dengan adanya perubahan pada larutan yang tidak berwarna hingga menjadi
endapan hitam (Andrian, 2012).
Alkohol dan hidrokarbon memiliki reagen spesifik untuk menguji gugus fungsi. Setiap
gugus fungsi memiliki reaksi yang spesifik dengan reagen tertentu sehingga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa. Percobaan ini akan mempelajari
bagaimana cara mengidentifikasi suatu senyawa organik.
Prinsip Kerja
Prinsip kerja yang digunakan adalah mengidentifikasi senyawa organik berdasarkan
gugus fungsi yang menandakan sifat fisik dan kimia suatu senyawa tersebut.
Alat
1. Labu ukur 10mL
2. Tabung reaksi
3. Pemanas listrik
4. Pipet tetes
5. Gelas ukur 50mL
6. Termometer 0-110
7. Penangas air
8. Beaker glass 500mL
Bahan
1. Larutan 5% Br2 dalam n-oktanol atau CH2Cl2
2. Toluena
3. Etanol
4. Aseton
5. Heksena
6. Sikloheksena
7. Bensaldehida
8. Fenol
9. Methanol
10. 1-propanol
11. 2-butanol
12. Butiraldehida
13. Asetofenon
14. ,n-oktanol
15. Klorobensena
3. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi pada sampel aldehida dan keton.
c. Tes Tollen
Reagen : larutan 5% AgNO3, larutan 5% NaOH, larutan NH3 encer (pengenceran 10
kali ammonia pekat).
1. Dimasukkan sampel, 1mL larutan 5% AgNO3, 1mL larutan 5% NaOH, dan 5 tetes
ammonia ke dalam tabung reaksi yang bersih.
2. Dipanaskan tabung reaksi di dalam penangas air mendidih selama 5 menit.
3. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi pada sampel aldehida dan keton.
5. Uji Fenol
1. Dimaukkan 2 tetes sampel dan 1 tetes FeCl3 ke dalam tabung reaksi yang bersih
dan kering.
2. Dilakukan pengocokan kuat kuat.
3. Diamati dan dicatat perubahan yang terjadi pada sampel (hasil positifnya adalah
perubahan warna dari orange kehijauan akan pudar terhadap waktu).
Data
1. Uji kimia ketidakjenuhan
a. Reaksi dengan bromin
Senyawa Sebelum Ditambah Br2 Jumlah tetes
Toluena Tidak berwarna Terbentuk 2 fasa 6 tetes
Aseton Tidak berwarna Tidak terjadi perubahan 40 tetes
Etanol Tidak berwarna Tidak terjadi perubahan 40 tetes
Benzaldehida Tidak berwarna Terbentuk 2 fasa 15 tetes
b. Oksidasi dengan KMnO4
Senyawa Sebelum Ditambah KMnO4 Jumlah tetes
Toluena Tidak berwarna Endapan hitam 1 tetes
Aseton Tidak berwarna Endapan hitam 6 tetes
Etanol Tidak berwarna Endapan hitam 1 tetes
Benzaldehida Tidak berwarna Endapan hitam 2 tetes
2. Uji adanya halogen
a. Reagen 2% AgNO3 dalam etanol 95%
Senyawa Penambahan Reagen Pemanasan
Klorobenzena Kloroform
Gambar 2.b Reagen larutan 15% NaI dalam aseton kering
3. Uji adanya OH alcohol
Senyawa Hasil
Metanol Positif
Etanol Positif
2-butanol Positif
Aseton Negatif
2-butanol aseton etanol methanol
Gambar 3. Uji adanya OH alkohol
4. Uji aldehida dan keton
Uji aldehid dan keton Senyawa Hasil
a. Reagen : 2-4 dinitrofenilhidrazin, dietil glikol atau DMF, HCl pekat
Aseton Positif
Benzaldehida Positif
Asetofenon Positif
b. Tes fehling Aseton Negatif
Benzaldehida Negatif, harusnya positif
Asetofenon Negatif
c. Tes tollen Aseton Positif, harusnya negatif
Benzaldehida Positif
Asetofenon Positif, harusnya negatif
Asetofenon Aseton Benzaldehida
Gambar 4.a Reagen : 2-4 dinitrofenilhidrazin
Asetofenon Aseton Benzaldehida
Gambar 4.b Tes Fehling
Asetofenon Aseton Benzaldehida
Gambar 4.b Tes Tollens
5. Uji fenol
Senyawa Hasil
2-butanol Negatif
Fenol Negatif
2-propanol Negatif
1-propanol Butanol Fenol
Gambar 5. Uji fenol
Pembahasan Hasil
Percobaan pertama adalah meguji ketidakjenuhan. Identifikasi ketidakjenuhan
adalah mengidentifikasi ikatan rangkap baik rangkap dua, maupun rangkap tiga
yang terdapat dalam senyawa kimia. Uji ketidakjenuhan menggunakan dua metode
yaitu menggunakan brom dan KMnO4. Brom (Br2) bereaksi sangat cepat dengan
senyawa yang mengandung ikatan rangkap. Reaksi tersebut dapat diketahui dari
perubahan warna larutan. Brom adalah larutan yang berwarna merah kecoklatan,
dan apabila bereaksi dengan senyawa yang mengandung ikatan rangkap maka
warna merah kecoklatan akan hilang dan menjadi larutan yang tidak berwarna.
Senyawa yang diidentifikasi adalah toluena, aseton, etanol, dan benzaldehida. Uji
ketidakjenuhan yang pertama adalah toluena. Toluena adalah larutan yang tidak
berwarna dan ditambahkan reagen 5% Br2 dalam oktanol. Namun, larutan Br2 tidak
berwarna merah kecoklatan, sehingga penambahan larutan Br2 tidak merubah
warna larutan menjadi merah kecoklatan. Hal tersebut dikarenakan Br2 yang
digunakan memiliki konsentrasi yang kecil, akibatnya tidak dapat diamati perubahan
warnanya. Penambahan Br2 pada toluena menghasilkan larutan yang berbeda fase.
Larutan yang dibawah adalah larutan toluena, sedangkan yang di atas adalah Br2 ,
sebab densitas toluena lebih besar dibandingkan Br2. Perbedaan fase tersebut
mengindikasikan bahwa toluena dan Br2 tidak bereaksi dengan toluena.
Toluena memiliki ikatan rangkap, namun hasilnya negatif karena toluena tidak dapat
bereaksi dengan Br2 disebabkan karena toluena merupakan turunan senyawa
benzana sehingga tidak bida substitusi. Toluena dapat bereaksi dengan Br2 apabila
terdapat katalis asam(Fessenden, 1982).
Senyawa kedua yang diuji adalah aseton. Hasil yang didapat dengan penambahan
reagen Br2 adalah tidak ada perubahan yaitu larutan tetap bening (tidak berwarn).
Hal ini berarti keduanya tidak terjadi reaksi. Apabila dilihat dari strukturnya, aseton
memiliki ikatan rangkap. Namun, karena memiliki halangan steric yang besar maka
aseton tidak dapat bereaksi. Alasan lain yaitu karena keton mempunyai gugus
karbonil dan halogen merupakan nukleofil yang kuat maka apabila direaksikan akan
menghasilkan gugus alkoksi. Br2 sendiri merupakan senyawa yang lebih lemah dari
karbonil, sehingga Br2 yang diikat oleh atom C akan dilepaskan kembali sehingga
kesetimbangan cenderung bergeser ke arah reaktan.
Senyawa ketiga adalah etanol yang merupakan larutan tidak berwarna.
Penambahan larutan Br2 tidak mempengaruhi larutan (tidak ada perubahan), artinya
larutan tidak bereaksi. Hal itu sesuai dengan struktur etanol yang tidak mempunyai
ikatan rangkap.
Benzaldehida adalah senyawa yang diuji selanjutnya. Senyawa ini ditambahkan
reagen Br2 unutk mengidentifikasi ketidakjenuhan atau ikatan rangkap. Hasil dari
pengujian ini adalah negatif, sebab terbentuk dua fasa. Larutan yang berada di
bawah adalah benzaldehida sedangkan larutan yang ada di atas adalah bromin,
sebab densitas bromin lebih rendah dibandingkan benzaldehida. Uji ketidakjenuhan
benzaldehida negatif karena merupakan senyawa aromatik yang memiliki elektron
terdelokalisasi secara merata sehingga memiliki struktur yang stabil. Senyawa
turunan benzena yang bersifat aromatis tidak bisa diadisi dan apabila diadisi akan
menghasilkan senyawa yang bersifat tidak aromatis.
Uji ketidakjenuhan yang kedua menggunakan oksidasi KMnO4. Reaksi positif
menggunakan oksidasi KMnO4 adalah adanya perubahan warna dari ungu menjadi
coklat. Uji ini digunakan pada larutan aseton, benzaldehida, etanol, dan toluena.
Keempat larutan tersebut ditambahkan larutan KMnO4 dan menghasilkan larutan
berwarna hitam. Namun, kelamaan larutan benzaldehida berwarna coklat. Hasil ini
menandakan bahwa benzaldehida mengandung struktur yang tidak jenuh atau
ikatan rangkap. Hal tersebut sesuai dengan rumus benzaldehida, yaitu
Reksi oksidasi benzaldehida dengan KMnO4 menghasilkan senyawa baru yaitu
asam benzoate(Fessenden, 1982).
Ketiga senyawa yang lain yaitu aseton, etanol, dan toluena tidak menghasilkan hasil
positif. Larutan tetap berwana ungu pekat. Hal tersebut karena senyawa tersebut
tidak dapat dioksidasi. Aseton atau propanon tidak dapat dioksidasi karena posisi
ikatan rangkap yang berada di tengah dan atom C tidak mengikat atom hidrogen.
Etanol dapat dioksidasi menjadi aldehid dan asam karboksilat. Reaksi etanol dengan
KMnO4 berlangsung dan dihasilkan senyawa golongan aldehida yaitu asetaldehida.
Namun, hasil uji ketidakjenuhan bernilai negatif sebab etanol tidak memiliki ikatan
rangkap. Namun, pada hasil yang didapat penambahan KMnO4 dihasilkan endapan
yang berwarna merah kecoklatan. Hasil ini disebabkan karena kesalahan praktikan,
mungkin karena alat yang terkontaminasi oleh senyawa lain sehingga menghasilkan
hasil yang positif.
Toluena dapat dioksidasi menggunakan KMnO4 karena toluena merupakan turunan
benzena dan memiliki elektron yang terdelokalosasi secara merata sehingga
strukturnya stabil. Namun, Toluena dapat dioksidasi dengan menggunakan katalis
asam menghasilkan asam benzoat karena gugus metil yang dioksidasi dan
menghasilkan asam benzoat yang memiliki struktur yang stabil(Bruice, 2007).
Uji selanjutnya adalah uji adanya halogen. Uji ini menggunakan dua reagen yaitu
menggunakan AgNO3 dan NaI. Senyawa yang diidentifikasi adalah klorobenzena,
dan kloroform. Hasil positif dari reaksi menggunakan AgNO3 adalah larutan yang
semula tidak berwarna akan menjadi larutan yang berwarna putih dan keruh.
Klorobenzena adalah senyawa turunan benzena yang stabil. Klorobenzena yang
direaksikan dengan AgNO3 menghasilkan larutan yang berwarna coklat, seharusnya
menghasilkan endapan putih. Endapan putih yang tidak dihasilkan ini disebabkan
klorin yang terdapat pada senyawa telah menguap. Reaksi ini berdasarkan reaksi
adisi nukleofilik, NO3- akan menggantikan halogen menghasilkan nitro benzena
(reaksi nitrasi). Hasil penambahan klorobenzena AgNO3 pada klorobenzena adalah
negatif. Seharusnya penambahan ini menghasilkan reaksi positif, karena gugus
halogen yang dioksidasi akan digantikan oleh NO3- sebagai cabang benzena dan
menghasilkan senyawa yang stabil pula.
Uji senyawa klorobenzena menggunakan NaI tidak dapat terjadi, sebab ion klorida
pada senyawa klorobenzena memiliki elektronegativitas yang lebih tinggi
dibandingkan ion iodida pada NaI, sehingga I tidak dapat mendesak Cl.
Hasil yang sama juga terjadi pada reaksi antara kloroform dengan NaI. Klorofrom
tidak dapat bereaksi dengan NaI dikarenakan I- memiliki elektronegativitas yang
lebih rendah dibandingkan Cl-.
Uji halogen kloroform menggunakan AgNO3 bereaksi. Hal ini dikarenakan Ag akan
mengikat halogen dan NO3 akan terikat pada karbon senyawa kloroform. Reaksi ini
akan menghasilkan endapan putih. Namun, hasil yang didapat tidak sesuai karena
hanya terdapat larutan yang berwarna putih. Hal ini disebabkan halogen yang
terdapat pada senyawa tersebut telah menguap sehingga tidak menghasilkan
endapan putih.
Uji yang ketiga yaitu uji adanya alkohol. Senyawa yang diuji adalah methanol,
etanol, 2-butanol, dan aseton. Uji adanya alkohol ini menggunakan asam kromat.
Hal ini disebabkan karena asam kromat mampu mengoksidasi alkohol primer
menjadi asam karboksilat. Alkohol sekunder dioksidasi menjadi keton, sedangkan
alkohol tersier tidak dapat dioksidasi dengan asam kromat. Uji positif ini
menghasilkan endapat hijau disebabkan ion dikromat(VI) direduksi menjadi sebuah
larutan hijau yang mengandung ion kromium(III). Penambahan asam kromat pada
methanol merubah larutan yang awalnya tidak berwarna menjadi hijau pekat. Hasil
ini menandakan bahwa pada etanol terdapat gugus OH (reaksi positif).
Penambahan asam kromat pada etanol merubah larutan yang awalnya tidak
berwarna menjadi larutan berwarna hijau. Endapan dari pencampuran asam kromat
dan etanol adalah berupa endapan hijau. Hasil ini merupakan hasil positif untuk
pengujian adanya OH.
Penambahan asam kromat pada 2-butanol memnghasilkan larutan yang berwarna
kecoklatan keruh dan terbentuk endapan hitam. Hasil ini sebenarnya kurang sesuai,
karena apabila dilihat strukturnya, senyawa 2-butanol mengandung gugus OH. Hal
ini disebabkan karena OH pada 2-butanol terletak pada posisi sekunder, sehingga
apabila dieaksikan akan membentuk propanon, sehingga perubahan warna yang
terjadi tidak sesuai dengan perubahan reagen yang sesuai.
Penambahan asam kromat pada aseton menghasilkan endapan berwarna biru tua
dengan larutan berwarna kuning kecoklatan. Penambahan ini tidak menyebabkan
asam kromat dan aseton bereksi. Hasil ini merupakan hasil negatif dan sesuai
dengan struktur molekulnya, karena tidak mengandung gugus OH sehingga tidak
teridentifikasi.
Uji yang keempat adalah uji aldehida dan keton menggunakan 2,4dinitrofenilhidrazin. Senyawa yang diidentifikasi adalah aseton, benzaldehida, dan
asetofenon. Hasil positif menggunakan 2,4-dinitrohidrazin adalah terbentuk endapan
berwarna kuning atau bewarna merah pada padatan terlarutnya besar. 2,4dinitrofenilhidrazin digunakan untuk mengidentifikasi adanya karbonil.
Penambahan 2,4-dinitrohidrazin pada aseton setelah dipanaskan tidak
menghasilkan endapan berwarna kuning, namun menghasilkan larutan berwarna
kuning pekat, sehingga bisa dikatakan uji keton menggunakan aseton merupakan
hasil positif.
Penambahan 2,4-dinitrohidrazin pada benzaldehida setelah dipanaskan tidak
menghasilkan endapan kuning, namun menghasilkan larutan yang berwarna kuning.
Penambahan 2,4-dinitrohidrazin pada asetofenon setelah dipanaskan juga tidak
menghasilkan endapan kuning, namun hanya menghasilkan larutan yang berwarna
kuning.
Larutan kuning yang dihasilkan sudah mengindikasikan adanya gugus aldehid dan
keton. Pemanasan pada uji ini bertujuan untuk mempercepat reaksi.
Uji aldehida dan keton yang kedua menggunakan tes fehling yaitu fehling A dan
fehling B. Reaksi positif dari uji fehling ini adalah terjadinya perubahan warna dari
biru menjadi merah bata. Larutan Fehling mengandung ion tembaga(II) yang
dikompleks dengan ion tartrat dalam larutan natrium hidroksida. Pengompleksan ion
tembaga(II) dengan ion tartrat dapat mencegah terjadinya endapan tembaga(II)
hidroksida(Fessenden, 1982).
Tes fehling akan bereaksi dengan aldehid menghasilkan endapan merah bata,
sedangkan keton dengan tes fehling tidak bereaksi. Uji fehling pada asetofenon,
aseton, dan benzaldehida menghasilkan larutan yang berwarna biru. Ketiga
senyawa tersebut dipanaskan selama lima menit. Hasilnya asetofenon (biru ++)
memiliki batas fasa yang sedikit, sedangkan pada benzaldehida menghasilkan
larutan yang berwarna biru lebih muda dari asetofenon (biru +) dan fasa yang
terpisah berwarna kuning. Aseton tidak mengalami perubahan (larutan tetap
berwarna biru tua (biru +++).
Uji aldehida dan keton dengan tes fehling ini terbukti bahwa keton menghasilkan tes
negative karena tidak terbentuk endapan merah bata. Asetofenon dan aseton tidak