Anda di halaman 1dari 1

MAHAR MENURUT MUHAMMAD SYAHRUR

Oleh : Abdul Hamid

Istilah al-sadaq yang berarti mahar bagi perempuan terdapat dalam firman Allah
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu
dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap
lagi baik akibatnya. Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai
pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian
dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai
makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. [Q.S. An-Nisa’:4]. Allah telah mewajibkan pemberian
sesuatu kepada perempuan calon istri, yaitu mahar.
Allah memberikan penekahan khusus pada sifat dasar pemberian ini sebagai nihlah.
Dalam bahasa Arab, terima nihlah berarti pemberian tanpa syarat atau disebut dengan hadiah.
Pemberian yang menjadi kewajiban bagi seorang laki-laki kepada calon istrinya, baik dalam
jumlah besar atau kecil ini disebut sebagai ‘hadiah simbolik”. Klasifikasi mahar menjadi ‘mahar
pendahuluan’ dan mahar ‘pengahabisan’ hanyalah hasil otak atik para ahli fiqih saja. Sedangkan
pemahaman bahwa mahar kepada perempuan tak lebih sebagai tindakan jual beli adalah
pemahaman yang bukan berasal dari Islam melainkan produk adat istiadat dari suatu masyarakat
berbeda beda.
Kami berpendapat bahwa batasan Allah dalam hal pernikahan ini sangat longgar sehingga
mudah dipenuhi oleh mayoritas penduduk bumi. Sedangkan batas-batas minimal yang harus
dipenuh adalah:
1. Penyerahan dan penerimaan (ijab dan qabul)
2. Persaksian (minimal dua saksi)
3. Mahar, yaitu hadiah tanpa syarat
Oleh karenanya, ketika Nabi berkata kepada seorang laki-laki “carilah (maskawin)
meskipun hanya cincin dari besi”, kita dapat memahami bahwa pemberian mahar adalah
termasuk bagian dari batas-batas hukum Allah sedangkan nilainya sesuai dengan adat kebiasaan
manusia dalam lingkungan tertentu dan tergantung oleh kemampuan manusia dalam suatu masa.
Bagi pihak yang mampu memberikan cincin berlian atau emas, maka ia berhak memberikannya.
Tetapi bagi pihak yang kekuranganm, ia tetap wajib memberikan mahar meskipun hanya berupa
cincin dari besi.
Adapun terkait dengan persaksian, batas minimalnya adalah dua saksi. Jika suatu
komunitas menetapkan jumlah lebih dari dua saksi, penetapan itu adalah bagian dari adat dan
kebiasaan yang berlaku khusus pada komunitas tersebut. Dalam konteks penambahan jumlah
saksi ini, komunitas tersebut sama sekali tidak melakukan pelanggaran batas hukum Allah.

Anda mungkin juga menyukai