Anda di halaman 1dari 9

“MAKALAH ILMU HADITS ”

SEJARAH PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADITS


PADA MASA TABI’IN SAMPAI SEKARANG
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah
IlMU HADITS

Disusun Oleh :
Kelompok 7

Maysharoh Hasugian 1223024


Rahmat Fakhri 1223025
Andini Rizki Rachmawati 1223022

DOSEN PENGAMPU:
RAHMAWATY.M.A

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SJECH M DJAMIL DJAMBEK
BUKITTINGGI
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul SEJARAH PENULISAN DAN
PEMBUKUAN HADITS PADA MASA TABI’IN SAMPAI SEKARANG pada
waktunya.adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari ibu
RAHMAWATY.M.A dalam mata kuliah “ILMU HADITS”.
Selain itu,makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca dan penulis.kami
menyadari berbagai kelemahan dan keterbatasan yang ada sehingga terbuka kemungkinan
terjadinya kesalahan dalam penulisan makalah ini.kami menerima kritik dan saran yang
membangun dari pembaca,terutama ibu RAHMAWATY.M.A
selaku dosen pengampu “ILMU HADITS”untuk penyempurnaan makalah ini.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan,kami sebagai penulis berharap semoga makalah
ini bermanfaat bagi pembaca.

Bukittinggi, 30 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI
COVER
KATA
PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................................
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. sejarah penulisan dan pembukuan hadits pada masa
tabi’in..................................
B. sejarah penulisan dan pembukan hadits pada masa
sekarang..................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................................
B. Saran......................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Segala ucapan, perbuatan, ketetapan bahkan apa saja yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW menjadi uswah bagi para sahabat dan umat islam yang kita
kenal sebagai hadits. Pada masa Rasulullah masih hidup, hadits belum mendapat
perhatian dan sepenuhnya seperti Al-Qur’an. Para sahabat khususnya yang
mempunyai tugas istimewa menghafal Al-Qur’an, selalu mencurahkan tenaga
dan waktunya untuk mengabadikan ayat-ayat al-Qur’an di atas alat-alat yang
mungkin dipergunakannya. Tetapi tidak demikian dengan al-Hadits, walaupun
para sahabat memerlukan petunjuk-petunjuk dan keterangan dari Nabi Saw
dalam menafsirkan dan melaksanakan ketentuan-ketentuan dalam Al-Qur’an.
Mereka belum membayangkan bahaya yang dapat mengancam generasi
mendatang selama hadits belum diabadikan dalam tulisan.
Baru setelah beberapa dekade usai wafatnya Nabi Saw, muncul inisiatif-inisiatif
untuk menulis hadits. Penulisan hadits ini pun dilaksanakan secara bertahap,
seiring dengan makin banyaknya sahabat yang wafat, penulisan hadits makin
dilakukan guna menghindari adanya kerancuan pendapat bagi generasi umat
islam setelahnya dalam memecahkan permasalahan.

B. Rumusan Masalah
1.apa saja sejarah penulisan dan pembukuan pada masa tabi’in
2.apa saja sejarah penulisan dan pembukuan pada masa sekarang

C. tujuan penelitian
1.untuk mengetahui sejarah penulisan dan pembukuan hadits
Pada masa tabi’in
2.umtuk mengetahui sejarah penulisan dan pembukuan hadits
Pada masa sekarang
BAB II
PEMBAHASAN

A.SEJARAH PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADITS PADA MASA TABI’IN


Sebagaimana para sahabat, para tabi‟in juga cukup berhati-hati dalam periwayatan hadis. Hanya saja
beban mereka tidak terlalu berat jika dibanding dengan yang dihadapi para sahabat. Pada masa ini al-
Qur‟an sudak dikumpulkan dalam satu mushaf, sehingga tidak lagi mengkhawatirkan mereka. Selain itu,
pada masa akhir periode khulafa al-Rasyidin (pada masa Usman ibn Affan) para sahabat ahli hadis telah
menyebar ke beberapa wilayah kekuasaan Islam. Ini merupakan kemudahan bagi para tabi‟in untuk
mempelajari hadis-hadis dari mereka. Ketika pemerintahan dipegang oleh Bani Umayah, wilayah
kekuasaan Islam sudah meliputi Makkah, Madinah, Bashrah, Syam, Khurasan, Mesir, Persia, Irak, Afrika
Selatan, Samarkand dan Spanyol. Sejalan dengan pesatnya perluasan wilayah kekuasaan Islam itu,
penyebaran para sahabat ke daerah-daerah tersebut terus meningkat, yang berarti juga meningkatnya
penyebaran hadis. Oleh sebab itu, masa ini dikenal dengan masa menyebarnya periwayatan hadis.78
Hadis-hadis yang diterima oleh para tabi‟in ini seperti telah disebutkan ada yang dalam bentuk catatan-
catatan atau tulisan-tulisan dan ada yang harus dihafal, disamping dalam bentuk yang sudah terpolakan
dalam ibadah dan amaliah para sahabat yang mereka saksikan dan mereka ikuti. Kedua bentuk ini saling
melengkapi, sehingga tidak ada satu hadis pun yang tercecer atau terlupakan.79 Sebagaimana para
sahabat dikalangan tabi‟in juga melakukan dua hal, yaitu menghafal dan menulis hadis. Banyak riwayat
yang menunjukkan, betapa mereka memperhatikan kedua hal ini. Tentang menghafal hadis, para ulama
tabi‟in seperti, Ibn Abi Laila, Abu al-Aliyah, Ibn Syihab az-Zuhri, Urwah ibn az-Zubair, dan
al Qalamah, adalah diantara tokoh-tokoh terkemuka yang sangat menekankan pentingnya menghafal
hadis-hadis secara terus menerus. Kata az-Zuhri sebagaimana dikatakan al-Auza‟i : “hilanglah ilmu itu
karena lupa dan tidak mau mengingat-ingat atau menghafalnya”. Kata Alqalamah, sebagaimana dikatakan
Ibrahim, bahwa dengan menghafal hadis, hadis-hadis akan terpelihara.
Tentang menulis hadis, di samping melakukan hafalan secara teratur, di antara mereka juga menulis
sebagian hadis-hadis yang diterimanya. Selain itu, mereka juga memiliki catatan-catatan atau surat-surat
yang mereka terima langsung dari para sahabat sebagai gurunya.
Masa tabi‟i al-tabi‟in dimulai dengan berakhirnya masa tabi‟in, dan tabi‟in terakhir adalah tabi‟in
yang bertemu dengan sahabat yang meninggal paling akhir.82 An-Naisaburi menyatakan bahwa tabi‟in
yang terakhir adalah yang bertemu dengan Anas ibn Malik di Basrah, dengan Abdullah ibn Abi Aufa di
Kufah, dengan al-Sa‟ib ibn Yazid di Madinah, dengan Abdullah ibn Haris ibn Jauz di Mesir, dengan Abu
Umamah al-Bakili di Syam,83 dan Abu Thufail Amir ibn Wailah al-Laisi.84 Sedangkam menurut „Ajjaj
al-Khatibi bahwa akhir masa tabi‟in yang merupakan awal masa tabi‟i al-tabi‟in adalah tahun 150 H.85
pendapat ini berbeda dengan pendapat Subhi al-Shalih yang menyatakan bahwa akhir dari masa tabi‟in
adalah tahun 181 H, bersamaan dengan meninggalnya Khalaf ibn Khalifah.
Ia adalah tabi‟in yang terakhir karena ia adalah tabi‟in yang bertemu dengan sahabat yang terakhir
kali meninggal, yaitu Abu Thufail Amir ibn Wailah.86 Adapun mengenai akhir masa tabi at-tabi‟in para
ulama bersepakat yaitu pada tahun 220 H.87 Cara periwayatan hadis pada tabi al-tabi‟in adalah bi al-
lafzi, yaitu dengan lafaz, karena kodifikasi hadis dimulai pada akhir masa tabi‟in.88 kodifikasi pada masa
ini telah menggunakan metode yang sistematis, yakni dengan mengelompokkan hadis-hadis yang ada
sesuai dengan bidang bahasan masing masing, walaupun masih bercampur antara hadis Nabi dengan
qaul sahabat dan tabi‟in. sebagaimana terdapat dalam al-Muwattha‟ Imam Malik.89 Baru pada awal abad
kedua hijriyah, dalam kodifikasinya, hadis sudah dipisahkan dari qaul sahabat dan tabi‟in seperti Musnad
Abu Dawud at-Thayalisi (204 H).90 Selain dengan riwayah bi al-lafzi salah satu system penerimaan dan
periwayatan hadis yang muncul pada masa ini adalah system “isnad”. Maraknya pemalsuan hadis pada
akhir masa tabi‟in dan berlanjut pada masa sesudahnya telah mendorong para ulama untuk meneliti
keotentikan hadis yang salah satu caranya adalah dengan meneliti perawi-perawinya. Dari penelitian
terhadap perawi hadis inilah kemudian muncul sisitem “isnad” sebagaimana yang kita kenal saat ini.
Akan tetapi, menurut Abu Zahrah, sanad yang disampaikan pada masa tabi al tabi‟in tidak selalu
bersambung kepada Rasulullah. Sehingga tabi‟in sering menyampaikan sebuah hadis dengan tidak
menyebut sahabat yang meriwayatkannya.
• Kodifikasi Hadis
• Dalam fakta sejarah, di masa sahabat belum ada pembukuan hadis secara
resmi yang diprakarsai pemerintah, padahal peluang untuk membukukan
hadits terbuka. Umar bin Khattab pernah berfikir membukukan hadits, ia
meminta pendapat para sahabat, dan disarankan membukukannya. Setelah
Umar bin Khattab istikharah sebulan lamanya ia membatalkan rencana
tersebut.
• Pada masa tabi’in wilayah islam bertambah luas. Perluasan daerah tersebut
diikuti dengan penyebaran ulama untuk menyampaikan ajaran ilsam di
daerah- daerah, termasuk ulama hadis. Penyebaran hadis disesuaikan dengan
kekuatan hafalan masing-masing ulama itu sendiri, sehingga tidak merata
hadis yang dimiliki ulama hadis. Maka kondisi tersebut sebagai alasan
kodifikasi hadis.
• Kodifikasi ini disinonimkan dengan tadwin al-hadis tentunya berbeda dengan
penulisan hadis kitabah al-hadis. Tadwin al-hadis mempunyai makna
“penulisan hadits Nabi ke dalam suatu buku (himpunan, dan susunan) yang
pelaksanaanya dilakukan atas legalitas yang berlaku umum dari lembaga
kenegaraan yang diakui masyarakat. Sedangkan Kitabah al-Hadits itu sendiri
asal mulanya merupakan hasil kesaksian sahabat Nabi terhadap sabda,
perbuatan, taqrir, dan atau al-ihwal Nabi kemudian apa disaksikan oleh
sahabat itu lalu disampaikannya kepada orang lain, dan seterusnya, baik
secara lisan maupun tulisan. Jadi belum merupakan kodifikasi, akan tetapi
baru merupakan tulisan- tulisan-tulisan atau catatan-catatan pribadi.
Sedangkan perbedaan-perbedaan antara kodifikasi hadis secara resmi dari
penulisan hadis adalah sebagai berikut:
• 1. Kodifikasi hadis secara resmi dilakukan oleh suatu lembaga
administratif
yang diakui masyarakat, sedang penulisan hadis dilakukan oleh perorangan.
• 2. Kegiatan kodifikasi hadis tidak hanya menulis, tapi juga
mengumpulkan,
menghimpun, dan mendokumentaskannya.
• 3. Tadwin hadis dilakukannya secara umum, yang melibatkan segala
perangkat yang dianggap berkompeten terhadapnya, sedang penulisan hadis
dilakukan oleh orang-orang tertentu.
B.SEJARAH PENULISAN DAN PEMBUKUAN HADITS PADA
MASA SEKARANG

Sejarah penulisan dan pembukuan hadits pada masa sekarang masih terus
berkembang, dan proses ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi
informasi dan media sosial. Berikut adalah gambaran umum tentang sejarah
penulisan dan pembukuan hadits pada masa kini:

1. Teknologi Digital: Pada masa sekarang, teknologi digital memiliki peran yang sangat
penting dalam penulisan dan pembukuan hadits. Banyak ulama, peneliti, dan pecinta hadits
menggunakan komputer dan perangkat lunak khusus untuk mengumpulkan, mengedit, dan
menyebarkan hadits. Ini memungkinkan penelitian dan penyebaran hadits menjadi lebih
efisien dan mudah diakses oleh orang-orang di seluruh dunia.
2. Sumber Online: Ada banyak sumber online yang menyediakan koleksi hadits, terjemahan,
komentar, dan penjelasan. Situs web dan aplikasi seluler seperti Sahih al-Bukhari, Sahih
Muslim, dan hadits-hadits lainnya telah menjadi referensi utama bagi umat Islam yang
mencari pengetahuan tentang hadits. Sumber-sumber ini sering diperbarui dan
memungkinkan pengguna untuk dengan mudah mencari dan mengakses hadits-hadits
tertentu.
3. Penerbitan Digital: Buku-buku hadits juga telah banyak dipublikasikan dalam format digital.
Banyak penerbit membuat versi eBook dari kitab-kitab hadits terkenal, sehingga
memudahkan pembaca untuk mengaksesnya melalui perangkat elektronik seperti tablet dan
ponsel cerdas.
4. Penghimpunan dan Penelitian: Pada masa sekarang, banyak peneliti dan ulama yang
secara aktif terlibat dalam penghimpunan, penelitian, dan analisis hadits. Mereka
menggunakan metode ilmiah dan teknologi modern untuk memverifikasi keaslian hadits,
mengkaji matan (teks) hadits, serta menyusun indeks dan katalog hadits.
5. Penyebaran Melalui Media Sosial: Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan
YouTube telah menjadi platform penting untuk menyebarkan hadits dan pengetahuan Islam.
Banyak tokoh agama dan organisasi keagamaan memanfaatkan media sosial ini untuk
membagikan hadits, kuliah, dan nasehat agama kepada khalayak luas.
6. Kontroversi dan Kritik: Di era digital, ada risiko penyebaran hadits palsu atau tidak sah.
Oleh karena itu, ada perdebatan dan kritik yang lebih terbuka mengenai hadits-hadits
tertentu. Sebagian besar kritik tersebut ditujukan untuk memastikan bahwa hanya hadits
sahih yang dianggap sebagai pedoman dalam kehidupan umat Islam.

Sejarah penulisan dan pembukuan hadits pada masa sekarang mencerminkan perkembangan
teknologi dan akses lebih luas terhadap sumber-sumber Islam. Meskipun teknologi modern telah
membantu dalam mempermudah akses terhadap pengetahuan agama, tetap penting untuk menjaga
keakuratan dan keabsahan hadits dalam tradisi Islam.
BAB III
PENUTUP
A.KEIMPULAN
Adapun cara periwayatan hadits pada masa Tabi’in, yang mengikuti jejak para sahabat,
periwayatan haditsnya pun tidak jauh berbeda. Hanya saja pada masa ini Al-Qur’an sudah
dikumpulkan dalam satu mushaf. Pada masa tabi’in timbul usaha yang lebih sungguh-sungguh
untuk mencari dan meriwayatkan hadits. Apalagi sejak semakin maraknya hadits-hadits palsu yang
muncul dari beberapa golongan untuk kepentingan politik.
ü Kodifikasi hadis secara resmi dilakukan oleh suatu lembaga administratif
yang diakui masyarakat, sedang penulisan hadis dilakukan oleh perorangan.
ü Kegiatan kodifikasi hadis tidak hanya menulis, tapi juga mengumpulkan,
menghimpun, dan mendokumentaskannya.
ü Tadwin hadis dilakukannya secara umum, yang melibatkan segala perangkat yang dianggap
berkompeten terhadapnya, sedang penulisan hadis dilakukan oleh orang-orang tertentu.

B. SARAN
Demikian pembahasan dari makalah kami. Kami berharap semoga pembahasan dalam
makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi pembaca. Dan kami pun berharap pula kritik
dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan dalam tugas kami selanjutnya. Sekian dan terima
kasih

Anda mungkin juga menyukai