Anda di halaman 1dari 68

PERHITUNGAN NILAI KALOR PADA LIMBAH PADAT

KELAPA SAWIT SEBAGAI KETERSEDIAAN BAHAN


BAKAR DI PT. TRI BAHTERA SRIKANDI

KARYA AKHIR

Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti ujian akhir guna


mendapatkan gelar Ahli Madya Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan

Oleh :

ENDRY KURNIA NATA


NIM. 17 03 082

KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI MEDAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS KELAPA SAWIT
2020
BIODATA MAHASISWA

A. DATA PRIBADI
1. Nama Lengkap : Endry Kurnia Nata
2. NIK : 1213161608980001
3. NISN (Nomor Induk Siswa Nasional) : 9987832012
4. Tempat, Tanggal Lahir : Patiluban Mudik, 16 Agustus 1998
5. Jenis Kelamin : Laki-laki
6. Agama : Islam
7. Program Studi : Agribisnis Kelapa Sawit
8. Jalur Pendaftaran : SBMPTN
9. Kewarganegaraan : Indonesia
10. Jenis Pendaftaran : Reguler
11. Mulai Semester : I (Satu)
12. Alamat : Patiluban Mudik, Kecamatan Natal
13. No.Telepon : 082211035706
14. Email : endrynata@gmail.com
15. Jenis Tinggal : Kos
16. Alat Transportasi : Angkutan Pribadi

B. DATA ORANG TUA/WALI


1. AYAH
a. Nama : Rahmad Arianto
b. NIK : 1213160812690001
c. Tempat, Tanggal Lahir : Guracih Batu, 06 Desember 1969
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Wiraswasta
2. IBU
a. Nama : Syarifah
b. NIK : 1213165503750002
c. Tempat, Tanggal Lahir : Kisaran, 15 Maret 1975
d. Pendidikan : S1
e. Pekerjaan : Bidan Desa
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah limbah padat yang dihasilkan
dari proses pengolahan tandan buah segar sebagai ketersediaan bahan bakar serta
mengetahui nilai kalor dari limbah padat kelapa sawit yang digunakan sebagai
bahan bakar. Metode penelitian ini menggunakan alat bom kalorimeter. Penelitian
ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil
observasi langsung di lapangan untuk mengamati proses pengolahan limbah padat
kelapa sawit serta penelitian nilai kalor dari bahan bakar fiber bunch press, fiber
press, dan cangkang yang dilakukan uji di laboratorium. Data sekunder berupa
informasi persentase limbah padat kelapa sawit yang diperoleh, pembanding nilai
kalor yang dimiliki oleh fiber bunch press, fiber press, cangkang, serta informasi
penelitian yang relevan atau yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan
penulis. Hasil penelitian diperoleh jumlah limbah padat kelapa sawit yang tersedia
sebagai bahan bakar dari persentase terendah yaitu untuk fiber bunch press
sebanyak 9.000 kg/jam, fiber press 4.500 kg/jam, dan cangkang 3.150 kg/jam, dan
untuk persentase tertinggi diperoleh untuk fiber bunch press sebesar 10.350
kg/jam, fiber press sebesar 5.400 kg/jam, dan untuk cangkang sebesar 4.050
kg/jam. Sedangkan untuk nilai kalor dari limbah padat kelapa sawit yang
digunakan sebagai bahan bakar diperoleh nilai kalor berupa fiber bunch press
sebesar 3974,38 cal/g, fiber press sebesar 3963,44 cal/g, dan untuk cangkang
sebesar 4333,49 cal/g. Maka dapat disimpulkan bahwa untuk hasil jumlah limbah
padat terbesar yang diperoleh dalam 1 jam pengolahan tandan buah segar dimiliki
oleh fiber bunch press, sedangkan nilai kalor tertinggi dimiliki oleh cangkang.

Kata Kunci: Identifikasi, bahan bakar boiler, nilai kalor (CV), bom kalorimeter,
limbah padat.

v
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya akhir yang berjudul
“Perhitungan Nilai Kalor pada Limbah Padat Kelapa Sawit sebagai
Ketersediaan Bahan Bakar di PT. Tri Bahtera Srikandi”.
Karya akhir ini disusun atas dasar hasil kerja praktek yang telah dilaksanakan
di PT. Tri Bahtera Srikandi, Patiluban Mudik, Kecamatan Natal, Kabupaten
Mandailing Natal. Selama penulisan karya akhir ini, banyak kendala yang penulis
hadapi, namun berkat bantuan, saran, dan motivasi dari berbagai pihak, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan karya akhir ini. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Poltak Evencus Hutajulu, M.T selaku Direktur Politeknik Teknologi
Industri.
2. Pembantu Direktur I, II, dan III Politeknik Teknologi Kimia Industri.
3. Ibu Mahyana, SE selaku Ka. Sub Bag. Administrasi Akademik
Kemahasiswaan dan Kerjasama.
4. Ibu Tengku Rachmi Hidayani, M.Si, selaku Ketua Jurusan Agribisnis Kelapa
Sawit.
5. Ibu Meutia Mirnandaulia, M.T. selaku Sekretaris Jurusan Agribisnis Kelapa
Sawit dan dosen pembimbing I yang selalu memberi semangat, motivasi, dan
serta memabantu penulis memberikan arahan dan dukungan sehingga
penulisan karya akhir ini dapat diselesaikan.
6. Ibu Trisna Yuniarti, M.T selaku dosen pembimbing II yang telah membantu
penulis dalam memberikan arahan dan dukungan sehingga penulisan karya
akhir ini dapat diselesaikan.
7. Bapak Emil Salim P. Siregar, M.Sc.Eng selaku dosen wali penulis yang
selalu mendukung dan memotivasi penulis.
8. Bapak/Ibu selaku tim penguji yang memberikan saran dan kritikan demi
kesempurnaan karya akhir ini.

vi
9. Seluruh Bapak/Ibu dosen Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan yang
telah memberikan ilmunya selama penulis mengikuti perkuliahan serta
seluruh staf dan pegawai PTKI Medan.
10. Pihak Industri Tri. Bahtera Srikandi yang telah memberi kesempatan kepada
penulis sehingga karya akhir ini dapat selesai.
11. Seluruh teman-teman kelas AKS B stambuk 2017 Medan, dan teman-teman
terbaik penulis terutama Sintia Maya Riska yang telah memberikan semangat
perjuangan dalam menyelesaikan karya akhir ini.
12. Teristimewa penulis ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua dan
saudara yang telah memberi semangat dan dukungan baik dalam bentuk
moral maupun material sehingga karya akhir ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa karya akhir ini masih jauh dari kata sempurna,
karena keterbatasan kemampuan dari penulis. Oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan karya akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih, semoga karya akhir ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2020


Penulis

( Endry Kurnia Nata)


NIM: 17 03 082

vii
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR...........................................................................................vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................x
DAFTAR TABEL.................................................................................................xi
DAFTAR RUMUS...............................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah........................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................4
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................................4
1.1.1.Tujuan Penelitian.........................................................................4
1.3.2. Manfaat Penelitian......................................................................4

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA .................................................................................6


2.1. Landasan Teori......................................................................................6
2.1.1. Kelapa Sawit...............................................................................7
2.1.2. Jenis-Jenis Kelapa Sawit.............................................................8
2.1.3. Pengolahan Kelapa Sawit............................................................8
2.1.4. Limbah Kelapa Sawit................................................................10
2.1.5. Bunch Press dan Bunch Hopper...............................................13
2.1.6. Bahan Bakar .............................................................................15
2.1.7. Nilai Kalor Bahan Bakar...........................................................16
2.1.8. Bom Kalorimeter.......................................................................19
2.2. Kajian Penelitian yang Relevan..........................................................21
2.3. Kerangka Konseptual..........................................................................26

BAB 3 METODE PENELITIAN........................................................................27


3.1. Tempat dan Waktu Penelitian.............................................................27
3.2. Pengumpulan Data .............................................................................27
3.2.1. Alat dan Bahan.........................................................................27
3.2.2. Prosedur Kerja..........................................................................30

viii
DAFTAR ISI (LANJUTAN)

Halaman

3.3. Analisa Data........................................................................................31


BAB 4 PEMBAHASAN.......................................................................................33
4.1. Data Hasil Penelitian...........................................................................33
4.1.1. Data Limbah Padat Kelapa Sawit yang Dihasilkan sebagai
Ketersediaan Bahan Bakar.......................................................33
4.2. Hasil Perhitungan................................................................................34
4.2.1. Perhitungan Jumlah Limbah Padat Kelapa Sawit yang Tersedia
pada Pabrik sebagai Bahan bakar............................................34
4.2.2. Perhitungan Persentase Limbah Padat Kelapa Sawit yang
dihasilkan sebagai Ketersediaan Bahan Bakar....................... 35
4.2.3. Hasil Nilai Kalor Limbah Padat Kelapa Sawit sebagai Bahan
Bakar.......................................................................................35
4.2.4. Perhitungan Nilai Kalor setiap Limbah Padat Kelapa Sawit
yang Tersedia sebagai Bahan Bakar.......................................36
4.2.5. Perhitungan Persen Error Alat serta Persen Ketelitian Alat
Bom Kalorimeter....................................................................37
4.3. Pembahasan.........................................................................................39

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................45


5.1. Kesimpulan.........................................................................................45
5.2. Saran....................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Buah Kelapa Sawit..............................................................................8

Gambar 2.2. Tandan Kosong Kelapa Sawit...........................................................11

Gambar 2.3. Fiber .................................................................................................12

Gambar 2.4. Cangkang .........................................................................................13

Gambar 2.5. Bunch Press.......................................................................................14

Gambar 2.6. Fiber Bunch Press.............................................................................15

Gambar 2.7. Bom Kalorimeter...............................................................................20

Gambar 4.1. Diagram Nilai Kalor..........................................................................42

x
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.2. Kajian Relevan.....................................................................................24
Tabel 4.1. Persentase Limbah Padat Kelapa Sawit...............................................33
Tabel 4.2. Data Sampel Limbah Padat Kelapa Sawit...........................................34
Tabel 4.3. Hasil Uji Nilai Kalor Bahan Bakar Limbah Padat dengan Mengguna-
kan Alat Bom Kalorimeter................................................................36
Tabel 4.4. Pembanding Uji Nilai Kalor Limbah Padat Kelapa Sawit sebagai
Bahan Bakar ........................................................................................37

xi
DAFTAR RUMUS

Halaman
Rumus 3.1 Perhitungan Jumlah Limbah Padat Kelapa Sawit yang Tersedia pada
Pabrik sebagai Ketersediaan Bahan Bakar.......................................31
Rumus 3.2 Perhitungan Persentase Limbah Padat Kelapa Sawit yang Dihasilkan
sebagai Ketersediaan Bahan Bakar...................................................31
Rumus 3.3 Perhitungan Nilai Kalor dari Setiap Limbah Padat Kelapa Sawit
yang tersedia Sebagai Bahan Bakar..................................................32

Rumus 3.4 Perhitungan Persen Error Alat Bom Kalorimeter.............................32


Rumus 3.5 Perhitungan Persen Ketelitian Alat Bom Kalorimeter......................32

xii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Industri pengolahan kelapa sawit dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu
industri pengolahan bahan mentah kelapa sawit menjadi bahan setengah jadi,
dan industri pengolahan material setengah jadi menjadi produk akhir.
Pengolahan kelapa sawit menjadi bahan setengah jadi melewati enam bagian
proses/stasiun yang terdiri dari stasiun penerimaan buah, stasiun sterilizer,
stasiun thresser (bantingan), stasiun digester and press, stasiun nut and
kernel, serta stasiun clarification. Hasil pengolahan kelapa sawit
menghasilkan produk utama berupa minyak mentah (CPO) dan produk
samping serta limbah kelapa sawit berupa tandan kosong, fiber, cangkang dan
limbah cair (POME). Dan hasil pengolahan kelapa sawit tersebut akan
dilakukan analisis di laboratorium. Laboratorium berfungsi sebagai pusat
pengendalian terhadap proses dan kualitas selama dan setelah proses produksi
berlangsung. Hasil-hasil analisis laboratorium digunakan sebagai umpan balik
bagi perbaikan dan peningkatan proses produksi (Pahan, 2016).
Meningkatnya perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia, akan
meningkatkan produktivitas pengolahan produk utama kelapa sawit, yang
juga berdampak pada tingginya produk samping dan limbah yang dihasilkan.
Kelapa sawit menghasilkan biomassa sawit berupa cangkang, serat buah,
POME (Palm Oil Mill Effluent) atau lebih dikenal dengan limbah cair kelapa
sawit dan tandan kosong kelapa sawit. Tandan kosong kelapa sawit
merupakan limbah terbesar yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit.
Namun hingga saat ini, pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit
belum digunakan secara optimal (Hambali dkk, 2007; Erivianto, 2018).
Padahal tandan buah segar yang diolah pada Pabrik Kelapa Sawit (PKS),
menghasilkan limbah tandan kosong kelapa sawit sebanyak 23% (Ohimain
dkk, 2013; Prayoga dan Dalimi, 2018). Melihat perkembangan areal

1
2

perkebunan kelapa sawit yang diikuti dengan pembangunan pabrik yang


cukup pesat tentunya akan mempengaruhi lingkungan sekitar terutama
lingkungan badan penerima limbah. Untuk mengurangi dampak negatif
pabrik pengolah kelapa sawit yang mengacu pada undang-undang No. 4 tahun
1982 dan peraturan pemerintah maka pengendalian limbah pabrik kelapa
sawit harus dilakukan dengan baik. Pengendalian limbah pabrik kelapa sawit
dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan, pengurangan volume limbah dan
pengawasan mutu limbah (Naibaho, 2016).
PT. Tri bahtera Srikandi merupakan salah satu perusahaan kelapa sawit
yang terletak di Desa Patiluban, Kecamatan Natal, Kabupaten Mandailing
Natal, Provinsi Sumatera Utara. PT. Tri Bahtera Srikandi merupakan salah
satu perusahaan swasta yang bergerak dibidang pengolahan kelapa sawit yang
menghasilkan minyak mentah (CPO) dan inti kelapa sawit dengan kapasitas
olah 45 ton TBS/jam. Bahan baku yang digunakan yaitu tandan buah segar
(TBS) yang berasal dari buah plasma milik warga, buah warga, dan buah
kontrak milik perusahaan lain. Selain menghasilkan CPO dan inti kelapa
sawit PT. Tri Bahtera Srikandi juga menghasilkan limbah kelapa sawit
berupa, cangkang, fiber, limbah cair (POME) dan tandan kosong kelapa
sawit. PT. Tri Bahtera Srikandi juga memanfaatan limbah kelapa sawit
sebagai bahan bakar yang berbentuk fiber press dan cangkang kelapa sawit.
Selain fiber press dan cangkang, PT. Tri Bahtera Srikandi juga memanfaatkan
tandan kosong kelapa sawit sebagai bahan bakar setelah melalui proses
pengepresan dengan menggunakan alat bunch press (Endry dkk, 2019).
Penggunaan cangkang serta fiber press, sebenarnya sudah memadai
dalam pemenuhan bahan bakar, akan tetapi digunakan fiber bunch press
sebagai bahan bakar dimaksudkan untuk mengurangi melimpahnya limbah
tandan kosong hasil pengolahan kelapa sawit, serta kandungan minyak yang
masih terdapat pada tandan kosong kelapa sawit tidak terbuang sia-sia dan
dapat dikutip kembali. Alasan lainnya penggunan fiber bunch press untuk
bahan bakar dimaksudkan agar penggunaan cangkang dalam pemenuhan
3

bahan bakar ditekan seminimum mungkin, hal ini dikarenakan cangkang


memiliki nilai jual yang tinggi.
Dari berbagai alasan pemanfaatan limbah tandan kosong kelapa sawit
tersebut, pengepresan tandan kosong kelapa sawit menjadi alternatif tepat
guna untuk mengurangi limbah tandan kosong kelapa sawit yang berlebih.
Pengepresan tandan kosong kelapa sawit ini dilakukan dengan menggunakan
alat bunch press, alat bunch press itu sendiri berfungsi sebagai alat penekan
janjangan kosong sehingga dari hasil tekanan tersebut diperoleh minyak yang
masih meresap dalam tandan kosong, selain itu bunch press juga berfungsi
sebagai alat pencacah tandan kosong, sehingga tandan kosong berubah
menjadi ukuran yang lebih kecil berbentuk fiber, yang selanjutnya fiber
tandan kosong tersebut dapat digunakan sebagai bahan bakar (Endry dkk,
2019)
Salah satu parameter yang menentukan kualitas bahan bakar yaitu nilai
kalor atau nilai energi yang terkandung dalam bahan bakar. Analisis atau
pengujian nilai kalor bahan bakar dilakukan untuk mengetahui besarnya kalor
per satuan massa yang dihasilkan oleh bahan bakar padat setelah dilakukan
pembakaran (Basu, 2012; Sanjaya, 2020). Dalam penelitian terdahulu sepeti
dalam penelitian Napitupulu (2006) tentang pengaruh nilai kalor (heating
value) suatu bahan bakar terhadap perencanaan volume ruang bakar ketel uap.
Didapatkan penjelasan bahwa penentuan nilai kalor bahan bakar dapat
diperoleh dengan cara penentuan nilai bahan bakar dengan menggunakan
literatur yang ada, penentuan nilai kalor bahan bakar dengan menggunakan
rumus Dulong dan Petit, dan penentuan nilai kalor bahan bakar dengan
percobaan dengan alat bom kalorimeter.
Mengingat ketersediaan limbah padat kelapa sawit yang cukup melimpah
sebagai produk samping dari proses pengolahan, membuat PT. Tri Bahtera
Srikandi memanfaatkan limbah padat kelapa sawit serta tandan kosong kelapa
sawit yang telah berbentuk fiber sebagai pemasok bahan bakar. Oleh karena
itu membuat penulis tertarik mengambil judul tugas karya akhir tentang:
4

“PERHITUNGAN NILAI KALOR PADA LIMBAH PADAT KELAPA


SAWIT SEBAGAI KETERSEDIAAN BAHAN BAKAR DI PT. TRI
BAHTERA SRIKANDI”

1.2. Rumusan Masalah


Kualitas bahan bakar dapat dilihat dari nilai kalor yang terdapat dari
bahan bakar yang dipakai, serta ketersediaan bahan bakar yang digunakan
untuk proses pembakaran. Sehingga perlu dilakukan percobaan dalam
menguji besar nilai kalor dari bahan bakar yang dipakai serta menghitung
ketersediaan bahan bakar yang dihasilkan.
Berdasarkan keterangan diatas, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan yang terkait dengan pokok masalah yaitu:
a. Berapakah jumlah limbah padat kelapa sawit yang dihasilkan dari
pengolahan tandan buah segar sebagai ketersediaan bahan bakar?
b. Berapakah nilai kalor dari limbah padat kelapa sawit yang digunakan
sebagai bahan bakar?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Adapun yang menjadi tujuan dan manfaat untuk penelitian yang dilakukan
sebagai berikut:
1.3.1. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui jumlah limbah padat kelapa sawit yang dihasilkan dari
pengolahan tandan buah segar sebagai ketersediaan bahan bakar.
b. Mengetahui nilai kalor dari limbah padat kelapa sawit yang
digunakan sebagai bahan bakar.

1.3.2. Manfaat Penelitian


a. Bagi Penulis
1. Dapat mengetahui jumlah limbah padat kelapa sawit yang
dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar sebagai
ketersediaan bahan bakar.
5

2. Dapat mengetahui cara penentuan nilai kalor dari limbah padat


kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan bakar.
b. Bagi Perusahaan
Bagi perusahaan dapat memberikan informasi tentang nilai kalor
yang dihasilkan dari limbah padat kelapa sawit yang digunakan
sebagai bahan bakar.
c. Bagi Pembaca
Bagi pembaca dapat dijadikan referensi bagaimana cara
penentuan nilai kalor suatu bahan bakar yang dipakai.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
1.1. Landasan Teori
Landasan teori yang yang bisa dijadikan sebagai bahan rujukan dalam
mendukung penelitian tercakup dalam beberapa materi sebagai berikut:

1.1.1. Kelapa Sawit


Kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jack) merupakan komoditas
perkebunan yang memegang peran penting bagi perekonomian dan
pembangunan nasional, dikarenakan tanaman perkebunan kelapa
sawit dapat menyerap lapangan tenaga kerja yang lebih besar dan
sebagai sumber devisa negara. Kelapa sawit menghasilkan produk
olahan yang mempunyai banyak manfaat. Misalnya produk minyak
kelapa sawit yang dapat digunakan untuk industri penghasil minyak
goreng, bahan bakar, industri kosmetik, dan farmasi. Pada mulanya
tanaman kelapa sawit berasal dari negara Afrika Barat, dan sekarang
tanaman kelapa sawit tumbuh subur di Indonesia, Malaysia, Thailand,
dan Papua Nugini. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan
dibudidayakan secara komersional pada tahun 1991. Orang yang
pertama kali merintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia
adalah Andrian Hallet seorang yang berkebangsaan Belgia yang telah
belajar banyak tentang perkebunan kelapa sawit di Afrika (Fauzi,
2009; Rahmawaty dkk, 2018).
Kelapa sawit termasuk tumbuhan pohon yang tingginya mencapai
25 meter hingga 30 meter. Bunga dan buahnya berupa tandan, serta
bercabang banyak, buahnya kecil, dan apabila masak, berwarna merah
kehitaman terkadang berwarna kekuningan. Daging buahnya padat,
daging dan kulit buahnya berfungsi melindungi minyak. Yang
selanjutnya minyak tersebut digunakan sebagai bahan baku pembutan
minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dapat digunakan atau
dapat dimanfaatkan untuk makanan berbagai macam ternak,

6
7

khususnya sebagai salah satu bahan pembuat makanan ayam dan itik
(Firman, 2009).
Taksonomi kelapa sawit di klasifikasikan sebagai berikut :
Divisi : Tracheophyta
Subdevisi : pteropsida
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Mono cotyledone
Ordo : Cocoideae
Family : Palmae
Sub family : Cocoideae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guinensis Jacq

1.1.2. Jenis-jenis Kelapa Sawit


Firman (2009) menyatakan ada beberapa varietas tanaman kelapa
sawit yang telah dikenal. Varietas itu dapat dibedakan berdasarkan
tebal tempurung dan daging buah atau berdasarkan warna kulit
buahnya.
Berdasarkan ketebalan dan daging buah, dikenal varietas antara lain:
1. Dura
Ukuran tebal dari tempurung dura yaitu sebesar antara 2-8 mm
dan tidak memiliki lingkaran sabut di bagian luar tempurung.
Daging buah cenderung tipis dengan variasi persentase daging buah
berjenis dura ini antara 35-50%. Biasanya kernel mengandung
minyak yang cukup. Dura di pakai sebagai pohon induk betina
dalam persilangan suatu varietas dura.
2. Pisifera
Tempurung jenis pisifera ini sangatlah kecil, bahkan hampir
tidak ada, tetapi memiliki daging buah yang tebal. Persentase
daging buah dengan buah cukup tinggi, sedangkan daging biji
sangat tipis. Jenis pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa
8

menyilangkan dengan jenis yang lain. Varietas ini dikenal sebagai


tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase dini.
Oleh karena itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk
jantan. Penyerbukan silang antara pisifera dengan dura akan
menghasilkan varietas tenera.
3. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua
induknya, yaitu dura dan pisifera. Varietas ini yang banyak
ditanam di perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis,
ketebalan berkisar antara 0,5-4 mm, dan terdapat lingkaran sabut
disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi,
antara 60-96%. Tandan buah yang dihasilkan oleh tenera lebih
banyak dari pada dura, tetapi ukuran tandan relatif lebih kecil.
Perbedaan varietas buah kelapa sawit dura, tenera, pisifera
dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Buah Kelapa Sawit


Sumber : Fauzi, 2009

1.1.3. Pengolahan Kelapa Sawit


Tanaman kelapa sawit menghasilkan buah yang disebut dengan
tandan buah segar (TBS). Setelah diolah, tandan buah segar akan
menghasilkan minyak. Ayustaningwarno (2012) menyatakan
9

pengolahan kelapa sawit agar menghasilkan minyak CPO (crude palm


oil) atau disebut juga menghasilkan minyak kasar kelapa sawit
dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu penerimaan buah segar
(TBS), perebusan, perontokan, pelumatan, ekstraksi minyak dan
klarifikasi.
1. Penerimaan Tandan Buah Segar
Tandan buah segar dikelola dengan baik untuk menghindari
kerusakan pada buah yang dapat menyebabkan rendahnya kualitas
minyak yang dihasilkan.
2. Perbebusan
Perebusan dilakukan menggunakan uap pada tekanan 3 kg/cm 3
pada suhu 143 oC selama 1 jam. Proses ini dilakukan untuk
mencegah naiknya jumlah asam lemak bebas karena reaksi
enzimatik, mempermudah perontokan buah, dan mengkondisikan
inti sawit untuk meminimalkan pecahnya inti sawit selama
pengolahan berikutnya.
3. Perontokan
Tujuan dari perontokan adalah memisahkan buah yang sudah
direbus dari tandannya. Perontokan dilakukan dengan penggoyang
yang cepat dan pembantingan.
4. Pelumatan
Pelumatan dilakukan untuk memanaskan kembali buah atau
berondolan, memisahkan daging buah dengan inti, dan memecah
sel minyak sebelum mengalami ekstraksi. Kondisi terbaik
pelumatan pada suhu 95-100 oC selama 20 menit.
5. Ekstraksi Minyak
Ekstraksi minyak biasanya dilakukan dengan mesin press akan
menghasilkan dua kelompok produk yaitu campuran antara air,
minyak, padatan, dan cake yang mengandung serat dan inti.
10

6. Klarifikasi
Minyak kasar hasil ekstraksi akan memiliki komposisi 60%
minyak, 24% air, dan 10% padatan bukan minyak (NOS). Karena
kandungan padatannya cukup tinggi, maka harus dilarutkan dengan
air untuk mendapatkan pengendapan yang diinginkan. Setelah
dilarutkan, minyak kasar disaring untuk memisahkan bahan
berserat. Produk kemudian diendapkan untuk pemisahan minyak
dan endapan. Minyak pada bagian atas diambil dan dilewatkan
pada pemurnian sentrifugal yang diikuti oleh pemurnian vakum.
Selanjutnya didinginkan sebelum disimpan dalam tangki
penyimpanan (Ayustaningwarno, 2012).

1.1.4. Limbah Kelapa Sawit


Pabrik minyak kelapa sawit menghasilkan 25–30% produk utama
berupa 20– 23% CPO dan 5,7% PKO. Sementara sisanya sebanyak
70–75% adalah residu hasil pengolahan berupa limbah. Limbah
perkebunan kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan dari sisa
tanaman yang tertinggal pada saat pembukaan areal perkebunan,
peremajaan dan panen kelapa sawit. Limbah ini digolongkan dalam
tiga jenis yaitu: limbah padat, limbah cair, dan limbah gas. Jenis
limbah sawit pada generasi pertama adalah limbah padat yang terdiri
dari tandan kosong kelapa sawit, cangkang kelapa sawit, dan juga
pelepah kelapa sawit. Limbah yang terjadi pada generasi pertama baik
itu limbah padat atau cair setelah diproses menjadi suatu produk yang
akan menyisakan limbah generasi berikutnya dan limbah generasi
kedua ini juga dapat dimanfaatkan menjadi produk yang mempunyai
nilai tambah (Direktorat pengolahan hasil pertanian, 2006; Susilawati,
2015).
Dalam proses pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik
kelapa sawit selalu menghasilkan produk dan limbah. Adapun produk
yang dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar yaitu
11

minyak sawit mentah (crude pal oil) dan minyak inti sawit (palm
kernel oil), sedangkan limbah yang dihasilkan dari pengolahan tandan
buah segar adalah sebagai berikut:

a. Tandan Kosong Kepala Sawit (TKKS)


Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah terbesar yang
dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit. Limbah ini dapat
dihasilkan dari tandan brondolan yaitu tandan buah segar yang
terlalu matang yang buahnya terlepas dari tandannya saat masih
berada di perkebunan, keadaan tandannya kering serta di pabrik
pengolahan kelapa sawit adalah hasil proses sterilising dan
thresing dengan keadaan tandan basah. Pada Gambar 2.2 dapat
dilihat bentuk tandan kosong kelapa sawit.

Gambar 2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit


Sumber: PT. Tri. Bahtera Srikandi

Namun hingga saat ini, pemanfaatan limbah tandan kosong


kelapa sawit belum digunakan secara optimal (Hambali dkk, 2007;
Erivianto, 2018). Padahal tandan buah segar yang diolah pada
Pabrik Kelapa Sawit (PKS), menghasilkan limbah tandan kosong
12

kelapa sawit sebanyak 23% (Ohimain dkk, 2013; Prayoga dan


Dalimi, 2018).
Limbah tandan kosong kelapa sawit (TKKS) dapat dihasilkan
jumlahnya cukup besar yaitu sekitar 126.317,54 ton/tahun, namun
pemanfaatannya masih terbatas. Sementara ini hanya dibakar dan
sebagian dihamparkan pada lahan kosong sebagai mulsa/pupuk,
dikawasan sekitar pabrik (Arditya, 2015; Sanjaya, 2020).

b. Fiber (serat)
Fiber adalah limbah sawit yang dihasilkan dari hasil
pengolahan pemerasan buah sawit pada saat proses kempa (press)
yang berbentuk pendek seperti benang dan berwarna kuning
kecoklatan. Setiap pengolahan 1 ton TBS menghasilkan 120 kg
atau 12 % dari hasil pengolahan per ton. Fiber biasanya digunakan
sebagai sumber bahan bakar dan mempunyai kalor sekitar 2.637
kkal/kg – 3.998 kkal/kg (Dinata dkk, 2015). Pada Gambar 2.3 dapat
dilihat bentuk dari fiber kelapa sawit.

Gambar 2.3 Fiber


Sumber: PT. Tri Bahtera Srikandi
13

c. Shell (Cangkang)
Shell merupakan limbah dihasilkan dari proses pemisahan
kernel inti sawit dengan bentuk seperti tempurung kelapa namun
berbentuk kecil. Cangkang hasil pengolahan kelapa sawit yang
merupakan limbah kelapa sawit biasanya digunakan oleh pabrik
pengolahan kelapa sawit sebagai bahan bakar. Setiap pengolahan 1
ton TBS mengahasilkan 50 kg atau 5 % dari hasil pengolahan per
ton adalah cangkang, dan shell (cangkang) mempunyai nilai kalor
atau nilai energi 3.500 kkal/kg – 4.100 kkal/kg. Nilai kalor dari
cangkang cukup besar dan sangat baik untuk digunakan sebagai
bahan bakar (Dinata dkk, 2015). Pada Gambar 2.4 dapat dilihat
bentuk dari cangkang.

Gambar 2.4 Cangkang


Sumber: PT. Tri Bahtera Srikandi

1.1.5. Bunch Press dan Bunch Hopper


Empty Bunch press merupakan unit mesin yang berfungsi untuk
pengepresan, mencacah, atau menghancurkan tandan kosong,
sehingga dari pengepresan dan pencacahan tandan kosong tersebut
dihasilkan fiber dan minyak, yang kemudian minyak yang masih
terperangkap dalam janjangan kosong yang keluar akibat pengepresan
14

dapat dikutif kembali dan tidak terbuang dengan sia-sia. Pada Gambar
2.5 dapat dilihat bentuk dari alat bunch press.

Gambar 2.5 Bunch Press


Sumber: PT. Tri Bahtera Srikandi

PT. Tri Bahtera Srikandi memiliki 4 buah mesin bunch press.


Pada bunch press ini memiliki batas operasional tekanan sebesar 150
A, jika tekanan melebihi 150 A maka akan merusak kinerja mesin
bunch press, sedangkan jika tekanan kurang dari 150 A maka akan
mengakibatkan empty bunch banyak melewati bunch press. Jika
empty bunch banyak melewati bunch press maka empty bunch
tersebut akan di tampung pada bunch hopper. Bunch hooper
merupakan alat yang mengangkut janjang kosong yang terlewat dari
bunch press akibat tekanan mesin bunch press yang berlebih dan
kemudian janjangan kosong tersebut akan di kembalikan ke bunch
press untuk di press kembali agar menghasilkan minyak dan
menghasilkan fiber, yang kemudian fiber akan digunakan sebagai
bahan bakar (Endry dkk, 2019). Pada Gambar 2.6 dapat dilihat bentuk
dari fiber bunch press.
15

Gambar 2.6 Fiber Bunch Press


Sumber: PT. Tri Bahtera Srikandi

1.1.6. Bahan Bakar


Alamsyah (2009); Almu dkk, (2014) menyatakan bahwa bahan
bakar adalah suatu materi apapun yang bisa diubah menjadi energi,
biasanya bahan bakar mengandung energi panas yang dapat
dilepaskan. Kebanyakan bahan bakar digunakan manusia melalui
proses pembakaran (reaksi redoks) di mana bahan bakar tersebut akan
melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen di udara.
Ditinjau dari segi teknis dan ekonomi, bahan bakar diartikan sebagai
bahan yang apabila dibakar dapat meneruskan proses pembakaran
tersebut dengan sendirinya, disertai dengan pengeluaran kalor. Bahan
bakar dibakar dengan tujuan untuk mendapatkan kalor yang dapat
digunakan secara langsung maupun tidak langsung. Bahan bakar
konvensional ditinjau dari keadaannya dan wujudnya dapat berupa
gas, padat dan cair. Sedangkan ditinjau dari cara terjadinya dapat
alamiah dan non alamiah. Jenis bahan bakar yang banyak digunakan
merupakan bahan bakar alamiah, seperti yang banyak digunakan di
industri pengolahan kelapa sawit yang digunakan bahan bakar hasil
limbah padat olahan pabrik kelapa sawit, berupa tandan kosong, fiber
16

dan cangkang. Setiap bahan bakar memiliki nilai calorific value atau
nilai kalor bahan bakar.
1.1.7. Nilai Kalor Bahan Bakar
Nilai kalor bahan bakar atau calorific value merupakan
kandungan energi suatu bahan per satuan massa yang dilepas saat
bahan tersebut total terbakar. Semakian tinggi calorific value suatu
bahan bakar, maka energi yang dihasilkan pun akan semakin efisien,
karena menghasilkan panas yang lebih besar dengan massa yang
sedikit (Tjokrowisastro, 1990; Almu dkk, 2014).
Nilai kalor merupakan salah satu parameter yang digunakan
sebagai indikator kandungan energi yang dimiliki setiap bahan bakar.
Besarnya nilai kalor menujukkan besarnya kandungan energi yang
terdapat pada suatu bahan bakar. Analisis nilai kalor dilakukan untuk
mengetahui besarnya kalor per satuan massa yang dihasilkan oleh
bahan bakar padat setelah dilakukan pembakaran (Basu, 2012;
Sanjaya, 2020). Terdapat 2 jenis nilai kalor pembakaran Higher
Heating Value (HHV) dan LHV (Lowest Heating Value).
1. Nilai Kalor Atas
Nilai kalor atas atau highest heating value (HHV) atau disebut
juga dengan nilai kalor bruto adalah nilai kalor yang diperoleh dari
pembakaran 1 kg bahan bakar dengan memperhitungkan panas
kondensasi uap (air yang dihasilkan dari pembakaran berada dalam
wujud cair).
2. Nilai Kalor Bawah
Nilai kalor bawah lowest heating value (LHV), adalah nilai
kalor yang diperoleh dari pembakaran 1 kg bahan bakar tanpa
memperhitungkan panas kondensasi uap (air yang dihasilkan dari
pembakaran berada dalam wujud gas/ uap). Nilai kalor (heating
value) suatu bahan bakar diperoleh dengan menggunakan bom
kalorimeter.
17

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai kalor suatu bahan


bakar:
a. Kadar air
Kadar air menentukan kualitas bahan bakar. Obernberger
dkk (2004); Sukarta dan Ayuni (2015) mengemukakan kadar air
yang tinggi menurunkan nilai kalor sehingga akan mengurangi
efisiensi konversi dan kinerja karena sejumlah energi akan
digunakan untuk menguapkan air tersebut. Selain itu, juga akan
mencegah pembakaran lebih lanjut. Begitu juga sebaliknya,
kadar air yang rendah akan meningkatkan efisiensi dan kinerja
pembakaran dan melancarkan keberlanjutan pembakaran. Kadar
air adalah sifat yang sangat penting dan sangat mempengaruhi
karakteristik pembakaran suatu bahan bakar. Kadar air juga
mempengaruhi perubahan suhu internal dalam bahan bakar
karena penguapan endotermik maupun karena total energi yang
dibutuhkan untuk membawa sehingga mencapai suhu
pembakaran. Selama pembakaran, kadar air dalam bahan bakar
akan menyerap panas atau kalor untuk proses penguapan bahan
bakar secara signifikan. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
kehilangan kalor atau panas untuk mendorong reaksi
pembakaran sehingga suhu pembakaran menjadi lebih rendah.
Akibatnya akan terjadi pembakaran yang tidak sempurna
terhadap bahan-bahan yang sifatnya volatil dan akan terjadi
deposisi karbon yang tidak terbakar (asap) di cerobong asap atau
pada bagian bawah alat memasak seperti panci yang relatif sulit
untuk bersihkan. Adanya asap yang siginifikan akan dapat
menghalangi aliran gas buangan dan mengurangi transfer kalor
ke alat memasak. Disamping itu kadar air yang tinggi juga akan
menyebabkan kesulitan dalam pengapian.
18

b. Kandungan Abu
Residu yang tersisa setelah pembakaran bahan bakar
disebut dengan abu (ash). Semakin tinggi kandungan abu pada
bahan bakar maka nilai kalor dari bahan bakar tersebut juga
akan semakin rendah. Begitu juga sebaliknya semakin rendah
kandungan abu pada pada bahan bakar maka nilai kalor bahan
bakar tersebut juga akan semakin tinggi. Abu terbentuk daripada
bahan-bahan mineral yang terikat dalam struktur karbon
biomassa selama pembakarannya. Disamping itu abu juga
merupakan pengotor-pengotor dari bahan bakar. Abu merupakan
bahan yang tidak mudah terbakar. Kadar abu yang tinggi akan
menyebabkan polusi yang parah. Stuart (1994); Sukarta dan
Ayuni (2015) mendefinisakan abu sebagai residu yang tersisa
setelah pengapian atau pembakaran suatu zat dalam tungku pada
suhu tertentu. Semakin banyak komposisi lumpur pada bahan
bakar maka maka kadar abunya juga akan semakin tinggi. Hal
ini terjadi karena pada lumpur lebih banyak mengandung zat-zat
yang sulit untuk dibakar dan sulit diuapkan seperti mineral yang
terikat dalam struktur karbon pada lumpur sehingga residu
pembakaran lebih banyak, akibatnya abu yang terbentuk juga
semakin banyak.

c. Valatil Matter
Bahan-bahan yang mudah menguap (volatil matter) adalah
zat-zat yang ditemukan di dalam bahan bakar seperti methana,
hidrokarbon, hidrogen, karbon monogsida, nitrogen, dan gas-gas
yang tidak terbakar. Bahan volatil matter menetukan
kemampuan pembakaran dari suatu bahan bakar. Bahan bakar
dengan volatil matter tinggi berarti sebagian besar nilai kalor
19

yang dimiliki akan dilepaskan sebagai uap pembakaran


(Obernberger, 2004; Sukarta dan Ayuni, 2015).
d. Karbon Padat (fixed carbon)
Kandungan karbon dari suatu bahan bakar bertanggung
jawab pada kandungan energi suatu bahan bakar. Kandungan
karbon padat adalah karbon yang tersisa setelah bahan-bahan
mudah menguap (volatil matter) dilepaskan dari proses
pembakaran. Karbon padat digunakan sebagai estimasi jumlah
arang yang akan dihasilkan dari sampel bahan bakar. Oleh sebab
itu fixed carbon ditentukan dengan mengurangkan massa volatil
matter, kadar air, dan kadar abu, dari massa suatu sampel bahan
bakar atau sering dikenal dengan istilah by difference
(Obernberger, 2004; Sukarta dan Ayuni, 2015).

1.1.8. Bom Kalorimeter


Triple (1991); Nikmah (2017) mengemukakan bahwa kalorimeter
merupakan sebuah alat yang dirancang dapat mengisolasi sistem di
dalamnya sehingga panas yang keluar dari benda setara panas yang
masuk kedalam air dan wadahnya. Tujuan dari percobaan dengan
menggunakan kalorimeter adalah untuk menentukan kalor suatu
benda. Keenan (1980); Nikmah (2017) menyatakan ada dua jenis
kalorimeter, yaitu kalorimeter larutan kalorimeter bom. Kalorimeter
larutan adalah alat yang digunakan untuk mengukur kalor jenis suatu
larutan. Sedangkan kalorimeter bom adalah alat yang digunakan untuk
mengukur jumlah kalor yang dibebaskan pada pembakaran sempurna
pada oksigen berlebih suatu materi atau sampel tertentu. Pada Gambar
2.7 dapat dilihat bentuk dari bom kalorimeter.
Prinsip dari kalorimeter bom hampir sama dengan kalorimeter
jenis larutan. Pada kalorimeter bom digunakan sampel tertentu yang
akan dihitung nilai kalor pembakarannya menggunakan pembakaran
sempurna dalam oksigen berlebih. Sejumlah sampel ditempatkan pada
20

tabung beroksigen yang dimasukkan kedalam medium penyerap kalor


(kalorimeter), sampel tersebut dibakar oleh api listrik yang berasal
dari kawat logam (pemanas) yang terpasang dalam tabung. Kalor akan
diserap oleh zat yang bersuhu lebih rendah, dalam hal ini adalah air
yang terletak diluarnya (Keenan, 1980; Nikmah, 2017).
Nilai kalor (heating value) suatu bahan bakar dapat diperoleh
dengan menggunakan bom kalorimeter. Nilai kalor yang diperoleh
dengan menggunakan bom adalah kalorimeter yaitu nilai kalor atas
(highest heating value), dan nilai kalor bawah (lowest heating value).
Nilai kalor lebih tinggi (HHV) atau nilai kalor bruto, karena ketika
panas laten kondensasi uap air diperhitungkan dalam nilai kalor ini.
Namun, dalam pembakaran kadar air yang terkandung dalam bahan
bakar terbawa sebagai uap air sehingga panas tidak tersedia. Hal ini
sangat berguna, karena untuk mengurangkan panas kondensasi air
tersebut dari nilai kalor bruto. Hasilnya dikenal sebagai nilai kalor
bersih atau nilai kalor yang lebih rendah (Sukarta dan Ayuni, 2015).

Gambar 2.7 Bom Kalorimeter


Sumber: Laboratorium PTKI Medan
21

1.2. Kajian Penelitian yang Relevan


Dalam penelitian terdahulu diharapkan peneliti dapat melihat perbedaan
antara penelitian yang telah dilakukan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Selain itu diharapkan juga dalam penelitian dapat diperhatikan
mengenai kekurangan dan kelebihan dari penelitian terdahulu dengan
penelitian yang akan dilakukan.
Penelitian yang dilakukan oleh Napitupulu (2006) dengan judul pengaruh
nilai kalor (heating value) suatu bahan bakar terhadap perencanaan volume
ruang bakar ketel uap berdasarkan metode penentuan nilai kalor bahan bakar
yang dipergunakan dari literatur yang ada, memperoleh nilai kalor dari
pengujian dengan menggukan alat bom kalorimeter, dan penetuan nilai kalor
dengan menggunkan persamaan Dulong dan Petit. Penelitian ini menjelaskan
nilai kalor merupakan jumlah energi kalor yang dilepaskan bahan bakar pada
waktu terjadinya oksidasi unsur–unsur kimia yang ada pada bahan bakar
tersebut. Dalam perencanaan ruang bakar sebuah ketel uap, nilai kalor bahan
bakar sangat menentukan.
Penelitian dilakukan dengan mengambil harga nilai kalor dari literatur
yang ada. Yang dimaksud dengan literatur dalam hal ini adalah spesifikasi
minyak bakar (residu) dari penelitian terdahulu. Selanjutnya penentuan nilai
kalor dengan peralatan di laboratorium yang digunakan yaitu dengan
menggunakan bom kalorimeter oksigen sehingga diperoleh nilai kalor atas
atau (HHV) dihitung dengan rumus = (T2-T1-Tkp) x Cv (kJ/Kg) dan nilai kalor
bawah atau (LHV) dihitung dengan persamaan HHV-3240 (kJ/Kg).
Kemudian memperoleh nilai kalor dari persamaan Dulong dan Petit.
Adapun hasil penelitian ini diperoleh nilai HHV dan LHV yang dimana
penentuan nilai kalor bahan bakar dari literatur diperoleh nilai HHV sebesar
41.909, 196 kJ/Kg dan Nilai LHV sebesar 38.669, 196 kJ/Kg. Sedangkan
penentuan nilai kalor melalui percobaan laboratorium diperoleh HHV rata-
rata sebesar 43.795, 141 kJ/Kg dan LHV rata-rata diperoleh sebesar 40.555,
22

141 kJ/Kg. Dan untuk penentuan nilai kalor minyak bakar dengan
menggunakan Rumus Dulong dan Petit yang dicari berdasarkan komposisi
minyak bakar residu diperoleh nilai HHV sebesar 44.703,15 kJ/Kg dan untuk
LHV sebesar 38.669,196 kJ/Kg. Dari analisis dapat disimpulkan penentuan
nilai kalor dari satu jenis bahan bakar memiliki 3 nilai kalor yang berbeda,
dan akan mengakibatkan volume ruang bakar yang berbeda pula.
Penelitian yang lain dilakukan Sukarta dan Ayuni (2015) dengan judul
Analisis proksimat dan nilai kalor pada pellet biosolid yang dikombinasikan
dengan biomassa limbah kayu. Penelitian ini menjelaskan tentang
penyelidikan hubungan antara penambahan biosolid dalam pembutan pellet
dari biomassa dengan kulitas pellet, pengujian dilakukan dengan pengujian
proksimat yang meliputi pengujian kadar air, kadar abu, dan bahan yang
mudah menguap, lalu menggunakan pengujian nilai kalor dengan
menggunakan bom kalorimeter yang dapat dihitung panas yang diserap air
dalam bom kalorimeter dan energi yang setara dengan HHV dan LHV.
Penelitian ini juga bertujuan untuk mengembangkan pellet bahan bakar
kombinasi biosolid dengan limbah kayu dan menilai kelayakan teknis
pemanfaatan biosolid sebagai subsitusi parsial dari pellet kayu. Analisis
proksimat dilakukan pada pellet yang dihasilkan untuk mengetahui potensi
pemanfaatan pellet ini sebagai alternatif bahan bakar. Untuk mengetahui
perbedaan kualitas pellet yang dihasilkan dengan penambahan biosolid maka
dilakukan pencampuran biomassa yaitu limbah kayu dengan biosolid.
Adapun hasil yang diperoleh kadar air menentukan kualitas pellet sebagai
bahan bakar, kadar air kan menyerap panas untuk proses penguapan, sehingga
akan mengurangi nilai kalor dari pellet secara signifikan, semakin banyak
komposisi lumpur pada pellet biosolid maka kadar abunya semakin tinggi
pula. Secara nilai kalor diperoleh nilai kalor tertinggi sebesar 3,822 cal/g
sedangkan nilai kalor terendah sebesar 2,650 cal/g. Nilai kalor adalah ukuran
kandungan energi standar dari bahan bakar.
Nilai kalor yang didefinisikan sebagai jumlah panas yang dihasilkan bila
suatu massa bahan bakar terbakar secara sempurna. Nilai kalor disebut nilai
23

kalor bruto atau nilai kalor lebih tinggi (HHV) ketika panas laten kondensasi
uap air diperhitungkan dalam nilai kalor ini, namun dalam pembakaran kadar
air yang terkandung dalam bahan bakar dan terbentuk dalam proses
pembakaran terbawa sebagai uap air sehingga panas tidak tersedia. Hal ini
sangat berguna, karena untuk mengurangkan panas kondensasi air tersebut
dari nilai kalor bruto. Hasilnya dikenal sebagai nilai kalor bersih (NCV) atau
nilai kalor yang lebih rendah. Dalam bom kalorimeter uap air terkondensasi,
maka nilai kalor yang dihasilkan dengan menggunakan alat tersebut adalah
kalor bruto.
Penelitian yang dilakukan oleh Puspawan (2016) dengan judul Analysis
of Fuel Heating Value of Fiber and Shell Palm Oil (Elaeis Guineensis Jacq)
on Fire Tube Boiler “Takuma Brands. Penelitian ini menjelaskan tentang
boiler Takuma tipe N & NS yang memiliki keefisienan yang tinggi dan
sangat fleksibel terhadap fluktuasi beban. Hal itu dapat dilihat dari salah satu
faktornya yang berkaitan dengan desain boiler yang memiliki tipe dengan
konstruksi dinding dapur didinginkan dengan air, dapat menyerap panas
radiasi secara efektif dalam dapur pembakaran sehingga dikatakan efisien
tinggi dan sangat fleksibel terhadap fluktuasi beban. Hal itu dapat diperoleh
dari bahan bakar yang digunakan boiler serta komposisi kimia dari bahan
bakar, sehingga dapat diperoleh nilai kalor masing masing bahan bakar

dengan menggunakan rumus HHV = 33950C + 144,200 + 9,400S


kj/kg. untuk serabut dan cangkang 100%. Sehingga dapat diperoleh hasil
penelitian nilai kalor setiap bahan bakar dalam serabut 100% nilai HHV
diperoleh 16.211,8 kJ/Kg nilai LHV sebesar 14.800 kJ/Kg. Sedangkan untuk
cangkang 100% nilai HHV sebesar 19.177,45 kJ/Kg dan nilai LHV 17.108,65
kJ/Kg. Berdasarkan pertimbangan mengingat persediaan bahan bakar serabut
dan cangkang maka kedua bahan bakar ini dicampurkan dengan komposisi
ideal 70% serabut dan 30% cangkang. Perbandingan persentase ini dianggap
cukup efisien dikarenakan jumlah persediaan bahan bakar yang cukup banyak
dan yang tidak terpakai bisa dijual dan dijadikan pupuk untuk tanaman kelapa
24

sawit. Pada Tabel 2.2 dapat dilihat secara lebih ringkas kajian relevan yang
mendukung penelitian.
Tabel 2.2. Kajian Relevan
Nama Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

Pengaruh Nilai Harga nilai kalor Penentuan nilai kalor


Kalor (Heating dari literatur yang dari satu jenis bahan
Value) Suatu ada, pengujian di bakar dalam hal ini
Bahan Bakar laboratorium minyak bakar
Farel H.
Terhadap dengan alat bom menghasilkan tiga
Napitupul
Perencanaan kalorimeter dan harga nilai kalor yang
u (2006)
Volume Ruang pengujian nilai berbeda. Adapun hasil
Bakar Ketel Uap kalor dengan penelitian yang
Berdasarkan perhitungan diperoleh dari
Metode menggunakan penentuan nilai kalor
Penentuan Nilai rumus Dulong dan bahan bakar
Kalor Bahan Petit menggunakan literatur
Bakar yang diperoleh nilai HHV
Dipergunakan sebesar 41.909,196
kJ/Kg dan nilai LHV
sebesar 38.6999,196
kJ/Kg. Nilai kalor dari
percobaan
laboratorium
diperoleh HHV rata-
rata 43.795,141 kJ/Kg
dan LHV rata-rata
sebesar 40.555,141
kJ/Kg, dan dari
perhitungan
menggunakan rumus
Dulong dan Petit
diperoleh HHV
sebesar 44.703,15
kJ/Kg dan LHV
sebesar 38.669,196
kJ/Kg
I Nyoman Analisis Pengujian Nilai kalor yang
Sukarta Proksimat dan Proksimat dan dihasilkan dengan
dan Putu Nilai Kalor Pada pengujian nilai menggunakan alat
Sri Ayuni Pellet Biosolid kalor dengan bom kalorimeter
(2015) yang menggunakan bom meliputi nilai kalor
Dikombinasikan kalorimeter. tertinggi diperoleh
25

Dengan sebesar 3,822 cal/g


Biomassa sedangkan nilai kalor
Limbah Kayu terendah sebesar
2,650 cal/g. Adapun
hasil yang diperoleh
kadar air menentukan
kualitas pellet sebagai
bahan bakar, kadar air
akan menyerap panas
untuk proses
penguapan, sehingga
akan mengurangi nilai
kalor dari pellet
secara signifikan.
Hasil tersebut dikenal
sebagai nilai kalor
bersih (NCV) atau
nilai kalor yang lebih
rendah. Dalam bom
kalorimeter uap air
terkondensasi, maka
nilai kalor yang
dihasilkan dengan
menggunakan alat
tersebut adalah kalor
bruto.
Penentuan nilai Diperoleh nilai kalor
Angky Analysis of Fuel
kalor dari rumus setiap bahan bakar.
Puspawan Heating Value of
Dulong dan Petit Dalam serabut 100%
(2016) Fiber and Shell
nilai HHV diperoleh
Palm Oil (Elaeis
16.211,8 kJ/Kg nilai
Guineensis Jacq)
LHV sebesar 14.800
on Fire Tube
kJ/Kg. Untuk
Boiler “Takuma
cangkang 100% nilai
Brands
HHV sebesar
19.177,45 kJ/Kg dan
nilai LHV sebesar
17.108,65 kJ/Kg.
Sumber : Diolah Pribadi
26

1.3. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangka berfikir yang


dapat digunakan sebagai pendekatan dalam memecahkan masalah. Gambar
2.3 merupakan kerangka konseptual pada penelitian ini. Berdasarkan literatur
yang didapatkan, kerangka konseptual pada penelitian ini adalah:

Permasalahan :
PT. Tri Bahtera Srikandi memperoleh limbah padat kelapa sawit hasil
pengolahan yang melimpah, serta limbah padat tersebut digunakan sebagai
bahan bakar.

Dampak :
Menyebabkan : Jumlah limbah kelapa sawit
Tidak diketahui jumlah limbah padat yang melimpah bertambah,
kelapa sawit yang tersedia serta tidak serta nilai kalor dari seluruh
diketahui kandungan energi setiap limbah yang dihasilkan
bahan bakar. tidak dapat diperhitungkan.

Solusi : Prosedur :
Dilakukan perhitungan Perhitungan ketersediaan bahan bakar
jumlah limbah padat yang yang dihasilkan dihitung dengan
dihasilkan untuk ketersedia menggunakan literatur yang ada.
an bahan bakar serta Pengujian nilai kalor bahan bakar
pengujian nilai kalor. dilakukan dengan cara pengujian
dengan alat bom kalorimeter.

Hasil Penelitian :
1. Diperolehnya jumlah limbah padat kelapa sawit yang dihasilkan
dari pengolahan tandan buah segar sebagai ketersediaan bahan
Sumber : Diolah pribadi
bakar.
2. Diperolehnya nilai kalor yang dihasilkan dari limbah padat kelapa
sawit sebagai bahan bakar.
27

Gambar 2.3. Kerangka Konseptual Penelitian


Sumber : Diolah pribadi
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di PT. Tri Bahtera Srikandi, Patiluban Mudik,
Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara. Penelitian ini dilakukan pada
tanggal 24 Juni 2019 sampai dengan 24 Juli 2019, dan pengujian sampel
dilakukan pada tanggal 7 Juli 2020 di laboratorium Kimia Fisika PTKI
Medan.

3.2. Pengumpulan Data


Pengumpulan data pada suatu penelitian dapat menggunakan data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dibuat oleh peneliti
untuk maksud khusus menyelesaikan masalah yang sedang dihadapai. Data
dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau tempat
objek penelitian dilakukan. Sedangkan data sekunder merupakan data yang
telah dikumpulkan untuk maksud menyelesaikan masalah yang sedang
dihadapi. Data ini dapat ditemukan dengan cepat. Sumber data sekunder
didapatkan dari literatur, artikel dan jurnal (Arikunto, 2010).
Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan data
primer dan data sekunder, yaitu penulis melakukan pengujian langsung
dengan pengambilan sampel dari tempat penelitian dan diuji di kampus PTKI
Medan, dan juga penulis menggunakan data dari dokumen yang telah
dikumpulkan berdasarkan hasil penelitian di PT. Tri Bahtera srikandi.

3.2.1. Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :

27
28

Alat :
a. Keterpasangan computer
1. CPU : Berfungsi sebagai sebagai alat memproses dan mengolah
semua kalkulasi.
2. Monitor komputer: Berfungsi sebagai output dari memori
komputer atau central processing unit berupa biner.
3. Keyboard : Berfungsi untuk menginput data berupa angka,
hurup, maupun simbol yang ditekan penggunaannya.
4. Mouse : Berfungsi sebagai pengatur pergerakan kursor secara
cepat, dan memberikan perintah.

b. Keterpasangan gas oksigen


1. Tabung O2 : Berfungsi sebagai alat penampung oksigen atau
wadah gas oksigen.
2. Selang O2 : Berfungsi sebagai alat untuk mengalirkan oksigen.
3. Regulator : Berfungsi sebagai alat mengatur banyaknya oksigen
yang keluar dari tangki penyimpanan oksigen yang didapatkan.
4. Katup oksigen : Berfungsi sebagai alat pemasukan oksigen.
5. Pressure gauge : Berfungsi sebagai alat penunjuk indikator
besarnya nilai pressure atau tekanan gas oksigen.

c. Keterpasangan Bomb Calorimeter Leco AC 500


1. Bom Kalorimeter Leco ac 500 : Befungsi sebagai alat analisa
nilai kalor.
2. Bucket : Berfungsi sebagai alat penampungan air.
3. Combustions Chamber : Berfungsi sebagai alat wadah sampel.
4. Combustions vessel clasure : Berfungsi sebagai alat melekatnya
wire puse dan juga crussible.
5. Combustions vessel cup : Berfungsi sebagai alat untuk menutup
combustions vessel clasure.
29

6. Tabung karcas leco : Befungsi sebagai alat penampungan air


water pamp.
7. Selang air : Befungsi sebagai alat penyaluran air.
8. Crusible : Befungsi sebagai alat atau wadah sampel.
9. Electroda : Befungsi sebagai alat penghubung anoda dan katoda.
10. Kabel : Berfungsi sebagai pengantar arus listrik
11. Alat Injeksi gas O2 : Berfungsi sebagai alat untuk
menginjeksikan gas O2.
12. Pompa air : Berfungsi untuk memompakan air ke kaca leco.
13. Strainer : Berfungsi sebagai alat untuk mengaduk air dalam
bucket.

d. Alat-alat lainnya
1. Neraca analitik : Berfungsi sebagai alat untuk penimbangan
sampel.
2. Thermometer : Berfungsi sebagai alat untuk mengukur suhu.
3. Beaker glass : Berfungsi sebagai alat tempat larutan/sampel.
4. Pengait : Berfungsi sebagai alat pengait antara satu benda
dengan benda lainnya
5. Spatula : Berfungsi sebagai alat pengambil sampel.

Bahan:
1. Fiber bunch press : Berfungsi sebagai bahan yang akan diuji.
2. Fiber press : Berfungsi sebagai bahan yang akan diuji.
3. Cangkang : Berfungsi sebagai bahan yang akan diuji.
4. Aqudest : Berfungsi sebagai bahan waterpamp untuk injeksi air ke
bucket.
5. Gas oksigen : Berfungsi sebagai senyawa peningkatan pembakaran.
6. Wire tuse : Berfungsi sebagai kawat penyala untuk membakar.
30

3.2.2. Prosedur Kerja


a. Preparasi alat
1. Komputer, alat bomb calorimeterAC 500 dihubungkan kesumber
arus listrik lalu dihidupkan.
2. Software AC 500 diaktifkan dan water pump di klik pada menu.
3. Tunggu hingga air pada tabung leco terisi penuh.
4. Air ditampung dan dimasukkan kedalam bucket, lalu diletakkan
didalam alat bomb calorimeter.
5. Gas O2 dialirkan dengan membuka aliran gas pada tabung dan
mengaturnya pada 420 psi.

b. Preparasi Sampel
1. Sampel ditimbang 1 gram menggunakan neraca analitik didalam
crussible.
2. Crussible digantung pada combustion vessel closure.
3. Wire puse disambung pada combution vessel closure membentuk
1 ½ gelombang dimana jarak wire fuse dan sampel 0,5 cm.
4. Combustion vessel closure dimasukkan ke dalam combution
vessel chamber dan ditutup rapat, kemudian dikunci dengan
combution vessel cup.
5. Katup aliran gas dipastikan keadaan tertutup rapat.
6. Gas O2 sebesar 420 psi diinjeksikan ke dalam combution vessel
chamber (ditunggu hingga penuh).
7. Combustion vessel chamber dimasukkan ke dalam bucket sampai
terendam.
8. Elektroda dipasang pada combustion vessel closure.
9. Pastikan agitator dan termocouple tidak terkena pada
combustion vessel dan dinding bucket, lalu tutup.
31

c. Menganalisa Sampel
1. Tulis nama sampel, berat sampel dan nama operator pada
komputer tepat pada soft ware AC 500.
2. Klik ok, lalu klik analize. Alat akan berqualibrasi selama 3 menit
dan menganalisa selama 5 menit.
3. Nilai kalor tercatat.

d. Mematikan Alat
1. Alat bom kalorimeter dibuka dan elektroda dicabut.
2. Combustion vessel chamber diangkut dan dikeringkan. Bucket
diangkat dan air dikembalikan lagi ditangki penampungan.
3. Tutup aliran gas dibuka dan ditunggu sampai gas habis.
4. Combustion vessel cup dibuka, lalu combustion vessel closure
dibuka.
5. Crussible dibersihkan dan bekas wire tuse dibersihkan.
6. Combustion vessel closure dan combustion chamber dikeringkan.

3.3. Analisa Data

Analisa data pada penelitian ini adalah analisa kuantitatif dengan


perhitungan terhadap data yang diperoleh. Selanjutnya akan dianalisa
dengan tahapan sebagai berikut:

1. Perhitungan jumlah limbah padat kelapa sawit yang tersedia pada pabrik
sebagai ketersediaan bahan bakar dengan menggunakan rumus yang telah
ditetapkan oleh PT. Tri Bahtera Srikandi sebagai berikut:
Jumlah bahan bakar : Persen limbah padat x Kapasitas olah per jam.....3.1
2. Perhitungan persentase limbah padat kelapa sawit yang dihasilkan
sebagai ketersediaan bahan bakar dengan menggunakan rumus yang telah
ditetapkan oleh PT. Tri Bahtera Srikandi sebagai berikut:

Persentase limbah padat : x100% ........3.2


32

3. Pengujian nilai kalor limbah padat kelapa sawit sebagai bahan bakar
menggunakan metode pengujian dengan alat bom kalorimeter.
4. Perhitungan nilai kalor dari setiap limbah padat kelapa sawit yang
tersedia sebagai bahan bakar menggunakan rumus yang telah ditetapkan
di PT. Tri Bahtera Srikandi sebagai berikut:
Nilai kalor = Jumlah limbah padat kelapa sawit x Nilai kalor bersih (CV)
...........................................................................................3.3
5. Perhitungan persen error alat bom kalorimeter dan persen ketelitian alat
bom kalorimeter dihitung dengan menggunakan rumus yang dipakai oleh
laboratorium Kimia Fisika PTKI sebagai berikut:

% Error = x 100% ...........................................................3.4


% Ketelitian = 100 % - % Error ............................................................3.5
Keterangan :
HT = Nilai yang diterima (harga teori)
HP = Nilai eksperimental (harga praktek)
33
BAB 4
PEMBAHASAN

4.1. Data Hasil Penelitian


Pada bab ini akan diuraikan dan dibahas mengenai data dan perhitungan
limbah padat kelapa sawit yang dihasilkan serta perhitungan nilai kalor pada
limbah padat kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan bakar.

4.1.1. Data limbah padat kelapa sawit yang dihasilkan sebagai ketersediaan
bahan bakar.
Hasil pengumpulan data yang didapatkan kemudian dikelola untuk
mencari jumlah limbah padat kelapa sawit yang dihasilkan sebagai
ketersediaan bahan bakar.
1. Data limbah padat kelapa sawit.
Data limbah padat kelapa sawit diperoleh dari data pabrik. Pada
Tabel 4.1 memperlihatkan jenis limbah padat kelapa sawit yang
digunakan sebagai bahan bakar serta persentase jumlah limbah padat
kelapa sawit yang dihasilkan sebagai ketersedian bahan bakar.

Tabel 4.1. Persentase Limbah Padat Kelapa Sawit


No Parameter Jumlah
1. Fiber bunch press 20-23 %
2. Fiber 10-12 %
3. Cangkang 7-9 %
Sumber: PT. Tri Bahtera Srikandi

2. Data pengujian nilai kalor limbah padat kelapa sawit sebagai bahan
bakar dengan menggunakan alat bom kalorimeter.

Data pengujian nilai kalor limbah padat kelapa sawit didapat


dari pengujian sampel di laboratorium dengan menggunakan alat
bom kalorimeter. Pada Tabel 4.2 memperlihatkan jenis sampel yang

33
34

digunakan untuk penelitian, banyaknya O2 yang dinjeksikan,


banyaknya waktu yang dibutuhkan untuk equity braintyng (kalibrasi
kelengkapan persiapan alat), serta banyaknya waktu analisa sampel.

Tabel 4.2. Data Sampel Limbah Padat Kelapa Sawit


Berat O2 Equity
Analizin
No Sampel Sampel Injection Braintyg
g (secon)
(g) (PSI) (secon)
Fiber bunch
1. 0,5063 420 180 300
press

2. Fiber press 0,5086 420 180 300


3 Cangkang 0,9992 420 180 300
Sumber: Diolah Pribadi

4.2. Hasil Perhitungan


4.2.1. Perhitungan jumlah limbah padat kelapa sawit yang tersedia pada
pabrik sebagai bahan bakar.
a. Jumlah limbah padat kelapa sawit pada persentase terendah
(kg/jam).
1. Fiber bunch press : 20% x 45000 kg/jam = 9.000 kg/jam
2. Fiber press : 10% x 45000 kg/jam = 4.500 kg/jam
3. Cangkang : 7% x 45000 kg/jam = 3.150 kg/jam
Total seluruh limbah padat kelapa sawit yang tersedia dari
persentase terendah yaitu 16.650 kg/ jam.

b. Jumlah limbah padat kelapa sawit pada persentase tertinggi


(kg/jam).
1. Fiber bunch press : 23% x 45000 kg/jam = 10.350 kg/jam
2. Fiber press : 12% x 45000 kg/jam = 5.400 kg/jam
3. Cangkang : 9% x 45000 kg/jam = 4.050 kg/jam
Total seluruh limbah padat kelapa sawit yang tersedia dari
persentase tertinggi yaitu 19.800 kg/ jam.
35

Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan maka diperoleh


jumlah limbah padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar
berdasarkan persentase terendah dan tertinggi.

4.2.2. Perhitungan persentase limbah padat kelapa sawit yang dihasilkan


sebagai ketersediaan bahan bakar.
a. Persentase limbah padat kelapa sawit pada persen terendah.

1. Fiber bunch press = x 100% = 54%

2. Fiber press = x 100% = 27%

3. Cangkang = x 100% = 19%


b. Persentase limbah padat kelapa sawit pada persen tertinggi.

1. Fiber bunch press = x 100% = 52%

2. Fiber press = x 100% = 27%

3. Cangkang = x 100% = 21%


Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan maka diperoleh
persentase limbah padat kelapa sawit dari persentase terendah dan
persentase tertinggi.

3.2.1. Hasil nilai kalor limbah padat kelapa sawit sebagai bahan bakar.
Pada Tabel 4.3 memperlihatkan jenis sampel yang digunakan
untuk penelitian, banyaknya O2 yang dinjeksikan, banyaknya waktu
yang dibutuhkan untuk equity braintyng (kalibrasi kelengkapan
persiapan alat), banyaknya waktu analisa sampel serta nilai kalor yang
diperoleh masing-masing jenis limbah padat kelapa sawit sebagai
bahan bakar.
36

Tabel 4.3. Hasil Uji Nilai Kalor Bahan Bakar Limbah Padat dengan
Menggunakan Alat Bom Kalorimeter
Berat O2 Equity
Analizing CV Q
No Sampel Sampel Injection Braintyg
(secon) (cal/g) (cal/g)
(g) (PSI) (secon)
Fiber
1. bunch 1 420 180 300 3974,38 4019,37
press
Fiber
2. 1 420 180 300 3963,44 3986,25
Press
3 Cangkang 1 420 180 300 4333,49 4410,41
Sumber : Diolah Pribadi

Berdasarkan hasil pengujian nilai kalor dengan menggunakan


alat bom kalorimeter maka didapat nilai kalor (CV) dan nilai kalor (Q)
dari 1 g sampel yang digunakan sebagai bahan bakar.

3.2.2. Perhitungan nilai kalor dari setiap limbah padat kelapa sawit yang
tersedia sebagai bahan bakar.
a. Persentase terendah limbah padat kelapa sawit
1. Fiber bunch press
Nilai kalor = 9000 kg/jam x 3974,38 kkal/kg
= 35.769.420 kkal/jam.

2. Fiber press
Nilai kalor = 4500 kg/jam x 3963,44 kkal/kg
= 17.835.480 kkal/jam.

3. Cangkang = 3150 kg/jam x 4333,49 kkal/kg


= 13.650.493,5 kkal/jam.

b. Persentase tertinggi limbah padat kelapa sawit


1. Fiber bunch press
Nilia kalor = 10.350 kg/jam x 3974,38kkal/kg
= 41.130.900 kkal/jam.
37

2. Fiber press
Nilai kalor = 5.400 kg/jam x 3963,44 kkal/kg
= 21.402.576 kkal/jam.

3. Cangkang
Nilai kalor = 4.050 kg/jam x 4333,49 kkal/kg
= 17.550.634,5 kkal/jam.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan maka diperoleh
nilai kalor dari masing-masing limbah padat kelapa sawit yang
tersedia sebagai bahan bakar dengan persentase terendah dan tertinggi.

3.2.3. Perhitungan Persen Error Alat serta Persen Ketelitian Alat Bom
Kalorimeter.
Untuk mengetahui persen error dan persen ketelitian dari alat bom
kalorimeter maka digunakan pembanding nilai kalor yang diperoleh
dengan alat bom kalorimeter dengan nilai kalor dari literatur lain.
Pada Tabel 4.4 memperlihatkan nilai kalor yang diperoleh pada saat
penelitian dan dibandingkan dengan nilai kalor dari literatur lain.

Tabel 4.4. Pembanding Uji Nilai Kalor Limbah Padat Kelapa Sawit
sebagai Bahan Bakar.
Hasil Nilai Kalor
Sumber
No. Sampel Uji Alat Pembanding
Pembanding
(cal/g) (cal/g)
1. Fiber 3.973,38 4.179,80 Jurnal Nasrin Abu
Bunch Bakar, dkk (2010)
Press tentang “Briquiting of
Empty Bunch Fiber
and Palm Shell Using
Piston Press
Technology”.
38

Tabel Lanjutan Pembanding Uji Nilai Kalor Limbah Padat Kelapa


Sawit sebagai Bahan Bakar.

Hasil Nilai Kalor


Sumber
No. Sampel Uji Alat Pembanding
Pembanding
(cal/g) (cal/g)

2. Fiber 3.963,38 3.534,91 Jurnal Angky


Press Puspawan (2016)
tentang ”Analysis of
Fuel Heating Value of
Fiber and Shell Palm
Oil (Elaeis Guineensis
Jacq) on Fire Tube
Boiler Takuma
Brands”.
3. Cangkang 4.388,49 4.086,33 Jurnal Angky
Puspawan (2016)
tentang “Analysis of
Fuel Heating Value of
Fiber and Shell Palm
Oil (Elaeis Guineensis
Jacq) on Fire Tube
Boiler Takuma
Brands”.
Sumber: Diolah Pribadi

Berikut perhitungan persen error alat serta persen ketelitian alat bom
kalorimeter.
1. Fiber Bunch Press

% ErrorFBP = x 100%

= x 100%
= 4,91 %
% Ketelitian = 100 % - % Error
= 100 % - 4,91 %
= 95,09%
39

2. Fiber Press

% ErrorFP = x 100%

= x 100%
= 12,12 %
% Ketelitian = 100 % - % Error
= 100 % - 12,12 %
= 87,88%
3. Cangkang

% Errorc = x 100%

= x 100%

= 7,39 %
% Ketelitian = 100 % - % Error
= 100 % - 7,39 %
= 92,61 %
Dari hasil perhitungan tersebut di peroleh rata–rata persen
ketelitian alat sebagai berikut:

Rata – rata persen ketelitian = .

3.3. Pembahasan
Dalam proses pengolahan tandan buah segar (TBS) di pabrik kelapa
sawit selalu menghasilkan produk dan limbah. Adapun produk yang
dihasilkan dari proses pengolahan tandan buah segar yaitu minyak sawit
mentah (crude palm oil) dan minyak inti sawit (palm kernel oil), sedangkan
limbah yang dihasilkan dari pengolahan tandan buah segar berupa limbah
cair dan limbah padat. Limbah cair didapatkan dari 3 sumber yaitu air
kondensat dari proses sterilisasi, sludge dari kotoran, serta air cucian
hydocyclone, sedangkan limbah padat yang dihasilkan meliputi cangkang
40

dari proses pemisahan inti dan cangkang pada stasiun pengolahan biji, serat
dari stasiun pengolahan biji, dan tandan kosong dari stasiun perontokan buah
atau thresher (Ponten, 2016).
PT. Tri Bahtera Srikandi memanfaatkan limbah padat berupa cangkang,
fiber press, dan tandan kosong yang berbentuk fiber atau lebih dikenal
sebagai fiber bunch press sebagai bahan bakar. Hal tersebut dianggap
sebagai alternatif tepat guna dalam pemanfaatan limbah padat kelapa sawit.
Jumlah limbah padat kelapa sawit yang dihasilkan dari proses pengolahan
tandan buah segar di PT. Tri Bahtera Srikandi dapat dihitung dari jumlah
limbah padat yang dihasilkan dengan persentase yang telah ditetapkan
seperti pada Tabel 4.1 di PT. Tri Bahtera Srikandi dikalikan dengan
kapasitas olah per jam.
Berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan diperoleh jumlah limbah
padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar berdasarkan persentase
terendah dan tertinggi. Dari persentase terendah diperoleh jumlah limbah
padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar yaitu untuk fiber
bunch press sebesar 9.000 kg/jam, untuk fiber press sebesar 4.500 kg/jam,
dan untuk cangkang sebesar 3.150 kg/jam, dengan total keseluruhan limbah
padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar yaitu sebesar 16.650
kg/ jam. Sedangkan dari persentase tertinggi diperoleh jumlah limbah padat
kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar yaitu untuk fiber bunch
press sebesar 10.350 kg/jam, untuk fiber press sebesar 5.400 kg/jam, dan
untuk cangkang sebesar 4.050 kg/jam, dengan total keseluruhan limbah
padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar dari persentase
tertinggi yaitu sebesar 19.800 kg/jam.
Selanjutnya dari hasil perhitungan jumlah keseluruhan limbah padat
kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar, maka dapat dihitung
persentase dari seluruh limbah padat kelapa sawit yang tersedia sebagai
bahan bakar dari jumlah masing-masing limbah padat kelapa sawit yang
tersedia sebagai bahan bakar dibagi dengan total keseluruhan limbah padat
kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar, kemudian hasilnya
41

dikalikan dengan 100%.


Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diperoleh persentase
jumlah limbah padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar
berdasarkan persentase terendah dan tertinggi. Dari persentase terendah
limbah padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar diperoleh
persentase yaitu untuk fiber bunch press sebesar 54%, untuk fiber press
sebesar 27%, dan untuk cangkang sebesar 19%. Sedangkan untuk persentase
tertinggi dari seluruh limbah padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan
bakar diperoleh persentase yaitu untuk fiber bunch press sebesar 52%, untuk
fiber press sebesar 27%, dan untuk cangkang sebesar 21%.
Penggunaan limbah padat kelapa sawit sebagai bahan bakar perlu
dilakukan penentuan nilai kalor. Nilai kalor bahan bakar atau calorific value
merupakan kandungan energi suatu bahan per satuan massa yang dilepas
saat bahan tersebut total terbakar. Nilai kalor merupakan parameter yang
digunakan sebagai indikator kandungan energi yang dimiliki setiap bahan
bakar, analisis nilai kalor dilakukan untuk mengetahui besarnya kalor per
satuan massa yang dihasilkan oleh bahan bakar padat setelah dilakukan
pembakaran (Basu, 2012; Sanjaya, 2020). Semakian tinggi calorific value
suatu bahan bakar, maka energi yang dihasilkan pun akan semakin efisien,
karena menghasilkan panas yang lebih besar dengan massa yang sedikit
(Tjokrowisastro, 1990; Almu dkk, 2014).
Nilai kalor disebut sebagai nilai kalor bruto (Q) atau nilai kalor lebih
tinggi (HHV) ketika panas laten kondensasi uap air diperhitungkan dalam
nilai kalor ini. Namun, dalam pembakaran kadar air yang terkandung dalam
bahan bakar dan terbentuk dalam proses pembakaran terbawa sebagai uap
air sehingga panas tidak tersedia. Hal ini sangat berguna, karena untuk
mengurangi panas kondensasi air tersebut dari nilai kalor bruto. Hasilnya
dikenal sebagai nilai kalor bersih (CV) atau nilai kalor lebih rendah (LHV)
(Sukarta dan Ayuni, 2015).
Berdasarkan pengujian nilai kalor dengan menggunakan alat bom
kalorimeter dari penggunaan data pada Tabel 4.2 maka diperoleh nilai kalor
42

bersih (CV) dan nilai kalor kotor (Q) untuk masing-masing limbah padat
kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan bakar. Dari nilai kalor bersih
(CV) diperoleh nilai kalor yaitu untuk fiber bunch press sebesar 3.974,38
cal/g, untuk fiber press sebesar 3.963,44 cal/g, dan untuk cangkang sebesar
4.333, 49 cal/g. Sedangkan dari nilai kalor kotor (Q) diperoleh nilai kalor
yaitu untuk fiber bunch press sebesar 4.019,37 cal/gr, untuk fiber press
sebesar 3.986,25 cal/g, dan untuk cangkang sebesar 4.410,41 cal/g.
Perbedaan besar nilai kalor hasil uji dari masing-masing limbah padat
kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar dapat dilihat pada Gambar
4.1 di bawah ini:

Gambar 4.1 Diagram Nilai Kalor

Dari Gambar di atas dapat dilihat nilai kalor (CV) tertinggi dimiliki
oleh cangkang sebesar 4333,49 cal/g, dan nilai kalor terendah dimiliki oleh
fiber press yaitu sebesar 3963,44 cal/g. Sedangkan untuk nilai kalor (Q)
yang tertinggi dimiliki oleh cangkang sebesar 4410,41 cal/g, dan untuk fiber
press sebesar 3986,25 cal/g. Maka dapat diketahui bahwa nilai kalor
tertinggi dimiliki oleh cangkang.
43

Nilai kalor yang diperoleh dapat digunakan untuk menghitung seluruh


nilai kalor dari setiap limbah padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan
bakar. Jumlah nilai kalor dari setiap limbah padat kelapa sawit sebagai
bahan bakar dapat dihitung dari jumlah setiap limbah padat kelapa sawit
yang tersedia sebagai bahan bakar dikalikan dengan hasil pengujian nilai
kalor bersih dengan menggunakan alat bom kalorimeter. Dari hasil
perhitungan yang dilakukan maka diperoleh nilai kalor dari setiap limbah
padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar berdasarkan persentase
terendah dan tertinggi.
Dari persentase terendah diperoleh jumlah nilai kalor dari setiap limbah
padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar yaitu untuk fiber
bunch press sebesar 35.769.420 kkal/jam, untuk fiber press sebesar
17.835.480 kkal/jam, dan untuk cangkang sebesar 13.650.493,5 kkal/jam.
Sedangkan dari persentase tertinggi diperoleh jumlah nilai kalor dari setiap
limbah padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar untuk fiber
bunch press sebesar 41.130.900 kkal/jam, untuk fiber press sebesar
214.402.576 kkal/jam, dan untuk cangkang sebesar 17.550.634.5 kkal/jam.
Perhitungan jumlah limbah padat kelapa sawit yang tersedia, total
seluruh limbah padat kelapa sawit yang tersedia, jumlah persentase seluruh
limbah pada kelapa sawit yang tersedia, dan jumlah nilai kalor limbah padat
kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar dengan menggunakan
persentase terendah dan persentase tertinggi dikarenakan ketetapan pabrik
yang memberikan persentase hasil limbah padat berupa jangkauan atau
range.
Selanjutnya dari pengujian nilai kalor dengan menggunakan alat bom
kalorimeter maka dapat diketahui persen error alat bom kalorimeter dan
persen ketelitian alat bom kalorimeter. Persen error alat bom kalorimeter dan
persen ketelitian alat bom kalorimeter dapat diketahui dengan menggunakan
nilai kalor yang diperoleh dari pengujian dengan alat bom kalorimeter
dibandingkan dengan nilai kalor yang diperoleh dari literatur lain seperti
44

terlihat pada Tabel 4.4. Persen error alat bom kalorimeter dapat dihitung dari
nilai yang diterima (harga teori) dikurang dengan nilai eksperimental (harga
praktek) dibagi dengan nilai yang diterima (harga teori), kemudian hasilnya
dikalikan dengan 100%. Sedangkan persen ketelitian alat bom kalorimeter
dapat dihitung dari 100% dikurangkan dengan persen error alat bom
kalorimeter.
Berdasarkan perhitungan yang dilakukan diperoleh persen error alat
bom kalorimeter dan persen ketelitian alat bom kalorimeter dari setiap
sampel yang diuji. Dari pengujian sampel untuk fiber bunch press persen
error alat bom kalorimeter sebesar 4,91%, dengan persen ketelitian alat bom
kalorimeter sebesar 95,05%, untuk fiber press persen error alat bom
kalorimeter sebesar 12,12%, dengan persen ketelitian alat bom kalorimeter
sebesar 87,88%, untuk cangkang persen error alat bom kalorimeter sebesar
7,39%, dengan persen ketelitian alat bom kalorimeter sebesar 92,61%.
Kemudian dapat diperoleh rata-rata ketelitian alat bom kalorimeter untuk
seluruh sampel yaitu sebesar 91.86%, hal ini menunjukkan keakurasian alat
bom kalorimeter yang masih tinggi.
45
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil perhitungan dan pengujian mengenai limbah padat kelapa sawit
yang digunakan sebagai bahan bakar adalah sebagai berikut:
1. Dari hasil perhitungan yang dilakukan diperoleh jumlah limbah padat
kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar dengan persentase
terendah dan tertinggi. Berdasarkan persentase terendah diperoleh jumlah
limbah padat kelapa sawit yang tersedia sebagai bahan bakar untuk fiber
bunch press sebesar 9.000 kg/jam, untuk fiber press sebesar 4.500 kg/jam,
dan untuk cangkang sebesar 3.150 kg/jam. Sedangkan berdasarkan
persentase tertinggi diperoleh jumlah limbah padat kelapa sawit yang
tersedia sebagai bahan bakar untuk fiber bunch press sebesar 10.350
kg/jam, untuk fiber press sebesar 5.400 kg/jam, dan untuk cangkang
sebesar 4.050 kg/jam.
2. Dari hasil pengujian nilai kalor dengan menggunakan alat bom kalorimeter
diperoleh nilai kalor bersih (CV) dan nilai kalor kotor (Q) limbah padat
kelapa sawit yang digunakan sebagai bahan bakar. Berdasarkan nilai kalor
bersih (CV) diperoleh nilai kalor untuk fiber bunch press sebesar 3.974,38
cal/g, untuk fiber press sebesar 3.963,44 cal/g, dan untuk cangkang sebesar
4.333, 49 cal/g. Sedangkan berdasarkan nilai kalor kotor (Q) diperoleh
nilai kalor untuk fiber bunch press sebesar 4.019,37 cal/gr, untuk fiber
press sebesar 3.986,25 cal/g, dan untuk cangkang sebesar 4.410,41 cal/g.

5.2. Saran
Dengan hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran untuk penelitian
selanjutnya agar dilakukan penelitian nilai kalor bahan baku lainnya yang
dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk boiler, atau dapat melakukan
pengujian nilai kalor dengan metode lainnya.

45
DAFTAR PUSTAKA
Almu, M, Afif., Syahrul. Padang., dan Yesung, allo. 2014. “Analisis Nilai kalor
dan Laju Pembakaran Pada Briket Campuran Biji Nyamplung dan Abu
Sekam Padi”. NTB: Fakultas Teknik Mesin Universitas Mataram.

Arikunto, Suharsini. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta.

Ayustaningwarno, Fitriyono. 2012. “Proses Pengolahan dan Aplikasi Minyak


Sawit Merah Pada Indutri Pangan. Dipenogoro: Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro”.

Bakar, Nasrin, Abu., Ngan, Ma, Ah., Mungkin Choo Yuen., Wahid, Mohd, Basri.
Lim, Yosep., Sew. Michael., Segera, Weng Lim., Sulong, Mohammad.,
Halim, Rohaya, Mohammed., dan Aziz, Astimar, Abdul. 2010. “Briquting
of Empty Bunch Fiber and Palm shell Using Piston Press Tecnologi”.
Kuala Lumpur: Malaysia

Dinata, Theofil, Alvin., Junaidi., dan Kurniawan Eddy. 2015. “Studi Pemanfaatan
Biomassa Limbah Padat Pabbrik Kelapa Sawit (PKS) untuk Pembangkit
Energi Listrik”. Pontianak: Fakultas Teknik Mesin Universitas
Tanjungpura.

Endry., Alfaridzi., Raka., Wahyu., dan Ahmad. 2019. “Laporan Praktek Kerja
Lapangan (PKL). PT. Tri Bahtera Srikandi”. Tidak diterbitkan. Patiluban
Mudik: Mandailing Natal.

Erivianto, Dino. 2018. “Kajian Ekonomis Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa


Sawit sebagai Bahan Bakar PLTU Biomassa”. Kisaran: Sekolah Tinggi
Teknologi Sinar Husni.

Firman. 2009. Perhitungan Kehilangan Minyak pada Produksi Crude Palm


Kernel Oil. PT. Multimas Asahan.

Naibaho, Ponten, M. 2016. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat


Penelitian Kelapa Sawit.

Napitupulu, Farel, H. 2006. “Pengaruh Nilai Kalor suatu Bahan Bakar Terhadap
Perencanaan Volume Ruang Bakar Ketel Uap Berdasarkan Metode
Penentuan Nilai Kalor Bahan Bakar yang Dipergunakan”. Medan: Fakutas
Teknik Mesin USU.

Nikmah, Hesti. 2017. “Pengembangan Alat Praktikum Kalorimeter Bom pada


Pokok Bahasan Kalor”. Semarang: Jurusan Fisika UNNES.
Pahan, Iyung. 2016. Panduan Lengkap Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari
Hulu Hingga Hilir. Jakarta: Penebar Swadaya.

Prayoga, Moch, Eka, ZulFikar., dan Dalimi, Rinaldy. “Disain dan Analisa
Pembangkitan Listrik Berbahan Bakar Tandan Kosong Kelapa Sawit”.
Jawa Barat: Fakultas Teknik Elektro Universitas Indonesia.

Puspawan Angky., Supardi Nurul Iman., dan Suandi, Agus. “Analysis of Fuel
Heating Value of Fiber and Shell Palm Oil (Elaeis Guineensis Jacq) on
Fire Tube Boiler Takuma Brands”. Bengkulu: Fakutas Teknik Mesin
Universitas Bengkulu.

Rahmawaty., Ibrahim, Husin., dan Sebayang, A.H. 2018. “Kinerja Mesin dan
Emisi Gas Buang Mesin Menggunakan Bahan Bakar Campuran Pertalite-
Bioetanol Tandan Kosong Kelapa Sawit”. Medan: Fakultas Teknik Mesin
Polmed.

Sanjaya, Ika. 2020. ”Karakteristik Bahan Bakar Padat Produksi Torefaksi Limbah
Tandan Kosong Kelapa Sawit Menggunakan Reaktor Torefaksi Kontinu
Tipe Tubular”. tidak diterbitkan. Bandar Lampung: Fakultas Teknik Mesin
Universitas Lampung.

Sukarta, I, Nyoman dan Ayuni, Putu, Sri. 2015. “Analisis Proksimat dan Nilai
Kalor pada Pellet biosolid yang Dikombinasikan dengan Biomassa limbah
Kayu”. Bali: Analisis Kimia Ganesha.

Susilawati dan Supijatno. 2015. “Pengolahan limbah kelapa sawit di perkebunan


kelapa sawit Riau”. Bogor: Fakultas Pertanian IPB.

Anda mungkin juga menyukai