Anda di halaman 1dari 21

PEMERINTAH KABUPATEN BANGLI

DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS SUSUT I
Jl raya Kayuambua,Desa Tiga,Susut Telp.(0366)5501067
Email:pkmsusut 1@gmail.com

LAPORAN HASIL PELATIHAN PENGELOLAAN


LAYANAN HEPATITIS TAHUN 2023

Hari / Tanggal : Daring : 22 – 25 November 2023


Luring : 28 – 30 November 2023
Lokasi Luring : Hotel Puri Ayu Denpasar

I. TUJUAN UMUM :
Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu melakukan pengelolaan layanan hepatitis B di
FKTP sesuai dengan petunjuk teknis program hepatitis
II. TUJUAN KHUSUS
Setelah mengikuti pelatihan, Peserta mampu:
1. Menjelaskan informasi hepatitis B
2. Melakukan pencegahan hepatitis B
3. Melakukan penemuan kasus dan surveilans dalam pencegahan dan pengendalian
hepatitis B
4. Melakukan manajemen logistic pencegahan dan pengendalian hepatitis B
5. Melakukan pencatatan dan pelaporan pencegahan dan pengandalian hepatitis B
III. MATERI
1. PELATIHAN HARI I (DARING)
SELASA 22 NOVEMBER 2023
A. MATERI I ANTI KORUPSI
Pengertian Anti Korupsi
Istilah korupsi berasal dari Bahasa latin “corrumpere”. “corruption” atau “corruptus”.
Dari Bahasa latin tersebutn kemudian diadopsi oleh beberapa bangsa di dunia,
beberapa bangsa didunia memliki istilah tersendidi mengenai korupsi.
Korup : busuk, palsu, suap (kamus besar Bahasa Indonesia, 1991)
Korup : suka menerima uang sogok, menyelewengkan uang/barang milik Perusahaan
atau negara, menerima uang dengan jabatan untuk kepentingan pribadi (kamus hukum,
2002)
Korup : kebejatan, ketidakjujuran, tidak bermoral, penympangan dari kesucian (the
lexicon webster dictionary, 1978)
7 BENTUK TIPIKOR
1. Penyalahan wewenang sehingga merugikan keuangan negara
2. Suap – menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan

4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan dalam kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Penyebab Korupsi (Gone Theory) :
1. Greeds (keserakahan)
2. Oppertunities (Kesempatan
3. Need (Kebutuhan)
4. Exposure (Pengungkapan)
3 Penyebab Korupsi :
1. Terpaksa (By Needs)
2. Memaksa (By Greeds)
3. Dipaksa (By System)
Unsur- unsur yang dapat menentukan sesuatu dapat dianggap sebagai korupsi:
1. Secara melawan hukum
2. Memperkaya diri sendiri / orang lain
3. Merugikan keuangan/ perekonomian negara
Penyebab korupsi adalah Faktor Eksternal (dorongan dari Luar) dan Faktor Internal (diri Pribadi)
Pengertian Gratifikasi (UU 31/ 1999 jo UU no. 20/2001 pasal 12 B) adalah pemberian dalam
arti luas, meliputi pemberian uang, barang, rabat, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma dan fasilitas lainnya
Gratifikasi menjadi suap jika berhubungan dengan jabatan dan bertentangan dengan tugas dan
kewajibannya.
Gratifikasi yang tidak dianggap suap dan tidak wajib dilaporkan :
1. Berlaku Umum (jenis, persyaratan dan nilai sama dan memenuhi prinsip kewajaran dan
kepatutan)
2. Dalam ranah adat istiadat, kebiasaan, dan norma dalam hidup bermasyarakat
3. Dipandang sebagain wujud ekspresi dan keramah tamahan
4. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang berlaku
Gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan:
1. Karena hubungan keluraga sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan
2. Penyelenggaraan pernikahan, kelahiran,aqiqah, baptis, khitanan. Dan potong gigi atau
upacara adat/agama lain paling banyak Rp. 1.000.000,-
3. Terkait musibah atau bencana paling banyak Rp. 1.000.000,-
4. Sesama pegawai pada pisah sambut, pensiun, promosi dan ulang tahun (tidak berbentuk
uang) paling banyak Rp. 300.000,- dengan total pemberian Rp. 1.000.000,- dalam 1 th dari
pemberi yang sama
5. Sesama rekan kerja paling banyak (tidak dalam bentuk uang) Rp. 200.000,- dengan total
pemberian Rp. 1.000.000,- dalam 1 tahun dari pemberi yang sama
6. Hidangan atau sajian yang berlaku
7. Prestasi akademis atau non akademis yang diikuti dengan menggunakan biaya sendiri
seperti kejujuran, perlombaan atau kompetisi tidak terkait kedinasan
8. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana investasi atau kepemilikan saham pribadi
yang berlaku umum
9. Manfaat bagi seluruh peserta korupsi atau organisasi pegawai berdasarkan keanggotaan
yang berlaku umum
10. Seminar kit yang berbentuk seperangkat modul dan alat tulis serta sertifikat yang diperoleh
dari kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan atau
kegiatan jenis lain yang berlaku umum
11. Penerimaan hadiah beasiswa atau tunjangan baik berupa uang atau barang yang ada
kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh pemerintah atau pihak lain
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
12. Diperoleh dari kompensasi atas profesi diluar kedinasan, yang tidak terkait dengan tupoksi
dari pejabat/pegawai, tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak melanggar aturan internal
instansi pegawai/ kode etik
Bentuk-Bentuk Korupsi yang sering dilakukan PNS :
1. Penyalahgunaan wewenang
2. Pembayaran fiktif
3. Kolusi/ persengkokolan
4. Biaya perjalanan dinas fiktif
5. Suap/ uang pelicin
6. Penguatan tidak resmi
7. Penyalahgunaan fasilitas/ inventaris kantor
8. Imbalan tidak resmi
9. Pemberian fasilitas secara tidak adil
10. Bekerja tidak sesuai ketentuan dan prosedur
11. Tidak disiplin waktu
12. Komisi atas transaksi jual beli yang tidak disetor ke kas negara
13. Menunda/ memperlambat pembayaran
14. Pengumpulan dana taksis
15. Penyalahgunaan anggaran
16. Menerima hadiah, sumbangan/hibah berkaitan dengan tugas/jabatan
17. Mark up harga beli/menurunkan harga jual
18. Merubah dan memanfaatkan kelemahan sistem teknologi informasi
19. Menurunkan kualitas/spefikasi teknis/mengurangi vol
20. Pertanggungjawaban tidak sesuai dengan realisasi
Terapkan nilai-nilai ANTI KORUPSI :
1. Kejujuran
2. Kepedulian
3. Kemandirian
4. Kedisiplinan
5. Tanggung jawab
6. Kerja keras
7. Kesederhanaan
8. Keberanian
9. Keadilan

B. MATERI II
KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN HEPATITIS
I. KEBIJAKAN PENCEGAHAN HEPATITIS
A. Situasi dan Permasalahan Hepatitis B
B. Pencegahan Penularan Hepatitis Secara Umum
C. Pencegahan Penularan Hepatitis B Ibu ke Anak
 Indonesia merupakan negara urut ke 3 dalam beban hepatitis tinggi.
 Indonesia: 7,1% prevalensi HBsAg (+) pada populasi umum (Riskesdas 2013)
 Infeksi virus hepatitis dan kematian dapat dicegah
Dengan simplifikasi layanan Kesehatan, khususnya layanan primer, sedemikian
sehingga:
a. Semua wanita hamil dengan hepatitis B kronis mendapat akses ke pengobatan;
bayinya mendapat akses pencegahan dengan vaksin dan HBIg hepatitis B untuk
mencegah infeksi
b. 90% orang yang hidup dengan hepatitis B dan/atau hepatitis C tidak tahu dirinya
terinfeksi
c. 80% dari orang yang didiagnosis disembuhkan atau dirawat sesuai kriteria terbaru
 Upaya pencegahan hepatitis B
Dengan pendekatan multi sektor yang melibatkan pemerintah, swasta, masyarakat,
praktisi, media
I. Penerapan PHBS
II. Pemberian kekebalan dengan vaksin hepatitis B
III. Pencegahan penularan hepatitis B dari ibu kea nak
IV. Notifikasi pasangan dan anak
V. Uji saring IMLTD (Infeksi Menular Lewat Tranfusi Darah) pada donor darah
VI. Penerapan kewaspadaan standar
VII. Pengurangan dampak buruk bagi penasun
Kegiatan prioritas: eliminasi transmisi VHB dari ibu ke anak dengan PPIA
a. Intervensi pada ibu
 Skrining pada ibu hamil dengan tes HBs Ag, terintegrasi dengan ANC
 Pemberian antivirus pada usia kehamilan 28 minggu bagi ibu hamil dengan
VL HBV tinggi atau positif HBeAg
b. Intervensi pada bayi
 Pemberian imunisasi HB0 pada semua BBL, terintegrasi dengan program
imunisasi
 Pemberian HBIg <24 jam pada bayi yang lahir dari ibu reaktif HBsAg
 Pemberian imunisasi HB 3 dosis pada semua bayi sesuai jadwal, terintegrasi
dengan program imunisasi
 Tes HBsAg pada bayi usia 9-12 bulan yang lahir dari ibu reaktif HBsAg
II. KEBIJAKAN PENGENDALIAN HEPATITIS
A. Strategi Nasional
B. Strategi Pengendalian HepatitisStrategi penanggulangan hepatitis B
a. Pencegahan
 Penerapan PHBS
 Pemberian kekebalan dengan vaksin hepatitis B
 Pencegahan penularan hepatitis B dari ibu kea nak
 Notifikasi pasangan dan anak
 Uji saring IMLTD (Infeksi Menular Lewat Tranfusi Darah) pada donor darah
 Penerapan kewaspadaan standar
 Pengurangan dampak buruk bagi penasun
b. Surveilens dan penemuan kasus
 Skrining – testing hepatitis B pada populasi beresiko tinggi menularkan (Ibu
hamil dan populasi umum dengan factor risiko tertentu
 Skrining – testing hepatitis C pada populasi berisiko tinggi (penasun, pasien
hemodialis, WBP, ODHIV)
 Penemuan kasus aktif berbasis Masyarakat dan faskes berserta jejaringnya
 Perluasan akses pemeriksaan viral load untuk diagnose hepatitis B dan C
 Pencacatatan, pelaporan dan analisis
c. Penanganan kasus
 Penanganan kasus hepatitis B sesuai standar
 Perluasan pengobatan hepatitis C dengan DAA (Direct Acting Antivirus)
 Penanganan donor darah dengan hasil uji saring positif hepatitis B dan C)
d. Promosi Kesehatan
 Optimasi pendekatan multisector dalam promosi kesehatan dan penyampaian
edukasi dan pengendalian hepatitis
 Mengembangkan pesan edukasi bagi Masyarakat dalam pencegahan dan
pengendalian hepatitis dengan media yang sesuai
 Melaksanakan promosi Kesehatan dengan menyampaikan KIE serta
keterlibatan kader Kesehatan.
 menjunjung prinsip continuum of care dalam penanggulangan hepatitis
sebagai track menuju eliminasi hepatitis tahun 2030
1) pencegahan
2) tes
3) rujukan ke layanan
4) pengobatan
5) layanan kronis
 Akselerasi penanggulangan hepatitis
Dengan melaksanakan 6 strategi :
1) Penguatan komitmen dari kementerian/lembaga, provinsi, dan kabupaten/kota
2) Peningkatan dan perluasan akses masyarakat pada layanan skrining, diagnostik,
dan pengobatan hepatitis B dan C yang komprehensif dan bermutu
3) Intensifikasi kegiatan promosi kesehatan, pencegahan penularan, penemuan
kasus dan surveilans, serta penanganan hepatitis B dan C
4) Penguatan, peningkatan, pengembangan, kemitraan, serta peran lintas sektor,
swasta, organisasi kemasyarakatan/komunitas, masyarakat, dan pemangku
kepentingan terkait
5) Peningkatan kajian dan pengembangan kebijakan yang mendukung program
penanggulangan hepatitis B dan C
6) Penguatan manajemen program melalui peningkatan kapasitas, monitoring,
evaluasi, dan tindak lanjut
 Peningkatan dan perluasan akses masyarakat pada layanan skrining, diagnostik, dan
pengobatan hepatitis B dan C yang komprehensif dan bermutu
Strategi ke-2
1) Point of Care (POC): layanan skrining, testing, tracing, treatment, edukasi di satu
tempat
2) Jejaring layanan (FKTP, FKRTL, mandiri)
3) Universal health coverage – skema JKN
 KESIMPULAN
a. Hepatitis B merupakan masalah kesehatan serius yang menyebabkan kerusakan
hati dan dapat berakibat fatal
b. Pencegahan penularan hepatitis B terutama dengan mencegah terjadinya
penularan virus hepatitis B dari ibu ke anak
c. Upaya pencegahan dan pengendalian hepatitis B dilakukan dengan strategi
promosi Kesehatan, pencegahan, penemuan kasus, dan penanganan kasus
d. Untuk mencapai eliminasi hepatitis B tahun 2030, ditetapkan indikator dan target
program. Masih ada indikator yang belum mencapai target walaupun ada
kecenderungan peningkatan capaian

C. MATERI III
INFORMASI DASAR HEPATITIS B
I. Epidemiologi dan Perjalanan Penyakit
INFEKSI VIRUS HEPATITIS B ADALAH :
 Virus hepatitis B termasuk family hepadnaviridae yang merupakan golongan virus
DNA (deoxyribonucleic acid).
 Masa inkubasi berkisar 1-6 bulan.
 90 % Orang tidak tahu bahwa dirinya terinfeksi virus hepatitis B
PERJALANAN ALAMIAH INFEKSI VHB
 Infeksi virus hepatitis B → infeksi akut < 6 bulan → Asimtomatik, Hepatitis Akut,
gagal hati akut
 Infeksi virus hepatitis B → infeksi kronik > 6 bulan → hepatitis kronis → serosis
kompensata → serosis dekompensata
4 FASE HEPATITIS KRONIK
1. Fase immune tolerant (HBSAG Positif, aktivitas minimal, sedikit fibrosis)
2. Imunne Aktif ( HBeAG Positif atau HBeAG hepatitis aktif perubahan derajat
fibrosis)
3. Fase HBSAG Inaktif (HBeAG Negatif, tidak ada aktivitas, fibrosis sedang dan
berat)
4. Fase Reaktivasi (Fase HBSAG menjadi kemungkinan flare seumur hidup)
II. Faktor Risiko dan Penularan Penyakit
FAKTOR RISIKO
 Unsafe injections & medical procedural
 Unsafe sex
 Mother to child transmition
 Injecting drug use
CARA PENULARAN
Penularan VHB melalui :
 Darah (kontak langsung dengan darah)
 Sex (kontak langsung dengan cairan vagina/ sperma)
 Transmisi seksual
 Ibu ke anak saat persalinan
 Pemakaian bersama alat cukur, sikat gigi,anting dll)
 Praktek tato, barber, salon, sunat dengan alat yang tidak steril
 Praktek pelayanan Kesehatan yang tidak steril
 Berbagi jarum suntik
 Pekerja yang terpapar darah manusia
 Tinggal serumah dengan penderita hepatitis B
 Berpergian ke daerah endemis virus hepatitis B
Cara penularan VHB :
1. Secara Vertikal → 95 % pada masa perinatal, 5% melalui intra uterin
2. Secara horizontal → kontak dengan cairan tubuh
III. Diagnosis dan Pengobatan
 Skrining → Untuk mengetahui status infeksi seseorang sehingga dapat melakukan
upaya pencegahan penularan, dan upaya pengobatan yang tepat agar risiko
sirosis serta kanker hati dapat diminimalisir
 Sasaran yang utama : Ibu Hamil, Nakes
 PEMERIKSAAN PENUNJANG HEPATITIS B
1. Penanda serologi VHB:
HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen)
Anti HBs (Hepatitis B Surface Antibodi)
HBeAg (Hepatitis B envelope Antigen)
2. Pemeriksaan virologi (viral load) VHB:
VHB DNA (Deoxyribo Nucleic Acid Virus Hepatitis B)
 Pemeriksaan penunjang untuk menentukan derajat kerusakan hati:
1. Pemeriksaan biokimia:
SGOT (AST), SGPT (ALT), GGT, alkali fosfatase, bilirubin, albumin,
globulin serum, pemeriksaan darah lengkap, dan PT/APTT.
2. Pemeriksaan pencitraan: menilai fibrosis hati (non invasif)
USG
transient elastography
3. Pemeriksaan biopsi
 Penilaian kondisi sirosis
Penilaian kondisi sirosis dengan skor APRI atau skor METAVIR.
Sirosis ditandai dengan skor APRI >2.

 PENGOBATAN HEPATITIS B
1. Pegilated (PEG) interferon (IFN)
2. Analog nukleosida (NA).
 TUJUAN EVALUASI PRA TERAPI HEPATITIS B KRONIK
1. Menemukan hubungan kausal infeksi kronik VHB dengan penyakit hati
2. Menemukan penilaian derajat kerusakan sel hati
3. Menemukan adanya penyakit komorbid atau koinfeksi
4. Menentukan waktu dimulainya terapi
 DASAR INDIKASI PENGOBATAN HEPATITIS B
1. nilai DNA VHB serum,
2. status HBeAg,
3. nilai ALT dan
4. gambaran histologis hati
 PILIHAN ANALOG NUKLEOSIDA (NA)
1. Lini pertama NA
Tenofovir 300 mg per hari
Entecavir 0,5 mg per hari
2. Lini kedua
Lamivudine 100 mg/hari
Adefovir 10 mg/hari
Telbivudine 600 mg/hari.
 KESIMPULAN
1. Penyakit hepatitis B masih menjadi masalah kesehatan secara global dan
nasional dengan menimbulkan kesakitan dan kematian cukup tinggi, selain
memerlukan biaya penanganan yang tidak sedikit bila sudah berkembang
menjadi sirosis dan kanker
2. Penyakit hepatitis B dapat menginfeksi semua umur pada orang yang
memiliki risiko tinggi terinfeksi, terutama ibu hamil.
3. Perjalanan infeksi penyakit hepatitis B dapat menjadi akut atau kronik.
4. Faktor risiko hepatitis B beragam dan penularan melalui darah dan cairan
tubuh lainnya
5. Virus hepatitis B dapat ditularkan melalui jalur vertikal dan horizontal
6. Skrining penting dilaksanakan terutama pada kelompok berisiko tinggi
terinfeksi virus hepatitis B, seperti ibu hamil
7. Diagnosis dengan pemeriksaan kimia darah, serologi penanda virus
hepatitis B, pemeriksaan molekuler virus hepatitis B.
8. Pengobatan penting diberikan untuk mencegah terjadinya transmisi dan
progresivitas penyakit menjadi sirosis maupun kanker hati.
2. PELATIHAN HARI KE 2 (DARING)
KAMIS, 23 NOVEMBER 2023
A. MATERI I PENCEGAHAN HEPATITIS B
I. Upaya Promosi Kesehatan dalam Pencegahan Hepatitis B
1. Tujuan promosi Kesehatan dalam pencegahan Hepatitis B
Promosi Kesehatan dalam Pencegahan Hepatitis B Adalah :
 Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh, dan untuk masyarakat.
 Promosi kesehatan secara umum dilakukan agar masyarakat dapat menolong
dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat
sesuai kondisi sosial budaya setempat yang didukung kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan.
SASARAN PROMOSI KESEHATAN P2 HEPATITIS
 Sasaran Primer ( Yang langsung menerima upaya promosi)
 Sasaran Sekunder ( Yang menerima untuk selanjutnya bertugas memberikan
kepada masyarakat)
 Sasaran Tertier : ( Pembuat kebputusan/Penentu Kebijakan )
TUJUAN PROMOSI KESEHATAN P2 HEPATITIS
 Masyarakat melakukan upaya pencegahan penularan virus hepatitis B dan C
melalui perubahan perilaku sehat,
 Masyarakat, yang memiliki perilaku berisiko, mengakses layanan deteksi dini
hepatitis B dan C
 Orang dengan virus hepatitis melakukan pengobatan sesuai dengan alur
tatalaksana, dan
 Meniadakan diskriminasi
2. Strategi promosi Kesehatan dalam pencegahan Hepatitis B
STRATEGI PROMOSI KESEHATAN DALAM PENCEGAHAN HEPATITIS B
a. Advokasi
Tujuan Advokasi:
 Mendorong komitmen dari pemangku kebijakan yang ditandai adanya
peraturan atau produk hukum yang mendukung P2 hepatitis B dan C.
 Meningkatkan dan mempertahankan kesinambungan pembiayaan dan
sumber daya lainnya untuk mendukung P2 hepatitis B dan C.
b. Kemitraan
Kemitraan bertujuan mendorong agar para mitra aktif melakukan promosi
kesehatan.
Kemitraan dilakukan bersama dengan institusi pemerintah terkait,
pemerintah daerah, pemangku kepentingan, penyedia layanan, organisasi
kemasyarakatan/komunitas, organisasi profesi dan akademisi, swasta, dan
media massa berdasarkan kepentingan, kejelasan tujuan, kesetaraan, dan
keterbukaan.
c. Pemberdayaan Masyarakat
Masyarakat berperan aktif dalam menyebarluaskan informasi yang baik dan
benar tentang P2 hepatitis B dan C, melalui media komunikasi yang banyak
digunakan, seperti media sosial, internet, audio-visual/video, selain media
cetak seperti lembar balik, leaflet, poster, dan media lainnya.
II. Pencegahan Penularan Hepatitis B
1. Pencegahan Penularan dari ibu ke anak
 Bayi berisiko tinggi tertular Hepatitis B dari ibu yang Hepatitis B,
Terutama bila VL HBV DNA ibunya tinggi
 Resiko menjadi Hepatitis kronis juga tinggi ( bisa sampai 90%)
 Perlu upaya pemberian anti virus pada ibu hamil hepatitis b mencegah
penularan ke bayi
Program pencegahan penularan hepatitis B dari ibu ke Anak di Indonesia
1. Pemberian Tenofovir pada bumil dengan VL tinggi (Ibu hamil reaktif HBsAg
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut atau dirujuk untuk mendapatkan
penanganan lebih lanjut)
2. HBIg ( HBIg diberikan kepada bayi lahir dari ibu reaktif HBsAg < 24 jam)
3. Pemeriksaan pada ibu hamil, pelayanan antenatal, dan pemantauan bayi
(Semua ibu hamil harus melakukan ANC terpadu dan Deteksi Dini Hep B
(DDHB) serta bayinya dilakukan pemantauan)
4. Pemberian HB0 untuk mengurangi transmisi dari ibu ke bayi (Pemberian
HB0 <24 jam (birth-dose) diberikan wajib ke semua bayi baru lahir)
5. Pemberian Imunisasi Hepatitis B (3 dosis) untuk mengurangi insiden
(Imunisasi wajib hepatitis B (3 dosis) diberikan kepada semua bayi
(bersama DPT + Polio)
Pencegahan hepatitis B
 Intervensi pada ibu
 Skrining pada ibu hamil dengan tes HBs Ag, terintegrasi dengan ANC
 Pemberian antivirus pada usia kehamilan 28 minggu bagi ibu hamil
dengan VL HBV tinggi atau positif HBeAg
 Intervensi pada bayi
 Pemberian imunisasi HB0 pada semua Bayi Baru Lahir, terintegrasi
dengan program imunisasi < 24 jam
 Pemberian HBIg <24 jam pada bayi yang lahir dari ibu reaktif HBsAg
 Pemberian imunisasi HB 3 dosis pada semua bayi sesuai jadwal,
terintegrasi dengan program imunisasi
 Tes HBsAg pada bayi usia 9-12 bulan yang lahir dari ibu reaktif HBsAg,
dan anti HBs
Pemberian anti virus pada ibu hamil hepatitis B untuk pencegahan Penularan Hepatitis
B dari Ibu ke Anak (PPIA)
 Hepatitis B dengan viral load HBV DNA ≥200.000 IU/mL (≥5,3 log10 IU/ml) atau
HBeAG positif meningkatkan risiko penularan perinatal sehingga diperlukan
pemberian antivirus hepatitis B pada ibu hamil.
 Pencegahan transmisi virus hepatitis B dari ibu ke anak dilakukan dengan
pemberian antivirus Tenofovir Disoproxil Fumarate (TDF) pada ibu hamil yang
memenuhi syarat pada usia kehamilan 28 minggu sampai satu bulan setelah
persalinan. 1 tablet per hari , atau 1 botol isi 30 tablet per bulan
Pemeriksaan Lanjutan pada ibu dengan HBSAG Reaktif
 Bumil dengan HBsAg reaktif dilanjutkan pemeriksaan DNA VHB atau HBeAg:
Pada usia kehamilan 24-26 minggu
 DNA VHB 🡪 tanda viremia dan status infeksi virus hepatitis B.
Dideteksi dengan teknik real-time PCR atau Tes Cepat Molekuler
Terdeteksi 2-3 minggu sebelum munculnya HBsAg
 HBeAg 🡪 tanda virus sedang aktif replikasi, biasanya sejalan dengan
peningkatan DNA VHB. Serokonversinya menjadi anti-HBe menunjukkan
penurunan kadar DNA VHB
Pemeriksaan Penunjang pada ibu dengan HBSAG Reaktif
 Pemeriksaan darah lengkap dan fungsi hati: SGOT (AST) dan SGPT (ALT),
dapat ditambahkan bilirubin, albumin, globulin serum sesuai dengan indikasi.
 Penilaian kondisi sirosis dengan skor APRI. Sirosis ditandai dengan skor APRI
> 2.
 USG atau transient elastography
ALUR TATALAKSANA HEPATITIS B DI FKTP

2. Pencegahan Penularan pada tenaga Kesehatan


a. Immunisasi Hepatitis B pada Nakes
b. Penerapan Kewaspadaan Standar
Pencegahan dan pengendalian infeksi hepatitis B dan C sama dengan blood
borne disease yang lain. Penjelasan lebih lanjut untuk pencegahan dan
pengendalian infeksi dapat dilihat pada Permenkes No. 27 tahun 2017 tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasyankes.
Tenaga Kesehatan yang terpajan cairan tubuh atau benda yang terkontaminasi
virus hepatitis diberikan profilaksis pasca pajanan
3. Pencegahan Penularan pada pada populasi berisiko lain
a. Notifikasi Pasangan dan Anak
Tujuan notifikasi pasangan dan anak adalah untuk melakukan pencegahan atau
tata laksana yang sesuai terhadap pasangan seksual dan anak kandung yang
merupakan kontak erat orang dengan hepatitis B, didahului dengan skrining.
Kegiatan notifikasi pasangan meliputi:
 Edukasi tentang tujuan notifikasi pasangan dan anak
 Skrining pasangan dan anak
 Tata laksana lanjut sesuai hasil skrining
Pelaksanaan notifikasi pasangan dan anak dilakukan oleh petugas kesehatan
di fasyankes dan dapat dilanjutkan di luar fasyankes dengan melibatkan kader
kesehatan.
b. Uji Saring Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) pada Pendonor
Donor Darah
 Uji saring darah donor dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
 Uji SaPendonor dengan hasil uji reaktif harus diberitahu dan dirujuk ke
fasyankes untuk ditindaklanjuti sesuai standar. Penjelasan lebih lanjut
pencegahan IMLTD dapat dilihat pada Petunjuk Teknis Pencegahan
Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) Dan Penatalaksanaan
Donor Darah Reaktif.
c. Pengurangan Dampak Buruk bagi Penasun
 Edukasi mengenai risiko tinggi penularan hepatitis bila penggunaan
jarum suntik secara bersamaan.
 Penyediaan Layanan Alat Suntik Steril (LASS) bagi pengguna NAPZA
suntik yang mengikuti programterapi rumatan metadon
 Edukasi vaksinasi hepatitis B
 Meneruskan pengobatan dan pemantauan pengobatan hepatitis sesuai
saran dokter.
 Menyediakan layanan skrining untuk deteksi dini hepatitis
 Menjamin semua pengguna NAPZA suntik dapat mengakses layanan
Kesehatan yang diperlukan tanpa stigma dan diskriminasi

B. MATERI II PENEMUAN KASUS DAN SURVAILENS DALAM PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN HEPATITIS B
I. PENEMUAN KASUS
1. Skrining-testing hepatitis B pada populasi berisiko tinggi menularkan (ibu hamil dan populasi
umum dengan faktor risiko tertentu)
 Menentukan keberadaan infeksi virus hepatitis B.
 Tes antigen hepatitis B (HBsAg),
 tes ini digunakan untuk mengidentifikasi keberadaan HBsAg dalam darah yang
menunjukkan infeksi hepatitis B
 Penemuan kasus bertujuan untuk mendapatkan orang-orang yang telah terinfeksi virus hepatitis B
melalui kegiatan deteksi dini terhadap populasi berisiko, dilanjutkan dengan merujuk orang dengan
HBsAg reaktif ke rumah sakit untuk mendapatkan tata laksana lebih lanjut dalam penegakan
diagnosis dan pengobatan
 Sasaran :
 Ibu Hamil
 Tenaga Kesehatan
 Populasi berisiko lain yaitu populasi umum yang memiliki satu atau lebih faktor risiko
berikut:
a. Pernah reaktif/positif HBsAg
b. Memiliki anggota keluarga inti sedarah mengidap hepatitis B
c. Melakukan hubungan seks tanpa pengaman (kondom) dengan pasangan yang tidak
diketahui mengidap hepatitis B
d. Riwayat menerima transfusi darah
e. Menjalani/riwayat menjalani cuci darah/hemodialisa
f. Pengguna/riwayat pengguna NAPZA suntik.
g. Status HIV positif

 Edukasi : agar mereka/sasaran dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
diharapkan, Sebelum dan Sesudah Deteksi Dini Hepatitis B, Sikap yang diharapkan di tes HBsAg
maupun pemeriksaan lebih lanjut (didiagnosis)

2. Strategi Penemuan kasus aktif


 meningkatkan deteksi dini kasus hepatitis B dan memastika individu yang terinfeksi mendapatkan
pemeriksaan lebih lanjut, dan tatalaksana hepatitis B yang tepat. (Berbasis fasyankes, Berbasis
Masyarakat)
 Berbasis fasyankes ( terintegrasi antar fasyankes untuk rujukan horizontal, vertikal, atau parsial.,
melibatkan fasyankes swasta (Dokter Praktik Swasta, Bidan Praktik Mandiri (BPM), dan RS/klinik
swasta) di wilayah kerja puskesmas)
 Berbasis Masyarakat
melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam mendeteksi kasus hepatitis B.
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penemuan kasus berbasis masyarakat adalah:
 Kegiatan ini dilakukan terutama dalam menjangkau ibu hamil untuk dilakukan skrining
hepatitis B dan atau tatalaksana pencegahan penularan virus hepatitis B dari ibu ke anak oleh
kader kesehatan.
 Penjangkauan ibu hamil dapat dilakukan melalui kunjungan rumah, posyandu, kelas ibu hamil,
dll.
 Penemuan kasus berbasis masyarakat terintegrasi dengan Puskesmas wilayah setempat
3. Perluasan akses pemeriksaan viral load untuk diagnosis hepatitis B
 Bila hasil skrining menunjukkan HBsAg reaktif,🡺 pemeriksaan viral load hepatitis B
 meningkatan akses pemeriksaan bagi masyarakat khususnya ibu hamil yang terdeteksi HBsAg
Reaktif. Ibu hamil dengan HBsAg Reaktif dapat dapat diperiksa Viral load di Layanan Primer dan
dilanjutkan dengan pemberian antivirus untuk mencegah transmisi virus hepatitis B dari ibu ke anak
 Langkah – Langkah yang diperlukan memperluas akses VL HB di FKTP
 Pelatihan tenaga Kesehatan
 Membangun sistem rujukan yang efektif antar fasyankes primer dan fasyankes rujukan
 Integrasi dengan program lainnya di FKTP yang sudah ada
 Kemitraan dengan masyarakat, Organisasi Non-Pemerintah (LSM) dan swasta
 Edukasi kepada Masyarakat
 Penyediaan reagensia pemeriksaan viral load
II. SURVEILANS
1. Kegiatan surveilans hepatitis B dimulai dengan pengumpulan data tentang hepatitis B, data dapat
diperoleh dari berbagai sumber seperti melalui sitem informasi hepatitis (SIHEPI) maupun
sistem pelaporan kesehatan

2. Tujuan Utama Surveilans hepatitis B untuk mendapatkan informasi tentang pencapaian target
indikator hepatitis B yang diperoleh dari pengumpulan data rutin
3. Data yang sudah dikumpulkan dianalisa kemudian digunakan untuk menarik kesimpulan.
4. Kesimpulan merupakan ringkasan dari temuan yang didapat dari analisis data sesuai metode
analisis yang digunakan
5. Kesimpulan yang dihasilkan dari analisis data menjadi dasar untuk penyusunan rekomendasi
dalam upaya pencegahan penanggulangan hepatitis B
6. Hasil surveilans Hepatitis B penting dan harus didesiminasikan untuk menyebarkan informasi
yang diperoleh kepada khalayak yang relevan untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan
dalam pengendalian virus hepatitis B

3. PELATIHAN HARI KE 3 (DARING)


JUMAT, 24 NOVEMBER 2023
I. MATERI I MANAJEMEN LOGISTIK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
HEPATITIS B
1. Pengertian Manajemen Logistik
 Tujuan memastikan ketersediaan, penyimpanan, dan pendistribusian logistik dilakukan secara
efisien dan tepat waktu untuk mendukung efektivitas program P2 hepatitis B.
 Logistik P2 hepatitis B semua jenis logistik yang digunakan mulai dari deteksi dini hingga
pengobatan hepatitis B dapat digunakan untuk semua sasaran program.
 Tingkat Pelaksana Kementerian Kesehatan, Dinkes Provinsi, Dinkes Kabupaten/kota sampai
dengan Fasyankes, baik rumah sakit, puskesmas maupun fasyankes lainnya yang melaksanakan
pelayanan hepatitis B.
 Strategi harus memperhatikan masa pemakaian aman (shelf life, masakadaluarsa)/ memberlakukan
prinsip First Expired First Out (FEFO) dalam distribusinya
2. Perencanaan Kebutuhan Logistik
 Memastikan Logistik : cukup dan tepat waktu di seluruh fasyankes yang membutuhkan, membantu
menghindari kekurangan stok yang dapat menghambat program.
 Perencanaan Kebutuhan logistik dilakukan disetiap level administrasi setiap tahun secara berjenjang
Fasyankes → dinkes kab/kota → dinkes prov → kemenkes pusat
 Tahapan dalam penyusunan perencanaan kebutuhan logistic
a. Menghitung kebutuhan setiap jenis logistik dalam waktu 1 tahun dengan memperkirakan
target yang akan dicapai ditahun mendatang.Menghitung sisa stok logistik yang masih
ada dengan mempertimbangkan masa kadaluarsa.
b. Menghitung sisa stok logistik yang masih ada dengan mempertimbangkan masa
kadaluarsa.
c. Menghitung jumlah logistik yang akan diusulkan berdasarkan kebutuhan dikurangi sisa
stok yang ada.
d. Menambahkan jumlah stok cadangan (buffer stock) yang disesuaikan dengan
pengembangan kegiatan/layanan.
e. Mengirimkan surat usulan kebutuhan logistik program untuk tahun berikutnya disertai
dengan surat pernyataan bersedia menerima Barang Milik Negara (BMN) disampaikan
oleh Dinas Kesehatan Provinsi dan kabupaten/kota ke Direktur Jenderal P2P cq Direktur
P2PM pada tahun berjalan.
 Hal-hal yang diperhatikan dalam melakukan perencanaan logistik adalah :
a. Perencanaan logistik disusun berdasarkan kebutuhan program.
b. Pelaksanaan perencanaan kebutuhan dan pengusulan logistik disesuaikan dengan jadwal
penyusunan anggaran di setiap tingkat pemerintahan di kabupaten/kota, provinsi dan
Kemenkes
c. Ketersediaan Data : Sasaran ibu hamil sebelumnya,Bayi usia 9-12 bulan yang lahir dari
ibu HBsAg reaktif, Tenaga Kesehatan sebelumnya, Estimasi ibu hamil reaktif HBsAg,
Target capaian tahun perencanaan, Capaian tahun, Rencana pengembangan
layanan, Sasaran populasi berisiko, Jumlah logistik yang digunakan tahun, Stok logistik
yang masih bisa dipakai, Sumber dana
d. Spesifikasi untuk pengadaan logistik rapid test

 Jenis Logistik Pencegahan dan Pengendalian Hepatitis B


 Dalam manajemen hepatitis B, logistik dikelompokkan dalam 2 jenis yaitu logistik obat dan
logistik non obat
a. Logistik Obat
Tenofovir Disoproksil Fumarate (TDF) 300mg
Obat ini digunakan untuk menurunkan jumlah virus hepatitis B dalam tubuh sehingga
apabila diminum oleh ibu hamil dapat menurunkan risiko penularan pada bayinya
b. Logistik Non Obat
Logistik non obat yang habis pakai
1. RDT HBsAg (
2. RDT Anti HBs
3. Vaksin HBIG
4. Cartridge HBV DNA.
5. RDT HBeAg
Bahan Media KIE : Brosur, Leaflet, Video iklan layanan Masyarakat/ ILM
c. Penghitungan logistic sendiri menggunakan rumus yang sudah ditentukan
3. Penyimpanan Logistik
 Penyimpanan logistik dalam P2 hepatitis B adalah aspek yang sangat penting yang memerlukan
penekanan khusus.
a. Suhu
b. keamanan stok
c. rotasi persediaan
d. pemantauan terus-menerus
e. pemilihan lokasi gudang yang strategis
f. perancangan ruang penyimpanan yang efisien
g. sistem pengendalian inventaris yang akurat
h. keamanan dan pemeliharaan fasilitas penyimpanan
 Prinsip rotasi stok harus diterapkan
a. Hal yang haruMenghindari vaksin kadaluarsa,
b. Potensi kekurangan stok atau kerusakan dapat diidentifikasi dan ditangani dengan segeras
diperhatikan dalam penyimpanan
 Hal yang harus diperhatikan dalam penyimpanan :
a. Suhu ruang penyimpanan logistik disesuaikan dengan petunjuk yang tercantum dalam
kemasan masing-masing logistik.
b. Alat tes sensitif terhadap panas dan kelembaban, jangan terkena paparan matahari secara
langsung dan ruang penyimpanan harus kering.
c. Prinsip pengeluaran logistik dengan FEFO (First Expired First Out) dan FIFO (First In First
Out).
4. Distribusi Logistik
 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses distribusi adalah:
a. Distribusi dilaksanakan berdasarkan permintaan secara berjenjang untuk memenuhi
kebutuhan logistic
b. (Dinas Kesehatan Provinsi - Kabupaten/Kota - fasyankes sesuai kebutuhan program)
c. Melengkapi dokumen yang dibutuhkan.
d. Sarana/transportasi pengiriman yang memenuhi syarat sesuai ketentuan obat atau logistik
yang dikirim.
e. Distribusi logistik dari Kemenkes ke provinsi mempertimbangkan permohonan provinsi,
pencapaian hasil kegiatan (data yang terlaporkan), kapasitas tempat penyimpanan, sisa stok
dan ketersediaan logistik Kemenkes.

 Langkah-langkah distribusi obat dan vaksin:


a. Menentukan frekuensi distribusi dengan mempertimbangkan:
● Jarak distribusi.
● Biaya distribusi yang tersedia.
b. Menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan dengan mempertimbangkan:
● Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat.
● Sisa stok.
● Pola penyakit.
● Jumlah kunjungan di masing-masing jaringan pelayanan puskesmas.
c. Melaksanakan penyerahan obat ke jaringan pelayanan puskesmas.
Obat diserahkan bersama-sama dengan form LPLPO jaringan pelayanan puskesmas yang
ditandatangani oleh penanggungjawab jaringan pelayanan puskesmas dan pengelola obat
puskesmas induk sebagai penanggungjawab pemberi obat. (dipastikan acuannya)

II. MATERI II SINERGITAS LAYANAN KIA DALAM PPIA


 Pelayanan Kesehatan Masa Hamil
Wajib dilakukan pemeriksaan laboratorium : tes kehamilan, kadar Haemoglobin darah, golongan
darah, tes triple eliminasi (HIV, Sifilis, dan Hepatitis B), malaria pada daerah endemis. Tes lainnya
dilakukan sesuai indikasi.
 PPIA Program Pencegahan Penularan Ibu keAnak
Penularan Human Immunodeficiency Virus, Sifilis, dan Hepatitis B pada anak dari ibu yang terinfeksi
berdampak pada kesakitan, kecacatan, dan kematian dan memerlukan pelayanan kesehatan
jangka panjang dengan beban biaya yang besar sehingga perlu upaya pencegahan penularan HIV,
Sifilis, dan Hepatitis B dari ibu ke anak
 Strategi Pelayanan PPIA
a. PPIA dilaksanakan di seluruh Indonesia dengan ekspansi bertahap
b. Semua fasilitas pelayanan kesehatan harus dapat memberikan pelayanan PPIA (bertahap)
c. Perlu adanya jejaring pelayanan PPIA sebagai bagian dari LKB.Melibatkan peran swasta
dan LSM
d. Daerah menetapkan wilayah yang memerlukan task shifting
e. Ketersediaan logistik (obat dan pemeriksaan tes HIV)
 Target
a. Skrining pada semua perempuan usia subur yang datang ke pelayanan KB, jika ditemukan
IMS dilakukan tes HIV dan Sifilis
b. Semua ibu hamil dilakukan tes HIV, sifilis dan Hep B pada kunjungan antenatal pertama
sampai menjelang persalinan.
c. Semua ibu hamil dengan HIV dan/atau sifilis, serta ibu hamil dengan Hep B mendapatkan
pengobatan.
d. Semua bayi lahir dari ibu dengan HIV dan/atau sifilis mendapatkan pemeriksaan dan terapi.
Bayi lahir dari ibu dengan Hep B mendapatkan HB0 dan HBIg
 Imunisasi Hepatitis B (HB-0) harus diberikan pada bayi sebelum bayi berumur 24 jam karena:
• Sebagian ibu hamil merupakan carrier Hepatitis B.
• Hampir separuh bayi dapat tertular Hepatitis B pada saat lahir dari ibu pembawa virus.
• Penularan pada saat lahir hampir seluruhnya berlanjut menjadi Hepatitis menahun, yang
kemudian dapat berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati primer
• Imunisasi Hepatitis B sedini mungkin akan melindungi sekitar 75% bayi dari penularan
Hepatitis B.
• Proteksi pemberian Hepatitis B-0 setelah 24 jam menurunkan efek
perlindungan terhadap bayi

 Tatalaksana bayi lahir dari ibu Hepatitis B atau HBsAg positif berupa:
• Pemberian vaksin Hepatitis B0 (HB 0) dan Hepatitis B Imunoglobulin (HBIg) sebaiknya
kurang dari 12 jam secara intra muskular (i.m). Pemberian vaksin Hepatitis B0 dan Hepatitis
B Immunoglobulin(HBIg) masih bermanfaat sampai tujuh hari pasca lahir.
• Pemberian HB 0 dilakukan 2 – 3 jam setelah penyuntikan vitamin K1
• HB 0 dan HBIg diberikan pada sisi yang berbeda secara bersama. Dosis HB 0 0,5mL dan
dosis HBIg 200 IU diberikan i.m
• Vaksinasi Hepatitis B berikutnya sesuai jadual program imunisasi nasional.
• Ibu tetap memberikan ASI eksklusif
• Pemeriksaan HBs-Ag dan anti-HBs dilakukan saat bayi berusia 9-12 bulan
• Ibu tetap memberikan ASI eksklusif
a. Jika hasil HBs-AG positif, bayi dirujuk ke Rumah Sakit
b. Jika hasil HBs-AG negatif dan anti-HBs <10 IU/ml maka bayi harus mendapatkan 1
dosis. Tambahan vaksin Hepatitis B paling cepat 1-2 bulan setelah pemberian vaksin
Hepatitis B yang terakhir.Pemeriksaan anti HBs diulang kembali 1-2 bulan kemudian
jika hasil anti-HBs <10 UI/ ml bayi dirujuk ke rumah sakit

4. PELATIHAN HARI KE 4 (DARING)


SABTU, 25 NOVEMBER 2023
I. MATERI I PENUGASAN MANAJEMEN LOGISTIK
II. MATERI II PENCATATAN PELAPORAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
HEPATITIS B
1. Peran Fasyankes dalam pencatatan dan pelaporan
a. Mencatat data kegiatan pemeriksaan dan pengobatan hepatitis B dan C pada
formulir yang standar
b. Melakukan input data pemeriksaan dan pengobatan hepatitis B dan C secara online
c. Melakukan input data penggunaan logistik hepatitis B dan C
d. Melaksanakan manajemen data secara elektronik sehingga data dapat ditelusuri
dengan mudah dan cepat serta dapat mengurangi duplikasi
e. Unit layanan melakukan analisis data dengan cepat dan tepat karena dilakukan
dengan menggunakan perangkat komputer yang telah diprogram sesuai dengan
f. kebutuhan Unit layanan melakukan efisiensi waktu, tenaga dan biaya dalam
pengiriman
g. laporan karena dilakukan dengan fasilitas internet melalui SIHEPI secara online.
2. Peran Kabupaten/Kota dalam pencatatan dan pelaporan
a. Melakukan input data pengiriman logistik obat dan non-obat hepatitis B dan C ke
fasyankes
b. Melakukan input data penerimaan logistik obat dan non-obat hepatitis B dan C dari
Provinsi
c. Melakukan input data penolakan/persetujuan usulan permintaan logistik obat dan
non-obat hepatitis B dan C dari fasyankes
d. Melakukan analisa data sesuai dengan wilayah dan indikator yang diperlukan
e. Memberikan umpan balik terhadap capaian indikator di fasyankes secara rutin
3. Peran Provinsi dalam pencatatan dan pelaporan
a. Melakukan input data pengiriman logistik obat dan non-obat hepatitis B dan C ke
Dinas Kabupaten/Kota
b. Melakukan input data penerimaan logistik obat dan non-obat hepatitis B dan C dari
Pusat (Direktorat Jendral Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kemenkes)
c. Melakukan input data penolakan/persetujuan usulan permintaan logistik obat dan
non-obat hepatitis B dan C dari Dinas Kabupaten/ KotA
d. Mengirimkan daftar fasyankes baru beserta daftar akun pengguna (user)-nya
sesuai formulir pengajuan user dan kode fasyankes ke Pusat
e. Melakukan analisa data sesuai dengan wilayah dan indikator yang diperlukan
f. Memberikan umpan balik terhadap capaian kabupaten/kota.

4. Peran Pusat dalam pencatatan dan pelaporan


a. Input data stok logistik terbaru di Kemenkes.
b. Melakukan analisa data sesuai dengan wilayah dan indikator yang diperlukan.
c. Membuat laporan perkembangan Penanggulangan Hepatitis B dan C di Indonesia
secara berkala

 PENCATATAN DAN PELAPORAN 3E/TRIPLE ELIMINASI


a. Hasil skrining deteksi dini hepatitis B dari ibu ke anak dilaksanakan melalui SIHEPI.
b. Pencatatan dan pelaporan pemeriksaan hepatitis B menggunakan SIHEPI Offline dan
Online
c. Data yang dicatat adalah identitas ibu hamil, hasil skrining DDHB, tatalaksana pada ibu
hamil dan monitor pada bayi.
d. Pencatatan dan pelaporan wajib diisi lengkap oleh semua FKTP dan FKRTL yang
melaksanakan kegiatan PPIA
e. Selanjutnya dinas kesehatan kabupaten/kota dan provinsi melakukan validasi dan analisis. B
 APLIKASI SIHEPI BERBASIS WEB TERBAGI 2: offline ( diinstal di komputer (bisa di
download dr sihepi online) dan Online (sihepi.kemkes.go.id)
 SELANJUTNYA PRAKTEK DENGAN APLIKASI OFFLINE SIHEPI

5. PELATIHAN HARI KE 5 (LURING)


SELASA, 28 NOVEMBER 2023
I. PENUGASAN SIMULASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN HEPATITIS
1) KASUS 1 :
Seorang ibu G1P0A0 hamil 10 minggu datang ke puskesmas di damping keluarga
untuk pemeriksaan kehamilan
Sebagai seorang tenaga Kesehatan yang mengelola pelayanan Kesehatan
dipuskesmas, apa yang akan saudara lakukan pada ibu hamil tersebut dalam rangka
promosi dan pencegahan penularan penyakit hepatitis B dari ibu kea nak!
2) KASUS 2 :
Seorang ibu G2P1A0, pada usisa kehamilan 26 minggu lalu telah dilakukan
pemeriksaan hepatitis B dengan hasil reaktif dan dirujuk untuk dilakukan
pemeriksaan HBV DNA.
Pada hari ini datang ke puskesmas, usia kehamilan 28 minggu, dengan hasil
pemeriksaan HBV DNA > 200.000 iu/ml dan ALT normal.
Sebagai seorang tenaga Kesehatan di puskesmas, apa yang akan saudara lakukan
pada ibu hamil tersebut dalam rangka promosi dan mecegah penularan penyakit
hepatitis B dari ibu ke anak?
3) KASUS 3
Seorang ibu G3P2A) hamil aterm datang ke puskesmas mengeluh perut kencang-
kencang teratur dan keluar lender darah
Kondisi umum bayi tanda vital dalam batas normal, hasil skrining hepatitis B dua
bulan lalu reaktif HBsAg
Sebagai seorang tenaga Kesehatan di puskesmas, apa yang akan saudara lakukan
pada ibu dan bayinya dalam upaya promosi dan pencegahan penularan penyakit
hepatitis B dari ibu kea nak?
II. Praktek Pencacatan dan pelaporan melalui aplikasi sihepi offline dan online

6. PELATIHAN HARI KE 5 (LURING)


RABU, 29 NOVEMBER 2023
I. Praktik lapangan di UPTD. Kuta 1
 Pembukaan, perkenalan, penyampaian profil puskesmas terkait layanan hepatitis B
 Praktik pengelolaan pelayanan hepatitis B di Poli KIA, Laboratorium, Farmasi
Kemudian pencatatan dan pelaporan melalui aplikasi SIHEPI.
II. Penyusunan laporan hasil Praktik Lapangan

7. PELATIHAN HARI KE 5 (LURING)


KAMIS, 30 NOVEMBER 2023
I. Penyusunan Rencana Tindak Lanjut Setelah pelatihan
1. Melapor hasil kegiatan pelatihan kepada kepala puskesmas
2. Melapor hasil kegiatan kepada PJ UKM esensial & Perkesmas
3. Melakukan sosialisasi Layanan Hepatitis B pada ibu hamil
4. Bekerja sama dengan promkes dalam menyebarluaskan informasi tenatang Hepatitits
B
5. Melakukan Skrining Hepatitis B pada semua ibu hamil sesuai dengan jumlah sasaran
6. Melakukan Skrining dan Vaksinasi Hepatitis B pada tenaga kesehatan
7. Melakukan Validasi data antara KI, pengelola Program dan Lab
8. Mengecek rutin sisa stok logistik
9. Membuat Perancanaan Logistik hepatitis B untuk tahun 2024
10. Membuat Surat Usulan kebutuhan logistik dan dikirim ke Dinkes Kabupaten
11. Membuat usulan pelatihan dokter untuk pengobatan tenafovir pada ibu hamil Reaktif
Hepatitis B
12. Melakukan input logistik melalui SIHEPI

II. Penutupan Kegiatan pelatihan

Mengetahui Denpasar, 30 November 2023


Kepala UPT. Puskesmas Susut I Peserta Pelatihan

1. dr. Ni Nyoman Kurniawati

dr. Ni Nyoman Kurniawati


2. Ni Wayan Dharmawati
NIP. 198406092010012008

3. Vera Cristiana

4. I Putu Gede Bangkyt Guna


Swara

DOKUMENTASI PELATIHAN

I. PELATIHAN DARING DARI TANGGAL 22 NOVEMBER – 25 NOVEMBER 2023

II. PELATIHAN LURING DARI TANGGAL 28 NOVEMBER – 30 NOVEMBER 2023

Anda mungkin juga menyukai