DISUSUN OLEH:
Mega Anggreni (2018510046)
Student ID : 2018510046
Telah menyelesaikan tugas akhir di stase psikiatri sebagai Mahasiswa Koas di Rumah Sakit
Stella Maris.
Supervisor Pembimbing I
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
BAB I LAPORAN KASUS 2
I. IDENTITAS PASIEN 2
II. ANAMNESIS 2
III. PEMERIKSAAN MENTAL 3
IV. ASESMEN 6
V. TATALAKSANA 6
VI. RESUME 7
BAB II TINJUAN PUSTAKA 8
A. SERANGAN DAN GANGGUAN PANIK 8
I. PENDAHULUAN 8
II. PREVALENSI 8
III. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI 9
IV. GEJALA KLINIS 9
V. PENATALAKSANAAN 10
VI. PROGNOSIS 11
BAB III KESIMPULAN 12
DAFTAR PUSTAKA 13
iii
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Yohana Sangga
Jenis Kelamin : Perempuan
Usian : 56 tahun
Agama : Kristen
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 21 Juni 2023 di
Rumah Sakit Stella Maris Makassar pukul 17:20 WITA.
● Keluhan Utama :
Pasien mengalami susah tidur, gelisah, tidak tenang, dan ketakutan terutama saat
pasien sedang sendirian dirumah tetapi merasa tidak takut lagi saat ada orang yang
pasien ajak bercerita.
● Riwayat Penyakit Sekarang :
Pertama dirasakan setelah operasi gondok tahun 2015, keluhan makin sering
semenjak 3 tahun lalu dan memburuk saat terjadi pembunuhan kepada tetanggga
anakknya di Papua serta kecelakaan anak bungsunya. Pasien mulai berobat di Poli
Jiwa RS Sella Maris dengan dr. Agus Japari, Sp.KJ semenjak tahun 2018.
● Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat Gondok yang sudah dioperasi tahun 2015.
● Riwayat Pengobatan Sebelumnya :
o Riwayat Operasi : Ada
o Riwayat Alergi : Tidak Ada
o Riwayat Transfusi : Tidak Pernah
● Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat penyakit serupa dalam keluarga tidak ada, riwayat DM (-), hipertensi
(-), penyakit jantung (-), riwayat penyakit autoimun (-).
● Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang selalu dirumah.
2
III. PEMERIKSAAN MENTAL
Pemeriksaan mental telah dilakukan di ruang tunggu Apotek Stella Maris pada
21 Juni 2023, dengan cara wawancara antara pemeriksa - pasien.
3
11 Halusinasi (persepsi tanpa objek) Pasien tidak mengalami halusinasi dalam bentuk
apa pun
12 Ilusi (Kesalahan mempersepsikan Persepsi pasien terhadap objek dalam batas normal
objek)
13 Depersonalisasi (persepsi diri yang Pasien mempersepsikan dirinya dalam batas
salah) normal
14 Derealisasi (persepsi terhadap Persepsi pasien terhadap lingkungannya normal
lingkungan yang salah) dan tidak terganggu
V. Alam Pikiran
15 Proses dan bentuk pikir Proses pikir pasien dalam batas normal, tidak
terlihat ada kejanggalan. Pasien dapat menerima
keadaannya serta selalu menguatkan diri untuk
bisa menerima keadaannya dan selalu berserah
pada Tuhan.
16 Isi Pikiran : waham, obsesi, preokupasi Pasien tidak memiliki gangguan waham, obsesi
maupun preokupasi. Isi pikiran dalam batas
normal
VI. Sensorium dan Fungsi Kognitif
17 Kesiagaan dan tingkat kesadaran Kontak mata normal, verbal normal, motorik
normal, pasien compos-mentis
18 Orientasi
Orientasi waktu Orientasi waktu pasien dalam batas normal–
pasien mengerti dan sadar terhadap posisi
waktunya dalam lingkup hari tersebut (pasien
mampu mengutarakan tentang datang ke poli
pukul sekian dan menunggu antrean obat sejak
pukul sekian)
Orientasi tempat Orientasi tempat pasien dalam batas normal–
pasien mengerti dan sadar terhadap posisi dirinya
dalam lingkungan sekitar (pasien sadar bahwa
dirinya sedang berada di rumah sakit Stella Maris,
pasien sadar bahwa dia pergi kemari dari
rumahnya dengan moda transportasi mobil)
Orientasi orang Orientasi orang pasien dalam batas normal– pasien
sadar dan mampu membedakan serta mengingat
orang-orang di sekitarnya tanpa gangguan (pasien
sadar akan identitas pemeriksa, dr. Agus Japari,
keluarganya dan juga suster/perawat)
19 Daya Ingat
Daya ingat segera Pasien juga dapat mengikuti pembicaraan dari
awal-akhir dan mampu menyadari serta menjawab
pertanyaan berulang.
4
Daya ingat sedang Dalam batas normal
Daya ingat jangka pendek Pasien mampu mengingat apa yang dia makan saat
sarapan, mengapa dia datang ke poli jiwa namun
pasien sudah tidak mengingat kapan pasien
pertama kali datang ke poli jiwa, hari apa dia harus
merujuk kembali, hari apa terakhir datang ke poli
jiwa, dan lain-lain.
Daya ingat jangka panjang Pasien mampu mengingat dan menjabarkan
kejadian-kejadian masa lalunya– pasien ingat
tentang keadaan anggota keluarganya, kecelakaan
anak bungsunya dan tragedi pembunuhan yang
menimpah tetangga anaknya saat masih tinggal di
Papua bersama anak dan cucunya.
20 Konsentrasi dan perhatian Pasien mampu menjawab pertanyaan pemeriksa
tanpa berpikir panjang dan langsung terhubung
dengan alur percakapan. Kontak mata pasien baik
dan tidak terganggu atau teralihkan sekali pun.
21 Pikiran abstrak Pasien mampu berfikir abstrak.
22 Intelegensi dan kemampuan informasi Cukup.
(tingkat pengetahuan)
23 Bakat kreatif Bakat kreatif: Pasien mengaku tidak memiliki
bakat kreatif tertentu/khusus.
24 Kemampuan menolong diri sendiri Kemampuan menolong diri sendiri: Terlihat baik,
pasien mampu beraktivitas mandiri tanpa bantuan
dan gangguan
VII Pengendalian Impuls
25 Pengendalian impuls
Baik (+) Pengendalian impuls pasien terlihat baik.
Tidak terlihat ada tindakan impulsif selama
pemeriksaan. Pasien pun mengaku bahwa dia
mampu menahan diri dari tindakan-tindakan
impulsif yang merugikan (merokok, luapan emosi,
impulsive eating, impulsive shopping, dan lain-
lain)
Terganggu (-)
IV. ASESMEN
1. Diagnosis: Severe depressive episode with psychotic symptoms
2. Diagnosis banding: -
V. TATALAKSANA
1. Medicamentosa:
2. Edukasi:
- Menjelaskan kepada pasien tentang keluhan yang dideritanya– kemungkinan
diagnosis dan tatalaksana ke depannya.
- Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit mental membutuhkan kemauan
dan konsistensi pasien untuk mengubah keadaannya sendiri dan obat hanya
memberikan bantuan untuk menstabilkan keadaan pasien sehari-hari saja.
- Menjelaskan bahwa pasien akan melalui proses pengobatan dan terapi yang
cukup panjang ke depannya.
6
VI. RESUME
Ibu Yohana (57 tahun) mengeluh merasakan susah tidur, gelisah, tidak
tenang, dan ketakutan. Keluhan ini pertama kali dirasakan setelah operasi thyroid
tahun 2015 dan pasien mulai merasakan keluhannya memberat saat 3 tahun lalu,
seperti ketakutan dan cemas terutama saat pasien sendirian di rumah. Pasien
mengatakan bahwa suaminya yang setiap hari bekerja selalu meninggalkan pasien
beserta anak bungsunya dirumah, namun karena anak bungsunya mengalami
kecelakaan sehingga tidak bisa melakukan aktivitasnya dengan baik (sering
dikamar) sehingga pasien selalu sendirian yang membuat perasaan takutnya semakin
memburuk, namun pada saat pasien bertemu dengan oranglain ataupun menerima
tamu atau saat bersama anknya pasien mengatakan bahwa perasaan takut dan
cemasnya seketika langsung hilang. Pasien mulai berobat di Poli Jiwa RS Stella
Maris dengan dr. Agus Japari, Sp.KJ semenjak Agustus 2022.
Saat dilakukan pemeriksaan mental, pasien merasa bahwa keluhan-
keluhannya kemungkinan timbul karena banyak faktor penyebab stres; tragedi
pembunuhan tetangga anaknya, kecelakaan anak terakhirnya yang menyebabkan
anaknya lumpuh, serta pasien yang selalu sendiri di rumah. Namun meskipun begitu,
pasien yakin bahwa setiap hal yang ia alami adalah ujian dari Tuhan dan selalu
berusaha untuk berfikir posistif.
Diagnosis utama adalah Severe depressive episode with psychotic
symptoms.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
Depresi adalah suatu periode terganggunya fungsi manusia yang dikaitkan
dengan perasaan yang sedih serta gejala penyertanya, dimana mencakup hal-hal
seperti perubahan pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, rasa lelah,
anhedonia, rasa tak berdaya dan putus asa dan bunuh diri (Kaplan, 2010).
Pada pasien bunuh diri didapatkan penurunan jumlah serotonin yang
merupakan pencetus gangguan depresi. (Kaplan, 2010). Angka kejadian gangguan
depresi meningkat sekitar 2-3 kali dari populasi umum pada individu yang memiliki
riwayat gangguan depresi di keluarganya. (Rush dkk, 2006) Adapun faktor
psikososial yang berperan seperti penurunan rasa percaya diri, kemampuan
mengadakan hubungan intim, perpisahan, kemiskinan, kesepian, penyakit fisik dan
penurunan interaksi sosial (Burke dkk, 2005).
Tiap orang memiliki gejala gangguan depresif yang berbeda-beda tergantung
dari beratnya gejala yang dialami. Pola pikir, perasaan, perilaku seseorang dan
kesehatan fisik biasanya terpengaruh oleh gangguan depresi yang dialaminya.
Keluhan yang sering dijumpai pada pasien dengan gangguan depresi seperti keluhan
pada sistem pencernaan dan nyeri bagian atau seluruh badan. Sebagian besar
keluhan yang dialami mereka karena kecemasan dan stres yang besar yang terkait
akan gangguan depresifnya. Gejala yang muncul dapat dibagi menjadi hal yang
terkait dalam perubahan cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. (Depkes, 2007)
Diagnosis gangguan depresi dapat ditegakkan berdsarkan PPDGJ III (Pedoman
Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang berpedoman pada DSM-IV.
II. PREVALENSI
Prevalensi gangguan depresif berat 6 didapatkan pada laki-laki sekitar 15%
dan perempuan dapat mencapai 25%. Sehingga perempuan memiliki kecenderungan
lebih besar dari pada lakilaki untuk mengalaminya. (Depkes, 2007). Episode depresi
berat dengan gejala psikotik merupakan depresi yang parah walau bukan penderita
psikotik.
Diagnosis gangguan ini ditegakkan berdasarkan adanya gejala episode
depresif berat ditambah dengan gejala psikotik. Gejala psikotik yang didapatkan
seperti adanya waham, halusinasi atau stupor depresif. Waham biasanya melibatkan
ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa
8
suara yang menghina atau menuduh, atau bau kotoran atau daging membusuk.
Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor.
Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau
tidak serasi dengan afek (mood congruent) (Maslim, 2001) Psikoterpai bermanfaat
untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan-keluhan dan mencegah kambuhnya
pola perilaku maladaptif atau gangguan psikologik.
V. PENATALAKSANAAN
Psikoterapi dapat diberikan secara individual, kelompok, atau
pasangan sesuai dengan gangguan psikologis yang dialaminya. (Kaplan, 2010) Efek
antidepresan yang diberikan mulai muncul dalam 1-3 bulan, sebelum dapat
9
mengurangi atau menghilangkan gejala meskipun efek yang didapatkan telah
memberikan hasil yang baik dalam 2-3 minggu.
Obat antidepresan yang digunakan dalam mengatasi depresi mencakup
golongan trisiklik, tetrasiklik, monoamine oxydase inhibitor reversible¸ selective
serotonin reuptake inhibitors (SSRI), dan atipikal. SSRI merupakan lini pertama
pengobatan depresi. (James Blumenthal dkk, 2007)
Fluoxetine merupakan obat golongan SSRI yang digunakan untuk
pengobatan depresi. Obat ini bekerja dengan menghambat resorpsi dari serotonin.
Kerja obat ini menghambat re-uptake serotonin dan noradrenalin dan tidak bersifat
selektif. Dosis terapi obat ini yaitu 20 mg/hari (pagi), maksimal 80 mg/hari (dalam
dosis tunggal atau terbagi). Efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu gagal ginjal
berat, hipersensitif terhadap fluoxetin, penggunaan bersama MAO. (Maslim, 2007).
Risperidone merupakan jenis antipsikotik atipikal. Mekanisme kerja obat ini
yaitu dengan memblok dopamin pada reseptornya di pasca sinaptik pada otak
khususnya sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal. Obat ini selain berafinitas
dengan Dopamin D2 receptors juga terhadap Serotonin 5HT2 receptors sehingga
efektif untuk gejala positif dan negatif. Dosis terapi yang digunakan yaitu 4-6 mg
perhari. Efek samping yang bisa terjadi seperti sedasi, sakit kepala, mual, muntah,
konstipasi, insomnia dan berdebar. (Maslim, 2007).
Obat yang diberikan kepada pasien:
VI. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada diagnosis yang tepat dan sedini mungkin, terapi
yang adekuat, serta dukungan dari keluarga.
Pada pasien bunuh diri didapatkan penurunan jumlah serotonin yang
merupakan pencetus gangguan depresi. (Kaplan, 2010). Angka kejadian gangguan
depresi meningkat sekitar 2-3 kali dari populasi umum pada individu yang memiliki
riwayat gangguan depresi di keluarganya. (Rush dkk, 2006) Adapun faktor
psikososial yang berperan seperti penurunan rasa percaya diri, kemampuan
mengadakan hubungan intim, perpisahan, kemiskinan, kesepian, penyakit fisik dan
penurunan interaksi sosial (Burke dkk, 2005).
10
Tiap orang memiliki gejala gangguan depresif yang berbeda-beda tergantung
dari beratnya gejala yang dialami. Pola pikir, perasaan, perilaku seseorang dan
kesehatan fisik biasanya terpengaruh oleh gangguan depresi yang dialaminya.
Keluhan yang sering dijumpai pada pasien dengan gangguan depresi seperti
keluhan pada sistem pencernaan dan nyeri bagian atau seluruh badan. Sebagian
besar keluhan yang dialami mereka karena kecemasan dan stres yang besar yang
terkait akan gangguan depresifnya. Gejala yang muncul dapat dibagi menjadi hal
yang terkait dalam perubahan cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. (Depkes,
2007) Diagnosis gangguan depresi dapat ditegakkan berdsarkan PPDGJ III
(Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III) yang berpedoman pada
DSM-IV.
BAB III
KESIMPULAN
Depresi adalah suatu periode terganggunya fungsi manusia yang dikaitkan dengan
perasaan yang sedih serta gejala penyertanya, dimana mencakup hal-hal seperti perubahan
pola tidur dan nafsu makan, psikomotor, konsentrasi, rasa lelah, anhedonia, rasa tak berdaya
dan putus asa dan bunuh diri (Kaplan, 2010). Tiap orang memiliki gejala gangguan depresif
yang berbeda-beda tergantung dari beratnya gejala yang dialami. Keluhan yang sering
dijumpai pada pasien dengan gangguan depresi seperti keluhan pada sistem pencernaan dan
nyeri bagian atau seluruh badan.
Sebagian besar keluhan yang dialami mereka karena kecemasan dan stres yang besar
yang terkait akan gangguan depresifnya. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat
ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan afek (mood congruent) (Maslim, 2001)
Psikoterpai bermanfaat untuk mengurangi atau menghilangkan keluhan-keluhan dan
mencegah kambuhnya pola perilaku maladaptif atau gangguan psikologik.
Gangguan depresi dapat dibedakan menjadi episode depresif ringan, sedang dan
berat menurut banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi kehidupan
seorang (Maslim, 2001). Adapun gejala utama ada tiga yaitu : (1) afek depresif, (2)
kehilangan minat dan kegembiraan (3) berkurangnya energi yang menuju meningkatnya
keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit) dan menurunnya aktifitas.
Sedangkan gejala lainnya ada tujuh yaitu : (1) konsentrasi dan perhatian berkurang,
(2) gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna (3) harga diri dan kepercayaan diri
berkurang, (4) pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, (5) gagasan atau
perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri, (6) nafsu makan berkurang dan tidur
terganggu (7).
Episode depresi berat dapat ditegakkan dengan tiga gejala utama harus ada,
ditambah minimal empat dari gejala lainnya dan beberapa harus berinteraksi berat,
berlangsung minimal dua minggu atau kurang dapat dibenarkan jika terjadi gejala luar biasa
beratnya dan berlangsung cepat dan sangat tidak mungkin akan bisa meneruskan kegiatan
sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga. (Kaplan, 2010) Efek antidepresan yang
diberikan mulai muncul dalam 1-3 bulan, sebelum dapat mengurangi atau menghilangkan
11
gejala meskipun efek yang didapatkan telah memberikan hasil yang baik dalam 2-3 minggu.
Tiap orang memiliki gejala gangguan depresif yang berbeda-beda tergantung dari beratnya
gejala yang dialami. Keluhan yang sering dijumpai pada pasien dengan gangguan depresi
seperti keluhan pada sistem pencernaan dan nyeri bagian atau seluruh badan. Sebagian besar
keluhan yang dialami mereka karena kecemasan dan stres yang besar yang terkait akan
gangguan depresifnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Amir, Nurmiati. 2012. Gangguan depresif Aspek Neurobiologi dan Tatalaksana. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. hal1-140
2. Burke HM, Davis MC, Otte C, Mohr DC. Depression and cortisol responses to psychological
stress: a meta-analysis. Psychoneuroendocrinology 2005;30:846-56
3. Charu Taneja, George I Papakostas, Yonghua Jing, Ross A Baker, Robert A Forbes, dan Gerry
Oster. Cost Effectiveness of Adjunctive Therapy with Atypical Antipsychotics for Acute Treatment
of Major Depressive Disorder. The Annals of Pharmacotherapy 2012;46:642-649
4. Depkes. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penderita Gangguan Depresif. Jakarta : Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan RI.
6. James Blumenthal, Michael AB, Murali D, Lana W, Benson MH, Krista AB, Steve Herman, Edward
C, Alisha LB, Robert W, Alan H, Andrew S. Exercise and Pharmacotherapy in the Treatment of Major
Depressive Disorder. Psychosomatic Medicine 2007;69:587– 596.
7. Kaplan Harold I, Benjamin J Sadock, Jack A Grebb. 2010. Sinopsis Psikiatri. Jakarta: Binarupa
Aksara.
9. Kessler RC, Berglund P, Demler O, Jin R, Merikangas KR, Walters EE. Lifetime Prevalence and Age-
of-Onset Distributions of DSM-IV Disorders in the National Comorbidity Survey Replication. Arch
Gen Psychiatry 2005;62:593-602.
10. Maramis, Willy F, Albert A. 2009. Maramis. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2. Jakarta:
Airlangga University Press.
11. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ III. Jakarta: Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
12. Maslim, Rusdi. 2007. Panduan Praktis Penggunaan Obat Psikotropik (Psychotropic Medication)
edisi ketiga. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya.
12