Anda di halaman 1dari 10

DUDUK PERKARA

1. Menimbang bahwa Sekretariat Komisi telah menerima laporan dari masyarakat tentang

Dugaan Pelanggaran Pasal 19 huruf (a) dan (b) dan Pasal 25 ayat 1 huruf (a) dan (c) Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT Forisa Nusapersada dalam Produk

Minuman Olahan Serbuk Berperisa Buah yang Mengandung Susu dalam Kemasan Sachet

2. Menimbang bahwa berdasarkan Hasil Klarifikasi, laporan tersebut merupakan kompetensi

absolut KPPU, telah lengkap secara administrasi, dan telah jelas dugaan pelanggaran pasal 19

huruf (a) dan (b), Pasal 25 ayat 1 huruf (a) dan (c) dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999

3. Menimbang bahwa Sekretariat Komisi telah melakukan penyelidikan terhadap Hasil

Klarifikasi dan memperoleh bukti yang cukup, kejelasan, dan kelengkapan dugaan

pelanggaran yang dituangkan dalam Laporan Hasil Penyelidikan

4. Menimbang bahwa pada Sidang Majelis Komisi I tanggal 19 Januari 2016, Investigator

membacakan Laporan Dugaan Pelanggaran yang pada pokoknya berisi hal-hal sebagai

berikut:

5. Pihak Terlapor dalam perkara ini adalah:

5.1. PT Forisa Nusapersada yang beralamat kantor di Jl. Raya Pengangsaan Dua No. 12

Kelapa Gading, Jakarta 14250, Telp. (021) 4604141, Fax. 4604142-4604143

6. Bahwa PT Forisa Nusapersada (Pop ICE) dengan posisi dominannya yaitu menguasai 92%

(sembilan puluh dua persen) pangsa pasar minuman serbuk mengandung susu melakukan

hambatan strategis terhadap pelaku usaha lain sebagai pemain baru di pasar yaitu PT Karniel
Pacific Indonesia (S‟Cafe) yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar

bersangkutan

7. Bahwa hambatan strategis yang dilakukan PT Forisa Nusapersada sebagai produsen POP

ICE dilakukan dengan cara

7.1. Mengeluarkan Internal Office Memo No. 15/IOM/MKT-DB/XII/2014 yang bertujuan

untuk mempertahankan POP ICE sebagai market leader melalui program-program yaitu

Program Bantuan Tukar (BATU) Kios Minuman, Program Display Kios Minuman,

Program Display Toko Pasar.

7.2. Objective dari Internal Office Memo No. 15/IOM/MKT-DB/XII/2014 yaitu mencegah

trial dari konsumen terhadap produk S‟Cafe dan mencegah display produk S‟Cafe di

level kios minuman dan outlet pasar

7.3. Bahwa di dalam program-program tersebut terdapat terms and conditions atau

persyaratan bagi kios minuman atau toko dii pasar yang harus dipatuhi yaitu tidak

menjual produk kompetitor (S‟Cafe, MilkJuss, Camelo, SooIce) dan tidak mendisplay

produk kompetitor (S‟Cafe, MilkJuss, SooIce dan Camelo)

7.4. Bahwa Internal Office Memo No. 15/IOM/MKT-DB/XII/2014 ditindaklanjuti dengan

SURAT PERJANJIAN KONTRAK DISPLAY POP ICE, di dalam surat perjanjian

kontrak display tersebut juga terdapat persyaratan yang harus dipatuhi oleh outlet kios

minuman yang mengikuti program yaitu bersedia mendisplay produk POP ICE secara

exclusive sesuai target yang sudah disepakati dan tidak menjual produk kompetitor

sejenis POP ICE (S‟Cafe, Camelo, MilkJuss dan lainnya).

8. Bahwa hambatan strategis tersebut diatas yang dilakukan oleh PT Forisa Nusapersada

menyebabkan turunnya penjualan S‟Cafe yang diproduksi oleh PT Karniel Pacific Indonesia
dan MilkJuss yang diproduksi oleh PT Karunia Alam Segar serta meningkatnya penjualan

POP ICE pada bulan Desember 2014 saat Internal Office Memo No.

15/IOM/MKT-DB/XII/2014 tersebut dikeluarkan.


PELANGGARAN

Dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Forisa Nusapersada adalah:


 Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999:
“Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun
bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat berupa :
a. menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar bersangkutan; atau
b. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak
melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu”
 Pasal 25 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999:
”menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah dan atau
menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa yang bersaing, baik dari segi
harga maupun kualitas.”
 dan Pasal 25 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999:
“menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar
bersangkutan.”
Terhadap pasal 19 Undang-Undang Nomor 5/1999 tersebut pun telah dipenuhi oleh PT Forisa
Nusapersada karena membuat suatu program (yang memenuhi unsur satu atau beberapa
kegiatan) untuk dilaksanakan oleh pihak toko (yang memenuhi unsur baik sendiri maupun
bersama pelaku usaha lain) sehingga hal melakukan kegiatan telah terpenuhi begitu juga
terhadap akibat program yang menimbulkan praktik monopoli dan atau persaingan tidak sehat
melalui program mereka yang mengikat pihak toko untuk tidak menjual produk lain. (yang
memenuhi unsur dapat mengakibatkan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat).
Kemudian terhadap pasal 25 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang Nomor 5/1999
juga telah dipenuhi oleh PT Forisa Nusapersada. Mengenai pelaku usaha dan posisi dominan
sendiri telah dijelaskan dibagian atas sub bab ini, lalu “secara langsung” dapat didefinisikan
sebagai pelaku usaha dominan melakukan tindakan penyalahgunaan posisi dominan, sedangkan
“tidak langsung” adalah pelaku usaha dominan memanfaatkan pelaku usaha lain untuk
melakukan tindakan penyalahgunaan posisi dominan. Dalam kasus ini jelas PT. Forisa
Nusapersada melakukan perbuatannya secara langsung, karena ia sendirilah yang mengeluarkan
program tersebut dan juga melaksanakannya.
Terhadap huruf a mengenai syarat telah dipenuhi sebagaimana yang tertera dalam
program-program PT. Forisa Nusapersada ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam
menjalankan program 125 dan hal itu mempengaruhi penjualan produk lain karena produk-
produk pesaing ditukar dengan produk PT. Forisa Nusapersada. Kemudian terhadap huruf c, PT.
Forisa Nusapersada telah dengan jelas menghambat pelaku usaha lain dalam pasar minuman
tersebut karena konsumen tidak akan dapat menemukan produk-produk pesaing pada toko-toko
yang mengikuti program tersebut. Sehingga dengan penjabaran yang di jabarkan diatas, bahwa
PT. Forisa Nusapersada telah melakukan penyalahgunaan terhadap posisi dominan yang ia miliki
dalam pasar produk minuman olahan serbuk berperisa buah yang mengandung susu dalam
kemasan sachet.
PERTIMBANGAN KOMISI

Bahwa sebelum memutuskan ada tidaknya pelanggaran ketentuan Undang-Undang Nomor 5


Tahun 1999 yang dilakukan oleh PT. Forisa Nusapersada, Majelis Komisi perlu
mempertimbangkan hal-hal yang meringankan Terlapor sebagai berikut:
1. Bahwa selama proses persidangan Majelis Komisi Terlapor bertindak koperatif;
2. Bahwa selanjutnya Terlapor juga belum pernah diputus telah melakukan pelanggaran
atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
SANKSI

1. Menyatakan bahwa Terlapor: PT Forisa Nusapersada terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
2. Menyatakan bahwa Terlapor: PT Forisa Nusapersada terbukti secara sah dan meyakinkan
melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
3. Menghukum Terlapor: PT Forisa Nusapersada membayar denda sebesar Rp.
11.467.500.000,- (Sebelas Milyar Empat Ratus Enam Puluh Tujuh Juta Lima Ratus Ribu
Rupiah) yang harus disetor ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran
dibidang persaingan usaha Satuan Kerja Komisi Pengawasan Persaingan Usaha melalui bank
Pemerintah dengan kode penerimaan 423755 (Pendapatan Denda Pelanggaran di Bidang
Persaingan Usaha);
4. Memerintahkan kepada Terlapor: PT Forisa Nusapersada untuk menghentikan Program Pop
Ice The Real Ice Blender dan mencabut Internal Office Memo Nomor:
15/IOM/MKT-DB/XII/2014 tanggal 29 Desember 2014
ANALISIS PUTUSAN

1. Dalam putusan yang ditetapkan oleh Majelis Komisi, terlapor yang dalam perkara ini adalah
PT. Forisa Nusapersada dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan telah melanggar
ketentuan pasal 19 huruf a dan b serta pasal 25 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 mengenai posisi dominan. Hal ini dapat dilihat dari unsur-unsur yang
ada pada pasal 19 huruf a dan b serta pasal 25 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999 yaitu pelaku usaha dan menggunakan posisi dominan secara langsung
maupun tidak langsung untuk melakukan poin-poin yang ada pada huruf a dan c. Terhadap
unsur-unsur ini sudah memberikan penjelasan pada sub bab yang sebelumnya.
Dalam perkara ini, PT. Forisa Nusapersada dinyatakan bersalah karena PT. Forisa
Nusapersada dengan posisi dominannya dalam penguasaan pasar sebesar 92% telah
menciptakan hambatan masuk (bb arier to entry) kepada pelaku usaha lain merujuk pada
pasal 19 yaitu program Pop Ice The Real Ice Blender PT. Forisa Nusapersada membuat
pelaku usaha lain sulit melakukan kegiatan usaha yang sama dengan PT. Forisa Nusapersada
dan menghalangi hubungan mereka dengan konsumen karena telah mengikat pihak-pihak
toko untuk tidak menerima dan menjual produk pesaingnya yaitu S‟Cafe, MilkJuss, Camelo
dan Sooice dan memberikan hadiah kepada pihak toko sebagai gantinya.
Keadaan PT. Forisa Nusapersada yang memiliki posisi dominan dan telah
menyalahgunakannya dengan membuat syarat-syarat perdagangan kepada pihak toko-
toko jelas telah melanggar ketentuan dalam pasal 19 dan pasal 25 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999. Berdasarkan data yang diolah pihak KPPU, semenjak PT. Forisa
Nusapersada mengeluarkan program Pop Ice The Real Ice Blender pada akhir Desember
2014, PT. Forisa Nusapersada telah mengalami peningkatan penjualan sebesar 4,21%
sehingga penjualan dari produk pesaing mengalami penurunan secara jelas.
Bahkan PT. Karunia Alam Segar sebagai salah satu pesaing sempat mengalami
penurunan hingga 4,73% jika dibandingkan dengan keadaan sebelum program Pop Ice The
Real Ice Blender dikeluarkan oleh pihak Forisa.
Kemudian KPPU juga menghukum PT. Forisa Nusapersada membayar denda sebesar
Rp.11.467.500.000,- (Sebelas Milyar Empat Ratus Enam Puluh Tujuh Juta Lima Ratus Ribu
Rupiah). Jika mengacu pada pasal 48 ayat (1) bagian pidana pokok yang berbunyi:
“Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16
sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-
rendahnya Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp
100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-
lamanya 6 (enam) bulan.”
Maka seharusnya PT. Forisa Nusapersada paling tidak membayar denda minimum sebesar
Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah).
Namun Majelis Komisi memberi keringanan terhadap terlapor PT. Forisa Nusapersada
atas perilakunya karena selama proses persidangan, terlapor telah bersikap koperatif dan
terlapor yang juga belum pernah dijatuhi hukuman karena melakukan pelanggaran atas
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat sehingga denda yang dikenakan hanya sekitar sebesar
sebelas milyar rupiah.Kemudian KPPU juga memerintahkan agar program Pop Ice The Real
Ice Blender diberhentikan karena terlapor yaitu PT. Forisa Nusapersada setelah meluncurkan
program Pop Ice The Real Ice Blender, menciptakan terjadinya persaingan usaha tidak sehat
maka dari itu perlu diberhentikan sehingga setiap pelaku usaha dapat kembali bersaing
dengan sehat.
2. Putusan Pengadilan Negeri Tanggerang Atas Keberatan PT. Forisa Nusapersada Terhadap
Putusan KPPU (Putusan No. 740/Pdt.G/2016/Pn Tng)
Setelah dinyatakan bersalah dalam Putusan yang ditetapkan KPPU, PT. Forisa
Nusapersada mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri Tanggerang pada Oktober 2016.
Kemudian Pengadilan Negeri Tanggerang memutus perkara dengan putusan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Tanggerang yaitu menerima keberatan dari PT. Forisa Nusapersada atas
putusan KPPU. Dengan putusan bahwa Majelis Hakim menilai bahwa PT. Forisa
Nusapersada tidak terbukti melanggar Pasal 19 dan Pasal 25 UU No.5 Tahun 1999 sehingga
Majelis Hakim menyatakan putusan Nomor: 14/KPPU-L/2015 tanggal 30 Agustus 2016
dibatalkan dan menghukum Termohon (KPPU) untuk membayar biaya perkara yang timbul
dalam perkara ini yang besarnya sejumlah Rp.541.000,- (lima ratus empat puluh satu ribu
rupiah). Dalam pertimbangannya Majelis Hakim menyatakan bahwa KPPU telah
mengabaikan hak-hak Terlapor karena tidak melakukan pemanggilan saksi secara patut dan
tidak menyelesaikan pemeriksaan saksi terhadap seluruh saksi yang telah hadir dengan alasan
tidak punya cukup waktu sehingga putusan KPPU harus dibatalkan.

Anda mungkin juga menyukai