Anda di halaman 1dari 3

VERTICAL FARMING : KARNA YANG HORIZONTAL SUDAH

TERLALU MAINSTREAM

Indonesia merupakan negara yang subur dan kaya akan sumber daya alam
dimana sektor pertanian atau agraris mempunyai peran besar dalam perputaran
ekonomi di negeri ini. Selain itu, dengan jumlah penduduk yang menempati
urutan terbesar keempat di dunia, menjadikan Indonesia akan selalu mengalami
peningkatan pertumbuhan penduduk yang signifikan setiap tahunnya. Dengan
demikian, pembukaan lingkungan hijau dan lingkungan produksi pangan seperti
sawah menjadi kawasan urban tidak dapat dihindari lagi. Di sisi lain, dengan
bertambahnya jumlah penduduk, tentu kebutuhan pangan juga akan terus
meningkat. Namun peningkatan kebutuhan pangan tersebut tidak dapat diimbangi
dengan perluasan lingkungan produksi pangan. Oleh sebab itu, produksi tanaman
melalui metode horizontal farming di masa mendatang tidak dapat lagi
diandalkan, sehingga dibutuhkan sebuah inovasi baru dalam pertanian yang dapat
menjawab permasalahan tersebut, salah satunya melalui teknik vertical farming.
Vertical farming atau pertanian vertikal merupakan sebuah metode
pertanian dimana tanaman ditanam secara bertingkat atau vertikal sebagai upaya
untuk meminimalisir penggunaan lahan pertanian yang menggunakan dua prinsip
utama yaitu pertanian hidroponik dan pertanian vertikultur.
Hidroponik merupakan teknik budidaya tanaman dengan
memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah dan lebih menekankan pada
pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Kebutuhan air pada budidaya secara
hidroponik lebih sedikit daripada kebutuhan air pada pertanian secara tradisional
yang menggunakan tanah. Jadi teknik hidroponik cocok diterapkan pada daerah
yang memiliki pasokan air terbatas. Sedangkan vertikultur merupakan suatu
teknik bercocok tanam di ruang sempit dengan memanfaatkan bidang vertikal
sebagai tempat bercocok tanam yang dilakukan secara bertingkat (Temmy, 2003).
Marsema Kaka Mone (2006),
Proyek pertanian vertikal ini, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1999
oleh Dickson Despommier, seorang professor Kesehatan Lingkungan dan
Mikrobiologi di Colombia University, New York, Amerika Serikat.

1
Kelebihan dari vertical farming sebagai sistem pertanian modern
diantaranya :
1. Pertanian vertikal merupakan sistem pertanian ramah lingkungan yang
dapat mengurangi penggunaan bahan bakar fosil. Hal ini dikarenakan
dengan menggunakan vertical farming, penggunaan bahan bakar fosil
seperti bensin dan solar otomatis akan berkurang dengan tidak
digunakannya traktor dan diesel dalam sistem pertanian.
2. Pertanian vertikal menciptakan kesempatan kerja baru sebagai upaya
pengurangan tingkat pengangguran serta peningkatan produktivitas
masyarakat.
3. Pertanian vertikal menawarkan janji perbaikan ekonomi terukur untuk
negara-negara terbelakang tropis dan subtropis, karena mereka
mengadopsi pertanian perkotaan sebagai strategi untuk produksi pangan
yang berkelanjutan.
4. Pertanian vertikal bisa mengurangi timbulnya konflik bersenjata atas
sumber daya alam, seperti air dan lahan untuk pertanian.

Dalam praktiknya, penerapan vertical farming masih terbatas pada negara


maju dengan penguasaan teknologi yang mumpuni seperti Singapura dan Korea
Selatan. Hal ini dikarenakan pada vertical farming dibutuhkan pencahayaan
buatan yang mirip dengan matahari serta pengaturan suhu, khususnya pada saat
musim dingin agar panen dapat dilakukan sepanjang tahun. Namun penggunaan
teknologi tersebut memakan dana maupun energi yang besar. Itulah salah satu
alasan kenapa negara maju seperti Amerika masih memilih untuk melakukan
impor daripada menggunakan sistem ini.
Dengan demikian, vertical farming sangat cocok diterapkan di negara
tropis seperti Indonesia, karena dengan matahari yang bersinar sepanjang tahun,
suhu udara serta kelembapan yang cukup stabil, tentu akan lebih menghemat
energi maupun biaya produksi dari vertical farming. Dengan menggunakan kedua
prinsip yang ada, vertical farming dapat dimodifikasi dan disesuaikan pada
kondisi pertanian dan perekonomian masyarakat Indonesia saat ini, seperti
modifikasi penggunaan teknologi yang modern dengan teknologi yang lebih

2
sederhana dan mempunyai manfaat yang sama. Meskipun start up biaya awal
untuk mendanai ide inovatif ini cukup besar, namun jika metode ini ditekuni,
maka keuntungan yang diperoleh dapat mengembalikan modal awal yang cukup
besar tersebut. Perhitungan modal dan keuntungan bisa dilihat pada lampiran I.
Jadi, Indonesia dapat menerapkan teknik vertical farming dengan tetap
memperhatikan jumlah kebutuhan pangan, klasifikasi jenis tanaman, analisa
neraca kebutuhan energi dan teknologi yang akan diterapkan. Diharapkan dalam
waktu dekat, Indonesia dapat memiliki proyek-proyek pertanian vertikal untuk
memperkuat perekonomian Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai