Anda di halaman 1dari 5

Kabupaten Tegal (Jawa: Hanacaraka: ꦠꦼꦒꦭ꧀, Pegon ‫ )ٓتڮل‬adalah salah satu kabupaten yang terletak di bagian barat laut

provinsi Jawa Tengah, Indonesia yang memiliki luas 878,79 km2. Pada pertengahan tahun 2023, jumlah penduduk
kabupaten Tegal sebanyak 1.704.700 orang.[1] [2]

Ibu kotanya terletak di kecamatan Slawi. Sebelumnya, ibu kota Kabupaten Tegal berada di Kota Tegal yang terletak di
sudut barat laut kabupaten ini, tetapi kemudian Kota Tegal secara administratif terpisah dari Kabupaten Tegal dan
membentuk wilayah sendiri. Kemudian digantikan oleh Kota Slawi sebagai ibu kota Kabupaten Tegal hingga saat ini, yang
merupakan pinggiran kota yang terletak sekitar 20 km dari selatan pusat kota dan dalam batas kabupaten.

Bersama dengan kota terdekat Pekalongan , sekitar lima puluh kilometer ke timur, Tegal adalah tempat kelahiran industri
gula kolonial Hindia Belanda , dan Kabupaten Tegal tetap menjadi pusat penghasil gula utama hingga pertengahan abad ke-
20. Kota ini berfungsi sebagai pelabuhan untuk mengekspor gula yang diproduksi di perkebunan terdekat. Tegal terkenal
dengan warungnya, biasa disebut "Warteg" atau warung Tegal.

Sejarah

Nama Tegal berasal dari nama Tetegal, tanah subur yang mampu menghasilkan tanaman pertanian. Sumber lain
menyatakan, nama Tegal dipercaya berasal dari kata Teteguall. Sebutan yang diberikan seorang pedagang asal Portugis
yaitu Tome Pires yang singgah di Pelabuhan Tegal pada tahun 1500–an.[butuh rujukan]

Kabupaten Tegal berdiri pada tanggal 18 Mei 1601. Cikal bakal berdirinya Kabupaten Tegal tidak dapat dipisahkan dari
sosok ketokohan Ki Gede Sebayu. Menurut silsilah, Ki Gede Sebayu merupakan keturunan trah Majapahit dari Batoro
Katong atau Syech Sekar Delima (Adipati Wengker Ponorogo). Ayah Ki Gede Sebayu bernama Pangeran Onje (Adipati
Purbalingga).

Sejak kecil, Ki Gede Sebayu diasuh oleh eyangnya yaitu Ki Ageng Wunut yang selama hidupnya diajari budi pekerti luhur.
Hal ini membawa dampak bagi perkembangan Ki Gede Sebayu yang tumbuh menjadi anak yang berperilaku ramah dan
santun. Setelah menginjak dewasa, Ki Gede Sebayu oleh ayahnya disuwitakan untuk menjadi prajurit di Keraton Pajang.
Sebagai prajurit tamtama, Ki Gede Sebayu memperoleh pendidikan keprajuritan dan ilmu kanuragan. Ki Gede Sebayu
mempunyai 2 orang anak yaitu Raden Ayu Rara Giyanti Subhaleksana dan Raden Mas Hanggawana.

Pada saat Arya Pangiri merebut takhta Pajang dari Pangeran Benowo. Ki Gede Sebayu pergi meninggalkan keraton Pajang
menuju Desa Sedayu. Ki Gede Sebayu kemudian bergabung dengan prajurit Mataram bersama Pangeran Benowo untuk
menyingkirkan Arya Pangiri.

Ketika itu Ki Gede Sebayu dengan tombak pendeknya menyerang prajurit Arya Pangiri, sehingga banyak yang tewas dan
akhirnya Arya Pangiri menyerah dan diusir dari Keraton Pajang. Kemudian Keraton pajang diserahkan kepada Pangeran
Benowo. Setelah selesai pertempuran (1587), Ki Gede Sebayu dan pengikutnya memutuskan untuk melakukan perjalanan
ke arah barat dan sampai di Desa Taji, Bagelan disambut oleh Demung Ki Gede Karang Lo.

Ki Gede Sebayu melanjutkan perjalanan ke Purbalingga untuk ziarah ke makam ayahnya. Setelah berziarah ke makam
ayahnya, Ki Gede Sebayu kemudian berjalan ke utara melewati Gunung Slamet. Sampai di Desa Pelawangan, ia lalu
menyusuri pantai utara ke arah barat dan sampailah di Padepokan Ki Gede Wonokusumo disekitar Kali Gung. Kedatangan
Ki Gede Sebayu bersama rombongan yang bermaksud “mbabat alas” membangun masyarakat tlatah Tegal disambut
gembira oleh Ki Gede Wonokusumo.

Melihat kesuburan tanahnya, Ki Gede Sebayu tergugah dan berniat bersama-sama penduduk meningkatkan hasil pertanian
dengan memperluas lahan serta membuat saluran pengairan. Daerah yang sebagian besar merupakan tanah lading
tersebut kemudian dinamakan Tegal.

Atas keberhasilannya, pada 18 Mei 1601 Panembahan Senopati mengangkat Ki Gede Sebayu menjadi Juru Demung
(Penguasa Lokal di Tlatah Tegal) dengan pangkat Tumenggung setingkat Bupati. Peristiwa inilah yang merupakan
berdirinya Kabupaten Tegal pada tanggal 18 Mei 1601.

Geografi

Bagian utara dari Kabupaten Tegal merupakan dataran rendah. Sedangkan di bagian selatan merupakan pegunungan,
dengan puncaknya Gunung Slamet (3.428 meter). Di perbatasan Kabupaten Pemalang, terdapat rangkaian perbukitan
terjal dan sungai besar yang mengalir, yaitu Kali Gung dan Kali Erang, keduanya bermata air di hulu Gunung Slamet.

Posisi Geografis

Kabupaten Tegal terletak di bagian barat laut Provinsi Jawa Tengah, dengan letak geografis 108°57'6"–109°21'30" BT dan
6°02'41"–7°15'30" LS. Dan mempunyai letak yang strategis pada jalan Semarang–Tegal–Cirebon serta Semarang–Tegal–
Purwokerto dan Cilacap, dengan fasilitas pelabuhan di Kota Tegal.
Batas Wilayah

Utara Laut Jawa, dan Kota Tegal,

Timur Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Purbalingga

Selatan Kabupaten Brebes dan, Kabupaten Banyumas

Barat Kabupaten Brebes, dan Kota Tegal

Pemerintahan

Bupati

Artikel utama: Daftar Bupati Tegal

Bupati yang menjabat di kabupaten Tegal saat ini yakni Umi Azizah, didampingi wakil bupati Sabilillah Ardie. Mereka
adalah pemenang pada pemilihan umum bupati Tegal 2018. Mereka dilantik pada 8 Januari 2019, oleh gubernur Jawa
Tengah, Ganjar Pranowo, di Gedung Gradhika Jalan Pahlawan Semarang

Kecamatan

Artikel utama: Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Tegal

Secara administratif Kabupaten Tegal terbagi dalam 18 kecamatan, yang terdiri atas 281 desa dan 6 kelurahan. Sejak
berdiri, pusat pemerintahan Kabupaten Tegal berada di Tegal. Namun sejak diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor
2 Tahun 1984, pusat pemerintahannya dipindahkan dari wilayah Kota Tegal ke Kecamatan Slawi. Tahun 1986, Kecamatan
Sumurpanggang dilebur kedalam wilayah Kota Tegal, bersama dengan beberapa desa dari Kecamatan Dukuhturi menurut
Peraturan Pemerintah no 7 tahun 1986. Mulai akhir tahun 1989, Kecamatan Slawi dikembangkan menjadi Ibu kota
Kabupaten Tegal. Pada tahun 2020, jumlah penduduknya mencapai 1.596.996 jiwa dengan luas wilayah 878,79 km² dan
sebaran penduduk 1.817/km².[9][10][11]

Penduduk

Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten terpadat di Jawa Tengah. Persebaran populasi yang paling utama, yaitu
di selatan Kota Tegal dan sepanjang Jalan Raya Tegal–Slawi.

Bahasa Jawa

Dalam keseharian, masyarakat Kabupaten Tegal menggunakan bahasa Jawa dengan dialek Tegal. Namun, bahasa Jawa
Tegal di wilayah ini memiliki sub-dialek yang beragam, bahkan berbeda desa dan kecamatan pun bisa berbeda pula
dialeknya.

Perbedaan yang paling mencolok adalah perbedaan dialek wilayah utara dan selatan Kabupaten Tegal. Wilayah selatan
memiliki intonasi yang unik. Setengah Tegalan, setengah lagi Bumiayu. Orang Tegal bagian selatan juga lebih sering
menggunakan kata "rika" untuk menyebut kata "anda", terpengaruh dari bahasa Jawa dialek Banyumasan, berbeda dengan
wilayah utara yang lebih sering memakai "sampeyan". Penutur sub-dialek selatan berada di wilayah Lebaksiu, Balapulang,
Margasari, Prupuk, Bojong, Bumijawa, Jatinegara, serta sebagian desa di wilayah Pangkah, dan Pagerbarang.

Sedangkan wilayah utara cenderung ke arah sub-dialek Kota Tegal-Brebes yang mengalun dan memanjangkan fonem
akhir. Selain itu, sub-dialek wilayah utara juga terpengaruh oleh kosakata-kosakata dari bahasa etnis lain seperti bahasa
Jawa dialek Pesisiran pada umumnya, contoh kata ente untuk menyebut kata "anda" (pengaruh dari bahasa Arab) Penutur
sub-dialek utara berada di wilayah Kramat, Suradadi, Warureja, Dukuhturi, Pagerbarang, Adiwerna, Talang, dan sebagian
desa di kecamatan Tarub.

Di daerah kecamatan adiwerna memiliki banyak dialek yang hanya di tuturkan di adiwerna seperti contohnya tolop
(kelereng) Lebedang (ujung meja) Ento-ento (mata kaki) dan lainnya.

Sedangkan wilayah tengah memiliki dialek yang unik karena merupakan pertemuan antara wilayah utara dan selatan
seperti Slawi, Dukuhwaru, Pangkah, Tarub, Kedungbanteng, dan sebagian desa di kecamatan Lebaksiu.

Bahasa Sunda

Selain bahasa Jawa, dituturkan juga bahasa Sunda di Desa Prupuk Selatan, Kecamatan Margasari yang berbatasan dengan
Kecamatan Tonjong, Kabupaten Brebes tepatnya di sepanjang sungai Pemali. Bahasa Sunda yang digunakan oleh penduduk
Tegal di Margasari umumnya berfungsi sebagai bahasa kedua atau bilingual. Dalam satu kasus, penarik perahu lokal akan
menggunakan bahasa Sunda jika berada di sebelah barat sungai Pemali (Tonjong, Brebes), sedangkan ketika berada di
sebelah timur (Margasari, Tegal) akan bertutur menggunakan bahasa Jawa.[12]

Ekonomi

Masyarakat Kabupaten Tegal banyak yang membuka usaha di sektor industri rumah tangga, di antaranya pengecoran,
pengerjaan logam, tekstile, shuttlecock, furniture, dan gerabah. Terdapat juga pabrik industri bahan baku kapur tulis dan
bubuk di daerah Margasari sebagai pemasok utama bubuk di Kabupaten Tegal. Karena banyaknya industri rumah tangga
di wilayahnya, Kabupaten Tegal pernah mendapat julukan "Jepang-nya Indonesia" di masyarakat pada masa lalu.

Masyarakat Kabupaten Tegal berusaha di sektor pertanian dan perkebunan, terutama di bagian selatan Kabupaten Tegal,
yaitu Kecamatan Bumijawa dan Bojong.

Di sektor kelautan dan perikanan, warga pesisir, terutama Kecamatan Suradadi mencari ikan di Laut Jawa sampai ke Laut
Tiongkok Selatan (kepulauan Riau). Hasil tangkapan tersebut, dijual ke pelabuhan perikanan Jakarta, Cirebon, Pekalongan
dan Kota Tegal. Warga pesisir Kabupaten Tegal juga banyak yang membuka usaha tambak udang windu, dan ikan bandeng
(juga penjualan bibitnya). Di sektor peternakan, masyarakat Kabupaten Tegal banyak mengusahakan peternakan ayam,
dan Itik Tegal (Indian Runner) untuk suplai industri telur asin di Brebes. Di pedesaan terdapat juga ternak kambing, sapi,
dan kerbau, yang diusahakan secara tradisional.

Masyarakat Kabupaten Tegal juga banyak yang merantau ke kota-kota lain di pulau Jawa terutama Jakarta dan pulau-pulau
lain. Sebagian besar membuka usaha Warung Tegal (warteg) yang tergabung dalam Kowarteg (Koperasi Warung Tegal),
menjual martabak telor (dari warga Kecamatan Lebaksiu), dan lain-lain. Setiap menjelang Hari Raya Idul Fitri warga
Kabupaten Tegal mudik dari perantauan, dan membawa uang hasil usaha selama di perantauan. Selama masa mudik itulah,
ekonomi Kabupaten Tegal menjadi lebih semarak perputaran uangnya dan lebih dinamis.

Kesenian

Tari Endel

Tari Topeng Endel, tarian yang begitu familiar di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Tarian ini hanya dilakukan oleh
perempuan saja karena sifat dari tari topeng ini adalah genit, gemulai, terampil, dan berani. Tarian ini bisa dilakukan
perseorangan maupun bersama-sama (kolosal) di berbagai macam acara.

Gerak penari memperlihatkan bayangan seolah sedang bercumbu dengan pangeran. Gemulainya para penari yang
bergerak-gerak begitu lembut disertai dengan musik gamelan, mampu menghipnosis siapapun yang menonton. Busana
yang digunakan untuk Tari Topeng Endel mirip dengan kostum yang dikenakan penari Tari Gambyong. Dengan diiringi
gending lancaran ombak banyu laras slendro manyuro, penari akan memperlihatkan bagaimana sosok wanita Jawa yang
sesungguhnya yang penuh dengan sikap halus, lembut dan keibuan. Sifat wanita ini sebenarnya tidak diartikan bahwa
seorang wanita Jawa adalah wanita terjajah. Tari Endel pernah tercatat di Museum Rekor Indonesia (MURI) dengan
peserta terbanyak, yaitu 1.700 yang terdiri dari murid-murid SD, bertempat di Kantor Pemerintah Kabupaten Tegal dalam
rangka memperingati Hari Jadi ke-470 kabupaten tersebut.

Tari Topeng Panji

Tarian ini menggambarkan tokoh bernama Panji, seseorang yang gagah berani dan berwatak halus. Sehingga gerakan
tariannya terlihat halus.[14]

Tari Topeng Kresna

Tarian ini menggambarkan tokoh bernama Kresna yang ada dalam wayang kulit Purwo. Karakter dari Kresna sendiri
adalah cerdik, sakti, berwibawa, tidak sombong, arif, dan bijaksana dan dari gerakannya yang tegas, tegap, dan langkahnya
yang pasti.

Tari Topeng Layapan Alus

Tarian ini menggambarkan tokoh yang bernama Bambangan, seorang kesatria yang gagah berani, cerdik, tangkas, memiliki
watak halus, dan berbudi luhur. Gerakan tarian ini halus dan lincah.

Tari Topeng Patih (Ponggawa)


Tarian ini menggambarkan tokoh patih atau ponggawa kerajaan. Seorang patih yang digambarkan sebagai seorang
kesatria, gagah berani, cerdik, tangkas, dan luhur budi pekertinya. Gerakan tarian ini lincah.

Tari Topeng Kelana

Tarian ini menggambarkan seorang tokoh bernama Kelana. Kelana merupakan tokoh yang mempunyai pribadi yang gagah
berani, cerdik, tangkas, dan luhur budinya. Gerakan tariannya adalah tegap dan lincah.

Sintren

Sintren (atau juga dikenal dengan Lais) adalan kesenian tari tradisional masyarakat Jawa, khususnya di Cirebon. Kesenian
ini terkenal di pesisir utara Jawa Barat dan Jawa Tengah, antara lain di Indramayu, Cirebon, Majalengka, Jatibarang, Brebes,
Pemalang, Tegal, Banyumas, Kuningan, dan Pekalongan. Kesenian Sintren dikenal sebagai tarian dengan aroma
mistis/magis yang bersumber dari cerita cinta kasih Sulasih dengan Sulandono.

Tari Kuntul Tegalan

Tari Kuntul Tegalan atau Kuntulan adalah salah satu seni tradisional yang ada di Tegal, Kabupaten Tegal khususnya. Tarian
ini memadukan unsur seni pencak silat dan diiringi dengan rebana dan shalawat. Jadi gerakan Kuntulan ini merupakan
perpaduan antara seni Islami dan Jawa kontemporer. Apabila diperhatikan secara detail, tarian ini menggambarkan
prajurit yang sedang berlatih bela diri untuk mempertahankan diri. Untuk kostumnya sendiri berwarna putih-putih.[15]

Musik tegalan

Musik Tegalan adalah musik khas daerah Jawa Tengah, yang berpusat di Kota Tegal sebagai pionir munculnya jenis musik
ini. Jenis musik ini diciptakan pada akhir era 70-an sebagai promosi pariwisata yang sedang digalakkan oleh pemerintah
daerah setempat. Pencetusnya adalah Lanang Setiawan, Nurngudiono, Dhimas Riyanto, Najeeb Balapulang, dan Tri Widarti
sebagai pelantun lagu-lagu tegalan generasi pertama.

Wayang Golek Tegal

Wayang Golek Cepak Tegalan atau biasa disebut Wayang Golek Tegal merupakan wayang asli dari Tegal, wayang ini biasa
dimainkan dalam pertunjukan wayang oleh seorang dalang bernama Ki Enthus Susmono yang juga merupakan seorang
Bupati Kabupaten Tegal. Beliau menamakannya Lupit dan Slenteng yang juga dijadikan sebagai maskot Kabupaten Tegal.
Wayang ini terbuat dari kayu kedondong jaran, jenis kayu ini dipilih karena kualitasnya yang bagus dan memiliki
ketahanan prima. Untuk mewarnai wayang ini, pengrajin menggunakan cat semprot kendaraan roda empat

Ruwat Bumi Guci

Tradisi dilakukan sebagai bentuk ungkapan syukur atas kemakmuran yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan juga
memohon keselamatan dari segala macam mara bahaya, masyarakat Guci dan sekitarnya (Desa Rembul dan Desa
Pekandangan), di lokasi Objek Wisata Guci, mengadakan upacara tradisional tahunan setiap bulan Muharram (Suro).[18]

Prosesi dimulai dengan arak-arakan Gunungan atau Sesajian beraneka macam hasil panen dan dilanjutkan dengan ritual
memandikan Kambing Kendit (kambing khusus yang berwarna hitam dengan lingkar putih di perutnya). Kemudian
dilanjutkan dengan menaburkan kembang setaman pada lokasi pemandian di sekitar Guci (Pancuran 13). Ritual ini
menjadi simbol kasih sayang terhadap makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan kambingnya sendiri merupakan
simbol dari kehidupan yang akan terus berputar. Usai prosesi memandikan kambing, dilaksanakan upacara dan
pembacaan riwayat Guci dengan menggunakan Bahasa Tegalan. Beberapa sambutan dari pihak penyelenggara dan
Pemerintah daerah pun disampaikan sebagai bentuk dukungan untuk melestarikan tradisi Ruwat Bumi Guci. Kemudian
diakhiri dengan rebutan gunungan, do’a bersama, dan hiburan yang biasanya diisi dengan tarian khas Tegal.

Menurut Ki Enthus Susmono, dalang kondang tingkat nasional yang berasal dari Tegal, Tradisi Ruwat Bumi di Guci
bukanlah tradisi syirik, melainkan tradisi untuk merawat bumi. Masyarakat Guci sendiri meyakini jika terjadi hujan deras
saat prosesi adat acara Ruwat Bumi Guci berlangsung, merupakan bentuk keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa kepada
masyarakat Kabupaten Tegal khususnya warga Guci.

Penjamasan Makam Sunan Amangkurat Agung

Tradisi upacara adat Pejamasan ini diselenggarakan setiap bulan Suro dengan ritual membersihkan benda pusaka dan tirai
penutup makam Sunan Amangkurat Agung. Menurut sejarah, Sunan Amangkurat Agung merupakan seorang tokoh penting
pendiri Kabupaten Tegal yang dikenal sebagai keturunan dari Raja Mataram Sultan Agung Hanyakrakusuma.

Prosesi Jamasan sendiri diawali dengan tahlil, wirid, membacakan sahadat, dan sholawat serta mendoakan Amangkurat I.
Doa dalam Penjamasan Makam Sunan Amangkurat Agung ditujukan agar para leluhur diampuni dosanya dan diberikan
tempat yang layak di sisi Allah Swt. Usai kegiatan doa bersama, dilanjutkan dengan penggantian kelambu, yang kemudian
kelambu lama digabungkan bersama dengan kelambu raja-raja Mataram lainnya dilarung ke Pantai Selatan.
Sedekah Bumi Cacaban

Kegiatan ini diselenggarakan oleh masyarakat setempat dengan segenap sumber daya yang dimiliki bekerja sama dengan
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal sebagai fasilitator dan pendukung. Sedekah Bumi Waduk Cacaban
merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam rangka melestarikan budaya daerah dan juga sebagai bentuk rasa syukur
kepada Allah SWT atas hasil bumi yang diperoleh.

Kegiatan ini ditujukan untuk menarik pengunjung sekaligus dijadikan sebagai momen penting pembelajaran bagi
peningkatan kesadaran masyarakat setempat dalam menyambut pengunjung serta menjaga kelestarian alam Objek Wisata
Cacaban.

Festival Jamu dan Kuliner

Kabupaten Tegal merupakan salah satu peserta tetap Festival Jamu dan Kuliner yang diadakan tiap tahun untuk bersaing
dengan Kota/ Kabupaten se-Jawa Tengah. Kabupaten Tegal senantiasa menampilkan stan terbaik dan menawarkan
produk-produk jamu serta kuliner unggulan. Produk jamu Kabupaten Tegal didukung dengan berbagai jenis tanaman dan
bahan yang contohnya dapat dilihat di lokasi Wisata Kesehatan Jamu (WKJ) Danawarih.

Ruwat Bumi Purwahamba Indah

Ini merupakan kegiatan rutin tahunan yang dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tegal dengan
bentuk upacara adat yang diisi berbagai jenis hiburan. Tradisi ini dilaksanakan pagi, siang, dan malam harinya diadakan
pagelaran wayang semalam suntuk.

Keunikan dari tradisi Ruwatan di Bumi Purwahamba Indah adalah digelarnya festival "Grebeg Klapa Ijo" yang dapat diikuti
oleh masyarakat Kabupaten Tegal. Tujuan tradisi ruwatan sebagai perwujudan syukur kepada Allah SWT sekaligus
memohon agar warga terhindar dari berbagai macam bencana. Kegiatan ini merupakan wujud partisipasi warga
masyarakat dalam rangka melestarikan budaya daerah sekaligus sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT atas segala
rejeki yang diperoleh dari hasil usaha khususnya bagi para pedagang di sekitar Objek Wisata Purwahamba Indah

Ruwatan sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk tradisi masyarakat yang sudah ada sejak lama sebelum kedatangan
agama ke tanah Jawa. Kata Ruwat dalam bahasa sanskerta dapat diartikan sebagai pembebasan, penyucian. Kemudian kata
yang hampir mirip, yaitu Rawat atau Reksa diartikan sebagai memelihara.

Rebo Wekasan

Rebo Wekasan atau bisa juga disebut Rebo Pungkasan merupakan salah satu tradisi masyarakat yang dilaksanakan pada
hari Rabu terakhir di bulan Safar kalender lunar versi Jawa dengan tujuan untuk 'talak bala' (menolak bencana). Kegiatan
yang dilakukan berkisar pada berdoa, shalat sunnah dan bersedekah. Selain itu ada juga kegiatan mencukur beberapa helai
rambut dan membuat bubur merah dan putih yang kemudian dibagikan kepada tetangga sekitar.

Moci

Budaya minum teh sebagai teman ngobrol, biasanya dilakukan beramai-ramai. Teh direbus pada poci tanah (teh poci).
kemudian dituang ke dalam cangkir dengan gula batu. Teh dalam cangkir tidak diaduk agar rasa manis tetap ada meski
cangkir hampir habis dan terus dituangi teh.

Anda mungkin juga menyukai