Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR
PERCOBAAN X
SIFAT-SIFAT SENYAWA ORGANIK

NAMA : TEMANI GEA


NIM : 2211012210007
KELOMPOK : I (SATU)
ASISTEN :

PROGRAM STUDI S-1 KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2023
PERCOBAAN X

SIFAT-SIFAT SENYAWA ORGANIK

I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Mempelajari kelarutan beberapa senyawa organik
2. Mempelajari beberapa reaksi senyawa orgnik

II. TINJAUAN PUSTAKA

Senyawa organik merupakan golongan besar senyawa kimia yang


molekulnya mengandung karbon, kecuali karbida, karnbonat, dan oksida karbon
(Firmansyah, 2020). Senyawa organik adalah golongan besar senyawa kimia yang
mengandung atom karbon dengan cakupan bidang yang lebih luas. Ruang
lingkupnya mencapai semua materi kehidupan termasuk zat non hidup yang
diproduksi melalui siklus kehidupan. Bidang-bidang studi ini mencakup obat-
obatan, ilmu kedokteran, biokimia, mikrobiologi, pertanian, plastik dan serat
sintetik juga merupakan senyawa organik. Minyak bumi dan gas alam sebagian
besar terdiri dari senyawa karbon dan hidrogen yang terbentuk karena penguraian
tumbuhan (Fessenden & Fessenden, 1982). Senyawa organik banyak digunakan
dalam banyak larutan yaitu campuran pelarut dan terlarut, namun tidak semua
senyawa organik dapat larut dalam satu jenis pelarut yang sama, ada beberapa
sifat kelarutan yang berbeda beda pada setiap senyawa organik. Keberadaan gugus
hidroksil dan karbonil pada tanaman diindentifikasi salah satunya menggunakan
instrument (Firmansyah, 2020). Kelarutan senyawa organik didasari oleh hukum
distribusi Nerst yaitu zat terlarut akan terbagi pada dua pelarut yang tidak saling
bercampur dalam keadaan setimbang (Mariana et al., 2018). Senyawa polar hanya
akan larut pada pelarut polar, seperti etanol, metanol, butanol dan air. Senyawa
non polar juga hanya akan larut pada pelarut non polar, seperti eter, kloroform dan
n-heksana (Dewi et al., 2021).
Bahan yang bersifat polar terdiri dari bahan yang bersifat ionik dan kovalen.
Senyawa yang memiliki sifat nonpolar umumnya adalah bersifat kovalen.
Berdasarkan polaritas ini maka pelarut pelarut yang ada di alam juga dapat
digolongkan. Teori ini dapat membantu pemilihan jenis pelarut yang akan
digunakan saat akan melarutkan bahan (Gonick & Criddle, 2005). Kemampuan
zat terlarut membentuk ikatan hidrogen jauh lebih berpengaruh dibandingkan
dengan polaritas. Air melarutkan fenol, alkohol, aldehid, keton, dan zat lainnya
yang mengandung oksigen dan nitrogen sehingga dapat membentuk ikatan
hidrogen dalam air. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik
antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah karena tetapan dielektrik pelarut yang
rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang
berorionisasi lemah karena pelarut nonpolar termasuk dalam golongan pelarut
protein dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan non
elektrolit (Martin, 1993).
Efektivitas ekstraksi suatu senyawa oleh pelarut sangat tergantung pada
kelarutan senyawa tersebut didalam pelarut, hal ini sesuai dengan prinsip like
dissolve like, yaitu suatu senyawa akan terlarut pada pelarut dengan sifat yang
sama, seperti senyawa polar hanya akan terlarut pada pelarut polar dan senyawa
non polar hanya akan terlarut pada pelarut non polar. Adapun contoh dari pelarut
polar yaitu etanol, metanol, butanol dan air, sedangkan pelarut non polar
contohnya seperti eter, kloroform, dan n-heksana (Gritter et al.,1991).
Senyawa organik tidak hanya memiliki jenis senyawa polar dan nonpolar
akan tetapi senyawa organik juga memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang
memiliki perbedaan masing-masing dan di titik beratkan pada sifat fisiknya. Sifat
fisik dari senyawa organik seperti titik didih titik leleh gugus fungsi berat molekul
dan kelarutan tergantung pada struktur. gugus fungsi pada molekul organik
menentukan sifat reaksinya seperti alkil Halida, alkohol dan karboksilat, aldehid
dan keton, sulfonil dan amino. Perbedaan sifat gugus gugus tersebut berimplikasi
pada tipe-tipe reaksi yang mungkin dapat berlangsung padanya misalnya reaksi
oksidasi, reduksi, adisi, subtitusi, atau eliminasi (Vogel, 1985).

III. METODOLOGI PERCOBAAN


3.1. Alat dan Bahan
A. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1) Tabung reaksi
2) Rak tabung reaksi
3) Pipet tetes
4) HotPlate
5) Penjepit
6) Gelas Beker
B. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah:
1) Akuades
2) Dietil eter
3) n-heksana
4) Kloroform
5) Etanol
6) Etil asetat
7) Alkohol
8) Asetaldehida
9) Aseton
10) Glukosa
11) Vitamin C
12) KMnO4
13) Fehling A+B
14) I2
3.2. Prosedur Kerja
A. Kelarutan Senyawa Organik
1) Tabung reaksi disiapkan sebanyak 2 buah yang bersih dan kering. Tabung
1diisi dengan 5 tetes air, dan tabung 2 diisi dengan 5 tetes dietil eter.
2) Ke dalam tabung reaksi 1 dan 2 ditambahkan setetes demi setetes n-
heksana sebanyak 10 tetes.
3) Larutan dikocok dan diperhatikan kelarutannya, dicatat.
4) Prosedur yang sama dilakukan dengan senyawa organik kloroform,
etanol, dan etil asetat.
B. Reaksi-reaksi senyawa organik
1) Tabung reaksi disiapkan sebanyak 7 buah yang bersih dan kering. Ketujuh
tabung terserbut ditambahkan 1 mL secara berturut-turut dengan n-
heksana (1), alkohol (2), asetaldehida (3), aseton (4), kloroform (5),
glukosa (6), dan vitamin C (7).
2) Tabung (1), (2), (3), dan (4) ditambahkan larutan KMnO4 sebanyak 6
tetes dan dipanaskan.
3) Tabung (5) ditambahkan aseton sebanyak 3 tetes, kemudian dikocok.
4) Tabung (6) ditambahkan fehling A+B masing-masing sebanyak 3 tetes,
kemudian dipanaskan.
5) Tabung (7) ditambahkan I2 sebanyak 3 tetes
6) Perubahan yang terjadi pada setiap tabung harus diamati dan dicatat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Pengamatan


No Percobaan Hasil Pengamatan
.
1. Kelarutan Senyawa Organik

a. Disiapkan tabung reaksi lalu


dimasukkan:
Tabung 1: akuades 0,5 mL + 10 2 fase
tetes n-heksana
Tabung 2: dietil eter 0,5 mL + 10 1 fase
tetes n-heksana
Tabung 3: akuades 0,5 mL + 10 2 fase
tetes kloroform
Tabung 4: dietil eter 0,5 mL + 10 1 fase
tetes kloroform
Tabung 5: akuades 0,5 mL + 10 1 fase
tetes etanol
Tabung 6: dietil eter 0,5 mL + 10 2 fase
tetes etanol
Tabung 7: akuades 0,5 mL + 10 2 fase
tetes Etil asetat
Tabung 8: dietil eter 0,5 mL + 10 1 fase
tetes etil asetat
b. Diamati hasil yang terjadi.
2. Reaksi -Reaksi Senyawa Organik

a. Disiapkan 7 tabung reaksi bersih


dan kering
Tabung 1: 1 mL n-heksana + 6 tetes Terbentuk 2 fase berwarna ungu
KMnO4 dan bening, setelah dipanaskan
tersisa warna ungu (beningnya
menguap).
Tabung 2: 1 mL etanol + 6 tetes Larutan berwarna ungu, setelah
KMnO4 dipanaskan berwarna kuning
kecoklatan dan ada endapan.
Tabung 3: 1 mL Asetaldehida + 6 Terbentuk 2 fase, setelah
tetes KMnO4 dipanaskan terdapat endapan
hitam.
Tabung 4: 1 mL Aseton + 6 tetes Terbentuk 2 fase ungu dan bening,
KMnO4 setelah dipanaskan tersisa
endapan/larutan berwarna cokalat.
Tabung 5: 1 mL Kloroform + 6 tetes Tidak terjadi perubahan warna
KMnO4 walaupun sudah dipanaskan.
Tabung 6: 1 mL Glukosa + 6 tetes Larutan berwarna biru bening,
KMnO4 setelah dipanaskan terbentuk
endapan berwarna merah bata.
Tabung 7: 1 mL Vitamin C + 6 tetes Larutan bening tercampur
KMnO4 sempurna.
b. Diamati hasil yang terjadi.
4.2. Pembahasan
Prinsip dari percobaan ini adalah menentukan kelarutan dan reaksi dari
senyawa organik. Kelarutan senyawa organik didasari oleh hukum like dissolve
like dimana senyawa polar akan larut dalam senyawa yang bersifat polar dan
senyawa non polar akan larut dalam senyawa yang bersifat non polar. Reaksi-
reaksi senyawa organik dapat diketahui dengan mengamati perubahan yang terjadi
ketika senyawa organik direaksikan dengan pelarutnya (Mariana et al., 2018).
4.2.1 Kelarutan Senyawa Organik
Prinsip dari percobaan ini adalah menetukan kelarutan beberapa senyawa
organik dengan menggunakan pelarut air dan dietil eter. Percobaan dilakukan
dengan menyiapkan 2 buah tabung reaksi yang bersih dan kering. Tabung 1 diisi
dengan air sebanyak 5 tetes dan tabung 2 diisi sebanyak 5 tetes dietil eter.
Menambahakan zat terlarut n-heksana ke dalam masing-masing tabung sebanyak
10 tetes, dikocok dan diperhatikan kelarutannya. Uji kelarutan lainnya juga
dilakukan pada zat terlarut kloroform, etanol, dan etil asetat dengan menggunakan
pelarut yang sama. Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil bahwa n-heksana,
kloroform, dan etil asetat terbentuk 2 fase yaitu tidak larut di dalam air, sedangkan
senyawa etanol membentuk 1 fase dengan air atau larut di dalam air. Kejadian ini
bisa terjadi karena zat terlarut ini bersifat non polar sehingga tidak larut didalam
pelaru polar yaitu air. Insiden ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa
senyawa non polar hanya akan larut pada pelarut non polar, seperti eter, kloroform
dan n-heksana (Dewi et al., 2021). Senyawa etanol yang membentuk satu fase
dengan pelarut air menunjukkan bahwa etanol larut di dalam air. Etanol bisa larut
di dalam air karena air dan etanol sama-sama bersifat polar dan sesaui dengan
literatur yang mengatakan bahwa senyawa polar hanya akan larut pada pelarut
polar, seperti etanol, metanol, butanol dan air (Dewi et al., 2021).
Hasil pengamatan kelarutan n-heksana, kloroform, etanol dan etil asetat di
dalam pelarut dietil eter adalah ada yang membentuk 1 fase dan ada yang 2 fase.
Zat terlarut n-heksana, kloroform, dan etil asetat membentuk 1 fase dengan pelarut
dietil eter. Artinya, zat terlarut ini larut di dalam dietil eter karena kedua senyawa
sama-sama bersifat non polar sehinnga bisa larut. Kelarutan yang terjadi sesuai
dengan literatur yang mengatakan bahwa senyawa non polar hanya akan larut
pada pelarut non polar, seperti eter, kloroform dan n-heksana (Dewi et al., 2021).
Kelarutan zat terlarut etanol dengan dietil eter membentuk 2 fase yang artinya zat
ini tidak larut di dalam pelarut. Ketidaklarutan ini bisa terjadi karena kedua
senyawa memiliki sifat kepolaran yang berbeda dimana etanol bersifat polar dan
dietil eter bersifat non polar. Hasil ini sesuai dengan literatur yang menyatakan
senyawa polar hanya akan larut pada pelarut polar, seperti etanol, metanol,
butanol dan air (Dewi et al., 2021). Artinya, senyawa yang bersifat polar tidak
akan larut di dalam pelarut yang bersifat non polar.
4.2.2 Reaksi-reaksi Senyawa Organik
Prinsip dari percobaan ini adalah reaksi-reaksi senyawa organik dapat
ditentukan dengan mereaksikan senyawa organik pada beberapa bahan pereaksi.
Percobaan dimulai dengan mengisi 1 mL secara berurut, alkohol, asetaldehida,
aseton, kloroform, glukosa, dan vitamin C ke dalam tujuh tabung reaksi berbeda.
Langkah selanjutnya adalah menambahkan larutan KMnO 4 sebanyak 6 tetes ke
dalam tabung reaksi 1, 2, 3dan 4 sebagai oksidator kuat serta memanaskannya
untuk mempercepat reaksinya. Aseton ditambahkan ke dalam tabung 5 dengan
tujuan untuk menguji kloroform yang dibuktikan dengan adanya reaksi.
Indikator fehling A+B ditambahkan sebagai indikator untuk mengetahui adanya
gugus aldehid ke dalam tabung reaksi 6 dan dipanaskan agar gugus
aldehida pada sampel terbongkar ikatannya dan dapat bereaksi dengan ion
pada glukosa. Selanjutnya menambahkan I2 ke dalam tabung 7, kemudian dikocok
dan dipanaskan serta diamati perubahan yang terjadi pada tabung.
Reaksi yang terjadi pada tabung 1, 2, 3, dan 4 sebagai tabung yang di
tambahkan indikator KMnO4 adalah pada tabung 1 terjadi 2 fase dimana n-
heksana berada dibawah dan KMnO4 berada di bagian atas. Tabung dipanaskan di
atas hotplate dengan tujuan untuk mempercepat reaksi pada tabung dan hasil yang
diperoleh adalah n-heksana menguap dan sisa di dalam tabung adalah KMnO 4
yang menunjukkan tidak terjadi reaksi di antara kedua senyawa. Hal ini bisa
terjadi karena n-heksana bersifat non polar dan hanya akan larut di dalam pelarut
non polar, sedangkan KMnO4 merupakan senyawa polar sehingga tidak ada reaksi
antara kedua senyawa. Tabung 2 (etanol + 6 tetes KMnO 4) diperoleh hasil bahwa
larutan berubah menajdi kuning kecoklatan yang menunjukkan terjadinya reaksi
antara kedua senyawa. Reaksi yang terjadi adalah:
3C2H5OH + 4KMnO4 → 3CH3COOH + 4MnO4 + 4KOH + H2O
Tabung 3 (asetaldehida + 6 tetes KMnO4) diperoleh hasil bahwa larutan sedikit
tercampur dan terdapat endapan hitam. Kelarutan adan endapan yang terjadi
menunjukkan kedua senyawa bereaksi dan reaksi yang terjadi adalah reaksi
oksidasi. Reaksi yang terjadi antara kedua senyawa adalah:
3C2H4O + 10KMnO4 → 5K2CO3 + 10MnO4 + CO2 + 6H2O
Tabung 4 (aseton + 6 tetes KMnO 4) diperoleh hasil terbentuk 2 fase, yaitu ungu
dan bening, setelah dipanaskan tersisa endapan/larutan berwarna cokelat.
Kelarutan berwarna coklat dan endapan yang terjadi menunjukkan kedua senyawa
terjadi reaksi oksidasi dimana ada senyawa yang teroksidasi dan ada senyawa
uyang tereduksi. Reaksi yang terjadi antara kedua larutan adalah:
3C3H6O + 2KMnO4 → 3C3H6O2 + 2MnO2 + KOH + H2O
Tabung 5 (kloroform + aseton) diperoleh hasil tidak terjadi perubahan
warna walaupun sudah dipanaskan yaitu larutan antara kedua senyawa tetap
bening. Tidak ada reaksi yang terjadi antara kedua senyawa baik sebelum
dipanaskan maupun setelah dipanaskan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sifat
antara senyawa organik dimana sifat aseton yang hanya larut di dalam senyawa
polar seperti air dan tidak larut di dalam larutan non polar seperti kloroform
sehingga tidak terjadi reaksi. Literatur yang berkaitan dengan ini adalah aseton
memiliki komponen hidrofilik dan komponen lipofilik yang mudah tercampur
dengan air (Rivai et al., 2019). Tabung 6 (Glukosa + Fehling A+B) diperoleh hasil
larutan berwarna biru bening, setelah dipanaskan terbentuk endapan berwarna
merah bata (Cu2O). Hasil ini menunjukan bahwa kedua senyawa terjadi reaksi
oksidasi dimana glukosa sebagai pereduksi dan fehling A+B sebagai
pengoksidasi. Reaksi yang terjadi adalah:
CH2O + 2CuSO4 + 5NaOH → CHOONa + Cu2O + 2Na2SO4 + 3H2O
Tabung 7 (vitamin C + I2) diperoleh hasil Larutan bening tercampur sempurna.
Kelarutan menunjukkan bahwa kedua senyawa tersebut terjadi reaksi oksidasi
dimana kedua senyawa ada yang mengalami oksidasi dan mengalami reduksi.
Reaksi yang terjadi adalah:
C6H8O6 + I2 → C6H6O6 + 2I- + 2H+

V. KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan ini adalah:
1. Kelarutan senyawa organik seperti n-heksana, kloroform, dan etil asetat
tidak larut dalam air namun terlarut dalam dietil eter. kelarutan ini bisa
terjadi karena ketiga senyawa tersebut adalah senyawa yang bersifat non
polar yang jauh lebih mudah larut di dalam pelarut non polar seperti
dietil eter dibandingkan dengan pelarut polar seperti air. Alasannya,
karena senyawa non polar tidak memiliki gugus polar untuk berikatan
dengan gugus polar pelarut. Zat terlarut lainnya yaitu etanol terlarut dalam
air namun tidak larut dalam dietil eter karena etanol adalah senyawa polar
yang sukar larut dalam pelarut non polar dan mudah larut dalam pelarut
polar seperti air.
2. Reaksi senyawa yang terjadi berdasarkan hasil pengamatan adalah
terjadinya reaksi reduksi oksidasi dengan KMnO4 sebagai oksidator dan
zat terlarut sebagai reduktor. Penggunaan KMnO 4 sebagai pereksi juga
membuat n-heksana dan aseton tidak bereaksi. Penambahan aseton pada
kloroform menyebabkan reaksi penguapan saat tabung dipanaskan.
Penambahan fehling A+B pada glukosa bereaksi secara reduksi
oksidasi dimana glukosa sebagai pereduksi dan fehling A+B sebagai
pengoksidasi. Penambahan I2 pada vitamin C bereaksisecara reduksi
oksidasi yaitu vitamin C sebagai pereduksi dan I2 sebagai pengoksidasi.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, L. K., A. H. Sarosa., C. W. Kartikowati., N. Hayati., R. Parasu., & E.


Amalia. 2021. Pengaruh Jenis Pelarut Terhadap Daya Antibakteri Hasil
Ekstraksi Daun Sirih Hijau (Piper Betle L.) pada Aktivitas
Staphylococcus Epidermidis. Journal of Innovation and Applied
Technology. 7(1): 1161-1165.
Fessenden R. J. & Fessenden, J. S. 1982. Kimia Organik Jilid I. Erlangga, Jakarta.

Firmansyah, D. 2020. Identifikasi Gugus Hidroksil dan Karbonil dalam Senyawa


Organik Pada Tanaman Daun Nanas. SainsTech Innovation Journal.
3(1): 49-53.

Gonick, L. & C. Criddle. 2005. Kartun Kimia. Gramedia, Jakarta.

Gritter, R. J., J. M. Bobbit., & A. E. Schwarting. 1991. Pengantar Kromatografi.


ITB, Bandung.
Mariana E., E. Cahyono., E. F. Rahayu., & B. Nurcahyo. 2018. Validasi Metode
Penetapan Kuantitatif Metanol Dalam Urin Menggunakan Get
Chromatography-Flame Ionization Detector. Indonesian Journal of
Chemical Science. 7(3): 274-284.

Martin, A. 1993. Farmasi Fisik Dasa-dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetik
Edisi Ketiga Jilid I. UI Press, Jakarta.

Rivai, H., R. Asra., & A. Putri. 2019. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif
Kandungan Kimia dari Ekstrak Heksan, Aseton, Etanol, dan Air dari
Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn.). Jurnal Sains
Farmasi & Klinis. 1(1): 1-13.

Vogel. 1985. Analisis Kualitatif Anorganik Makro dan Semi Makro. Kalman
Media Pustaka, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai