رواة احل ديث النب وي‪ ،‬وه و أح د الس ابقني إل اإلس الم وه و س ادس م ن أس لم‬
‫وأح د املبش رين بْلن ة ‪ ،‬وص احب نعل ي الن حمم د وس واكه‪ ،‬وواح د مم ن ه اجروا الج رتني إل احلبش ة‬
‫وإل املدين ة املن ورة‪ ،‬ومم ن أدرك وا القبلت ني‪ ،‬وه و أول م ن جه ر بق راءة الق رآن يف مك ة وه و ال ذي قت ل أب و‬
‫جه ل وقط ع رأس ه يف معرك ة ب در وقدم ه إل الن حمم د‪ .‬وق د ت ول قض اء ووزارة الكوف ة وبي مال ا يف‬
‫خالف ة عم ر وص در م ن خالف ة عثم ان‪" (.‬ص‪ - 3‬ش رح كت اب الفوائ د ‪ -‬فض ائل بع ض الص حابة ‪-‬‬
‫املكتبة الشاملة)‬
‫س ْيته‪ :‬ك ان عب د هللا ب ن مس عود م ن الس ابقني الول ني يف اإلس الم‪ ،‬حي ث أس لم قب ل أن تص بح دار‬
‫الرق م مق ًرا لتجم ع أص حاب الن حمم د‪ ،‬وق د اختُل ف يف ترتيب ه يف الس بق إل اإلس الم‪ ،‬فقي ل أن ه س ادس‬
‫نفس ا‪ .‬وق د روى عب د هللا ب ن مس عود قص ة إس المه‪،‬‬
‫س تة أس لموا‪ ،‬وقي ل أن ه أس لم بع د اةن ني وعش رين ً‬
‫غنم ا لعقب ة ب ن أل مع ي ‪ ،‬فم ر ل رس ول هللا ﷺ وأب و بك ر‪ ،‬فق ال‪َ :‬ي غ الم‪ ،‬ه ل‬
‫فق ال‪ :‬اكن أرع ى ً‬
‫م ن ل ؟ قل ‪ :‬نع م‪ ،‬ولك ي م ؤ ن‪ .‬ق ال‪ :‬فه ل م ن ش اة ين ٰز عليه ا الفح ل؟ ف تيت ه بش اة‪ ،‬فمس ح‬
‫ض رعها‪ ،‬فن زل ل ‪ ،‬فحل ب يف إانء‪ ،‬فش رب‪ ،‬وس قى أب بك ر‪ .‬ق ال للض رع‪ :‬اقلُ ‪ ،‬فقل ‪ .‬أتيت ه‬
‫بع د ه ذا‪ ،‬فقل ‪َ :‬ي رس ول هللا‪ ،‬علم ي م ن ه ذا الق ول‪ ،‬فمس ح رأس ي‪ ،‬وق ال‪ :‬إن غ الم ُم َعلَّ م‪.‬‬
‫منذئذ‪ ،‬أسلم عبد هللا بن مسعود‪ ،‬كما أسلم أمه‪ ،‬وكان لا صحبة‪.‬‬
‫ل زم اب ن مس عود الن حمم د يف مك ة‪ ،‬وك ان جريئً ا يف ال دين‪ ،‬فك ان أول م ن جه ر بلق رآن يف مك ة بع د‬
‫الن حمم د‪ ،‬فقاس ى اب ن مس عود م ا قاس اه املس لمون الوائ ل م ن اض طهاد ق ري ‪ ،‬مم ا اض طره إل الج رة‬
‫إل احلبش ة ت وط ة ه ذا االض طهاد لينج و بنفس ه وبدين ه‪ .‬ع اد اب ن مس عود بع د س نوات إل مك ة‪،‬‬
‫اجرا إل يث رب بع د أن أذن الن حمم د لص حابه بلج رة إليه ا‪ (.‬الطبق ات‬ ‫ددا مه ً‬ ‫قب ل أن يغادره ا َم ً‬
‫ود (‪ )2‬نس خة حمفوظ ة ‪ 20‬يولي و ‪ 2017‬عل ى موق ع واي بك‬ ‫اّللِ ب ن مس ع ِ‬
‫الك بى الب ن س عد ‪َ -‬عْب ُد َّ ْ ُ َ ْ ُ‬
‫مشني‪).‬‬
‫وفات ه وص فته‪ :‬لب ث عب د هللا ب ن مس عود يف املدين ة املن ورة بع د عودت ه ح أ ٰ ب ه م رض موت ه س نة ‪ 32‬ه ‪،‬‬
‫حي ث ت ويف اب ن مس عود يف تل الس نة وعم ره بض ًعا وس تني س نة‪ ،‬وُك َّف َن يف ُحلَّ ة ب ائ دره م‪ ،‬ودف ن‬
‫بلبقي ع ل يالً‪ ،‬عن د ق ب عثم ان ب ن مظع ون‪ ،‬بع د أن ص لٰى علي ه ال زبْي ب ن الع وام س ب وص ية اب ن مس عود‪.‬‬
‫وق د ت رك اب ن مس عود عن د وفات ه ض يعة ب راذان فم ات ع ن تس عني أل ف دره م‪ ،‬س وى الرقي ق واملاش ية‪ .‬وك ان‬
‫ق د أوص ى إل ال زبْي ب ن الع وام‪ ،‬وإل ابن ه عب د هللا ب ن ال زبْي‪ ،‬بلتص ٰرف يف تركت ه‪ ،‬وإن ه ال ت زوج ام رأة م ن‬
‫بن ات عب د هللا ب ن مس عود إال ذ م ا‪ .‬وبع د وف اة عب د هللا ب ن مس عود‪ ،‬دخ ل ال زبْي عل ى اةليف ة عثم ان‬
‫ألف ا‪،‬‬
‫يطالب ه بعط اء اب ن مس عود‪ ،‬وك ان ق د ترك ه ح ني م ات عم ر ب ن اةط اب‪ ،‬ف عط اه عثم ان مخس ة عش ر ً‬
‫وقيل عشرين أل ًفا‪ ،‬وقيل مخسة وعشرين أل ًفا‪ ،‬دفعها الزبْي إل عيال ابن مسعود‪.‬‬

‫‪34‬‬
Dia berkata, dan aku berkata, Wahai Abu Sa’ad, apakah Mutholla’ (ilmu yang
luas) itu? Abu 'Ubayd berkata:Sesuatu yang di ketahuai suatu kaum dan mereka
mengamalkannya. Saya pikir perkataan al-Hasan ini mengarah pada perkataan
'Abdullah ibn Mas'ud, Abu 'Ubayd berkata: Hajjaj mengatakan kepadaku, dari
Shu'ba, dari 'Amr ibn Murra, dari 'Abdullah ibn Mas'ud yang berkata:

‫ َّأو ُلا قَوم َسيَ ْع َملُو َن ِ َا‬،‫( َما ِم ْن َحرف أَو آية إَِّال َوقَ ْد َع ِم َل ِ َا قَ ْوم‬
ِ‫ فَيكو ُن املطَّلَع ال َفهم بَِفْت ِح هللا‬،‫َ الَمصع ُد يصع ُد إل ِيه ِمن مع ِرفَِة عِلْ ِم ِه‬:‫فَاملطَّلَع‬
َْ ُ َ َ ْ َ ُ َْ ُ
ِ
َ ‫اس ِيف َم‬
‫عىن الظَّ ْه ِر والبَطْ ِن ف َقال‬ ُ ٰ‫ف الن‬ ْ ‫ و‬.(‫َعلَى ُك ِٰل قَ ْلب ِبَا يُ َرز ُق م َن النروِر‬
َ َ‫اختَ ل‬
:‫قَوم‬
Tidak ada surat atau ayat kecuali terdapat suatu kaum yang telah
mengamalkannya, atau ada suatu kaum yang akan mengamalkannya. yang
dimaksud dari Mutholla’: tempat yang di gunakan untuk mencari ilmu Al-
Qur’an,maka yang di maksud dari Mutholla’ (ilmu yang luas) adalah sebuah
kepahaman yang di bukakan oleh Allah kepada setiap hati manusia melalui Nur-
Nya.terdapat perselisihan pendapat dari para ulama’ terkait makna Dzohir dan
Bathin

‫أخ ََب‬ ِ ُ‫ الظَّهر ص ورة‬:‫ ََتْ ِويلُه ( وقِيل‬:‫ والبطن‬،‫قرآن‬


ِ َّ ‫الق‬ ِ ْ‫ظ ال‬ َّ
ْ ‫ص ة ممَّا‬ ُ ُ َ َ ُ َ ُ ‫ ل ْف‬:‫هر‬
ُ ‫( الظ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ‫عال عن غ‬
ُ‫ َوَبطنُه‬،‫ض بِه َعلَى قَوم َوع َقابِه َّإَي ُهم؛ فَظَاه ُر َذل َ إِخبَار َع ُنه ْم‬ ْ َ َ َ‫هللاُ ت‬

‫ وك ان ال يغ ْي‬،‫ ش ديد الدم ة‬،‫ قص ْيًا‬،‫ةيف ا‬


ً ،‫ خفي ف اللح م‬،‫ فق د ك ان آدم‬،‫أم ا ص فة عب د هللا ب ن مس عود‬
‫ وك ان‬،‫ وم ن أطي ب الن اس رحيً ا‬،‫وب أب يض‬
ً ‫ وك ان م ن أج ود الن اس ة‬،‫ بعيني ه أة رين أس ودين م ن البك اء‬،‫ش يبه‬
ِ‫اّلل‬
َّ ‫ َعْب ُد‬- ‫( الطبق ات الك بى الب ن س عد‬.‫ كم ا ك ان يتخ ذ خا ً ا م ن حدي د‬.‫يُع رف بللي ل ب ريح الطي ب‬
).‫ على موقع واي بك مشني‬2017 ‫ يوليو‬20 ‫) نسخة حمفوظة‬7( ‫ود‬ ِ ‫بن مسع‬
ُْ َ ُْ

35
‫ب‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫ تَنزيلُ هُ الٰذي َجي‬:ُ‫اهره‬
ُ َ‫ ظ‬:‫عظَة َوتَ ْنبي ه ل َم ْن يَقرأُ ويَ ْس َم ُع م َن ال َُّم ة َوقي َل‬
ِ ِ
.‫الع َم ِل‬ ُ ‫ ُو‬:ُ‫ َوَبطنُه‬، ‫ِاإلميَا ُن به‬
َ ‫جوب‬
Dzohir: pengucapan Al-Qur'an, dan Bathin: penafsirannya
Dikatakan: Dzohir adalah gambaran dari kisah tentang apa yang Allah Ta'ala
katakan tentang murka-Nya terhadap suatu kaum dan hukuman-Nya bagi

mereka.maka, cerita itu sendiri bagian dari dzohir

Bathin: Nasehat dan Peringatan bagi suatu ummat yang membaca dan
mendengarkannya.dan juga dikatan bahwa Dzohir adalah:Proses di turunkan Al-
Qur’an, yang wajib hukumnya iman terhadapnya.dan Bathin adalah:wajib
mengamalkannya.

]٤ : ‫﴿وَرتِٰ ِل الْ ُق ْرءا َن تَ ْرتِ ًيال) [املزمل‬ َ ‫هرهُ تَِال َوتُهُ َك َما أُن ِزَل‬ ِ‫وق‬
َ ‫قال هللاُ تعال‬ َ
ُ َ‫ظ‬ :‫يل‬
Dikatakan: dzohir: membacanya sesuai yang di turunkan seperti yang
difirmankan Allah:
( Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan) (QS.Al Muzammil:4)

‫َنزلْنَاهُ إِلَْي َ ُمبَا َرك لِيَدَّبَُّروا‬ ِ


َ ‫ كتَاب أ‬:ُ‫قال هللاُ ُس بحانَه‬
ِ ‫ التَ َّدب ر والتَّ َف ركر‬:‫وبطنُه‬
َ ‫فيه‬ ُ َ ُُ ُ َ
]٢٩ : ‫ َولِيَ تَ َذ َّكَر أُولُوا الَلْبَا ِب ] ص‬،‫آَيتِِه‬
َ
Dan Bathin: merenungkan makna Al-Qur’an. Allah berfirman: adalah sebuah
kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran.(QS.Shaad;29)

‫ف الَّ ِذي‬ َّ ‫الوةِ َال ُجي َاوُز‬


ُ ‫املص َح‬
ِ
َ ٰ‫ ِيف الت‬:‫أي‬
ِ
ِٰ ‫ ا ل‬:ُ‫ قَولُه‬:‫يل‬
ْ ‫كل َح ْرف حد‬
ِ
َ ‫َوق‬
،‫ني الت ْفس ِْي ِوالتَّ ْ ِويْ ِل‬
َ ْ َ‫قول َوفَ ْر ُق ب‬ ْ ‫ َوِيف التَّ ْفس ِْي ال ُجي َاوُز‬،‫ام‬
ُ ‫املسموعُ املْن‬ ُ ‫اإلم‬
َ ‫ُه َو‬

36
‫اب الِٰ نََزلَ ْ فِْي َها َوَه َذا‬
ِ ‫ص تِ َها والَ ْس ب‬ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ َّ ‫ ع ْل ُم نُُزول ْاآليَة َو َش ْ َا َوق‬:ُ‫فَالتَّ ْفس ْي‬
.‫لسما ِع والَةَِر‬ ِ ‫القول‬
َّ ‫فيه َّإال ِب‬ ِ َّ‫َْحمظُور َعلَى الن‬
ُ ،ً‫اس َكافٰة‬
Dikatakan:bahwasanya: «setiap huruf memiliki batas» yaitu: dalam bacaannya
tidak boleh melebihi Al-Qur'an, yang dia adalah sebagai imam, dan dalam
penafsiran tidak boleh melebihi dari apa yang di dengar dan di nuqil.
dan perbedaan antara tafsir dan ta’wil: pengetahuan tentang turunnya ayat dan
ceritanya dan alasan mengapa diturunkan. dan ini dilarang untuk semua orang,
mengatakannya (membahasnya) kecuali dengan mendengar dari (hadis nabi) dan
riwayat dari (sahabat).

‫حتم ُل الٰ ِذي يََراهُ يُوافِ ُق‬


ِ ‫ف ْاآل ِية إِ َل معىن َْتتَ ِملُه إِذَا َكا َن امل‬
ُ ً ْ َ ُ ‫ص ْر‬
َ َ‫ ف‬:‫َوأَٰما التَّ ْ ِويْ ُل‬
ُ
‫ص َف ِاء‬ ِ ِ ِ ِ ِ ُ ِ‫الكِتَاب والسنٰةَ فَالتَّ ِويل َيْتَل‬
َ ‫ف ِب ْخت َالف َحال املُؤَّول َعلى َما ذَ َك ْرانهُ م ْن‬ ُ ُ ََ
.‫ال‬ َ ‫يب ال ُق ْر ِب ِم َن هللاِ تَ َع‬
ِ ‫ص‬ِ َ‫ ون‬،‫ ورتْب ِة املع ِرفَِة‬،‫الْ َفه ِم‬
ْ َ َُ ْ
Adapun penafsiran: memalingkan ayat ke makna yang dapat ditoleransi jika
potensi yang dilihatnya sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, penta’wilan itu
bervariasi sesuai dengan keadaan penta’wil, sesuai apa yang kami sebutkan
yakni tentang kemurnian pemahaman, tingkatan pengetahuan, dan kedekatan
dengan Allah.

37
‫الف ْق ِه ح ي رى لِْل ِ‬
‫الرجل ُك َّل ِ‬ ‫ِ ‪45‬‬
‫قرآن‬ ‫َ ٰ ََ‬ ‫الد ْرداء رضي هللا عنه‪َ ( :‬ال يَ ْف َقهُ َّ ُ‬
‫ال أَبُو َّ‬
‫قَ َ‬
‫‪46‬‬
‫ُو ُجوهاً َكثِ ْْية)‬
‫‪Abu ad-Darda' raḍiyallāhu 'anhu berkata: "Seseorang tidak memahami agama‬‬
‫"‪dengan sepenuhnya sampai dia melihat makna yang luas dari Al-Qur'an.‬‬

‫‪ . 45‬أب و ال درداء النص اري‪ ،‬ص حال وفقي ه وقاض ي وق ارئ ق رآن وأح د رواة احل ديث النب وي‪ ،‬وه و م ن‬
‫خرا ي وم ب در‪ ،‬وداف ع ع ن الن ي وم‬
‫النص ار م ن ب ي كع ب ب ن اة زرج ب ن احل ارث ب ن اة زرج‪ .‬أس لم مت ً‬
‫أح د‪ ،‬وش هد م ا بع د ذل ‪ ،‬وك ان م ن اجملته دين يف التعب د وق راءة الق رآن‪ .‬رح ل إل الش ام بع د فتحه ا‬
‫ل يُعلٰم الن اس الق رآن‪ ،‬ول يُف ٰقههم يف دي نهم‪ ،‬وت ول قض اء دمش ق‪ ،‬ظ ل ا إل أن م ات فيه ا يف خالف ة‬
‫عثمان بن عفان‪.‬‬
‫نس به‪ :‬ان ه عُ َومير ب ن َزي د ب ن ق يس ب ن عائش ة ب ن أُميَّ ة ب ن مال ب ن كع ب ب ن اة زرج ب ن احل ارث ب ن‬
‫اةزرج‪ .‬وأمه َحمَبَّةُ بن واقد بن عمرو بن اإلطْنَابة بن عامر بن زيد مناة بن مال بن ةعلبة بن كعب‪.‬‬
‫الما‪،‬‬
‫س ْيته‪َ :‬تخ ر إس الم أل ال درداء إل ي وم ب در‪ ،‬وه و آخ ر م ن أس لم م ن أهل ه‪ ،‬وم ن آخ ر النص ار إس ً‬
‫وك ان يعب د ص ًنما‪ ،‬ف دخل أخ وه لم ه عب د هللا ب ن رواح ة وحمم د ب ن مس لمة بيت ه‪ ،‬فكس را ص نمه‪ .‬فرج ع‪،‬‬
‫فجع ل جيم ع الص نم‪ ،‬ويق ول‪ :‬اوحي ا ه ال امتنع ا أال دفع ع ن نفس ؟ا ‪ ،‬فقال زوجت ه أم‬
‫ال درداء‪ :‬ال و ك ان ينف ع أو ي دفع ع ن أح د‪ ،‬دف ع ع ن نفس ه‪ ،‬ونفعه اا ‪ .‬فق ام م ن س اعته إل الن حمم د‪،‬‬
‫وأسلم‪.‬‬
‫وق د اختل ف املؤرخ ون يف ان ه‪ ،‬فقي ل ان ه اع ومير ب ن زي د ‪ ،‬وقي ل اع ومير ب ن ع امر ‪ ،‬وقي ل اع ومير ب ن‬
‫عب د هللا ‪ ،‬وقي ل اع ومير ب ن ةعلب ة ‪ ،‬وقي ل اع امر ب ن مال ‪ ،‬ولك نهم أمجع وا عل ى أن ه م ن ب ي كع ب ب ن‬
‫اة زرج ب ن احل ارث ب ن اة زرج‪ ،‬وأم ه ه ي حمب ة بن واق د ب ن عم رو اةزرجي ة‪ ،‬وأخ وه لم ه عب د هللا ب ن‬
‫رواح ة‪ (.‬الطبق ات الك بى الب ن س عد ‪ -‬أَبُ و ال د َّْرَد ِاء (‪ )1‬نس خة حمفوظ ة ‪ 23‬أبري ل ‪ 2017‬عل ى موق ع‬
‫واي بك مشني‪).‬‬
‫‪ . 46‬ال راوي ‪ :‬ش داد ب ن أوس‪ ،‬ا دث ‪ :‬اب ن عب دالب‪ ،‬املص در ‪ :‬ج امع بي ان العلم‪،‬الص فحة أو ال رقم ‪:‬‬
‫‪ ،813/2‬خالص ة حك م ا دث ‪ :‬ص دقة ب ن عب د هللا ه ذا يع رف بلس مني‪ ،‬ه و ض عيف عن دهم َمم ع‬
‫عل ى ض عفه‪ ،‬وه ذا ح ديث ال يص ح مرفوع ا‪ ،‬وإي ا الص حيح في ه أن ه م ن ق ول أل ال درداء‪،‬املؤلف ‪/‬‬
‫املش رف‪ :‬يوس ف ب ن عب دهللا ب ن عب دالب ا ق ق ‪ /‬امل جم‪ :‬أب و الش بال ال زهْيي الناش ر‪ :‬دار اب ن اْل وزي‬
‫‪ -‬الدمام الطبعة‪ :‬الرابعة سنة الطبع‪1419 :‬ه‬

‫‪38‬‬
‫ب قَ ْوَل َعْب ِد هللاِ ب ِن َم ْسعود رضي هللا عنه ( َما ِم ْن آيَة إَِّال َوَلَا قَوم‬
‫أع َج َ‬
‫فَ َما ْ‬
‫لب صاِ ِح ِ ِ‬‫سي عملُو َن ِ ا وه َذا الْ َك َالم ُحم ِرض‪ 47‬لِ ِ ِ‬
‫ص ٰف َي َم َوا ِرَد‬
‫ب ةَّةَ أ ْن يُ َ‬ ‫كل طَا ِ َ‬
‫ٰ‬ ‫ُ َٰ‬ ‫ََ ْ َ َ َ َ‬
‫أسرا ِرهِ ِم ْن قَلبِ ِه‪.‬‬ ‫ِِ ِ‬ ‫الكالِم‪ ،‬وي ْف ِ‬
‫ض ْ‬‫هم َدقْي َق َم َعانْيه و َغام َ‬
‫َ ََ َ‬
‫‪Betapa indahnya perkataan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu 'anhu (Tidak ada‬‬
‫‪ayat yang kecuali ada suatu kaum yang mengamalkannya. Perkataan ini menjadi‬‬
‫‪dorongan bagi setiap orang yang mempunyai tekad untuk menyaring sumber-‬‬
‫‪sumber perkataannya, dan memahami makna-makna yang tidak terlihat dari‬‬

‫‪hatinya.‬‬

‫ب َع َّما ِس َوى هللاِ َعٰز َو َج ٰل ُمطَّلَع‬ ‫ص ِويف بِ َكم ِال الرزه ِد ِيف ال ردنْيا‪ ،‬وَار ِ‬
‫يد الْ َق ْل ِ‬ ‫فَلِل ر‬
‫َْ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫مرة يف التِٰ َالوةِ ُمطَّلَع َجديد َوفَهم َعتِيد‪َ ،‬ولَهُ بِ ُك ِٰل فَ ْهم‬
‫كل آيَة‪َ ،‬ولَهُ بِ ُك ِٰل َّ‬ ‫ِ‬
‫م ْن ِٰ‬
‫ص َفاءَ الْ َف ْه ِم َوَدقِ ِيق‬ ‫ِ‬
‫الع َم ِل‪َ ،‬و َع َملُ ُه ْم َْجيل ُ‬
‫ب َ‬
‫ِ‬
‫َع َمل َجديد؛ فَ َف ْه ُم ُه ْم يَ ْدعُوا َإل َ‬
‫ِ‬ ‫ِ ِ ِ‬ ‫النَّظَ ِر ِيف معاِ اةِطَ ِ ِ‬
‫اب؛ فَم َن ال َف ْه ِم علْم‪ ،‬وم َن الْعلْ ِم َع َمل‪َ ،‬والعلْ ُم َو َ‬
‫الع َم ُل‬ ‫ََ َ‬
‫وب‪ ،‬و َعمل الْ ُقلُ ِ‬
‫وب غَ ْْيُ َع َم ِل‬ ‫العمل آنفاً َّإيا ُهو َعمل الْ ُقلُ ِ‬ ‫ا‬‫ذ‬‫َ‬ ‫ه‬ ‫و‬ ‫ي تَ نَاوب ِن فِ ِ‬
‫يه‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ ََ‬
‫لوب لِلُطْ ِفها وص َقالتِها ‪ 48‬مشاكِلَة لِلع ِ‬
‫لوم ) َل َٰا نِيٰات‬ ‫ال ال ُق ِ‬
‫أعم ُ‬ ‫ِِ‬
‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫َ ََ‬ ‫ال َقالب‪َ ،‬و َ‬
‫وم َس ِامرات ِسِٰريَّة‪َ ،‬وُكلَّ َما أَتَ ْوا‬ ‫‪ِ 49‬‬
‫َوطَ ِوَٰيت َو َلرقات ُروحيَّة ‪َ ،‬و ََتَردبت قَلْبِيَّة‪ُ ،‬‬

‫‪”KAMUS AT – TAUFIQ” (Ponpes Amtsilati Bangsri jepara:El Falah‬‬ ‫‪.47‬فٓن دوروع‬


‫‪Offset,2011) hlm.116‬‬
‫‪48‬‬
‫‪”KAMUS‬‬ ‫‪AT‬‬ ‫–‬ ‫”‪TAUFIQ‬‬ ‫‪(Ponpes‬‬ ‫‪Amtsilati‬‬ ‫‪Bangsri‬‬ ‫‪jepara:El‬‬ ‫‪Falah‬‬ ‫‪ .‬بٓني ع‬
‫‪Offset,2011) hlm.324‬‬
‫‪”KAMUS AT – TAUFIQ” (Ponpes Amtsilati Bangsri jepara:El Falah‬‬ ‫‪.49‬فٓرك ارا ك اع كومانتي ل‬
‫‪Offset,2011) hlm.608‬‬

‫‪39‬‬
‫ َواطَّلَعُوا َعلَى ُمطَّلَع ِم ْن فَه ِم‬، ‫ ُرفِ َع َلُْم َعلَم ِم َن ا َلعلَ ِم‬.‫الع َم ِال‬ ِ
ْ ِ‫بِ َع َمل ِم ْن َهذه‬

‫ص َف ِاء الْ َف ْه ِم َعلَى‬ ِ


َ ِ‫س ِب ُلوقوف ب‬ َّ ِ ِ ِ ُ ‫اآليَِة َجديد‬
َ ‫ويال ُج سٰري أَن يَ ُكو َن املُطلَ ُع لَْي‬
‫كل آيَة َعلَى‬ ِٰ ‫عند‬ َ ‫ َولَكِ َّن املطَّلِ َع أَ ْن يَطَّلِ َع‬، ‫اآلية‬
ِ ‫لس ِر ِيف‬
ٰ
ِ ‫ضا‬ ِ ‫املع َىن و َغ ِام‬
ْ ‫َدقِْي ِق‬
ُ
‫ فَيَ تَ َج َّد ُد‬،‫أوصافِ ِه َو ْنع ِم ْن نُعوتِِه‬ َ ‫صف م ْن‬
ِ
ْ ‫ودعُ َو‬
ِ ِ ِ ِ
َ َ‫ل ََّا ُم ْست‬. ‫ُش ُهود املُتَ َكلٰ ِم َا‬
‫صْيُ لَهُ ُمَراءً ُمنْبِئَةً َعن َع ِظْي ِم اْلََال ِل‬ِ َ‫ وت‬،‫َيت و َناعِها‬ ِ ِ ِِ ِ
َ َ َ ‫لَهُ التَّ َجلٰيات بت َال َوة ْاآل‬
Bagi kaum sufi yang menyempurnakan zuhud di dunia ini, dan memalingkan
hati dari apa pun selain Allah, itu mempunyai pandangan dari setiap ayat, dan
setiap kali dalam bacaannya ia mempunyai pandangan yang baru dan
pemahaman yang baru. Dan di setiap pemahaman terdapat amal yang baru,
karena Pemahaman mereka mendorongnya untuk ber amal, dan amal mereka
menjadikan pemahaman yang bersih dan pertimbangan yang cermat (bijaksana)
di dalam memberikan nasehat. Dari pemahaman itulah munculah ilmu, dan dari
ilmu terwujudlah amal, ilmu dan amal saling bergantian, dan amal tersebut di
namakan amalan hati, dan amalan hati bukanlah amalan jasad , amalan hati
dengan kelembutannya dan kebersihannya itu bisa menjadi gambaran sebuah
ilmu, karena amalan hati adalah niat,kesenangan ruhani, disiplin hati, dan
penyempurnaan rahasia, dan setiap mereka ber amal dari amal tersebut,maka
amal mereka akan di terima, dan mereka diperkenalkan pada pemahaman yang
baru dari ayat tersebut. Yang membuatku heran bukan karena dia bisa
memahami ayat yang indah dan memahami terhadap makna yang tersirat atau
menjelaskan rahasia di dalam ayat tersebut, melainkan dia bisa menyaksikan dari
setiap ayat dari dzat yang berbicara, karena ayat itu merupakan suatu media yang
menjelaskan sifat-sifat Allah.maka akan datang sebuah perasaan akan kebesaran
allah dengan membaca Al-Qur’an dan mendengarkannya.dan kamu akan bisa
melihat Allah dan menceritakan akan keagungan Allah.

40
‫ال ( لََق ْد َالَّى هللا لِعِ ِ‬
‫بادهِ‬ ‫رضي هللاُ عنهُ أَنَّهُ قَ َ‬ ‫ِ ِ ‪50‬‬
‫الصادق‬ ‫ِ‬
‫َ ُ‬ ‫َ‬ ‫َولََق ْد نُق َل َع ْن َج ْع َفَر ٰ‬
‫الم ِه ولَكِن َال ي ب ِ‬
‫ص ُرو َن)‪،‬‬ ‫ِيف َك ِ‬
‫ُْ‬ ‫َ‬

‫‪ . 50‬أب و عب د هللا جعف ر ب ن حمم د الص ادق‪( ،‬ول د ي وم ‪ 17‬ربي ع الول ‪ 80‬ه يف املدين ة املن ورة وت ويف‬
‫فيه ا يف مس اء ‪ 25‬ش وال م ن س نة ‪ 148‬ه )‪ ،‬إم ام م ن أئم ة املس لمني وع ا جلي ل وعاب د فاض ل م ن‬
‫ذرية احلسني بن علي بن أل طالب وله مكانة جليلة عظيمة لدى مجيع املسلمني‪.‬‬
‫ب بلص ادق لن ه يُع رف عن ه الك ذب‪ ،‬ويعت ب اإلم ام الس ادس ل دى الش يعة اإلةن ا عش رية‬ ‫ِ‬
‫لُق َ‬
‫واإلناعيلي ة‪ ،‬وينس ب إلي ه انتش ار مدرس تهم الفقهي ة والكالمي ة‪ .‬ول ذل تُس ٰمى الش يعة اإلمامي ة بْلعفري ة‬
‫أيض اً‪ ،‬بينم ا ي رى أه ل الس نة واْلماع ة أن عل م اإلم ام جعف ر ومدرس ته أس اس لك ل طوائ ف املس لمني دون‬
‫الق ول مامت ه ب ن م ن هللا‪ ،‬وروى عن ه كث ْي م ن كتَّ اب احل ديث الس نة والش يعة عل ى ح د س واء‪ ،‬وق د‬
‫اس تطاع أن يؤس س يف عص ره مدرس ة فقهي ة‪ ،‬فتتلم ذ عل ى ي ده العدي د م ن العلم اء‪ .‬وم ن اْل دير بل ِذكر‬
‫أن جعف ر الص ادق يُعت ب واح داً م ن أكث ر الشخص يات تبج يالً عن د أتب اع الطريق ة النقش بندية‪ ،‬وه ي‬
‫إحدى الطرق الصوفيَّة السنيَّة‪.‬‬
‫يق ال أن ه م ن أوائ ل ال رواد يف عل م الكيمي اء حي ث تتلم ذ عل ى يدي ه أب و الكيمي اء ج ابر ب ن حي ان‪ ،‬وي رى‬
‫التعمي ة‬ ‫بع ض الب احثني أن جعف ر الص ادق ألتق ى دال د ب ن يزي د ب ن معاوي ة وأخ ذ عن ه الكيمي اء وق د‬
‫عل ى ه ذه املعلوم ة م ن قب ل بع ض امل ؤرخني لس باب سياس ية وعقدي ة‪ .‬ك ذل فق د ك ان ع ا فل ‪،‬‬
‫ومتكلماً‪ ،‬وأديباً‪ ،‬وفيلسوفاً‪ ،‬وطبيباً‪ ،‬وفيزَيئياً‪ (.‬اإلمام جعفر الصادق‪ ،‬عبد احلليم اْلندي‪ ،‬ص ‪).115‬‬
‫مول ده ونش ته‪ُ :‬ول د جعف ر الص ادق يف املدين ة املن ورة بت اري ‪ 24‬أبري ل س نة ‪702‬م‪ ،‬املواف ق في ه ‪ 17‬ربي ع‬
‫الول س نة ‪ 80‬ه ‪ ،‬وه ي س نة س يل اْلح اف ال ذي ذه ب بحلج اج م ن مك ة‪ .‬ت ن بع ض املص ادر عل ى‬
‫أن والدت ه كان ي وم اْلمع ة عن د طل وع الش مس وقي ل أيض اً ي وم االةن ني ل ثالث عش رة ليل ة بقي م ن‬
‫ش هر ربي ع الول س نة ة الث وو انني‪ ،‬وق الوا س نة س وو انني‪ ،‬وقي ل يف الس ابع عش ر من ه‪ .‬أف اد ع دد م ن‬
‫علم اء الش يعة أن الن حمم د تنبٰ ب والدة جعف ر الص ادق‪ ،‬وأنَّ ه ه و م ن كنٰ اه بلص ادق‪ ،‬فق د ج اء يف‬
‫احل ديث‪ :‬اإذا ول د اب ي جعف ر ب ن حمم د ب ن عل ي ب ن احلس ني ب ن عل ي ب ن أل طال ب فس موه الص ادق‪،‬‬
‫ف خلن اة امس م ن ول ده ال ذي ان ه جعف ر ي دَّعي اإلمام ة اج اءً عل ى هللا وك ذبً علي ه‪ ،‬فه و عن د هللا جعف ر‬
‫الكذاب املف ي‪».‬‬
‫اعت به ال بعض م ن أتب اع الت ابعني‪ ،‬إال أن الظ اهر أن ه ق د رأى س هل ب ن س عد وغ ْيه م ن الص حابة‪ ،‬وروى‬
‫ع ن أبي ه‪ ،‬وع ن ع روة ب ن ال زبْي وعط اء وانف ع والزه ري واب ن املنك در‪ ،‬ول ه أيض اً ع ن عبي د ب ن أل راف ع‪ .‬وق د‬
‫ُوص ف الص ادق ْن ه مرب وع القام ة‪ ،‬ل يس بلطوي ل وال بلقص ْي‪ ،‬أب يض الوج ه‪ ،‬أزه ر‪ ،‬ل ه ملع ان ك ن ه‬

‫‪41‬‬
‫‪Di riwayatkan dari Ja`far al-Sadiq radhiyallahu 'anhu:‬‬
‫‪Sesungguhnya‬‬ ‫‪Allah‬‬ ‫‪menampakkan‬‬ ‫‪diri-Nya‬‬ ‫‪kepada‬‬ ‫‪hamba-hamba-‬‬
‫‪Nya dengan firman-Nya, namun mereka tidak melihatnya.‬‬

‫الس راج‪ ،‬أس ود الش عر‪ ،‬جع ده أش م الن ف ق د اةس ر الش عر ع ن جبين ه فب دا مزه راً‪ ،‬وعل ى خ ده خ ال‬
‫أسود‪.‬‬
‫مهم ات‬
‫وال ده حمم د الب اقر ه و خ امس الئم ة عن د الش يعة‪ ،‬وق د اخت ذ م ن ول ده جعف ر وزي راً‪ ،‬واعتم ده يف ٰ‬
‫أم وره‪ ،‬يف املدين ة ويف س فره إل احل ج‪ ،‬وإل الش ام عن دما اس تدعاه اةليف ة هش ام ب ن عب د املل ‪ ،‬وذل‬
‫لن ه ك ان أنب ه إخوت ه ذك راً‪ ،‬وأعظمه م ق دراً‪ ،‬وأجلٰه م يف العام ة واةاص ة‪ .‬فك ان أب وه الب اقر ُمعجب اً ب ه‪،‬‬
‫وخلق ه ومشائل ه‪ ،‬وإ‬
‫ونُق ل عن ه أن ه ق ال‪ :‬اإن م ن س عادة الرج ل أن يك ون ل ه الول د يع رف في ه ش به َخلق ه ُ‬
‫وخلق ي ومش ائلي ‪ .‬وعن د أه ل الس نة واْلماع ة أن جعف ر الص ادق ك ان‬ ‫لع رف م ن اب ي ه ذا ش به َخلق ي ُ‬
‫يُ دافع ع ن اةلف اء الراش دين الس ابقني لعل ي ب ن أل طال ب‪ ،‬وميق ال ذين يتعرض ون لل بك ر ظ اهراً‬
‫ديث ع ن زه ْي ب ن‬ ‫وبطن اً ويغض ب م نهم‪ ،‬وم ن الحادي ث ال نقله ا عن ه أه ل الس نَّة يف ه ذا اجمل ال ح ُ‬
‫معاوي ة؛ ق ال في ه‪ :‬اق ال أل ْلعف ر ب ن حمم د‪ :‬إن ج اراً ي زعم أن ت بأ م ن أل بك ر وعم ر‪ .‬فق ال‬
‫جعف ر‪ :‬ب رئ هللا م ن ج ارك‪ ،‬وهللا إ لرج و أن ينفع ي هللا بق راب م ن أل بك ر‪ ،‬ولق د اش تكي ش كاي ًة‪،‬‬
‫ف وصي إل خا عبد الرْحن بن القاسم‪».‬‬
‫آل اإلمام ة ‪ -‬بملع ىن الش يعي‪ -‬إل جعف ر الص ادق عن دما بل ربيع ه الراب ع والثالة ني (‪ 34‬س نة)‪،‬‬
‫وذل بع د أن ت ويف وال ده مس موماً (وف ق بع ض املص ادر)‪ ،‬مث ل كت اب الفص ول املهم ة الب ن الص باغ‬
‫امل الكي‪ ،‬وك ان ذل يف مل هش ام ب ن عب د املل ‪ ،‬وتش ْي املص ادر إل أن الخ ْي ك ان وراء س ٰم الب اقر‪.‬‬
‫أن جعف ر الص ادق ق ال‪ :‬اق ال أل ذات ي وم يف مرض ه‪َ" :‬ي ب ي أدخ ل‬ ‫وت ن ٰ مص ادر أخ رى عل ى َّ‬
‫أانس اً م ن ق ري م ن أه ل املدين ة ح أش هدهم"‪ ،‬ف دخل علي ه أانس اً م نهم فق ال‪َ" :‬ي جعف ر إذا أان‬
‫ورش ه بمل اء"‪ ،‬فلم ا خرج وا قل ل ه‪َ" :‬ي أب ل و أم رتي‬ ‫م ٰ فغس لي وكف ي‪ ،‬وارف ع ق بي أرب ع أص ابع‪ٰ ،‬‬
‫ذا ص نعته و ت رد أن أُدخ ل علي قوم اً تش هدهم"‪ ،‬فق ال‪َ" :‬ي ب ي أردت أن ال تُن َازع‪ ،‬وكره أن يُق ال‬
‫أن ه ي ِ‬
‫وص إلي ه‪ ،‬ف ردت أن تك ون ل احلُج ة" ‪ .‬ووف ق املعتق د الش يعي ف خلن اإلم ام الب اقر رغ ب م ن وراء‬
‫ه ذا أن يُعل م الن اس مام ة الص ادق م ن بع ده‪ .‬وفع الً فق د ق ام اإلم ام الص ادق بتغس يل وال ده وتكفين ه‬
‫عل ى م ا أوص اه‪ ،‬ودفن ه يف جنَّ ة البقي ع إل جان ب الص حابة ال ذين توف وا قبل ه‪ (.‬مؤسس ة الرس ول العظ م‪:‬‬
‫حي اة اإلم ام حمم د الب اقر علي ه الس الم‪ .‬لري التحري ر‪ 29 :‬ذي احلج ة ‪2008/01/09 - 1428‬‬
‫نسخة حمفوظة ‪ 17‬أبريل ‪ 2017‬على موقع واي بك مشني‪).‬‬

‫‪42‬‬
‫ود َح ِٰد‬
ِ ‫عن ال َك َالِم َإل ُشه‬
ُ َ‫ واملطَّلَ ُع ال ََّقِ ري‬،‫كل آيَة ُمطَّلَع ِم ْن َه َذا الْ َك َالِم‬
ِٰ ِ‫فَيَكو ُن ل‬
ُ
ِ 52‫ م ْغ ِشيا‬51‫وقَ ْد نَ َقل عن جع َفر الص ِاد ِق أيضاً أَنَّه خَّر‬. ‫احل رد ح رد املتَكلٰ ِم‬
‫عليه‬ َ َ ُ ٰ َ َ َ َ َ َْ َ‫الو ْجه؛ ف‬
َ
‫ُرد ُد اآليةَ َح َّ َِن ْعتُها ِم َن املتكلِٰ ِم ِ َا‬
ِ ‫قال ما ِزلْ أ‬ ِ
ٰ ُ َ َ َ‫ ف‬، َ ‫فسئِل َعن َذل‬
ُ
ِ‫وهو ِيف الصالة‬
ٰ ََُ
ُ
‫ص ٰفى‬ ِ ِ ‫ند َن ِاع الوع ِد و‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َو‬،‫الوعيد‬ َ َ ْ َ َ َ ‫ وألْ َقى َن َعهُ ع‬،‫صويف لَ َّما َال َح ْ لَهُ َانصيٰةُ التَّوحيد‬
‫فَال ر‬

‫ يََرى لِ َسانَهُ أو لِ َسا َن‬،ً‫ني يَ َد ِي هللاِ حاضراً شهيدا‬


َ ْ َ‫ص َار ب‬
ِ ِ َّ ِ ‫قَلبه ِبلتَّخلر‬
َ ‫عما س َوى هللا‬ َ ُُ
‫َنَ َعهُ هللاُ ِمْن َها ِخطَابَهُ إِ ََّيهُ َِْٰ َأان‬
ْ‫ث أ‬
ُ ‫الس َال ُم َحْي‬ ِ ِ ِ ِ َّ‫غَ ِْيهِ ِيف الت‬
ٰ ‫الوة َك َش َجَرة ُموسى علَيه‬
َ ْ
ِ ِ ِ َِّ ‫ فَخلذا َكا َن َناعه ِمن‬، ‫هللا‬
ُ‫ َوعلْ ُمه‬،ُ‫ص ُرهُ َن َعه‬
َ َ‫ َوب‬،ُ‫صَره‬
َ َ‫ص َار َنعُهُ ب‬
َ ‫اّلل َواستماعُهُ إل هللا‬ َ ُُ ُ
.ُ‫آخره‬ ِ ‫ وع‬،‫ وعملُه عِلْمه‬،‫عملَه‬
َ ُ‫ و َّأولُه‬،ُ‫اد آخ ُرهُ أ ََّولَه‬
َ َ َ َُ ُ ََ َ ُ ََ
Jadi setiap ayat akan ada titik tolaknya dari perkataan tersebut, dan titik tolaknya
adalah naik tingkatan dari memhami kalam terhadap menyaksikan mutakallim
(Allah), dan juga diriwayatkan dari Ja'far al-Sadiq bahwa dia terjatuh tak
sadarkan diri ,ketika dia sedang shalat, dan dia ditanya tentang hal itu. Dia
berkata:Aku terus mengulang-ulang ayat tersebut hingga aku mendengarnya dari
pembicaranya (Allah). termasuk sang sufi: Ketika Nampak tauhid pada dirinya,
dan ia merendahkan pendengarannya ketika mendengar janji dan ancaman, serta
mensucikan hatinya dengan meninggalkan selain Allah, ia pun hadir di sisi Allah
sebagai seorang yang benar-benar melihat.yang dia melihat lisannya atau lisan
orang lain, seperti pohon nabi Musa, yang darinya Allah mendengarkan ucapan-
Nya kepada nabi musa.bahwa Aku adalah,Tuhan,Jika pendengarannya berasal

”KAMUS AT – TAUFIQ” (Ponpes Amtsilati Bangsri jepara:El Falah Offset,2011) ‫تيب و‬.51
hlm.156
”KAMUS AT – TAUFIQ” (Ponpes Amtsilati Bangsri jepara:El Falah ‫ ٓن ا ف وت‬.52
Offset,2011) hlm.454

43
dari Allah, dan pendengarannya kepada Allah, maka pendengarannya menjadi
penglihatannya, dan penglihatannya menjadi pendengarannya, dan ilmunya
menjadi perbuatannya, dan perbuatannya menjadi ilmunya, dan akhirnya
kembali kepada awalnya.

، ]١٧٢ :‫ ﴿أَلَ ْس ُ بَِربِٰ ُك ْم ) [العراف‬:‫الذ َّر بِقولِِه‬


َّ ‫ب‬َ َ‫ال َخاط‬ َّ َ ِ‫َوَم ْع َىن َذل‬
َ ‫أن هللاَ تَ َع‬

‫الب َوتَْن تَ ِق ُل إِ َل‬


ِ ‫ص‬ ْ َ‫ب ِيف ال‬ َّ ‫ َُّ َْ تَ َزِل‬،‫الص َف ِاء‬
َّ ‫فس ِم َع ِ النِٰ َداءُ َعلَى َغايَِة‬
ُ َّ‫ات تَتَ َقل‬
ُ ‫الذ َّر‬ َ
‫ين ﴾ [الشعراء‬ ِ ِ َّ ‫ وتَ َقلرب ِيف‬:‫ال ﴿ الَّ ِذي ي را َك ِحني تَ ُقوم‬ َ ‫الَْر َح ِام؛‬
َ ‫الساجد‬ َُ َ ُ َ ََ َ ‫قال هللاُ تَ َع‬
ِ ِ‫جود ِمن آبئِ النْب‬
‫ فَ َما‬،‫ياء‬ ِ ‫ تَ َقلرب َذرتِ َ يف أصالَ ِب أه ِل ال رس‬:‫] ي ع ِي‬۲۱۹ -۲۱۸
َ ْ ْ ٰ َ َْ

َِ ‫ َوبِ َعا‬،ِ‫احتَ َجبَ ْ ِبحلِ ْك َم ِة َع ِن الْ ُق ْد َرة‬ ِ


ْ ‫ت إِ َل‬
ْ َ‫ ف‬،‫أج َساد َها‬ ْ ‫ات ح َّ بَُرَز‬ َّ ‫َزالَ ْ تَنْ تَ ِقل‬
ُ ‫الذ َّر‬ ُ
ِ ‫ وتَرا َكم ْ ظُلْمتُ َها ِبلتَّقلر‬،‫ب‬
.ِ‫ب ِيف الَطْ َوار‬ ِ ِ‫الشهادةِ عن عا‬
َ َ ‫الغَْي‬ َ ْ َ َ َٰ
Makna dari pembahasan di atas adalah bahwa Allah mengajak bicara bagian
terkecil dari tubuh manusia (benih) dengan firman-Nya:Bukankah aku tuhanmu.
Kemudian dia mendengar panggilan itu dengan sangat jelas, dan kemudian terus
dia bergerak di tulang rusuk dan berpindah ke rahim. Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman: “Dia yang melihatmu ketika kamu berdiri: dan giliranmu di antara
orang-orang yang sujud” [Al-Shu'ara' 218-219] artinya: berpindahnya benihmu
di dalam tulang rusuk orang-orang yang sujud dari nenek moyangmu. Kemudian
benih-benih tersebut terus bergerak hingga muncul ke dalam tubuhnya, sehingga
terhalang sebab hikmah dari kekuatan, dan sebab alam nyata dari alam gaib.dan
kegelapan itu semakin menjadi disebabkan berputarnya roda kehidupan.

‫صافِياً َال يَز ُال يُرقِٰ ِيه ِيف‬


َ ً‫صوفيٰا‬ ِ
ُ ُ‫صْيه‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َٰ ُ‫فَخلذا أَر َاد هللاُ بل َعْبد ُح ْس َن اال ْست َم ِاع ْ ْن ي‬
،ِ‫درة‬ ِ َ‫ض ِيق عا َِ احلِكم ِة إِ َل ف‬
ِ ‫ب التٰزكي ِة والتَّحلِيَّ ِة ح َيلُ ِمن م‬
ِ َ‫ُرت‬
َ ‫ضاء ال ُق‬
َ َ َ َ ْ َ ٰ َ ٰ

44
ِ ِ‫ فَي‬، ‫ احلِ ْكم ِة‬53‫ف‬
ً‫صْيُ َنَاعُهُ أَلَ ْس ُ بَِربِٰ ُك ْم َك ْشفا‬ ِ ِ ِِ ِ ‫ويز ُال عن ب‬
َ ُ ‫ص َْيته النَّاف َذة ُس ُج‬َ ْ َ َُ
‫ لَهُ ظُلَ ُم الَطْ َوا ِر ِيف لََو ِام ِع‬54‫ج‬ ِ ِ ُ ‫ وتَو ِح‬،ً‫وعِياان‬
ُ ‫ َوتَ ْن َد ِر‬،ً‫يدهُ وع ْرفانُهُ تْبياانً وبُْرهاان‬ ْ َ
.‫الَنْ َوا ِر‬
Jika Allah menghendaki hambanya mendengarkan dengan baik, dengan
menjadikannya seorang sufi yang murni, maka Dia akan terus mengangkatnya
dalam derajat kesucian dan penyucian hingga ia terbebas dari kesempitan dunia
hikmah menuju ruang kebenaran.,dan tersingkapnya tabir hikmah dari
penembusan wawasannya, sehingga pendengarannya atas firman Allah
“Bukankah Aku Tuhanmu” menjadi nyata dan kasat mata, dan ke Esa an dan
ilmu-Nya menjadi penjelasan dan bukti, dan baginya kezaliman akan terjerumus
ke dalam dunia cahaya yang paling terang.

‫احلَ ِال فَخلِ َذا‬


ْ ‫إشارة منهُ إِ َل َهذا‬
َ ‫اب أَلَ ْس ُ بَِربِٰ ُك ْم )؛‬ ِ
َ َ‫ض ُه ْم )أان أَذْ ُك ُر خط‬
ُ ‫ال بَ ْع‬
َ َ‫ق‬

ً‫وناعُهُ ُمتَوالِيا‬
َ ،ً‫ودهُ ُم َؤبَّدا‬
ُ ‫ َو ُش ُه‬،ً‫ص َار َوقْ تُهُ َس ْرمدا‬ ِ ْ ‫ص ِويف ِ ذا الو‬
َ ‫صف‬ َ َ ‫َتَ َّق َق ال ر‬
ِ ِِ ِ ِ
‫ال‬
َ َ‫الس َم ِاع ق‬
َّ ‫حق‬ َ ‫الم َرسوله صلَّى هللاُ َعليه َو ٰس‬
ٰ ‫لم‬ َ ‫الم هللا َوَك‬
َ ‫ يَ ْس َم ُع َك‬،ً‫ُمتَ َج ٰددا‬
ِ ِ ِ
َ ُٰ ، ‫ َّ احلفظ‬، ‫ َُّ ال َف ْه ُم‬، ُ‫ اال ْست َماع‬: ‫ ( أ ََّو ُل الْعلْ ِم‬:َ‫ُس ْفيا ُن بْ ُن عُيَ ْي نَة‬
، ‫الع َم ُل‬

‫اال ْستِ َم ِاع َك َما تَتَ َعلَّ ُم ُح ْس َن ال َك َالِم‬


ِ ‫ ( تَعلَّم حسن‬:‫ضهم‬
َُْ َْ ُ ُ ‫ال بَ ْع‬
َ َ‫َّ النَّ ْشُر ) َوق‬

53
”KAMUS AT – TAUFIQ” (Ponpes Amtsilati Bangsri jepara:El Falah ‫ألي ع‬-‫ألي ع‬/‫توتوف‬.
Offset,2011) hlm.263
54
”KAMUS AT – TAUFIQ” (Ponpes Amtsilati Bangsri jepara:El Falah Offset,2011) ‫ملٓب و‬.
hlm.182

45
‫ وقِلَّةُ التَّل رف ِ َإل‬،ُ‫ض َي َح ِديثُه‬
ِ ‫ال املتكلِٰ ِم ح ي ْق‬
َ َٰ
ِ ‫ ِمن حس ِن‬:‫وقِيل‬
ُ ‫اال ْستِ َم ِاع ْإم َه‬ ُْ ْ َ َ
ُ
55
.‫ َوالْ َو ْع ُي‬،‫ َوالنَظْ ِر إِ َل املتكلِٰ ِم‬،‫جه‬
ِ ‫واإلقْبِاَ ُل ِبلو‬، ‫اب‬
َ
ِ ‫اْلو‬
ََ
ُ
Beberapa di antara mereka berkata (Saya ingat Firman Allah: Bukankah aku
adalah Tuhanmu); Rujukannya pada keadaan ini adalah jika sang sufi memenuhi
gambaran ini, maka zamannya akan abadi, kesaksianya akan terdukung, dan
pendengarannya akan terus menerus diperbarui. Dia akan mendengar kalam
Allah dan sabda Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam dengan baik.Sufyan bin
Uyaynah berkata: (Ilmu yang pertama: mendengarkan, lalu memahami, lalu
menghafal, lalu mengerjakan, lalu menyebarkan) dan ada pula yang berkata:
(Belajarlah cara Mendengar yang baik sebaimana Anda belajar berbicara yang
baik. Dikatakan: Bagian dari mendengarkan yang baik adalah memberikan
waktu kepada pembicara untuk menyelesaikan pembahasannya, memperhatikan
terhadap jawaban, menghadap dengan wajah, memandang pembicara, dan
memperhatikan.

َ ‫ ﴿ َوَال تَ ْع َج ْل ِبلْ ُق ْرءَ ِان ِمن قَ ْب ِل أَن يُ ْق‬:‫قال هللا تعال لنبيه‬
) ُ‫ضى إِلَْي َ َو ْحيُه‬

‫ َه َذا تَ ْعلِْيم‬، ]١٦ :‫ ﴿ َال ُتَِٰرَك بِِه لِ َسانَ َ لِتَ ْع َج َل بِِه ﴾ [القيامة‬:‫وقال تعال‬

‫ َال ُْلِ ِه‬:ُ‫ َمعنَاه‬:‫يل‬


َ
ِ‫ ق‬.‫االستِما ِع‬
َ
ِ ‫ليه وسلَّم حسن‬
َ ْ ُ َ َ
ِ ‫ال رسولَه صلٰى هللا ع‬
َ ُ َ ُ ُ َ َ ‫ع‬
َ ‫ت‬
َ ِ‫ِمن هللا‬
َ
‫ بِغَرائِبِ ِه َو‬56‫ ح ٰ تَكو َن أنْ َ َّأوَل َم ْن َْحيظَى‬، ُ‫ابة ح ٰ تَتَدبَّر َم َعانِيَه‬
ِ ‫الصح‬
َ َّ ‫َعلَى‬
.‫َع َجائِبِ ِه‬

55
”KAMUS AT – TAUFIQ” (Ponpes Amtsilati Bangsri jepara:El Falah ‫عيلٓي ع‬-‫عيلٓي ع‬.
Offset,2011) hlm.707
56
”KAMUS AT – TAUFIQ” (Ponpes Amtsilati Bangsri jepara:El Falah ‫ٓم ر كولٓي ه بكي ان‬.
Offset,2011) hlm.129

46
Allah Subhanahu wa ta’ala bersabda kepada Nabi-Nya: “Dan janganlah kamu
bersegera-segera dengan Al-Qur’an sebelum wahyunya telah sempurna
kepadamu.” Dan Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman: “Janganlah kamu
menggerakkan lidahmu untuk menyegerakannya” [QS Al Kiamat: 16] .Itu
adalah ajaran dari Allah terhadap Rasul-Nya, untuk mendengarkan dengan baik.
Dikatakan: Maknanya adalah: Jangan mendiktekannya kepada para Sahabat
sebelum kalian merenungkan maknanya, agar kalian menjadi orang pertama
yang merasakan keanehan lafadz- lafadz tersebut dan keajaibannya.

‫الس َال ُم‬ ِ ِ ‫ليه ِج‬ ِ ‫سول هللاِ صلَّى هللا‬


ِ ‫عليه وسلَّم إذا نَزَل ع‬ ِ‫وق‬
ٰ ‫يل َعلَيه‬
ُ ‫ب‬ َ َ َ ُ ُ ‫ر‬
َ ‫ن‬
َ ‫كا‬ : ‫يل‬
َ َ
‫ال‬ ِ ‫االنِْف َال ِت والنِٰس‬
َ ‫ فَنَ َهاهُ هللاُ َتع‬.‫يان‬ ِ ‫وأَوحى إِلَ ِيه َال يف ُ ِمن قِراءةِ ال ُق‬
ِ َ‫رآن؛ َخمَافَة‬
ْ َ ََ ْ ُ َ ََْ
‫الم ِم ْن إلقائِِه‬
ُ ‫الس‬
ِ ِ ِ َ‫أي َال تَ ْع ِجل بِِقراءتِِه قَ ْبل أَن ي‬ ِ
ٰ ‫يل عليه‬
ُ ‫فرغَ ج ْب‬
ُ َ ََ ْ ْ َ ‫عن َذل‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫ وقَ ْد تَكو ُن ُمطَالَ َعةُ العُلوم و‬، َ ‫إِلي‬
َ َ‫أخبَ ُار رسول هللا صلَّى هللاُ عليه وسلَّ َم ب‬
‫عىن‬

‫الص َال ِح َو ِحكاَيتِِ ْم َوأنْ َوا ِع‬ ِ َ‫الخبَا ِر َو ِس َِْي أ‬


َّ ‫هل‬ ِ ِ ِ
ْ ‫تاج املُطال ُع للعُلوم و‬
ُ ‫ َوَْحي‬، ‫الس َم ِاع‬
َّ

ً‫اآلخَرةِ أ ْن يَ ُكو َن ِيف َذلِ َ كلرهُ ُمتَ َ ردب‬


ِ ‫ذاب‬ِ ‫احل ُك ِم والَمثَ ِال الٰ فِ َيها َآاة ِمن َع‬
ْ ُْ
‫ب إستَ َع َّد ُ ْس ِن‬ َّ ‫ َوَك َما‬، َ ِ‫اال ْستِ َم ِاع؛ لنَّهُ نَوع ِم ْن َذل‬
َ ْ‫أن ال َقل‬
ِ ‫داب حس ِن‬
ُْ
ِ ‫ِب‬

ِ ‫أحسنَه فَيكو ُن‬ ‫كل ما َِن َع‬ ِ ِ ‫االستِم ِاع ِب َّلز‬


ِ
ً‫آخذا‬ َ َُْ ِٰ ‫هادة َوالتَّق َوى ح ٰ أَ َخ َذ م ْن‬
َ َْ
ِِ
ْ ‫ِبملُطالَ َعة م ْن ُك ِٰل شيء‬
ُ‫أح َسنَه‬
Dikatakan: Ketika Jibril, shalallahu 'alaihi wa sallam , turun kepada
nabishalallahu 'alaihi wa sallam dan mengungkapkan kepadanya Utusan
Tuhan,dia tidak berhenti membaca Al-Qur'an karena takut gagal dan lupa, maka
Allah melarangnya.: yaitu jangan kamu tergesa gesa membacanya sebelum
malaikat jibril selesai membacanya kepadamu.terkadang belajar ilmu dan hadis

47
nabi itu berarti sama dengan mendengarkan. Dan orang yang belajar ilmu,hadis
nabi,cerita orang sholih,dan macam-macam hikmah,dan perumpamaan yang
menjadikan selamat dari siksa akhirat itu butuh bersikap sopan dalam
mendengarkan dengan etika mendengarkan yang baik. Karena itu termasuk etika
mendengarkan yang baik, dan sebagaimana hati dipersiapkan terhadap
mendengarkan dengan baik, zuhud dan bertakwa, sehingga dari segala sesuatu
yang didengarnya dia mengambil yang terbaik.

.‫يث والعِلْ ِم‬ِ ‫احلد‬ ِ ِ َّ ‫وِم َن ْال َد ِب ِيف املطَالَ َع ِة‬


َْ ‫العْب َد إذَا أر َاد أَ ْن يُطال َع َشيئاً م َن‬
َ ‫أن‬ ُ
ِ‫س وقِلَّ ِة ص ِبها علَى ال ِٰذ ْك ِر والتِٰ َالوة‬ ِِ ِ
َ َ َ َ َ َ ِ ‫علم أنَّهُ قَ ْد تَ ُكو ُن ُمطالَبَةً ذَل َ بِ َداعيَة النَّ ْف‬ ُ َ‫ي‬
‫اس َوُمكالَ َمتِ ِه ْم فَلْيَتَ َف َّق ِد‬
ِ ٰ‫ َك َما تََََّو َح ِبُ َجالَ َس ِة الن‬، ‫وح بِملطالَ َع ِة‬
ُ َُ ‫ فَتَ ْس‬، ‫الع َم ِل‬
َ‫و‬
ِ ُ‫ وَال يَستَ ْحلِي ُمطَاَلَ َعةَ ال ُكت‬، َ ِ‫املتف ِطٰن نَفسهُ ِيف ذَل‬
‫ ُخ ُذ ذل َ ِم ْن‬،َ ‫ب إِ َل حد‬ ْ َ َ ُ ُ
ِ ‫وقتِ ِه ويراعي ا ِإلفْرا َط فِ ِيه وإذَا أَراد مطَالَعةَ كِتاب أو َشيء ِمن العِلْ ِم َال ي‬
‫باد ُر‬ُ َ ْ َ ُ ََ َ ُ
ِ‫ب التَّ ْيِي ِد ِمن ر ْْح ِة هللا‬ َ ‫جوع إِ َل هللاِ تَ َع‬
ِ ‫اإلانبَِة َوالر‬ ِ
َ ‫إليه َّإال بَ ْع َد التَّ ثَبر ِ و‬
َ َ ْ ْ ِ َ‫ َوطَل‬،‫ال‬
ِ ‫ ولَو قَدَّم‬،‫ال فِ ِيه؛ فَخلنَّه قَ ْد ي َرز ُق ِبملطَالَع ِة ما ي ُكو ُن م ِزيداً ِحلالِِه‬
ِ‫اال ْستِ َخ َارة‬ َ ‫تَ َع‬
َ َْ َ َ َ َ َ ُ ُ
ِ ِ ِ ِ ِِ
َ ‫ل َذل َ كا َن َح َسناً؛ فَخلِ َّن هللاَ يَ ْفتَ ُح َعلَْيه َب‬
َ ‫ ِز‬،‫ب ال َف ْه ِم َوالتَّ ْف ِهي ِم َم ْوهبَةً م َن هللا‬
ً‫َيدة‬
ِ َ‫علَى ما ي ت ب َّني ِمن صورةِ العِلْ ِم؛ فَلِلْعِلْ ِم صورة ظ‬
.‫ َو ِسر َب ِطن؛ َوُه َو ال َف ْه ُم‬،‫اهَرة‬ َُ َ ْ ُ َ ََ َ َ
Diantara adab dalam membaca bahwa ketika dia mau belajar sesuatu dari hadis
dan ilmu,dia tahu bahwa tuntutan hal itu ada,sebab dorongan nafsu. dan sedikit
sabar atas membaca dan mengamalkan yang kemudian menjadi kenyamanan
dalam belajar.sebagaimana nafsu itu nyaman berkumpul dengan
manusia.hendaknya orang yang berakal menelaah dirinya dalam hal ini, dan
hendaknya jangan merasa kesulitan dalam membaca buku sampai-sampai

48
mengajak ngobrol dengannya. Hendaknya ia tidak menyia-nyiakan waktunya
dan memperhitungkannya dalam jumlah yang berlebihan. Jika ia ingin membaca
buku atau Sesuatu tentang ilmu,maka janganlah berbegas sebelum memantapkan
dan kembali kepada Allah.dan meminta kekuatan atas rahmat Allah.karena
terkadang sebab belajar seseorang diberikan rizqi yang tambah sebab
ilmu.andaikan mendahulukan Istikhoro maka itu lebih baik.karena Allah itu
membuka pintu kepahaman itu sebagai anugrah.sebagai tambahan dari ilmu
yang sudah jelas.ilmu itu terdapat bentuk dzohir dan rahasia yang tersirat. Yaitu
pemahaman.

َ ‫ف ال َف ْه ِم بَِقولِِه تَ َع‬
‫ ﴿ فَ َف َه ْمنَ َها ُسلَْي َم ُن َوُكال آتينَا‬:‫ال‬ ِ ‫وهللا تَعال نبَّه علَى َشر‬
َ َ َ َ ُ
ِ ‫يد‬ِ ِ ‫حك‬
‫احلُ ْك ِم‬
ْ ‫صاص َوََيَّ َز َع ِن‬ ْ ‫] ؛ أَ َش َار إِ َل ال َف ْه ِم ِبَِز‬٧٩ : ‫ْما َوعلْ ًما ﴾ [النبياء‬
َ ‫اخت‬ ً ُ
ِ ‫ فَخلِ َذا َكا َن امل‬، ]٢٢ ‫اّلل يس ِمع من ي َشاء ﴾ [فاطر‬
‫سم ُع‬ ُ َ َ ُ ْ ُ َ َّ ‫ال ﴿إِ َّن‬ َ َ‫َوالعِلْ ِم ق‬
َ ‫ال هللاُ تَ َع‬
ُ
‫ب ِم َن‬ ِ ‫سمع لرةً بِو ِاسطَِة اللِٰس‬
ِ ُ‫ و َل َرةً ِبَا يُْرَز ُق َبُطالَ َع ِة الْ ُكت‬، ‫ان‬ ِ
َ َ َ ُ ُ‫ال ؛ ي‬
َ ‫اّلل تَ َع‬
ُ ‫ُه َو‬
ِ ‫ب َعلَى َم ْعىن َما يُ َرز ُق ِم َن امل ْس‬
‫موع‬ ِ ُ‫ال ِبُطالَ َع ِة ال ُكت‬
َ ‫صا َر َما يَ ْفتَ ُح هللاُ تَ َع‬ َ
ِ ‫التِٰب‬
َ‫يان ف‬ ْ
َ
‫لمهُ َوأَ َدبَهُ؛ فَخلِنَّهُ َبب‬ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ َويَتَ َعلَّ ْم ع‬، َ ‫بد َحالَهُ ِيف َذل‬ َ ‫بَِْبَكة ُح ْس ِن اال ْست َم ِاع فَ ْليَ تَ َف ٰقد‬
ُ ‫الع‬

َّ ‫صوفِيَ ِة والعُلَ َم ِاء‬


‫الز ِاه ِديْ َن‬ ِ ‫أع‬
‫مال املشايِ ِ َوال ر‬ ْ ‫صالح ِم ْن‬
ِ ‫ وعمل‬،‫اب اة ِْي‬
َ َ َ َ ْ َ ِ ‫كبْي ِم ْن أَبْ َو‬
َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ‫اب‬ ِ ‫اح أبْو‬ ِ ِ ِ‫املتَ ب تِٰل‬
ُ‫ َوهللا‬،ِ‫كل شيء يَن َف ُع ل ُسلوك اآلخَرة‬ ِٰ ‫ َواملَزي ُد م ْن‬،‫الر ْْحَة‬ َ ِ َ‫ني ال ْست ْفت‬َ َُ
.‫أَ ْعلَ ُم‬
Dan Allah Subhanahu wa ta’ala menegaskan mulianya pemahaman dengan
firman-Nya yang Maha Kuasa: “maka Kami telah memberikan pengertian
kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing
mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu.” [Al-Anbiya’: 79] Allah menyebut
pemahaman dengan lebih spesifik dan dibedakan dengan hikmah dan ilmu.Allah
Subhanahu wa ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Allah mendengar siapa yang

49
dikehendaki-Nya” [Fatir 22], maka jika yang memperdengarkan adalah Dia-lah
Tuhan Yang Maha Esa; Adakalanya ia memperdengarkan dengan lisan, dan
adakalanya dengan penjelasan yang diberikan kepada ummat nya melalui
membaca kitab-kitab. Maka apa yang Allah Subhanahu wa ta’ala berikan
dengan sebab membaca beberapa kitab itu bisa menjadi sesuai dengan makna
yang di perdengarkan-Nya dengan berkat etika mendengarkan dengan
baik.maka hendaknya seorang Hamba menelaah keadaanya dalam hal
tersebut,dan mempelajari ilmu dan etikanya,karena itu adalah pintu
kebaikan,amal kebaikan para masyayekh,para sufi,para ulama,yang zuhud dan
dekat kepada Allah untuk menggapai pintu rahmat-Nya.dan segala sesuatu yang
berfanfaat untuk akhirat.Dan hanya Allah yang maha mengetahui.

50
BAB III

PERANAN AL QUR’AN DALAM TAZKIAH AN NAFS

3.1.Pendahuluan
Pada bab ketiga ini, penulis akan memaparkan data dengan pendekatan
terhadap penelitian yang dilengkapi dengan analisa, menafsirkan temuan-temuan,
serta mengintegritas ke dalam pengetahuan yang konkrit yaitu meliputi
pengertian,pembagian,keutamaan,dan cuplikan pendukung dari beberapa karya
ilmiyah seperti kitab salaf, skripsi, jurnal dan lain-lain, jawaban rumusan masalah
yang ada pada pendahuluan dan pengambilan kesimpulan dari penulis.

3.2. Pengertian Tazkiah.

a. Tazkiyah dalam bahasa arab berasal dari kata ‫كاء‬


َ‫َز‬ ً ‫ َزٰكى يَُزٰكِى‬yang berarti suci.

َِْ‫ا ْة‬
Tazkiah berati ‫ْي‬ ُ‫َّماءُ َوالََْبَكةُ َوِزََي َدة‬
َ ‫ الن‬tumbuh, suci dan berkah.
Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa tazkiyah adalah menjadikan sesuatu menjadi

suci baik zatnya maupun keyakinan dan fisiknya .

)‫ َّإما ِيف ذَاتِِه َوإَِّما ِيف ِاال ْعتِ َق ِاد َوا ْةََِب‬:‫َّي ِء َزكِيا‬ ِ
ْ ‫) َوالت َّْزكيَةُ َج ْع ُل الش‬
Ibnu Jarir Ath Thobari menafsirkan bahwa orang-orang yang beruntung adalah
mereka yang Allah sucikan jiwanya dari kekufuran dan kemaksiatan,

serta memperbaikinya dengan amal sholeh ‫ فَكثَّر تَطْ ِه ُْيَها‬،ُ‫نفسه‬


َ ُ‫قَ ْد أفْ لَ َح َم ْن زَّكى هللا‬
57 ِ ِ ‫لص‬
ِ ‫احل‬
‫ات ِم َن ْال َْع َمال‬ َّ ‫أصلَ َح َها ِب‬ ِ ِ
ْ ‫ َو‬،‫م َن ال ُك ْف ِر َوالْ َم َعاصي‬

57
Imam Ibnu Jarir ath Thobari: Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an. Beirut: Muassasah ar
Risalah, 1420 H, 24/454.

51
b. Tazkiah diartikan sebagai:
1) ajaran para Rasul kepada manusia, yang jika dipatuhi maka akan
menyebabkan jiwa mereka tersucikan olehnya,
2) mensucikan diri dari jiwa yang kotor,
3) mensucikan dirinya dari syirik, karena dalam Al-Qur’an memandang
bahwa syirik adalah perbuatan najis,
4) mengangkat martabat manusia dan mengangkat martabat kaum
munafik ke martabat kaum mukhlisin.Tazkiyah berarti penyucian,
menururt para sufi adalah penyucian batin untuk mendekatkan diri
sedekat mungkit kepada Tuhan melalui berbagai proses yang harus
dijalani.
Ibadah yang dilakukan secara sempurna dan penuh keihlasan, selain
bisa meningkatkan ketaqwaan seseorang juga bisa membina dirinya dari
kekangan nafsu, sehingga kesucian jiwa bisa tercapai.58

3.3. Pengertian An-nafs.


a. Kata an-nafs sendiri mengandung beberapa makna, di antaranya adalah
jiwa, diri, nafsu dan lain-lain. Nafsu juga bisa berarti emosi atau amarah dan ambisi
atau hasrat dalam diri manusia (dalam bahasa Indonesia disebut dengan nafsu).
Makna di atas seringkali digunakan di kalangan para ahli tasawwuf.59
Secara umum dapat dikatakan bahwa nafs dalam konteks pembicaraan manusia,
menunjukkan pada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk.60
b. Kata an-nafs menurut sebagian Ahli Tafsir mereka
berpendapat bahwa An-nafs itu sendiri adalah fitrah sejak awal penciptaan
sebagai mana yang dijelas kan oleh Ibnu Kasir , bahwa jiwa atau nafsu

58
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Penerbit Amzah, 2005), 7
59
Djamaan Nur, Tasawuf dan Tarekat Naqsabandiyyah, (Medan: Usu Press, 2002), hlm, 28
60
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an:Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat,
Bandung, Mizan, 1996), hlm.285-286

52
manusia telah diciptakan oleh Allah sesuai dengan fitrahnya, yakni lurus,
suci dan bersih.
An-nafs pada pembahasan ini bermakna jiwa, sebagai sesuatu
yang menggerakkan jasmani, dan bisa dididik agar dapat dikendalikan.
Dan yang di maksud dari Tazkiah an-nafs dalam Pembahasan ini adalah
proses penyucian jiwa, pengembalian jiwa pada fitrahnya, dan
pengobatan jiwa-jiwa yang sakit agar menjadi sehat kembali, melalui
terapi-terapi sufistik.61
Tazkiyah an-nafs bermakna sebuah proses pensucian dari ruh yang
jelek(nafs amârah dan nafslawâmah) dari dalam diri seseorang menuju
kebaikan dan ruh yang lebih baik (nafs mutmainah) dengan mengikuti dan
mempraktikkan prinsip hukum Islam (Syariah).62

3.4. Kosa kata Tazkiah an-Nafs dalam Al-Qur'an dan Hadits


Kata tazkiah an-Nafs dalam Al-Qur'an disebutkan dalam jumlah fi'liyah

َ ‫)زَّك‬
(‫اها‬ َ Q.S as-Syams[91]: 9.
Dimana dhammir ha’ itu kembali pada an-nafs. Dalam Al-Qur'an ; disebutkan

dalam kata kerja dengan segala derivasinya sebanyak 19 kali, kata ‫زٰكى‬ disebutkan

satu kali, kata ‫كي‬


ٰ‫يز‬ – ‫ زٰكى‬di sebutkan dua belas kali,kata‫تزٰكی – يتزكي‬ di sebutkan

empat kali, dan kata ‫كي‬


ٰ‫ يز‬disebutkan dua kali.63
Sedangkan kata an-Nafs dalam Al-Qur'an, menyebutkan dengan segala
bentuknya terulang 313 kali. Sebanyak 72 kali di antaranya disebut di dalam bentuk
nafs yang berdiri sendiri.64 Dalam buku lain disebutkan bahwa kata nafs dalam

61
M. Sholihin, Terapi Sufistik, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004), 175
62
Ilhaamie Abdul Ghani Azmi, “Human Capital Development and Organizational Performanc: A
Focus on Islamic Perspective”, Syariah Journal, Vol. 17. No. 2 (2009), 357.
63
Achmad Mubarok, "Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern Jiwa dalam Al- Qur'an", hal. 62
64
M. Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia Al-Qur'an: Kajian Kosakata, hal. 691

53
bentuk jama' mengikuti wazan af'al yakni anfus disebutkan dalam Al-Qur'an
sebanyak 158 kali. Dan dalam bentuk jamak yang mengikuti wazan fu'ulun yakni
nufus disebutkan 2 kali. Sedangkan tanaffasa, yatanaffasu dan al-mutanaffisûn
masing-masing hanya disebutkan satu kali.65
Adapun dalam hadits, Nabi sendiri telah menggunakan istilah tazkiyah an-
Nafs serta menjelaskan maknanya sebagai suatu bentuk manapun keyakinan dan
penghayatan bahwa Allah selalu bersamanya dimanapun ia berada. Dalam hadits
tersebut Rasulullah, bersabda:

‫وب بْ ُن‬ َِّ ‫ حدَّةَنَا عب ُد‬،‫ض ِل الْ َقطَّا ُن‬ ِ ْ ‫َخ َبَان أَبُو احلُس‬
ُ ‫ َحدَّةَنَا يَ ْع ُق‬،‫اّلل بْ ُن َج ْع َفر‬ َْ َ ْ ‫ني بْ ُن الْ َف‬ َ َ ْ‫أ‬
َّ ‫ َح َّدةَِي َعْب ُد‬،‫ َح َّدةَِي َع ْم ُرو بْ ُن ا ْحلَا ِر ِث‬،‫اق بْ ُن إِبْ َر ِاه َيم بْ ِن الْ َع َال ِء‬
ِ‫اّلل‬ ُ ‫ َحدَّةَنَا إِ ْس َح‬،‫ُس ْفيَا َن‬

َّ ‫ َعْب َد‬،‫حدةي َْحي َىي بْ ُن َجابِر‬ ِ ِ


َّ ‫الر ْْحَ ِن بْ َن ُجبَ ْْي َح َّدةَهُ أ‬
،ُ‫َن أ ََبهُ َح َّدةَه‬ ِ ،‫ي‬ِٰ ‫ َع ِن الرزبَْيد‬، ‫بْ ُن َسا‬
َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ َ ‫َن رس‬ ِ َ‫اّللِ بن معا ِويةَ الْغ‬
َّ ‫اض ِر‬
‫ ةََالت‬:‫ال‬ َ ‫ول هللا‬ ُ َ َّ ‫ أ‬،‫ي َحدَّةَ ُه ْم‬ َّ ‫أ‬
َ َ ُ َ ْ َّ ‫َن َعْب َد‬
ِْ ‫َم ْن فَ َعلَ ُه َّن فَ َق ْد طَعِم طَ ْعم‬
ِ َ‫اإلمي‬
َ‫ َوأ َْعطَى َزَكاة‬،ُ‫ فَخلِنَّهُ ال إِلَهَ إَِّال هللا‬،ُ‫ َم ْن َعبَ َد هللا َو ْح َده‬: ‫ان‬ َ َ
َّ ‫ َوَال‬،‫ َوَال الدرنة‬،َ‫ َوَْ يُ ْع ِ ا ْلََرَمة‬،‫َمالِِه طَيِٰبَةً ِبَا نَ ْف ُسهُ َرافِ َدةً َعلَْي ِه ِيف ُك ِٰل َعام‬
،ُ‫الشَر َط َح ََّْيه‬

: ‫ال‬ َ ‫ َوَما تَ ْزكِيَةُ الْ َم ْرِء نَ ْف َسهُ ََي َر ُس‬:‫ال َر ُجل‬


َ َ‫ول هللاِ ؟ ق‬ َ ‫ َوَزَكى َعْبد نَ ْف َسهُ " فَ َق‬،ِ‫ْ ُم ُرُك ْم بَ َشِٰره‬،َ َْ‫َو‬
66
)‫ث َكا َن " (رواه البيهقي‬ َّ ‫" يَ ْعلَ ُم أ‬
ُ ‫َن هللاَ َم َعهُ َحْي‬

Telah mengabarkan kepada kami Abu Al-Husain ibn Al-Fadhl al-Qatthan, telah
menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Ja'far, telah menceritakan kepada kami
Ya 'qub bin Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim bin Al-
'alaa'telah menceritakan kepadaku 'Amr bin Al-Harits, telah menceritakan

65
Achmad Mubarok, "Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern Jiwa dalam Al- Qur'an", hal. 42-
43
66
Ahmad Bin Husain bin Ali bin Musa Al-Khusraujirdi Al-Khurasani Abu Bakar Al-
Baihaqi, Syu bul Iman, no. 3148, hal7/298

54
kepadaku 'Abdullah bin Salim, dari Az-Zubaidi, telah menceritakan kepadaku
Yahya bin Jabir, sesungguhnya 'Abdurrahman bin Jubair menceritakan kepadanya
sesungguhnya bapaknya menceritakan kepadanya, sesungguhnya 'Abdullah bin
Mua'awiyah al-Ghadliri menceritakan kepada mereka, sesungguhnya Rasulullah
saw. berkata: Tiga perkara, barang siapa mengerjakannya, maka ia pasti
merasakan lezatnya iman, yaitu: (pertama), seseorang yang menyembah Allah
semata, bahwa tidak ada sesembahan yang hak, kecuali hanya Dia; (kedua), ia
membayarkan zakat mal-nya setiap tahun dengan jiwa yang rela, ia tidak
membayarkan (hewan) yang sudah tua, tidak yang kurus, dan tidak pula yang sakit,
tetapi (ia membayarnya) dari pertengahan harta kalian, karena Allah tidak
meminta kepadamu harta yang terbaik dan tidak memerintahkan dari harta yang
jelek; dan (ketiga), ia menyucikan dirinya. Maka seseorang bertanya, "Apakah
tazkiyatun nafs itu?" Beliau menjawab, "Ia mengetahui (meyakini)bahwa Allah
selalu bersamanya di manapun ia berada." (HRal-Baihaqi)

Dari hadits diatas, tampak bahwa Nabi menjadikan tazkiyah an-


Nafs sebagai salah satu dari tiga perkara yang bisa menghadirkan rasa
lezatnya iman. Nabi menafsirkan bahwa tidak ada satupun yang
tersembunyi dari Allah disebabkan karena Allah selalu melihatnya dan
mengetahui rahasia dan kenyataannya serta mengetahui dzahir dan
batinnya.67

Istilah tazkiah terambil dari akar kata zaka, yang hampir semua
kata jadiannya bermakna positif, yaitu suci, bersih, berkembang dan lain-
lain. Yang dalam Al-Qur'an makna tersebut banyak dipakai.

tazkiyah an- Nafs adalah usaha penyucian jiwa, sedangkan nafsu


yang suci atau bersih disebut nafs zakiyah, sebagaimana diungkapkan

67
Tim Penulis Mushaf Al-Qur'an, Spiritualitas dan Akhlak (Tafsir Al-Qur'an Tematik), hal125

55
dalam QS. Al- Kahfi[18]: 74). Tentang makna tazkiyah an-Nafs, para
mufassir mempunyai pandangan yang berbeda-beda, antara lain:

1. Tazkiah dalam arti para Rasul mengajarkan kepada manusia


sesuatu yang jika dipatuhi, akan menyebabkan jiwa mereka
tersucikan dengannya.
2. Tazkiah dalam arti menyucikan manusia dari syirik, karena
syirik itu oleh Al-Qur'an dipandang sebagai sesuatu yang bersifat
najis.
3. Tazkiah dalam arti menyucikan manusia dari syirik dan sifat
rendah lainnya.
4. Tazkiah dalam arti menyucikan jiwa dari dosa.
5. Tazkiah dalam arti mengangkat manusia dari martabat orang
munafik ke martabat mukhlisin.

Adapun mengenai ayat-ayat yang berkaitan dengan tazkiah an- Nafs dalam Al-
Qur'an yang akan penulis cantumkan, diantaranya adalah:68
1. QS. At-Taubah [9]:103
ِ ِ ِِ ِ
َ ‫ص َّل َعلَْي ِه ْم إِ َّن‬
‫صلَوتَ َ َس َكن َّلُْم‬ َ ‫ص َدقَةً تُطَ ِٰه ُرُه ْم َوتَُزٰكي ِهم َا َو‬
َ ‫ُخ ْذ م ْن أ َْم َوال ْم‬
‫اّللُ َِنيع َعلِيم‬
َّ ‫َو‬

"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui." (QS. At-Taubah[9]:103)

68
Ahsin W. Al-Hafidz, "Kamus Ilmu Al-Qur'an", (Jakarta: Amzah, 2006), cet. 2, hal 269-297

56
2. QS. Al-Laîl [92]:18

‫ يَتَ َزَّكى‬،ُ‫الَّ ِذي يُ ْؤتِى َمالَه‬


"Yang menafkahkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya." (QS. Al-
Laîl [92]:18

3. QSFâthir [35]:18

‫ُخَرى َوإِن تَ ْدعُ ُمثْ َقلَة إِ َل ِْحْلِ َها َال ُْحي َم ْل ِمْنهُ َش ْيء َولَ ْو َكا َن َذا‬
ْ ‫َوَال تَ ِزُر َوا ِزَرة ِوْزَر أ‬
‫الصلَ َوةً َوَمن تََزَّكى فَخلَِّيَا يَتَ َزَّكى‬ ِ ‫نذ ُر الَّ ِذين َيْ َش ْو َن َرَُّم ِبلْغَْي‬
َّ ‫ب َوأَقَ ُاموا‬ ِ ُ‫قُرَب إَِّيَا ت‬
َْ
َ
ِ َِّ ‫لِنَ ْف ِس ِه وإِ َل‬
ُ‫اّلل الْ َمصْي‬ َ

"Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang
yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah
akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum
kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang
yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan
mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya,
sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada
Allahlah kembali(mu)." (QSFâthir [35]:18)

4. QS. An-Nûr [24]:28

‫وها َح َّ يُ ْؤ َذ َن لَ ُك ْم َوإِ ْن قِْي َل لَ ُك ُم اِْرِجعُوا فَ ْارِجعُوا‬ ِ ِ


َ ‫فَخلِ ْن َّْ َا ُدوا فْي َها أ‬
َ ُ‫َح ًدا فَ َال تَ ْد ُخل‬
‫ُه َو أزْك َى لَ ُك ْم َوهللاُ ِبَا تَ ْع َملُو َن َعلِيم‬

"Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kamu masuk
sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah,

57
maka hendaklah kamu kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nûr [24]:28)

5. QS. An-Nûr [24]:30

ِ ِ ِ ‫ض وا ِم ن أَب‬ ِِ ِ
َ ‫ص ِره ْم َوَْحي َفظُ وا فُ ُر‬
َ‫وج ُه ْم َذل َ أ َْزَك ى َلُ ْم إ َّن هللا‬ َْ ْ ‫ني يَغُ ر‬
َ ‫قُ ْل لٰلْ ُم ْؤمن‬
ِ
ْ َ‫َخبِْي بَا ي‬
‫صنَ عُو َن‬

"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan


pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”
(QS. An-Nûr [24]:30)

6. QS. Al-Baqarah [2]:129

َ‫ْمة‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ‫ربَّنَا وابْ َع‬


َ ‫ب َوا ْحلك‬
َ َ‫ث فيه ْم َر ُس ًوال ٰمْن ُه ْم يَْت لُوا َعلَْيه ْم ءَايَت َ َويُ َعلٰ ُم ُه ُم الْكت‬ َ
‫احلَكِْي ُم‬
ْ ‫َويَُزٰكِي ِه ْم إِنَّ َ أَن َ الْ َع ِز ُيز‬
"Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang
akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada
mereka Al Kitab(Al Quran) dan Al-Hikmah (As-Sunnah) serta mensucikan mereka.
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana." (QS. Al-
Baqarah [2]:129)

7. QS. Al-Baqarah [2]:151

‫اب‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫َك َما أ َْر َسلْنَا في ُك ْم َر ُس ًوال ٰمن ُك ْم يَتْ لُوا َعلَْي ُك ْم َوايَتنَا َويَُزٰكي ُك ْم َويُ َعلٰ ُم ُك ُم الْكت‬
‫ْمةَ َويُ َعلِٰ ُم ُكم َّما َْ تَ ُكونُوا تَ ْعلَ ُمو َن‬ ِْ ‫و‬
َ ‫احلك‬َ

58
"Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah
mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami
kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-
Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui." (QS. Al-
Baqarah [2]:51)

8. QS. Ali Imran [3]:164

،‫ث فِي ِه ْم َر ُس ًوال ِٰم ْن أَن ُف ِس ِه ْم يَتْ لُوا َعلَْي ِه ْم ءَايَتِ ِه‬
َ ‫ني إِ ْذ بَ َع‬ِِ
َ ‫اّللُ َعلَى الْ ُم ْؤمن‬
َّ ‫لََق ْد َم َّن‬
ِ ِْ ‫وي َزٰكِي ِهم وي علِٰمهم الْكِتَاب و‬
َ ‫ْمةَ َوإِن َكانُوا ِمن قَ ْب ُل لَفي‬
‫ض َالل رمبِني‬ َ ‫احلك‬َ َ ُ ُ ُ ََُ ْ َُ
"Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika
Allah mengutus diantara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang
membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum
(kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata."
(QS. Ali Imran [3]:164

9. QS. Al-Jumu'ah [62]:2

‫ َويَُزٰكِي ِه ْم َويُ َعلِٰ ُم ُه ُم‬،‫ني َر ُس ًوال ِٰمْن ُه ْم يَْت لُوا َعلَْي ِه ْم ءَايَتِ ِه‬ ِ َ ‫ُه َو الَّ ِذي بَ َع‬
َ ‫ث ِيف ْالُم‬
ِ
َ ‫ْمةَ َوإِن َكانُوا ِمن قَ ْب ُل لَفي‬
‫ض َالل رمبِني‬ ِْ ‫الْكِتَاب و‬
َ ‫احلك‬َ َ
"Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat- Nya kepada mereka, mensucikan mereka
dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah (As Sunnah)Dan sesungguhnya
mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Al-Jumu'ah
[62]:2)

59
10. QSAn-Nisa [4]:49

‫ين يُْرُكو َن أَن ُف َس ُه ْم بَل هللاُ يَُزٰكِي َمن يَ َشاءُ َوَال يُظْلَ ُمو َن فَتِ ًيال‬ ِ ِ
َ ‫أََْ تَ َر إ َل الَّذ‬
"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya
bersih?Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka
tidak aniaya sedikitpun" (QS QSAn-Nisa [4]:49

11.QS. An-Nûr [24]:21


ِ ِ ِ
ُ‫ين ءَ َامنُوا َال تَتَّبِعُوا ُخطَُوات الشَّْيطَ ِن َوَمن يَتَّبِ ْع ُخطَُوات الشَّْيطَ ِن فَخلِنَّه‬
َ ‫يَتَ َير َها الَّذ‬
ِ ِ َِّ ‫ضل‬ ِ ِ ِ
‫َحد‬
َ ‫اّلل َعلَْي ُك ْم َوَر ْْحَتُهُ َما َزَكى من ُكم ٰم ْن أ‬ ُ ْ َ‫ْ ُم ُر بلْ َف ْح َشاء َوالْ ُمن َكر َولَ ْوَال ف‬،َ
‫اّللُ َِنيع َعلِيم‬
َّ ‫اّللَ يَُزٰكِي َمن يَ َشاءُ َو‬
َّ ‫أَبَ ًدا َولَكِ َّن‬
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah syaitan, maka
sesungguhnya syaitan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang
mungkar. Sekiranya tidaklah karena kurnia Allah dan rahmat- Nya kepada kamu
sekalian, niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan-perbuatan
keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. An-
Nûr [24]:21)

3.5.Fungsi An-nafs.
Fungsi An-nafs dalam diri manusia ibarat listrik. Jasad ibarat
sebuah rumah yang belum memiliki listrik, maka ia akan gelap gulita,
mati dan tidak ada kehidupan yang dapat dilihat. Ketika nafs mengalir
kedalam jasad, maka hidup dan bergeraklah jasad dengan segala aktivitas
kehidupannya. Begitulah dengan sebua h nafs yang telah dialiri tenaga
listrik, maka ia akan terang benderang dan di dalamnya pun akan tampak
tanda-tanda kehidupan. Begitulah dengan jasad manusia , apabila nafs

60
yang ada dalam jasad itu hanya sedikit menampung daya ketuhanan,
maka jasad itupun tidak dapat melaksanakan aktivitasnya dengan benar.
Ia tidak dapat lagi membedakan mana yang halal dan mana yang haram
dan seterusnya.69
Pada hakikatnya, nafs memiliki fungsi menggerakkan dan mendorong
diri manusia untuk melahirkan beberapa hal, yakni:
a. Mendorong dan menggerakkan otak manusia agar berfikir dan
merenungkan apa yang telah Allah ilhamkan berupa kebaikan dan
keburukan. Sehingga dapat menemukan hikmah-hikmah dari keduanya.
b. Mendorong dan menggerakkan qalb (hati yang lembut) yang ada dalam
dada agar merasakan dua perasaan, yaitu perasaan ketuhanan dan perasaan
kemakhlukan, agar menerima ilham dan penampakan isyarat-isyarat ketuhanan
yang abstrak dan tersembunyi.
c. Mendorong dan menggerakkan panca indera kepada objek-objek ayat-aya
Allah yang membumi dan konkrit, rasa halal dan haram, haq dan bathil, agar kedua
mata dapat melihat pemandangan yang indah dan jelek, agar kedua telinga dapat
mendengar suara yang merdu dan tidak merdu
(sumbang), suara yang halal dan haram, suara haq dan bathil, agar kulit
dapat meraba benda yang halus dan kasar, benda yang halal dan haram,
benda yang haq dan bathil.
d. Mendorong dan menggerakkan organ-organ tubuh dalam kerja
sunnatullah,seperti gerak jantung, kerja paru-paru, limpa, hati, ginjal dan
lain-lainnya.
e. Mendorong dan menggerakkan diri agar melahirkan perbuatan-
perbuatan, sikap-sikap, tindakan-tindakan, gerak-gerik, dan penampilan yang
fitrah. Kualitas dan kuantitas dorongan dan gerakan tentu berbeda, semua itu
ditentukan menurut martabat, tingkatan atau kelompok jiwa tersebut. 70

69
Hamdani Bakran Adz-Dzakiy, Op.Cit, h. 117-118
70
Yuniarti “KONSEP TAZKIYATUN NAFS DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN SURAT ASY-SYAMS
AYAT 9-10) DALAM PENDIDIKAN ISLAM ” (2019) hlm.25

61
3.6. Tingkatan An-nafs.
Al-Qur’an mengisyaratkan keanekaragaman nafs dari segi tingkatan-
tingkatan. Tingkatan tersebut adalah nafs ammarah, nafs lawwamah dan nafs
muthmainnah.Berdasarkan susunan kalimat dalam ayat yang menyebutkan istilah
nafs ammarah, dapat dipahami bahwa ada dua kemungkinan yang terjadi pada nafs.
Kemungkinan pertama, bahwa nafs mendorong kepada perbuatan rendah dan
kemungkinan kedua nafs mendapat rahmat. Kemungkinan pertama bahwa nafs
mendorong kepada perbuatan rendah ini yang di sebut dengan nafsu, dan kedua nafs
yang mendapat rahmat ini yang disebut sufi dengan nafsu marhammah.71
Nafs ammarah adalah nafsu biologis yang mendorong manusia
untukmelakukan pemuasan biologisnya. Pada aspek ini manusia persis seperti
binatang. Sehingga nafs ammarah disebut juga nafs hayawaniyah. Sedangkan nafs
Lawwamah adalah nafs yang telah menganjurkan untuk berbuat baik dan dia akan
mencela dirinya apabila melakukan hal-hal yang tercela.
Pada tingkatan kedua ini kualitas insaniyah mulai muncul walaupun
belum berfungsi dalam mengarahkan tingkah laku manusia, karena
sifatnya yang masih rasional netral. Telah bergeser sedikit dari tahap
pertama yang hanya dipenuhi oleh naluri-naluri kebinatangan dan nafsu
biologis, sedangkan kualitas insaniyah sama sekali tidak terlihat.
Sebaliknya dalam nafs Lawwamah, kualitas insaniyah sudah mulai uncul
seperti rasional, introspeksi diri, mengakui kesalahan, dan cenderung
kepada kebaikan, walaupun belum berfungsi secara maksimal.
Tingkatan ketiga adalah nafs muthmainnah adalah nafs yang
senantiasa terhindar dari keraguan dan perbuatan jahat. Jika ditelaah
dalam Al Qur’an makna kata al-muthmainnah di sebutkan dalam Al
Qur’an sebanyak 13 kali dalam berbagai bentuk dan pecahannya.72
Dalam literatur tasawuf nafs (nafsu) dikenal mempunyai delapan
kategori dari kecenderungan yang paling dekat dengan keburukan sampai
yang paling dekat dengan ilahi, diantaranya:

71
Baharudin, Paradigma Psikologi Islami, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004), h. 97
72
Ibid, hlm. 108-110

62
a. Nafs ammarah bi al-su’, yaitu kekuatan pendorong naluri, sejalan dengan
nafsu yang cenderung kepada keburukan. Sebagaimana tampak dalam ayat
Al Qur’an. Nafsu dalam kategori ini belum mampu membedakan antara
yang baik dan yang buruk, belum memperoleh tuntunan tentang manfaat
dan mafsadah. Semua yang bertentangan dengan keinginanya dianggap
musuh, demikian juga sebaliknya
ِ ‫ئ نَ ْف ِسي ۚ إِ َّن النَّ ْفس َل ََّمارة ِبل رس‬
‫وء إَِّال َما َرِح َم َرِٰل ۚ إِ َّن َرِٰل َغ ُفور َّرِحيم‬
.
َ َ ُ ‫َوَما أُبَِٰر‬

]53‫[يوسف‬
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu
itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.”(Q.S
Yusuf :53)
b. Nafs Lawwamah, yaitu nafsu yang telah mempunyai kesiapan dan
menyesali dirinya setelah melakukan pelanggaran. Ia tidak berani
melakukan pelanggaran secara terang-terangan dan tidak pula mencari cara-
cara gelap untuk melakukan sesuatu karena ia telah menyadari akibat
perbuatannya. Namun ia belum mampu mengekang hawa nafsu yang
membawa kepada perbuatan buruk. Sebagaimana dijelaskan dalam Al
Qur’an :

]1 ‫َال أُقْ ِس ُم بِيَ ْوِم الْ ِقيَ َام ِة [القيامة‬

“Dan aku bersumpah dengan jiwa yang Amat menyesali (dirinya sendiri)
c. Nafs Musawwalah, yaitu nafsu yang dapat membedakan antara yang baik
dan buruk namun, baginya mengerjakan yang buruk sama halnya mengerjakan yang
baik. Ia melakukan perbuatan buruk secara sembunyi-sembunyi karena sifat malu
telah ada padanya. Namun, malu itu merupakan malu terhadap orang lain karena ia
takut terlihat keburukannya oleh orang lain. Dalam kategori ini masih berada pada
posisi dekat dengan keburukan. Sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an,

63
ِ ‫وَال تَ ْلبِسوا ا ْحل َّق ِبلْب‬
ْ ‫اط ِل َوتَكْتُ ُموا‬
]42 ‫احلَ َّق َوأَنتُ ْم تَ ْعلَ ُمو َن[البقرة‬ َ َ ُ َ
“Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan
janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui.”(Q.S Al-
Baqarah:42)
c. Nafs Muthmainnah, yaitu nafsu yang telah mendapat tuntunan dan
pemeliharaan kepada yang baik. Ia mendapatkan ketentraman jiwa dan
melahirkan sikap dan perbuatan yang baik, mampu membentengi serangan
kekejian dan kejahatan, dan mampu memukul mundur segala godaan yang
mengganggu ketentraman jiwa, bahkan mendatangkan ketentraman
jasmaniyah, terutama dengan dzikir kepada Allah. Hal ini sebagaimana
dijelaskan dalam Al Qur’an

ِ ‫اِرِجعِي إِ َ هل ربِ ِ ر‬
]28 ‫اضيَةً َّم ْر ِضيَّةً[الفجر‬َ َٰ ْ

“Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya.”(Q.S


Al-Fajr:28)
d. Nafs Mulhamah, yaitu nafsu yang memperoleh ilham dari Allah dan
dikaruniai ilmu pengetahuan. Ia telah dihiasi dengan akhlak yang mulia
yang merupakan sumber kesabaran, ketabahan dan keuletan. Pada tingkat
ini nafsu telah terbuka dengan berbagai petunjuk dari Allah. Nafsu pada
tingkat ini dijelaskan dalam Al Qur’an,
ِ ُ‫) وَو‬8( ‫) الَِّ َ ُيْلَق ِمثْلُها ِيف الْبِ َال ِد‬7( ‫ات الْعِم ِاد‬
ِ ‫إِرم َذ‬
‫الص ْخَر‬ َ ‫ود الَّذ‬
َّ ‫ين َجابُوا‬ َ َ َ ْ ْ َ ََ
]11-7 ‫) [الفجر‬11( ‫ين طَغَ ْوا ِيف الْبِ َال ِد‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫) الَّذ‬10( ‫) َوف ْر َع ْو َن ذي ْال َْو َلد‬9( ‫بلْ َواد‬
"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang
mengotorinya. (kaum) Tsamud telah mendustakan (rasulnya) karena mereka
melampaui batas,”(Q.S Al-Fajr:7- 11)

64
e. Nafs Mardliyah, yaitu nafs yang mencapai ridla Allah. Indikasinya terlihat
pada kesibukan berdzikir, ikhlas, dan mempunyai karamah dan
memperoleh kemuliaan yang universal. Ini dijelaskan dalam Al Qur’an,
ِ ‫اِرِجعِي إِ َ هل ربِ ِ ر‬
]28 ‫اضيَةً َّم ْر ِضيَّةً[الفجر‬َ َٰ ْ
“ Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhaiNya.”(Q.S
Al-Fajr:28)
f. Nafs Radliyah, yaitu nafsu yang ridla kepada Allah. Nafsu ini seringkali
terlihat dalam mensyukuri nikmat Allah dan bersifat qanaah. Ini dijelaskan
dalam Al Qur’an,

]7 ‫يدنَّ ُك ْم ۖ َولَئِن َك َفْرُْت إِ َّن َع َذ ِال لَ َش ِديد[إبراهيم‬


َ ‫َوإِ ْذ ََتَذَّ َن َربر ُك ْم لَئِن َش َك ْرُْت َلَ ِز‬
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika
kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".(Q.S
Ibrahim:7)
g. Nafs Kamilah, yaitu nafs yang telah sempurna bentuk dan dasarnya sudah
cukup untuk mengerjakan (irsyad) petunjuk dan menyempurnakan
penghambaan diri kepada Allah. Pemiliknya disebut mursyid (pembimbing),
dan mukammil (yang menyempurnakan) dan insan kamil. Pemiliknya telah
mengalami tazalli (terbuka dari tabir) asma wa sifat (nama dan sifat), bada
billahi (berada bersama Allah), fana’ billahi ( hancur dalam Allah), dan
memperoleh ilmu laduni minallahi (ilmu anugerah Allah). Ini merupakan
konsep sufi yang diperoleh dari pengalaman mistik sufi73

3.7.Keutamaan Tazkiah An-nafs.


Seseorang yang mensucikan jiwanya dengan taat kepada Allah Subhanahu
wa ta’ala. akan dimuliakan Allah dengan kesuksesan di dunia dan di akhirat, firman
Allah dalam Al quran,

73
Kafrawi Ridwan,Op.Cit, hlm. 342-344

65
]‫)[الليل‬10(‫اها‬
َ ‫اب َمن َد َّس‬ َ ‫قَ ْد أَفْ لَ َح َمن َزَّك‬
َ ‫) َوقَ ْد َخ‬9( ‫اها‬
“sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya” (Q.S AL-lail 9-10)
Kebahagiaan seorang mukmin di dunia sangat jelas, karena ia bersungguh-sungguh
berkorban meraih ridha Allah. dan tidak membutuhkan manusia, kekuatan,
ketenangan dan kemuliaan. Karena akhlak yang mulia yang terpancar dari perilaku
mereka yang diridhai oleh Allah.74

3.8. Tahapan Tazkiah An-nafs.


Adapun tahap yang harus ditempuh dalam proses Tazkiah An-nafs adalah
sebagai berikut:
a. Tathahharu ( Penyucian Jiwa )

Tathahharu artinya megangkat dan membersihkan jiwa dari segala penyakit.


Contoh-contoh penyakit hati adalah kufur, nifak, kefasikan,bid’ah, riya’, cinta
kedudukan dan kepemimpinan, kedengkian, ujub, kesombongan, kebakhilan,
keterpedayaan, marah yang zhalim, cinta dunia dan mengikuti hawa nafsu.75

Oleh karena itu, beberapa penyakit hati yang telah di sebutkan diatas sudah
tidak asing lagi bagi orang awam maupun khusus, karena setiap muslim
berkewajiban menghindari penyakit-penyakit ini dan berusaha untuk terbebas
darinya.

Pembersihan diri diawali dengan taubat. Taubat adalah penyesalan yang


melahirkan kesungguhan tekad dan niat untuk kembali dari kemaksiatan kepada
ketaatan.76

74
Anas Ahmad Karzon,Tazkiyatun Naafs: Gelombang Energi Penyucian Jiwa Menurut AlQuran
dan As-Sunnah diatas Manhaj Salafus Shaalih,(Jakarta: Akbar Media,2016), Cet. 4, hlm. 330-331
75
Sa’id Hawa, hlm. 213
76
Anas Ahmad Karzon,Tazkiyatun Naafs: Gelombang Energi Penyucian Jiwa Menurut AlQuran
dan As-Sunnah diatas Manhaj Salafus Shaalih,(Jakarta: Akbar Media,2016), Cet. 4,hlm. 168

66
b. Tahaqquq

Tahaqquq yaitu memasukkan atau menghiasi segala sesuatu yang selayaknya


berada didalam jiwa. Contoh-contoh tahaqquq antara lain: tauhid dan ubudiyah,
ikhlas, shidiq kepada Allah, zuhud, tawakkal, mahabbatullah, takut dan harap,
takwa dan wara’, syukur, sabar,taslim, ridha, muqarabah, musyahadah (ihsan) dan
taubat secara terus menerus.77

c. Takhalluq

Takhaluk berarti berakhlak dengan nama-nama Allah yang indah dan


meneladani Rasulullah. Sebagaimana sebagian nama-nama Allah yang bagus juga
bisa dijadikan sebagai acuan akhlak manusia, seperti kedermawanan, kemurahan,
kesantunan,kasih sayang, sabar, syukur, dan adil. Dari sinilah para ahli perjalanan
spiritual kepada Allah berarti berakhlak dengan apa yang seharusnya dijadikan
sebagai akhlak dari namanama Allah yang indah dengan tetap menyadari bahwa
hanya milik Allah keteladanan yang tinggi.78

Oleh karena itu, jika manusia berakhlak dengan nama-nama Allah maka dengan
hal itu dapat dikatakan sebagai peningkatan derajat kemanusiaan.

Menurut Al-Ghazali dalam kitabnya Al-Munqiz min al-Dhalal, mengatakan


bahwa proses pengamalan nilai-nilai spiritual dapat ditempuh oleh seorang
spiritualis melalui tiga strategi dasar, yaitu: pertama, menyucikan qalbu secara total
dari selain Allah. kedua, melakukan dzikir kepada Allah secara total. Ketiga, lebur
dalam zat Allah.79

Dalam kitab “awãriful ma’arif” Al-Washithi mengakatan:Cara menghidupkan


nafs adalah dengan menjauhkan diri dari segala perbuatan yang tercela,yg dalam
arti lain,

77
, Ibid, h. 373
78
Sa’id Hawa, Op. Cit, h. 499
79
Rumadani Sagala, Pendidikan Spiritual Keagamaan (Dalam Teori dan Praktik), (Bandar
Lampung: SUKA-press, 2015), hlm. 57

67
Ja’far mengakatan:ajaklah diri kalian agar selalu dalam keta’atan terhadap
Allah80.

Menurut Abu Abd Al-Barra' Sa'ad Ibn Muhammad At-Takhisi, proses tazkiyah
nafs dilakukan melalui proses yang disebutnya dengan wasilah, yaitu hubungan
personal dengan Allah. Proses itu mencakup 5 hal. Pertama, melalui pintu
'ubudiyah mahdah secara ikhlas. Hal ini tercermin melalui ketundukan, kepatuhan,
dan merasa butuh kepada Allah. Kedua, memperbagus ibadah, ini merupakan
wasilah terpenting dalam tazkiyah nafs dalam meningkatkan nafs di sisi Allah.
Ketiga, menerima kitab Allah dengan menghafal, membaca, tadabbur, memahami,
memegang teguh apa yang dihalalkan dan diharamkannya. Mengambil pelajaran
dari kisah-kisahnya untuk bekal kehidupan sehari-hari. Keempat, memahami
sejarah Nabi dan mengikuti petunjuknya. Kelima, muhasabah (introspeksi) dengan
segala kekurangan dan kelebihannya.81

3.9. Metode Tazkiyah an-nafs


Tazkiyah an-nafs, baik dalam hal penyucian diri, membersihkan diri serta
prilaku dari sifat negetif maupun dalam bhal peningkatan kualitas diri sebagai
penghias akhlak mulia dan terpuji, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
cara atau metode.

Ada tiga metode yang berbeda dalam tasawwuf untuk mencapai tazkiyah an-
nafs yaitu yang pertama metode takhallī, yang kedua metode tahallī, namun untuk
metode yang ketiga tajallī. Ketiga metode tersebut merupakan sebuah rangkaian
proses yang saling terkait dan harus dilakukan secara berurutan mulai dari metode
yang pertama.

80
TAFSIR AS-SULAMI juz:1 hlm:264.
81
Abd Al-Barra Sa'ad Ibn Muhammad At-Takhisi, Tazkiyah Nafs, diterjemahkan oleh
Muqimuddin Saleh (Solo: Pustaka Mantiq, 1996), hlm106-115

68
1. Takhalli

Takhallī menyucikan diri dari sikap dan sifat- sifat yang membawa kepada nafsu,
kepada dosa. Dalam arti lain takhalli berarti menyucikan diri dari sifat-sifat tercela,
seperti hasud, dengki, su’udzon, takabbur, ujub, riya’, ghadzab serta pembersihan
dari maksiat lahir dan batin. Maksiat lahiriah adalah segala perbuatan keji yang
dilakukan oleh anggota badan termasuk panca indera, sedangkan maksiat batin
adalah yang dikerjakan oleh hati.82

Jadi dapat disimpulkan bahwa takhalli yaitu membersihkan atau membebaskan


diri dari berbagai kotoran hati dari berbagai dosa dengan bertaubat dan beristigfar.
Adapun langkah pertama dalam takhalli sebagai berikut:
a. Taubat

Kata taubat yang berasal dari bahasa arab, taba, yutabu, taubatan, yang artinya
kembali. Menurut kaum sufi taubat yang bermaksud memohon ampun atas segala
dosa dan kesalahan yang telah dilakukan selama ini, disertai dengan janji yang
bersungguh sungguh atas kesalahan yang telah dilakukan agar tidak mengulangi
kembali perkara yang bisa mendatangkan dosa dan disertai dengan melakukan
amal kebajikan.83

Menurut imam ghazali, taubat merupakan konsep yang terdiri dari tiga hal
yaitu,

ilmu, hal dan amal. Ilmu dalam hal ini adalah mengetahui luasnya dosa dan
keberadaanya sebagai pembatasan antara hamba dan kekasihnya. Setelah seseorang
memperoleh ilmu (pengetahuan),maka akan muncul hal atau pengalaman batin

82
7 Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007), hlm. 208
83
Iqbal Irham, Membangun Moral Bangsa Melalui Akhlak Tasawuf.
(Ciputat: Pustaka Al-Ihsan, 2012), hlm. 123.

69
yakni rasa takut akan dosa-dosanya. Selanjutnya menurut Iman al-Ghazalī langkah
awalyang harus ditempuh untuk melakukan proses penyucian jiwa yaitu takhalli.84

Dalam pembahasan ini, bertaubat tidak dimaksudkan sebagai suatu la


ngkah yang harus ditempuh seseorang untuk menempuh jalan menuju
Tuhan, tetapi juga dapat menjadi suatu bentuk terapi bagi seseorang.
Namun hal ini bisa terjadi karena dosa-dosa yang dilakukan seseorang
yang sebelumnya mengalami stress, kecemasan dan putus asa akibat
banyaknya masalah yang dihadapinya dapat menembus perasaan tersebut
dengan bertaubat kepada Allah. Melalui penebusan dosa, seorang sufi
membersihkan dirinya dari perilaku yang menyebabkan dosa dan rasa
bersalah. Jika merasa ada jiwa yang tidak suci,segeralah bertaubat dan
perbanyak amal shalih.

Jika maksiat tersebut tersangkut sesama anak adam, maka ada empat persyaratan
untuk taubat: Pertama, kedua dan juga ketiga adalah syarat bertaubat kepada Allah,
namun untuk yang keempat, memulihkan dengan sebaik-baiknya terhadap hak
orang yang dianiaya secara manusiawi. Segerakanlah kembalikan hak orang lain
jika berkaitan dengan harta benda atau sejenisnya. Jika menuduh atau menjelekkan
orang lain, segerakanlah memohon ampunan. Dengan itu, segarakanlah bertaubat
85
dari semua kejahatan, yang diingati maupun yang tidak diingati. Dalam
menjalankan perintah taubat, manusia harus mengetahui taubat secara komprensif,
karena dalam realitas kehidupan manusia, ada beberapa contoh dalam
melaksanakan taubat yang mana dilakukan secara optimal. Orang yang menuju
keridhaan Allah dan menuntut bimbingan-Nya, harus bertaubat terlebih dahulu
kepada Allah atas segala perbuatan yang mendatangkan dosa yang telah dilakukan.
Taubat yang benar-benar taubat ialah, taubatan nasuha yaitu taubat dengan sepenuh

84
9 Solihin, Tasawuf Termatik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003). Hlm.188
85
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1993), hlm. 337.

70
hati, tidak sesetengah atau berpura-pura, tapi muncul dari hati sanubari yang
telah diberi hidayah oleh Allah dalam menyatakan taubat nasuha. Sebagaimana
berfirman Allah didalam al-Qur’an:

ۗ ِ‫هَٓيَيرها الَّ ِذين اهمنُوا تُوب ٓوا اِ َل ه‬


‫َّص ْو ًحا َع هسى َربر ُك ْم اَ ْن ير َك ِٰفَر َعْن ُك ْم َسيِٰاهتِ ُك ْم‬ ُ ‫اّلل تَ ْوبَةً ن‬ ٰ ُْ ْ ْ َ َ ْ َ
ُۙ
ۚۚ ٗ‫اّللُ النَِّ َّ َوالَّ ِذيْ َن اه َمنُ ْوا َم َعه‬ ِ ِ
ٰ‫َويُ ْدخلَ ُك ْم َج هنٰ َْا ِر ْي م ْن َْتت َها ْاالَ ْهُر يَ ْوَم َال ُيْ ِزى ه‬
ِ
ۚ
‫ني اَيْ ِديْ ِه ْم َوِبَْميَا ِِ ْم يَ ُق ْولُْو َن َربَّنَآ اَِْ ْم لَنَا نُ ْوَرَان َوا ْغ ِف ْر لَنَا اِنَّ َ َع هلى ُك ِٰل‬
َ ْ َ‫نُ ْوُرُه ْم يَ ْس هعى ب‬
‫َش ْيء قَ ِديْر‬

Wahai orang yang beriman ! Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat nasuha,
mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapuskan kesalahan-kesalahanmu dan
memasukkan kamu ke dalam syurga-syurga yang mengalir di bawah sungai-sungai,
pada hari ketika Allah tidak mengecewakan Nabi dan orangyang beriman bersama
dengannya; sedang cahaya mereka memacar di hadapan dan di sebelah kanan
mereka , sambil berkata: “ Ya Tuhan kami, sempurnakanlah untuk kami cahaya
kami dan ampunkanlah kami; sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa atas segala
sesuatu.” (QS. Al-Tahrim: 8)

Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa taubat yang diperintahkan Allah yaitu
memohon ampun kepada Allah dan menyesali akan segala perbuatan dosa yang
telah dilakukan supaya tidak mengulangi lagi perbuatan-perbuatan tersebut. Para
ulama menggolongkan rukun taubat itu terdapat tiga hal penting, yaitu:

1. Menyesali akan diri atas segala perbuatan dosa yang telah


dilakukan;
2. Menghentikan perbuatan maksiat itu apabila sedang dikerjakan.

71
3. Bercita-cita atau berjanji dengan Allah supaya tidak mengulangi. lagi akan
perbuatan yang mendatangkan dosa.

Namun, dosa yang berkaitan dengan orang lain, seperti mencuri, menghina,
memfitnah, membunuh juga pelanggaran serupa lainnya, maka ada satu hal yang
harus diperhatikan akan perbuatan-perbuatan tersebut, yang mana, dia yang
bersangkutan dengan manusia agar memohon ampun secara langsung,
mengembalikan barang curian serta memberikan kesempatan kepada ahli waris
almarhum untuk melakukan qisas, jika pelanggarannya adalah membunuh.

Maka perbuatan bertaubat dan menghiasi amal shalih dapat membentuk jiwa
yang bersih dan murni. Menghindari dari daya tarik orang yang menyuruh atau
mengajak hal-hal yang menjerumus kepada perkara yang mendatangkan maksiat
merupakan perintah untuk mencegah hawa nafsu yang mengarah kepada
kemungkaran. Pada hakikatnya, jihad adalah ketika mampu bersabar untuk tidak
bermaksiat dan dapat melawan hawa nafsu dan itu juga perbuatan utama. Dalam
perjalanan, seseorang dapat melawan keinginan jahatnya sehingga tidak terjerumus
kedalam kemaksiatan. Oleh sebab itulah, Allah memerintahkan manusia untuk
mengendalikan dan mengekang hawa nafsu serta mempercayai tuhan untuk
membantunya dalam jihad.

Jika jiwa dikuasi nafsu, itu karena kurangnya iman, dan jika jiwa lalai itu
karena sering melanggar semua perintah tuhan.86

2. Tahalli

Tahalli berarti menghiasi dan menyucikan jiwa dengan sifat-sifat yang terpuji,
dengan amalan yang terus menerus yang menggantikan perbuatan buruk dengan
perbuatan baik sehingga terbentuk keperibadian akhlaqul karimah. Salah satu
caranya dengan berzikir, sebagaimana diungkapkan oleh al-Ghazali dengan

86
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Tazkiyatun Naf Mensucikan jiwa dan Menjernihkan Hati dengan
Akhlak Mulia, Terjemahan M. Rasikh, Muslim Alif, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2018), hlm. 129

72
menggunakan istilah “pelarut qalbu” dengan selalu mengingat Allah dan selalu
beramal dengan perkara yang bisa mendatangkan manfaat.87

Dengan yang demikian, tahalli ini juga dalam arti lain, tahap pengisian jiwa yang
telah kosong. Jika seseorang yang dapat memenuhi hatinya dengan sifat-sifat yang
terpuji, maka hatinya akan menjadi terang dan jernih untuk menerima cahaya ilahi,
karena hati yang kotor tidak dapat menerima cahaya tersebut. Setelah hatinya terang,
maka segala perbuatan dan tindakan yang dijalankan dengan niat yang ikhlas dalam
segala perbuatan mengabdikan kepada Allah dan juga dalam kepentingan agama,
kerja, keluarga dan masyarakat tanpa mengharapkan imbalan apapun kecuali dari
Allah Saw akan diberi ruang, dengan dipermudahkan segala urusan dan ketenangan
jiwa, juga diberi pahala dengan sebaik-baik ganjaran.

Seterusnya, tahalli juga merupakan upaya untuk mempercantikkan diri dengan


membiasakan berperilaku yang baik serta berusaha agar dalam setiap perbuatan
yang dilakukan selalu berjalan diatas ketentuan agama, baik kewajiban yang
bersifat luar atau ketaatan lahir seperti shalat, puasa, zakat dan haji, maupun
ketaatan yang bersifat dalam atau ketaatan batin seperti iman, bersikap ikhlas dan
juga ridha terhadap seluruh ketentuan Allah88

Adapun langkah-langkah dalam tahlili sebagai berikut:

b. Berzikir

Berzikir dari asal kata kerja ‘Zakarā’, yang berarti mengingat, memperhatikan,
mengetahui atau memahami, dan kata benda “Masdar” adalah akar etimologis dari
kata “Zikir”.

87
Rifay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufisme (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002), cet.II, hlm. 254
88
Sokhi Huda, Tasawuf Kultural (Yogyakarta: LkiS, 2008), hlm. 54-55.

73
Unsur ingat sangat dominan karena merupakan salah satu fungsi intelektual
dalam kehidupan manusia. Namun, kata zikir yang dimaksudkan dalam uraian ini
adalah “Zikrūllāh” atau mengingat Allah.89

Sedangkan secara terminologi sebagaimana diterapkan oleh kalangan tasawwuf


dan tarekat, zikir ialah perilaku dalam bentuk “Renungan” seraya duduk dan
mengucapkan lafadz-lafadz Allah.

Namun, demikian juga bisa merujuk pula mengingat bahwa Allah adalah satu
satunya zat yang berhak disembah.

Zikir

mengacu pada segala aktivitas dalam tindakan yang menyebabkan seseorang


berpikir kembali tentang keagungan, kebesaran atau kemuliaan Allah, Allah juga
akan mengingat pada hambanya yang berzikir90

Zikir dapat terbagi empat macam. Pertama, menyatakan keesaan Allah dengan
membaca tahlil. Kedua, mengagungkan nama-Nya dengan bertasbih. Ketiga,
memohon ampunan dengan beristigfar. Keempat, memuji zat Allah dengan
membaca tahmid. Berzikir memiliki tujuan sangat penting dalam kehidupan
seseorang Muslim yaitu: Mendidik jiwa, hati dan pikiran menjadi suci dan bersih,
mendekatkan dan mengingat kepada Allah, meningkatkan ma’rifat (Kesadaran
spritual yang kuat) sehingga ilmu ini akan menjaga seseorang akan perbuatan
maksiat, buruk dan tercela.

Dalam al-Qur’an ada yang menyebut bahwa dengan berzikir, dapat membentuk
hati manusia mencapai ketenteraman dan dapat mendekatkan diri kepada Allah.91
Sebagaimana Firman Allah:

89
Burhanuddin, “Zikir dan Ketenangan Jiwa (Solusi Islam Mengatasi
Kegelisahan dan kegalauan Jiwa”, Dalam, Jurnal Mimbar Media Intelektual
Muslim dan Bimbingan Rohani. Nomor 1, (2012), hlm. 17.
90
Burhanuddin, “Zikir dan Ketenangan Jiwa” hlm. 18-19.
91
Rifay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufisme (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 242.

74
ِ َِّ ‫اّللِ ۗ أََال بِ ِذ ْك ِر‬
َّ ‫آمنُوا َوتَطْ َمئِ رن قُلُوُُم بِ ِذ ْك ِر‬ ِ
‫وب‬
ُ ُ‫اّلل تَطْ َمئ رن الْ ُقل‬ َ ‫الَّذ‬
َ ‫ين‬
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.
(QS. ar-Ra’d : 28)

Ayat di atas dipahami makna mengingat atau menyebut nama Allah, dan juga
sebagai bentuk rasa syukur kepada- Nya. Dengan selalu berzikir dapat memenuhi
amal yang memperberat timbangan kebaikan pada hari kiamat, adab dan etika
dalam berdzikir harus dilakukan sesuai apa yang diperintahkan Allah dan
Rasulullah. Maka dengan itu dzikir harus dilaksanakan secara khusyu’ dan dengan
penuh penghayatan agar dapat memberi pengaruh positif kepada orang yang telah
melakukannya.

3. Tajalli

Setelah takhalli dan tahalli dilalui,maka sampailah pada tajalli atau


mengkoneksikan diri dengan Allah. Di sinilah. manusia bisa mencapai derajat
insan kamil saat ia benar merasakan nikmat dari suluknya.

Sebagaimana Firman Allah:

ِ ‫وإِِ لَغَفَّار لِمن َلب وأَمن وع ِمل ص‬


‫احلًا َُّ ْاهتَ َدى‬ َ َ ََ َََ َ َْ َٰ

Dan sungguh. Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat
kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk. (QS. Taha : 82)

Betaubat dari kesyirikan maupun hal yang mengotori hati lainnya adalah
pengamalan dari takhalli. Beriman dan beramal soleh adalah salah satu manifestasi

75
dari tahalli Dan tetap istiqamah dalam petunjuk merupakan wujud dari tajalli.
Karenanya, orang yang seperti ini layak untuk mendapatkan ampunan dan ridha
Allah.

Sebagaimana dalam arti lain juga memberi sepenuh hati dan jiwa kepada Allah
dengan penuh penghayatan, apabila manusia sudah mencapai tahap tajalli, maka
seluruh perbuatannya hanya karena kecintaannya kepada Allah. Jika beberapa
rangkaian latihan penyucian jiwa telah dilakukan dengan benar dan sesuai tuntutan.
Maka jiwa akan meninggalkan akan segala perbuatan keji dan munkar. Selain itu,
akan mendapat tingkatan nafs yang tertinggi dalam ridha Allah. Untuk sampai pada
tahap ini haruslah mendekati diri dengan perkara- perkara yang mendatangkan
kebaikan, dan menjauhi diri dari segala perbuatan keburukan.92

Adapun langkah-langkah tajalli sebagai berikut:

c. Tafakkur

Takaffur berasal dari bahasa arab tāfākkārā secara etimologis berarti


memikirkan, merenungkan dan meditasi. Dalam kata lain memikirkan sesuatu
perkataan lalu memutuskan dengan baik dan benar. Tafakur juga proses
memperhatikan dengan teliti, melakukan analisis, dan memikirkan satu aspek serta
mempertimbangkan dengan yang lain, mengamati dan merenungkan akan seluruh
ciptaan Allah yang ada di bumi sehingga dapat meningkatkan iman. Proses ini
memunculkan keyakinan serta dapat mengokohkan keimanan dan mendekatkan diri
kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.

Sebagaimana Firman Allah:

ِ ‫َّها ِر َ هاليه ِٰالُ ِول ۡاالَ ۡلب‬


)190(‫اب‬ ‫الن‬‫و‬ ِ
‫ل‬ ‫ي‬ ِ ‫ض و ۡاختِ َال‬
ۡ َّ‫ف ال‬ ِ ‫ر‬ۡ ‫اِ َّن ِ ۡىف خ ۡل ِق السمو ِت و ۡاال‬
َ َ َ َ َ َ ‫َّ ه ه‬ َ

92
Siregar, Tasawuf dari Sufisme, hlm. 251.

76
ۚۚ ‫ض‬
ۡ
ِ ‫الس هم هو ِت َواالَ ۡر‬ ِ
‫ق‬
ۡ ِۡ ۡ
‫ل‬‫خ‬ ‫ىف‬ ‫ن‬‫و‬‫ر‬‫ك‬َّ ‫ف‬ ‫ت‬ ‫ي‬‫و‬ ۡ ِِ‫الَّ ِذ ۡين ي ۡذ ُكر ۡون هاّلل قِياما َّوق ع ۡودا َّوع هلى جن ۡو‬
‫م‬
َّ َ َ ُ َ ََ َ ُ ُ َ ً ُ ُ ً َ َٰ َ ُ َ َ
)191(‫اب النَّا ِر‬‫ذ‬َ ‫ع‬ ‫ا‬‫ن‬ َِ‫ربَّنَا ما خلَ ۡق هه َذا ب ِط ًال ۚ س ۡب هحنَ ف‬
‫ق‬
َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal. (yaitu)
orangorang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan
berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia;
Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. (QS. al-Imran: 190-191)

Dalam ayat di atas, Allah memerintahkan manusia untuk selalu berzikir serta
berdoa kepada Nya, dan merenungkan akan segala ciptaanya, jadi dengan cara
bertafakkur menunjukkan cara agar manusia untuk belajar mengenali tentang
perciptaan-Nya dengan bersyukur akan segala hikmah yang Allah berikan. Hikmah
yang selalu menjadikan pengharapan dari orang yang selalu bertafakkur adalah
terkagum-kagum dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa ta’ala.93

Tujuannya adalah menemukan makna yang mendasari suatu masalah, batasan-


batasan hukum, atau alasan terkait masalah lainnya. Hakikat tafakkur memperolehi
bukti keberadaan dan kekuasaan Allah, yang dapat menghasilkan keyakinan dan
menyesuaikan diri di alam dengan menyadari kondisi baik dan buruk menggunakan
akal dan iman, juga menerima kebaikan yang menghasilkan ketenangan. Iman dan
akal dapat menolak kejahatan dan segala sesuatu yang dibenci dalam ajaran islam.
Adapun manfaat yang yang diperolehi setelah bertafakkur, yaitu:

1. Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.


2. Meningkatkan kebaikan yang dilakukan.
3. Pikiran dan perilaku menjadi positif.
4. Emosi menjadi lebih terkendali.

93
9 Hafid, Mukhlis, “Manajemen Tafakkur, Syukur Dan Kufur: Refleksi Dalam Kehidupan”,
dalam Jurnal Kariman Nomor 2, (2020), hlm. 296-297.

77
5. Memperoleh hikmah dan ilmu.

Dengan bertafakkur dapat menjadikan hati lebih tenang dantenteram dan


percaya dengan segala apa yang terjadi adalah yang terbaik menurut Allah. Namun
itu, tafakkur juga dapat memulihkan akan segala harapan yang hilang, sehingga
dapat meningkatkan kesadaran dan tekad di dalam hati. Ketika mana seorang
manusia mendekatkan diri kepada Allah, maka Allah juga akan berusaha mendekati
pada hamba-Nya untuk memberikan pahala.94

94
Ahmad Zainal Abidin, Ajaibnya Tafakkur dan Tasyakur untuk
percepatan Rezeki (Yogjakarta: Sarifah,2014), hlm.8.

78
BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan.
Berdasarkan data dari penelitian di atas dapat ditarik kesimpulan:

1. Tazkiya an-nafs adalah sebuah proses dalam mendekatkan diri


kepada Allah Subhanahu wa ta’ala ,dengan cara membersihkan
hati dan jiwa dari segala perbuatan dan ucapan yang tercela.
2. metode untuk mencapai tujuan tersebut adalah:
1) Takhallī,yakni menyucikan diri dari sikap dan sifat- sifat yang
A. membawa kepada nafsu, kepada dosa.
2) Tahalli,yakni menghiasi dan menyucikan jiwa dengan
B. sifat-sifat yang terpuji, dengan amalan yang terus menerus yang
C. menggantikan perbuatan buruk dengan perbuatan baik.
3) tajalli atau mengkoneksikan diri dengan Allah dengan cara konsisten
dalam petunjuk-Nya.

4.2.Saran.
Sebagai akhir kata dari penyusun skripsi yang sederhana ini,
penulis berkeinginan untuk mengemukakan beberapa saran berikut ini:
1. Kajian yang dilakukan penulis ini masih jauh dari kedalaman dan keluasan
samudra Al-Qur‟an, oleh karena itu perlu ditinjak lanjuti oleh para peniliti
dengan lebih mendalam dan komprehensif dan melakukan studi yang lebih
sempurna dan mendalam tentang tema “Peranan Al-Qur’an dalam tazkiyah an-
nafs.
2. Tema tentang tazkiyah an-Nafs memang sudah banyak dibahas dalam
penelitian para mahasiswa, namun karena tazkiyah an-Nafs adalah suatu hal
yang menjadi kebutuhan seorang manusia untuk mendapatkan kebahagiaan, baik
kebahagiaan ruhani maupun jasmani. Karena dengan tazkiyah an-Nafs memberi
kesan yang sangat positif kepada jiwa manusia.

79
karena dengan melakukan hal tersebut jiwa manusia akan menjadi tenang
dan menjadi lebih dekat kepada Allah. Dengan penuh kesadaran, skripsi yang
telah disusun ini belum dianggap memiliki hasil yang sempurna atau jauh dari
yang diharapkan. Karena masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan,
namun segala upaya telah dilakukan guna untuk penyempurnaan skripsi ini.
Maka dari itu, saran, kritikan, masukan dari pembaca sangat diperlukan untuk
penyempurnaan skripsi ini. Dan terakhir ucapan rasa syukur terhadap Allah dan
Rasul-Nya yang tidak terbilang karena atas hidayah dan Rahmah-Nya dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
wallahu a’lam bishawab.

80
DAFTAR PUTAKA

A. Al- Qurʻan al- Karīm


Al-Qurʻan al-Karīm
https://quran.kemenag.go.id/.
B. Kutub al-Ḥadīṡ
Ahmad bin Ali bin Hajar al Asqolani, Hidayah al Ruwat, (Mesir: Dar al Affan,
t.th)
Al-Barbari, Syarhus Sunnah (Bairut:Dar Al-kutub al-ilmiah 1412.H)
Abi Umar Yusuf bin Abdul Bar,Jami'u Bayani al 'Ilmi wa Fadhlihi (Dar ibnu jauzi
1419.H)
C. Kutub as-Salaf
Muhammad Ali al Subhani, Al-Tibyan fi Ulum Al Qur’an, (Bairut: Dar al Irsyad,
1970)
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, juz 4, (Mesir: Maktabat al-Qahirat,
1970)
Mahmud ath-Thahhan, Ushûlut Takhrîj wa Dirâsatul Asânid,(Riyadl,
Maktabatul Ma'ârif: 2010)
Imam Ibnu Jarir ath Thobari: Jami’ al Bayan an Ta’wil Ayi al Qur’an. (Beirut:
Muassasah ar Risalah 1420 H)
Ahmad Bin Husain bin Ali bin Musa Al-Khusraujirdi Al-Khurasani Abu Bakar
Al-Baihaqi, Syu bul Iman, (Bairut:Dar Al-kutub al-ilmiah 2003.M)
Abu Abdurrahman As sulami TAFSIR AS-SULAMI (Maktabah Al-Islamiah
2011)
Khairuddin bin Mahmud bin Muhamamd Ali bin Faris al-Zirkili al-Dimasyqi,
Kitab Al-A’laam (Bairut:Dar Al-kutub al-ilmiah 2003.M)
Ismail Al Baghdadi,Hidayat Al-a’rifin (Istanbul:Al-bahiyyah 1951.M)
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman al Dzahabi, Siyar a'lam al
nubala'(Maktabah Al-Islamiah 2011)
Ibn Katsir,Fadhail Al-Qur'an (Maktabah Al-Islamiah 2011)
D. Jurnal, Karya Ilmiah dan Artikel
Anshori, Ulum Al Qur’an, (Jakarta: Rajawali Press, 2013).
Masganti, Psikologi Agama (Medan: Perdana Publishing, 2011).

81
Buku Terjemah Said Hawwa, Mensucikan Jiwa (Robbani Press: Jakarta Timur,
2002), hlm. 175
A. Kadir Ahmad, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kualitatif, (Makassar:
Indobis Media Centre, 2003), hlm. 106.
Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2003), hlm. 73.
Tri Wibowo BS,Akulah Debu Di Jalan Al-Musthofa: Jejak-Jejak Awliya Allah, cet, I
(Jakarta DAMEDIA GROUP, 2015)
Djamaan Nur, Tasawuf dan Tarekat Naqsabandiyyah, (Medan: Usu Press, 2002)
M.Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an:Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung, Mizan, 1996)
M. Sholihin, Terapi Sufistik, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004)
Tim Penulis Mushaf Al-Qur'an, Spiritualitas dan Akhlak (Tafsir Al-Qur'an
Tematik)
Ilhaamie Abdul Ghani Azmi, Human Capital Development and
Organizational Performanc: A Focus on Islamic Perspective, Syariah Journal,
Vol. 17. No. 2 (2009)
Achmad Mubarok, Solusi Krisis Keruhanian Manusia Modern Jiwa dalam Al-
Qur'an.
Quraish Shihab dkk, Ensiklopedia Al-Qur'an: Kajian Kosakata.
Hamdani Bakran Adz-Dzakiy, Op.Cit, h. 117-118
Baharudin, Paradigma Psikologi Islami, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004)
Kafrawi Ridwan,Op.Cit, hlm. 342-344
Anas Ahmad Karzon,Tazkiyatun Naafs: Gelombang Energi Penyucian Jiwa
Menurut AlQuran dan As-Sunnah diatas Manhaj Salafus Shaalih,(Jakarta:
Akbar Media,2016), Cet. 4.
Rumadani Sagala, Pendidikan Spiritual Keagamaan (Dalam Teori dan
Praktik), (BandarLampung: SUKA-press, 2015)
Abd Al-Barra Sa'ad Ibn Muhammad At-Takhisi, Tazkiyah Nafs, diterjemahkan
oleh Muqimuddin Saleh (Solo: Pustaka Mantiq, 1996)
Musyrifah, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo

82
Persada, 2007)
Iqbal Irham, Membangun Moral Bangsa Melalui Akhlak Tasawuf.
(Ciputat: Pustaka Al-Ihsan, 2012)
Solihin, Tasawuf Termatik, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2003)
Abdul Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al-Azhar, (Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1993)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Tazkiyatun Naf Mensucikan jiwa dan
Menjernihkan Hati dengan Akhlak Mulia, Terjemahan M. Rasikh, Muslim Alif,
(Jakarta: Darus Sunnah Press, 2018)
Rifay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufisme (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002), cet.II.
Sokhi Huda, Tasawuf Kultural (Yogyakarta: LkiS, 2008).
Burhanuddin, “Zikir dan Ketenangan Jiwa (Solusi Islam Mengatasi Kegelisahan
dan kegalauan Jiwa”, Dalam, Jurnal Mimbar Media Intelektual Muslim dan
Bimbingan Rohani. Nomor 1, (2012).
Burhanuddin, Zikir dan Ketenangan Jiwa.
Rifay Siregar, Tasawuf dari Sufisme Klasik ke Neosufisme (Jakarta:2012).
Raja Grafindo Persada, 2002).
Siregar, Tasawuf dari Sufisme..

Hafid, Mukhlis, “Manajemen Tafakkur, Syukur Dan Kufur: Refleksi Dalam


Kehidupan”, dalam Jurnal Kariman Nomor 2, (2020).

Ahmad Zainal Abidin, Ajaibnya Tafakkur dan Tasyakur untuk


percepatan Rezeki (Yogjakarta: Sarifah,2014).

E. Skripsi
Mukhtar Syafangat Ngabdul Ghofur, “Konsep Tazkiyat Al-Nafs dalam al-
Quran” (Skripsi, Ilmu al-Quran dan Tafsir, Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Ponorogo, 2022).
Badarus, “Konsep Tazkiyah al-Nafs dalam Al-Quran dan Implikasinya dalam
Pengembangan Pendidikan Islam” (Skripsi, Univertitas Muhammadiyyah
Makassar, 2015).
Yuniarti “KONSEP TAZKIYATUN NAFS DALAM AL-QUR’AN (KAJIAN
SURAT ASY-SYAMS AYAT 9-10) DALAM PENDIDIKAN ISLAM ” (2019).

83
F. Kamus
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2007: 3).
Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir; Kamus Arab Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997).
KH.Taufiqul Hakim, At-taufiq,Kamus Arab bahasa jawa dan bahasa Indonesia
(El falah off set Bangsri,Jepara,2011).
Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Tasawuf, (Penerbit
Amzah, 2005), 7.
Ahsin W. Al-Hafidz, "Kamus Ilmu Al-Qur'an", (Jakarta: Amzah, 2006), cet. 2.
G. Halaman Web
https://eprints.ums.ac.id/25031/2/BAB_I.pdf(24 Agustus 2023)
https://repository.ptiq.ac.id/id/eprint/107/1/2016-
BUDI%20SAFARIANTO-2014.pdf(28 Agustus 2023)
http://repository.iainpalu.ac.id/id/eprint/205/1/Isramin.pdf (29 Agustus
2023

84
LAMPIRAN 1

85
LAMPIRAN 2

86
LAMPIRAN 3

87
LAMPIRAN 4

88
LAMPIRAN 5

89
LAMPIRAN 6

90
LAMPIRAN 7

91
LAMPIRAN 8

92
LAMPIRAN 9

93
BIOGRAFI PENULIS
1.1. Data pribadi
Nama Lengkap : Achmad Ali Usman

TTL : Pasuruan,30 Juli,1997

NIM : 16.1.17.1.06.456

Program Studi : Tasawuf dan Tarekat

Konsentrasi : Tasawuf Sunni Amali

Agama : Islam

Alamat : RT. 004, RW. 004, Ds. Jajar Tengah, Kec. Gondang Wetan.

Kab. Pasuruan

Warga Negara : Indonesia

Nama Ayah : Hafidz Aly

Nama ibu : Alimah

Email : ahmadaliusman.97@gmail.com

Nomor Telepon : 0816419884

94
1.2. RIWAYAT PENDIDIKAN
• SD N Ranggeh (Tahun 2003 s/d Tahun 2009)

• SMP IT AMTSILATI,Jepara (Tahun 2009s/d Tahun 2012)

• MADRASAH GHOZALIYYAH SYAFI’IYYAH (Tahun 2012 s/d

Tahun 2019)

• PP. Al-Anwar Sarang Rembang (Tahun 2012 s/d Sekarang)

• Ma’had Aly Iqna’ ath-Thalibin PP Al-Anwar Sarang Rembang

(Tahun 2019 s/d Sekarang)

95
DAFTAR ISI
BAB I ...................................................................................................................... 2
1.1 Pendahuluan ............................................................................................. 2
1.2 Latar Belakang.......................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 6
1.6 Kajian Pustaka ............................................................................................... 7
1.7 Metode penelitian .......................................................................................... 8
1.8 Sistematika Pembahasan ............................................................................. 10

96
DAFTAR ISI
BAB II ................................................................................................................... 12
TAHQIQ DAN TERJEMAH................................................................................. 12
2.1 Pendahuluan. ............................................................................................... 12
2.2 Biografi Imam Syahrawardi ........................................................................ 13
2.3 Tahqiq kitab Awãriful Ma’arif bāb Fi Takhsĩs As Sûfiyyah Bi Husni Al
Istimã’ beserta Terjemah per Qodiah……………………………………. ……19

97
DAFTAR ISI
BAB III.................................................................................................................. 51
PERANAN AL QUR’AN DALAM TAZKIAH AN NAFS................................. 51
3.1.Pendahuluan ................................................................................................ 51
3.2. Pengertian Tazkiah. .................................................................................... 51
3.3. Pengertian An-nafs...................................................................................... 52
3.4. Kosa kata Tazkiah an-Nafs dalam Al-Qur'an dan Hadits ........................... 53
3.5.Fungsi An-nafs. ............................................................................................ 60
3.6. Tingkatan An-nafs. ..................................................................................... 62
3.7.Keutamaan Tazkiah An-nafs. ...................................................................... 65
3.8. Tahapan Tazkiah An-nafs........................................................................... 66
3.9. Metode Tazkiyah an-nafs ........................................................................... 68

98
DAFTAR ISI
BAB IV ................................................................................................................. 79
PENUTUP ............................................................................................................. 79
4.1.Kesimpulan. ................................................................................................. 79
4.2.Saran. ........................................................................................................... 79
DAFTAR PUTAKA.............................................................................................. 81
BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................... 94
1.1. Data pribadi .................................................................................................... 94
1.2. RIWAYAT PENDIDIKAN .......................................................................... 95

99

Anda mungkin juga menyukai