Anda di halaman 1dari 1

perempuan yang menulis di dalam bus

Ketika bus berhenti di Manchester, kau terjaga. Langit masih gelap. Mungkin sudah menjelang
subuh. Kau tak menyalakan ponsel untuk memastikan waktu. Matamu masih terasa berat oleh
kantuk. Saat kau kembali memejamkan mata, terdengar suara lembut perempuan dekat sekali dari
samping kirimu, "May I sit here?"

Kau membuka mata dengan enggan. Mencoba tersenyum tipis. "Sure," katamu. Bagaimanapun dia
lebih berhak duduk di atas kursi di sampingmu ketimbang ransel hitammu yang sesak oleh buku.

Kau meraih ransel itu dan menaruhnya di bawah kursimu. "Thank you," kata dia seraya duduk tepat
di sebelahmu. Padahal, selepas dari stasiun bus Glasgow beberapa jam sebelumnya kau sudah
senang bisa menguasai dua kursi paling depan di bagian atas Megabus menuju London itu.

Selintas pandang dia perempuan sebayamu atau lebih tua beberapa tahun, berambut brunette
panjang lurus sepunggung. Dia mengenakan rok mini hitam melapisi legging yang tampaknya
berwarna ungu atau magenta barangkali. Lalu, kau mencoba meneruskan tidurmu yang sempat
terusik.

Menjelang Birmingham kau terbangun oleh sengatan sinar matahari yang hangat. Saat kau
membuka mata, silau menyergap. Lekas kau memakai kacamata minus yang semula kau sisipkan di
saku kemejamu. Lensanya yang bening segera menjadi gelap ditimpa sinar ultraviolet. Kau meraih
ponsel di saku jaket dan menyalakannya. Sudah menjelang pukul delapan.

Kau memasang earphone. "Ruby Tuesday" yang dimainkan The Rolling Stones mengalun di telinga:
"'There's no time to lose,' I heard her say. Catch your dreams before they slip away." Lagu itu
bercerita tentang seorang perempuan misterius yang datang dan pergi semaunya.

Pagi baru menggeliat. Kau duduk mengantuk di atas bus yang melaju. Di sebelahmu perempuan
berambut panjang itu sedang asyik menulis. Dia menulis dengan pena bertinta hitam di atas sebuah
buku besar folio bergaris yang terbuka di pangkuannya.Kau mengintip lewat sudut matamu.
Tampaknya dia sedang menulis surat. Atau sebuah cerita pendek? Dia terus menulis. Sementara itu,
kau terus menatap pemandangan sekitar jalan tol menuju kota. Kau sempat berpikir untuk menyapa
perempuan itu. Namun, kau tak ingin mengganggu keasyikan dia menulis. Ada sesuatu pada dirinya
yang mengingatkanmu kepada seseorang nun di masa lalu, tapi entah apa. Seseorang itu pernah
begitu dekat denganmu, tetapi kini terasa begitu jauh. Kau bahkan tak tahu bagaimana kabarnya dan
di mana dia sekarang. Ingatan itu membuat sesuatu yang lembut dan perih terasa menggores lagi
hatimu.Terbuat dari apakah ingatan? Apa sesungguhnya ingatan itu? Jika ingatan berwarna, apakah
warna sebuah ingatan yang membuatmu sedih? Di pinggiran Birmingham bus berhenti di satu halte
di tepi jalan. Perempuan dari Manchester itu berkemas. Sebelum beranjak, dia berpamitan
kepadamu. "Bye," ujarnya seraya tersenyum. Kau balas tersenyum, tetapi tak berkata apa-apa.

Kau belum sempat berkenalan dengannya.

Anda mungkin juga menyukai