Disusun Oleh :
Muhammad Abizar (231121033)
Agustina Dwi Rahmawati (231121040)
Rufiyanto Heri Santoso (231121048)
Afifah Azzahra (231121052)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Syukur dan
Taubat”.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata, semoga makalah ini dapat menjadi sumber
pengetahuan yang bermanfaat dan menginspirasi bagi pembaca.
Terima kasih.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian syukur dan taubat
2. Untuk mengetahui macam-macam syukur dan taubat
1
BAB II
PEMBAHASAN
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.” (Q.S Al-
Baqarah : 152)
Begitu juga Rasulullah SAW bersabda :
َ َل َي ْش ُك ُر ه
ََّللا َمنْ ََل َي ْش ُك ُر ال هناس
“Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih pada
manusia.” (HR. Abu Daud no. 4811 dan At-Tirmidzi no. 1954).
Syukur meliputi pengertian-pengertian sebagai berikut:
1. Merasa gembira atas sesuatu pemberian/kebaikan orang lain yang kita terima
2. Menyatakan kegembiraan itu dengan ucapan dan perbuatan.
3. Memelihara pemberian/kebaikan itu dengan baik-baik dan mempergunakannya sesuai
dengan dikehendaki oleh si pemberi kebaikan itu.
Hakikat syukur menurut Al-Ghazali, syukur itu tersusun dari 3 hal, yaitu ilmu,
keadaan, dan perbuatan. Ilmu ialah dengan menyadari bahwa kenikmatan yang
diterimanya itu semata-mata datang dari zat yang maha pemberi kenikmatan yaitu Allah
SWT. Keadaan ialah menyatakan kegembiraan karena memperoleh kenikmatan,
sedangkan perbuatannya ialah menunaikan sesuatu yang menjadi tujuan yang dicintai
oleh zat yang memberikan kenikmatan itu untuk dilaksanakan.
2
Syukur seorang hamba memiliki tiga rukun, dimana seseorang belum dianggap
bersyukur bila tidak memenuhinya. Ketiga rukun tersebut adalah :
1. Mengakui nikmat yang diterima secara batin
2. Menceritakan nikmat yang diterima secara zahir
3. Menggunakan nikmat yang diterima untuk ketaatan kepada Allah
Jadi, syukur itu dilakukan dengan hati, lisan, dan anggota badan. Bersyukur dengan
hati berarti meniatkannya untuk kebaikan semua makhluk. Sedangkan bersyukur dengan
lisan berarti menunjukkan rasa syukur itu kepada Allah dengan memujinya sambil
mengucapkan hamdalah.
Diriwayatkan bahwa dua orang sahabat Anshar bertemu, kemudian mereka saling
sapa. "Apa kabarmu pagi ini?" Yang ditanya menjawab, "Alhamdulillah" Mendengar hal
itu maka Rasulullah bersabda, "Benar. Ucapkanlah seperti itu."
Diriwayatkan pula bahwa seorang lelaki menyalami Umar bin Al- Khaththab.
Kemudian Umar menjawab salamnya dan bertanya, "Bagaimana kabarmu pagi ini?"
Lelaki itu menjawab, "Alhamdulillah" Mendengar jawaban itu maka Umar berkata,
"Itulah yang ingin kudengar." Sebagian ulama mengatakan, "Bersyukur adalah ketika
tidak menggunakan sesuatu pun dari nikmat yang diterima untuk kemaksiatan."
Abdurahman bin Zaid bin Aslam berkata, "Hendaklah seorang hamba melihat nikmat
Allah yang diberikan kepadanya pada tubuhnya, telinganya, matanya, kedua tangannya,
kedua kakinya, dan sebagainya. Pada semua itu terdapat nikmat dari Allah, sehingga
seorang hamba wajib menggunakan nikmat yang ada di badannya tersebut untuk Allah
dan dalam ketaatan kepada-Nya. Kenikmatan yang lain adalah kenikmatan dalam hal
rezeki, dimana seseorang juga wajib menggunakannya dalam hal ketaatan. Barangsiapa
melakukan semua ini, maka ia telah bersyukur secara sempurna.
3
Maksudnya adalah mengingat dan menggambarkan kenikmatan itu semata karena
anugerah Allah yang maha Kuasa. Ditambah dengan menampakkan kecintaan dan
pengagungan kepada Allah yang maha pemberi nikmat dengan tanpa menyandarkan
kenikmatan tersebut kepada kekuatan diri sendiri.
3. Bersyukur dengan amal perbuatan
Maksudnya membalas kenikmatan sesuai dengan haknya. Hal ini dapat dilakukan
dengan melakukan perbuatan ketaatan dan menggunakan kenikmatan tersebut untuk taat
kepada Allah dan tidak untuk memaksiati Allah. Diantara bentuknya adalah
memberikan banyak kebaikan kepada orang lain. Bersyukur sangat dituntut dilakukan
dalam keseharian. perilaku yang baik, santun, jujur, ramah tamah adalah bagian dari
rasa syukur itu sendiri.
Ketiga hal inilah yang paling penting dalam kehidupan kita sekarang ini. Sehingga
Allah memerintahkan keluarga nabi Dawud untuk beramal sebagai wujud syukurnya
dalam firman Allah :
َور رهسِ يبٌ اعْ َملُوا أَ َل داؤد شكرا و َقلِي ٌل مِّنْ ِعبَادِي ِ ان َكا ْلجَ َوا
ٍ ب َوقُ ُد ِ ج َف ِ ََيعْ َملُونَ لَ ُه مَا َي َشا ُء مِنْ مَح
ِ ار ْيبَ َو َتمَاثِي َل َو
ال هش ُكو ُر
“Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendaki-Nya dari gedung-gedung
yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan
periuk yang tetap (berada diatas tungku). Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk
bersyukur (kepada Allah), dan sedikit sekali dari hamba-hambaku yang bersyukur.”
(Q.S Saba' : 13).
Para ulama tafsir menafsirkan firman Allah (Bekerjalah Hai keluarga Daud untuk
bersyukur (kepada Allah) dengan pengertian kerjakanlah pekerjaan kalian sebagai wujud
syukur kepada Allah. Dalam ayat ini Allah menjelaskan dengan kata bekerjalah) اعملوا
(dan tidak menyatakan : (Syukurlah) untuk menjelaskan hubungan erat antara tiga macam
syukur yaitu syukur dengan hati, syukur dengan lisan dan syukur dengan seluruh anggota
tubuh.
Syukur kepada Allah dengan sempurna adalah perkara sulit. Oleh karena itu, Allah
tidak memuji hamba-hamba-Nya dengan syukur dalam Al-Qur'an kecuali dua orang saja
yaitu Nabi Ibrohim ‘Alaihissalam dalam firman Allah :
“(lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya
kepada jalan yang lurus.” (Q.S An-Nahl : 121)
Sedangkan orang kedua adalah Nabi Nuh ‘Alaihissalam dalam firman Allah :
4
وح إِ هن ُه َكانَ َعبْدا َش ُكورا ْ ُ
ٍ ذرِّ يهة َمنْ حَ َمل َنا مَعَ ُن
“(yaitu) anak cucu dari orang-orang yang Kami bawa bersama-sama Nuh. Sesungguhnya
Dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.” (Q.S Al-Isra' : 3)
Walaupun syukur itu sukar dilakukan secara sempurna, namun kita harus berusaha
menyempurnakan rasa syukur kita kepada Allah SWT.
“Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada Allah dan memohon ampun kepada-
Nya? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Al-Maidah : 74)
Imam Al-Ghazali berkata, bahwa taubat itu ialah kembali mengikuti jalan yang benar
dari jalan sesat yang telah di tempuhnya. Dengan rumusan yang berbeda, ulama lain
berkata, bahwa yang disebut taubah adalah “berpindah dari keadaan yang dibenci dan
dikutuk oleh Allah kepada keadaan yang diridhai dan dicintai olehnya.”
Rasulullah SAW bersabda :
كل بني آدم خطاء وخير الخطائين التوابون
“Tiap anak Adam itu mempunyai kesalahan dan sebaik-baik yang mempunyai kesalahan
ialah mereka yang mau bertaubat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Sedangkan secara istilah menurut Imam Nawawi, taubat adalah tindakan yang wajib
dilakukan atas setiap dosa. Kalau dosa yang diperbuat itu adalah maksiat dari seorang
hamba terhadap Tuhannya, yang tidak bersangkutan sesama anak Adam, maka syarat
taubat kepada Tuhan itu ada tiga perkara :
1) Pertama, berhenti dari maksiat itu seketika itu juga.
2) Kedua, merasakan menyesal yang sedalam-dalamnya atas perbuatan yang salah itu.
3) Ketiga, mempunyai tekad yang teguh bahwa tidak akan mengulanginya lagi.
Apabila kurang salah satu dari ketiganya, maka tidak sahlah taubatnya. Dan jika maksiat
itu bersangkutan dengan sesama anak.
Taubat adalah penyesalan yang melahirkan kesungguhan tekad dan mat untuk kembali
dari kemaksiatan kepada ketaatan. Hakikatnya adalah menyesali dimasa lalu, dan
5
meninggalkannya dimasa sekarang, serta bertekad untuk bersungguh-sungguh tidak
menggulanginya kembali dimasa mendatang. Ketiga hal ini terhimpun pada waktu
terjadinya taubat. Pada waktu tersebut dia menyesal, meninggalkan dan bersungguh-
sungguh bertekad. Saat itu dia juga kembali pada penghambaan kepada sang pencipta.
Kembali ini merupakan hakikat taubat.
6
Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang bertaubat (dari dosanya) seakan-akan ia
tidak berdosa.” (HR. Ibnu Majah, no. 4250).
2. Kejelekan diganti dengan kebaikan.
Allah berfirman :
Artinya : “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal
saleh, maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S Al-Furqan : 70).
3. Membawa keberuntungan.
Allah berfirman :
Artinya : “Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal
yang saleh, semoga dia termasuk orang-orang yang beruntung.” (Q.S Al-Qashash :
67).
4. Jalan menuju surga.
Allah berfirman :
Artinya : “Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, maka mereka
itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun.” (Q.S Maryam :
60).
5. Pembersihan hati.
Allah berfirman :
Artinya : “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati
kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan).” (Q.S At-Tahriim : 4).
6. Diberi kenikmatan yang baik.
Allah berfirman :
Artinya : “Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat
kepada-Nya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi
kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah
ditentukan.” (Q.S Huud : 3).
7. Mendapat kecintaan Allah.
Allah berfirman :
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”(Q.S Al-Baqarah : 222).
7
BAB III
PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Syukur itu adalah mempergunakan nikmat Allah menurut kehendak Allah sebagai
pemberi nikmat. Karena itu, dapat dikatakan bahwa syukur yang sebenarnya adalah
mengungkapkan pujian kepada Allah dengan lisan, mengakui dengan hati akan nikmat
Allah, dan mempergunakan nikmat itu sesuai dengan kehendak Allah.
Taubat adalah penyesalan yang melahirkan kesungguhan tekad dan mat untuk kembali
dari kemaksiatan kepada ketaatan. Hakikatnya adalah menyesali dimasa lalu, dan
meninggalkannya dimasa sekarang, serta bertekad untuk bersungguh-sungguh tidak
menggulanginya kembali dimasa mendatang. Ketiga hal ini terhimpun pada waktu
terjadinya taubat. Pada waktu tersebut dia menyesal, meninggalkan dan bersungguh-
sungguh bertekad. Saat itu dia juga kembali pada penghambaan kepada sang pencipta.
Kembali ini merupakan hakikat taubat.
Macam-macam syukur :
1. Bersyukur dengan lisan
2. Bersyukur dengan hati
3. Bersyukur dengan amal perbuatan
Macam-macam taubat :
1. Taubat secara Lisan
2. Taubat didalam Hati
3. Taubat yang Diiringi dengan Perbuatan Baik
4. Taubat yang Sesungguhnya
8
DAFTAR PUSTAKA