Anda di halaman 1dari 12

KAJIAN SEMIOTIK MOTIF PAKAIAN

ADAT DAYAK KENYAH DI DESA


PAMPANG SAMARINDA KALIMANTAN
TIMUR
 
Volume 22 Nomor 1 - April 2019 Herlinda Marlina
Program Studi Seni Rupa Murni, Jurusan Seni Murni
Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta

ABSTRAK
Terdapat tiga motif utama dalam pakaian adat suku Dayak Kenyah yaitu, motif
binatang (naga, enggang, harimau, dan aso), motif tumbuhan, dan motif manusia.
Beberapa motif memiliki kaidah tertentu dalam penggunaannya di kalangan
masyarakat suku Dayak Kenyah yang berkaitan dengan status sosial masyarakat suku
Dayak Kenyah. Misalnya, motif tertentu seperti naga, enggang, harimau, dan figur
manusia utuh hanya boleh digunakan oleh kalangan bangsawan, sedangkan motif
lainnya seperti motif tumbuhan bisa digunakan oleh kalangan rakyat biasa. Maka,
peran motif dalam pakaian adat suku Dayak Kenyah tidak hanya terkait untuk
kegunaan perlengkapan dalam upacara adat atau sekedar menambah nilai estetis,
namun juga sebagai pintu masuk untuk mempelajari nilai kehidupan yang berusaha
ditanamkan dalam kebudayaan suku Dayak Kenyah. Masyarakat suku Dayak Kenyah
meyakini hubungan timbal balik yang baik antara manusia dengan alam sekitarnya
akan membawa manfaat bagi generasi manusia kini dan di masa mendatang. Motif
dari pakaian adat suku Dayak Kenyah mengandung nilai idealis mengenai cara hidup
yang dianut oleh masyarakat suku Dayak Kenyah.

Kata kunci: motif, nilai, estetis, sosial, idealis.

ABSTRACT
There are three main motifs in traditional clothes of Dayak Kenyah tribe, such as animal
motif (dragon, hornbill, tiger, and ‘aso’), plant motif, and human motif. Some motifs have
certain rules to be used in circle the people of Dayak Kenyah tribe related to social status
in community of Dayak Kenyah tribe. For example, motifs of dragon, hornbill, tiger, and,
whole human figure can be only used for aristocrat, while in the other hand motif like
plant motif can be used for common people. Then, the role of motif on traditional clothes of
Dayak Kenyah tribe not just related to equipment purpose for tradition ceremony of Dayak
Kenyah tribe or just for increasing aesthetic value, but also as an entrance to learn about
the way of life which is try to be growth in the culture of Dayak Kenyah tribe. The People
of Dayak Kenyah tribe believe that good mutual relation between human and nature
would be brought the benefit for human generation for now and for the future. Motifs of
traditional clothes of Dayak Kenyah tribe have idealist value about the way of life which
is followed by the people of Dayak Kenyah tribe.

Keywords: pattern, value, aesthetic, social, idealistical

45
Herlinda Marlina, Kajian Semiotik Motif Pakaian Adat Dayak Kenyah...

Pendahuluan maka akan terbesit hiasan kepala dari bulu


Indonesia adalah negara yang memiliki burung enggang. Bentuk pakaian seperti rompi
beragam keunikan yang tidak banyak dimiliki yang unisex adalah istilah yang digunakan untuk
oleh negara lain di dunia. Salah satu keunikan menunjukkan sesuatu yang pantas, untuk
termasyhur yang disandang oleh Indonesia adalah dikenakan atau dilakukan oleh kedua gender,
keanekaragaman suku bangsa yang tersebar di baik pria ataupun wanita, bewarna hitam lengkap
seluruh penjuru Indonesia. Keanekaragaman suku dengan motif hias yang terbuat dari manik-manik
di Indonesia tersebut tentu menghasilkan budaya bewarna cerah, lengkap dengan perhiasan dan
yang beragam juga, antara satu suku dengan suku kalung manik, anting, serta mandau yang terselip
lainnya memiliki nilai adat istiadat yang masing- dipinggang untuk para pria.
masing dijunjung erat oleh masyarakatnya. Ketika Motif dalam pakaian adat suku Dayak
membicarakan keanekaragaman suku bangsa di Kenyah juga dikenal dengan perwujudannya
Indonesia, maka akan dikenal berbagai macam yang begitu kuat dengan unsur dekoratif yang
hasil budaya yang dilahirkan oleh adat istiadat meriah dengan penekanan warna yang terlihat
yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Salah satu sangat kontras. Jika dibandingkan beberapa motif
yang menarik adalah lahirnya keanekaragaman sub-sub suku Dayak lainnya seperti Klemantan,
motif hias yang dihasilkan dari suku bangsa yang Murut, Punan, Iban, Ngaju, dan Ot-Danum
tersebar di seluruh penjuru tanah air. umumnya memiliki motif yang penggambarannya
Dapat dijumpai masyarakat tradisional lebih sederhana dan memiliki komposisi yang
menggunakan motif tertentu untuk tidak terlalu ramai dan padat selayaknya motif
diimplementasikan pada benda yang digunakan dari suku Dayak Kenyah. Selain itu unsur dasar
sehari-hari, mulai dari pakaian, alat rumah motif yang menggunakan warna kuning terang
tangga, senjata, hingga dinding rumah. Motif dengan dasar latar belakang kain bewarna hitam
pada pakaian adat memiliki menjadi identitas serta penggambaran motif yang didominasi
kultural yang tidak bisa dilepaskan begitu saja kuat oleh gaya organis serta berukuran lumayan
dari masyarakat. Pakaian yang pada zaman besar menjadi salah satu indikator umum yang
Pra Sejarah dahulu sejatinya digunakan untuk menunjukkan bahwa motif tersebut merupakan
melindungi tubuh dan memberikan rasa nyaman motif dengan gaya suku Dayak Kenyah. Ini
kepada penggunanya, mulai beralih pada tahap berbeda dibandingkan beberapa rumpun suku
dimana pakaian menjadi lambang dari nilai Dayak lainnya seperti suku Dayak Iban atau Ot
filosofis dan nilai estetis kehidupan yang dianut Danum yang motifnya didominasi warna merah
oleh masyarakat tersebut. Berbedanya busana atau hitam dengan gaya penggambaran motif
daerah antara daerah yang satu dan daerah yang cenderung kuat gaya geometrisnya.
lainnya, karena kebudayaan manusia di setiap Motif yang eksotik dari suku Dayak Kenyah
daerah cenderung berbeda, yang dipengaruhi ini sudah terkenal dalam masyarakat internasional
oleh alam sekitar. dengan adanya pergelaran seni tari tradisional
Perbedaan busana daerah masing-masing Dayak Kenyah seperti Tari Enggang dan Tari
ini, karena setiap daerah mempunyai adat istiadat, Mandau dimana para penarinya menggunakan
kebiasaan, cara hidup yang bisa berbeda di antara pakaian adat lengkap dengan segala atributnya.
yang satu dan yang lainnya, dan lingkungan sosial Motif khas suku Dayak di Kalimantan pun
budaya yang berbeda. Jadi, motif budaya ini semakin dikenal ketika memenangkan gelar
dapat dimanifestasikan pada busana, baik dengan sebagai kostum nasional terbaik di ajang kontes
adanya busana daerah yang ada di kepulauan di kecantikan Miss Supranational tahun 2014,
wilayah Republik Indonesia, maupun dengan mengalahkan 70 kandidat dari negara lain.
masuknya budaya barat yang dianggap oleh orang Melihat segala fakta ini betapa menarik
pada umumnya lebih praktis. Salah satunya adalah dan pentingnya jika motif khas suku Dayak
pakaian adat yang dikenakan oleh masyarakat Kenyah di Kalimantan Timur ini dikaji melalui
dari suku Dayak Kenyah di Kalimantan Timur. pendekatan semiotika untuk mengupas makna
Ketika pakaian adat Dayak Kenyah dibayangkan dan memaparkan makna simbolik dibalik

46
ARS: Jurnal Seni Rupa dan Desain - Volume 22, Nomor 1 - April 2019

motif tersebut, sehingga timbul kesadaran pada apa yang ditampilkan oleh alam semesta.
masyarakat Indonesia untuk aktif melestarikan (Panuti, 1992) Bagi Pierce tanda bermakna
kekayaan budaya yang menjadi aset penting „mengemukakan sesuatu (representatemen).
negara dalam bentuk tulisan yang akan menjadi Tanda selalu mengacu pada suatu acuan an
arsip penting untuk generasi mendatang kelak. terlaksana berkat bantuan suatu „kode . Untuk
mengukur peradaban yang berlangsung pada
suatu era, para ahli arkeologi mengkaji temuan
Rumusan Masalah alat-alat yang digunakan pada waktu itu dan
1. Nilai simbolik apa saja yang terkandung artifak yang ditinggalkan. Hingga sekarang cara
pada motif pakaian adat suku Dayak Kenyah itu tetap dipakai sebagai metode menganalisis
di Kalimantan Timur? peradaban masa lalu suatu bangsa. Alat-alat atau
2. Bagaimana peran motif tersebut dalam tata peninggalan fisik dapat menyingkap tingkat
kehidupan masyarakat Dayak Kenyah? teknologi, kebudayaan, kualitas hidup, hubungan
sosial hingga unsur kepercayaan. Barang-barang
atau artifak suatu kaum yang hidup di masa lalu,
Landasan Teori bagi peradaban berikutnya merupakan „tanda
Semiotika yang secara tidak langsung mengkomunikasikan
Semiotika berasal dari kata Yunani ‘semeion’ keadaan dan peradaban yang berlaku pada saat
atau tanda, kerap diartikan sebagai ilmu tanda. itu. (Panuti, 1992: 63-64)
Kemudian, Lambert, seorang ahli filasafat dari Pierce mengemukakan sebuah teori
Jerman mempopulerkan istilah semiotika, pada terhadap pemaknaan tanda yang disebut sebagai
abad ke-18 sebagai padanan kata dari logika. Dalam model triadic. Dalam model triadic, Pierce
konteks lain, semiotika juga kerap dipadankan melihat tanda (representamen) sebagai bagian
dengan semiotik, semantik, semasiology, semiology, yang tidak terpisahkan dari objek referensinya
sememics, dan semics. (Sachari, 2005) Semiotika serta pemahaman subjek atas tanda (interpretant).
Modern mempunyai dua orang bapak: yang satu (Sobur, 2006: 12-13) Proses pemaknaan tanda
Charles Sanders Peirce (1839-1914), yang lain pada Peirce mengikuti hubungan antara tiga
Ferdinand de Saussure (1857-1914), mereka titik yaitu representamen (R) – Object (O) –
tidaklah saling mengenal (Panuti, 1992). Interpretant (I). R adalah bagian tanda yang
Dalam perkembangannya semiotika dapat dipersepsi secara fisik atau mental, yang
tidak hanya berfungsi sebagai ilmu tanda saja, merujuk pada sesuatu yang diwakili olehnya
tetapi juga mengkaji bagaimana tanda-tanda (O). Kemudian I adalah bagian dari proses
itu berfungsi, juga bagaimana hubungannya yang menafsirkan hubungan antara R dan O.
dengan tanda-tanda lain, disamping juga proses Oleh karena itu bagi Pierce, tanda tidak hanya
pengiriman dan penerimaan oleh penggunanya. representatif, tetapi juga interpretatif. Teori Peirce
Analisis mengenai fungsi tanda dikenal dengan tentang tanda memperlihatkan pemaknaan tanda
sintaks-semiotik. Kemudian analisis yang sebagai suatu proses kognitif dan bukan sebuah
berhubungan dengan interpretasi tanda dikenal struktur.
dengan semantik-semiotik, sedangkan analisis Ditinjau dari relasinya, Pierce membedakan
tanda yang berhubungan dengan pengirimnya tanda atas 3 jenis, yaitu:
dikenal sebagai semiotik-pragmatik. (Sachari, a. Ikon: suatu tanda yang terjadi berdasarkan
2005) adanya persamaan potensial dengan sesuatu
Peirce mengusulkan kata semiotika sebagai yang ditandakannya (seperti peta dan wilayah
sinonim kata logika. Menurut Peirce, logika geografisnya, foto dengan objeknya, lukisan
harus mempelajari bagaimana orang bernalar. dengan gagasannya).
Penalaran itu menurut hipotesis teori Peirce yang b. Indeks: suatu tanda yang sifatnya tergantung
mendasar, dilakukan melalui tanda-tanda. Tanda- dari adanya suatu denotasi, atau
tanda memungkinkan kita berpikir, berhubungan mempunyai kaitan kausal dengan apa yang
dengan orang lain, dan memberi maknanpada diwakilinya (seperti: rambu-rambu lalu

47
Herlinda Marlina, Kajian Semiotik Motif Pakaian Adat Dayak Kenyah...

lintas). Dalam ilmu liguistik pemahaman antara


c. Simbol: suatu tanda yang ditentukan oleh denotasi dan konotasi dibedakan pada muatan
suatu aturan yang berlaku umum, kesepakatan kebahasaannya. Pada konotasi, aspek ekspresi
bersama atau konvensi (seperti: gerakan tubuh jauh lebih besar dibanding dengan muatan
atau anggukan kepala sebagai tanda setuju). pengertian yang terdapat pada denotasi. Dengan
(Sachari, 2005: 21) demikian untuk bahasa yang bersifat keilmuan
Di samping dua orang tokoh semiotika eksakta ataupun informasi, lebih tepat jika
di atas (Peirce dan de Saussure), berkembang menggunakan pemahaman denotatif. Sedangkan
pula semiologi komunikasi yang dikembangkan untuk pengungkapan kebahasaan yang bersifat
oleh Hjelmslev, seorang strukturalis kebangsaan ekspresi, seperti novel, puisi, esai, ataupun
Denmark. Lingkup kajiannya adalah „tanda- syair, penggunaannya cenderung yang bersifat
tanda dengan maksud tertentu; seperti sinyal konotatif. (Sachari, 2005:70)
(signal), dan „tanda-tanda yang tanpa maksud Begitu juga dalam bahasa visual untuk
seperti simtom (symptom). Tokoh simtom yang gambar teknis, informasi ataupun aspek-aspek
cukup terkenal adalah Roland Barthes, yang yang berkaitan dengan produksi, informasi
kemudian dikenal sebagai tokoh semiotika ataupun aspek-aspek yang berkaitan dengan
konotatif. (Panuti, 1992: 62) produksi, cenderung digunakan tanda-tanda
Barthes mengemukakan teori semiotika visual yang bersifat denotatif, sehingga tidak
yang disebut signifikasi dua tahap (two order of terjadi pembiasan makna. Sedangkan untuk hal-
signification). Barthes menjelaskan bahwa konsep hal yang bermuatan ekspresi, seperti bentuk,
ini diawali dengan hubungan antara signifier citra, motif, ornamen ataupun hal-hal yang
(ekspresi/ penanda) dan signified (content/ bersentuhan dengan aspek humanitis, cenderung
petanda) dalam sebuah tanda terhadap realitas diterapkan tanda-tanda konotatif. (Sachari, 2005)
eksternal yang merupakan signifikasi tahap Barthes mengembangkan teori konotasi
pertama. Hal ini disebut Barthes sebagai denotasi sebagai dasar untuk mengkaji budaya dan
yaitu makna paling nyata dari tanda. Signifikasi membangun teori tentang kebudayaan.
tahap kedua yang disebut konotasi oleh Barthes, Konotasi tentang suatu gejala budaya dapat
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika terbentuk pada suatu komunitas. Dalam kajian
tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari tentang kebudayaan, Konotasi yang mantap
pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. dapat berkembang menjadi mitos, yaitu makna
Dengan kata lain denotasi adalah apa yang tersembunyi yang secara sadar disepakati oleh
digambarkan tanda terhadap sebuah objek, komunitas.(Hoed, 2002:398) Mitos yang mantap
sedangkan makna konotasi adalah bagaimana dapat berkembang menjadi sebuah ideologi,
cara menggambarkannya. (Wibowo, 2016: 398) yaitu sesuatu yang mendasari pemikiran sebuah
Makna denotatif meliputi hal-hal yang komunitas sehingga secara tidak sadar pandangan
ditunjuk oleh kata-kata, atau hubungan eksplisit mereka dipengaruhi oleh ideologi tersebut.
antara tanda dengan referensi atau realitas dalam (Barthes, 2009: 109)
penandaan tahap denotatif. Misalnya ada gambar Mitos dalam arti khusus ini merupakan
manusia, binatang, pohon, rumah dengan warna perkembangan dari konotasi, yaitu pemaknaan
merah, kuning, biru, dan putih. Pada tahap tanda yang bersifat arbitrer (sewenang-wenang)
denotatif hanya informasi data yang disampaikan. sehingga terbuka untuk berbagai kemungkinan.
Sedangkan makna konotatif meliputi aspek warna Mitos dengan arti tersebut dikatakan Barthes
yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta sebagai sistem semiologi. (Wibowo, 2016)
nilai-nilai kebudayaan dan sudut pandang suatu
kelompok masyarakat, contoh: gambar wajah
tersenyum dapat diartikan suatu kebahagiaan Metode Penelitian
ataupun ekspresi penghinaan, untuk memahami Metode analisis data adalah proses mencari
makna konotatif, maka unsur-unsur yang lain dan menyusun secara sistematis data yang
harus dipahami pula. (Tinarbuko, 2008) diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

48
ARS: Jurnal Seni Rupa dan Desain - Volume 22, Nomor 1 - April 2019

dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan pengaruh pada terciptanya motif suku Dayak
data ke dalam suatu kategori, menjabarkan Kenyah. Sebagaimana yang diketahui dalam
kedalam unit-unit, melakukan sintesis, menyusun teori mengenai asal-mula suku Dayak Kenyah,
kedalam pola, memilih mana yang penting dan dikatakan berasal dari bangsa proto melayu, dari
yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan provinsi Yunnan di Cina Selatan yang melakukan
sehingga mudah dipahami diri sendiri maupun migrasi ke pulau-pulau di Indonesia termasuk
orang lain. (Saebani, 2008) Kalimantan pada abad 114 Sebelum Masehi
Sesuai dengan data-data yang didapatkan (SM). Kemudian ciri dari motif suku Dayak
baik dari sumber literatur, wawancara, observasi, Kenyah biasanya didominasi dengan stilisasi
maupun dokumentasi gambar yang berhasil irama garis melengkung pada setiap objek yang
dikumpulkan akan dianalisis dengan teori yang digubah menjadi motif.
telah dijabarkan sebelumnya. Informasi yang
didapat akan dianalisis secara deskriptif. Hal ini
dimaksudkan untuk mengkaji pemaknaan dalam
visualisasi motif pakaian adat Suku Dayak Kenyah
tersebut secara runut agar lebih mudah dipahami.
Dalam tema penelitian kali ini, penulis
menggunakan metode analisis secara kualitatif.
Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari
berbagai sumber dengan menggunakan teknik
pengumpulan data yang bermacam-macam,
dan dilakukan secara terus menerus sampai
data terisi penuh. Analisis data dalam penelitian Gambar 1. Ukiran naga yang terbuat dari batu giok,
dari zaman periode akhir dinasti Zhou Timur, tahun
kulitatif dilakukan sebelum peneliti memasuki 300-201 SM. (Sumber:http://asia.si.edu/, diakses
lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai pada 11 Juni 2016, pukul 08.45 WIB )
di lapangan.(Saebani, 2008)

Pembahasan
Motif pakaian adat suku Dayak Kenyah
sebagai bagian dari warisan budaya turun-
temurun memang tidak memiliki catatan secara
terperinci mengenai kapan sebenarnya asal-mula
motif ini hadir di tengah masyarakat suku Dayak
Kenyah selain kisah yang diturunkan dari para
pendahulu (nenek moyang). Suku Dayak Kenyah
memang dikenal dengan budaya lisan yang kental
dimana banyak sejarah dituturkan melalui kisah-
kisah mitologi mengenai nenek moyang. Tidak Gambar 2. Sapei bermotif naga, koleksi pribadi
ada catatan asli yang dibuat sendiri oleh suku Isrom Palan. (Sumber: dokumentasi foto oleh
Dayak Kenyah, hingga tiba masa para antropolog Herlinda, Mei 2016)
dari barat yang ramai berdatangan ke Kalimantan
dalam rangka penelitian mengenai suku Dayak. Melihat dari ukiran naga pada gambar 1
Hasil penelitian dari antropolog ini sungguh dan motif naga pada Sapei suku Dayak Kenyah
berguna untuk menelusuri kapan dari mana asal dalam gambar 2, dapat dikatakan terdapat indeks
motif Dayak Kenyah. Sebagai pijakan dasar, yang dapat menjelaskan darimana dan kapan kira-
teori mengenai asal-usul suku Dayak Kenyah kira asal-muasal kehadiran motif dalam pakaian
setidaknya bisa memberikan petunjuk mengenai adat suku Dayak Kenyah. Ikon Naga baik dari
kebudayaan yang mungkin memberikan ukiran dinasti Zhou Timur maupun motif Sapei

49
Herlinda Marlina, Kajian Semiotik Motif Pakaian Adat Dayak Kenyah...

suku Dayak Kenyah digambarkan dengan irama


lengkungan (spiral). Kemudian bentuk naga yang
diadopsi adalah bentuk naga ala Cina (Timur)
dimana naga berbadan layaknya ular dan berkaki
empat, berbeda dengan naga ala Eropa (barat)
yang seringkali digambarkan memiliki sayap yang
membentang lebar serupa sayap kelelawar.

Gambar 4. Motif Enggang sebagai motif utama


dalam sapei, koleksi pribadi Isrom Palan.
(Sumber: dokumentasi foto oleh Herlinda, Mei 2016)

Walaupun motif pada pakaian adat suku


Dayak Kenyah umumnya berukuran besar dan
Gambar 3. Inisial (dropcap) bergambar naga terkesan penuh (ramai), tetap ada bagian yang
bergaya Eropa (Barat), dalam Magazine Of Art disisakan kosong pada penempatannya. Seakan
Ilustrated, oleh Casel. Petter, Galpin & Co, 1878. memberikan ruang untuk bernapas, sehingga
(Sumber: http://www.fromoldbooks.org/ diakses pada
11 Juni 2016, pukul 12.43 WIB ) tercipta wujud motif yang terlihat selaras dan
seimbang antara satu dengan lainnya. Warna-
Periode dinasti Zhou Timur (771 SM- warni utama motif yang tersusun atas hiasan batu
221 SM) adalah periode yang menandai manik pada pakaian adat suku Dayak Kenyah
berakhirnya masa pemerintah dinasti Zhou seperti kuning, putih, hijau, merah dan biru
yang sudah berlangsung sejak tahun 1046 SM. pada faktanya tidak sekedar berfungsi sebagai
Corak kesenian dinasti Zhou akhir inilah yang penambah keindahan saja.
membawa pengaruh pada kesenian yang paling Setiap warna memiliki arti dan
terlihat pada motif dalam suku Dayak Kenyah. keistimewaannya tersendiri, dimana ada sebuah
Ketika terjadi migrasi bangsa Proto Melayu dari pesan yang tersirat dibaliknya. Seperti warna
Yunnan, Cina ke Kalimantan tahun 114 SM yang kuning yang merupakan simbol dari sebuah
membawa sisa-sisa kebudayaan dari dinasti Zhou, keagungan dan kesakralan. Putih yang menjadi
Indonesia masih dalam masa Prasejarah, karena wujud dari kesucian dan keyakinan terhadap sang
awal masa sejarah Indonesia baru dimulai pada pencipta. Hijau yang mewakilkan intisari alam
saat ditemukannya Prasasti/Yupa dari Kerajaan semesta lengkap beserta isinya. Merah sebagai
Kutai Martadipura pada abad ke-4 Masehi. warna yang menggambarkan semangat hidup
Pada umumnya motif pada pakaian adat yang menyala, serta biru yang harapan akan
suku Dayak Kenyah memiliki komposisi utama sumber kekuatan yang tidak pernah habis. (Satria
berupa pola yang simetri dengan dominasi dan Bariarcianur, 2013: 100)
irama garis lengkung dan warna-warni dengan Selain warna, perwujudan dari beragam
kontras yang kuat antara satu dengan lainnya. makluk hidup pada motif pakaian adat suku Dayak
Gaya bentuk figuratif menjadi gaya utama yang Kenyah juga tidak lepas dari beragam makna yang
dominan dalam perwujudan motif pakaian adat mengitarinya. Berikut analisis lebih jauh mengenai
suku Dayak Kenyah. Jika ada motif yang dibuat dua tahap pemaknaan (denotasi dan konotasi) dari
khusus sebagai center of interest (fokus perhatian) motif-motif pakaian adat suku Dayak Kenyah.
biasanya digambarkan sedikit lebih besar atau
bewarna paling cerah dan mencolok dibanding Naga
motif pendukungnya. Secara denotasi motif naga merupakan
representasi hewan reptil imajinatif berbadan

50
ARS: Jurnal Seni Rupa dan Desain - Volume 22, Nomor 1 - April 2019

ular yang tinggal di air dan memiliki kesaktian, serupa dengan ornamen-ornamen naga yang
maka dari itu naga sering juga disebut sebagai seringkali menghiasi bangunan klenteng yang ada
ular naga. Dalam konotasi, makna motif naga ini di Indonesia.
berkembang lebih jauh lagi menjadi lebih luas. Naga digambarkan memiliki sirip
Jika burung enggang dianggap sebagai lambang disepanjang bagian tubuhnya, memiliki janggut,
dunia atas dan bersifat maskulin. Dunia atas serta mulut yang memiliki sungut dan terdapat
sering dikaitkan dengan matahari, langit dan kaki yang berjumlah empat. Penggambaran
terang, maka dunia bawah adalah lawannya ornamen naga di klenteng memiliki perbedaan
dimana sering dikaitkan dengan sifat feminim, dengan ornamen naga bercorak hindu yang
yang berkaitan dengan air, bulan, dan gelap. Naga dijumpai di bangunan keraton dan candi yang
dipercaya sebagai penguasa dunia bawah. terdapat di pulau Jawa (lihat gambar 7) ataupun
pura di pulau Bali.

Gambar 5. Motif naga yang terdapat pada ta’a kukup.


(Sumber: dokumentasi foto oleh Heriyanto, Juni 2016)

Gambar 7. Ornamen naga dalam salah satu


sudut keraton Yogyakarta (Regol Gadhungmlati),
ornamen yang bercorak Hindu dilihat dari
bentuk tubuh berupa ular yang
mengenakan mahkota raja.
(Sumber: http://keraton.perpusnas.go.id/,
diakses pada 4 Oktober 2016, pukul 05.32 WIB)

Jika migrasi bangsa Yunan ke Indonesia


telah berlangsung dari tahun 114 sebelum
masehi (SM) maka ornamen naga bergaya Cina
kemungkinan telah hadir lebih awal di Indonesia
Gambar 6. Kelenteng Thien Gie Kong yang sebelum gaya ornamen naga di Jawa dan bali
berada di kota Samarinda.
(Sumber:http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/, yang telah dipengaruhi corak Hindu, dimana era
diakses pada 4 Oktober 2016, pukul 04.41 WIB) Hindu di Indonesia sendiri tercatat dimulai dari
awal abad ke-4 Masehi.
Naga yang sering dikaitkan dengan unsur Motif naga dan hubungan makna
kebajikan dalam mitologi Cina juga berlaku pada konotasinya dengan nilai kesuburan pada
masyarakat suku Dayak Kenyah. Hal ini berbeda masyarakat suku Dayak Kenyah bisa dikaitkan
dengan persepsi dari Eropa yang seringkali dengan keyakinan naga yang berasal dari air. Air
mengaitkan wujud naga sebagai makhluk yang bagaimanapun komponen dasar yang dibutuhkan
berbahaya dan jahat. Jika melihat motif naga pada dalam bertahan hidup, dalam masyarakat Dayak
pakaian suku Dayak Kenyah (lihat gambar 5) dan Kenyah yang dahulu berladang dengan sistem
ukiran naga pada atap klenteng (lihat gambar 6), ladang berpindah, mereka sangat tergantung
terdapat suatu kemiripan yang menarik. Cara pada air untuk keberlangsungan hidup tanaman,
perwujudan motif naga pakaian pada suku Dayak kemudian untuk sarana pengobatan ataupun
Kenyah memiliki wujud yang dapat dikatakan membuang sial. Naga mewakili air yang berarti

51
Herlinda Marlina, Kajian Semiotik Motif Pakaian Adat Dayak Kenyah...

kehidupan itu sendiri. Karena motif naga bahwa motif harimau hanya pantas digunakan
memiliki makna konotasi yang demikian, motif oleh seorang kepala adat atau bangsawan (paren),
naga pun hanya boleh digunakan oleh kaum karena nilai-nilai tersebut (kepemimpinan,
paren (bangsawan). keberanian, kekuatan) merupakan nilai yang
Penggunaan motif naga ini diharapkan akan merepresentasikan sikap seorang kepala adat atau
memberikan kemakmuran dan perlindungan bangsawan. Golongan orang biasa (panyen) yang
bagi kaum paren yang mengenakannya. Sistem secara status sosial berada dibawah golongan paren
penggunaan motif naga yang hanya boleh tidak berhak menggunakan nilai-nilai tersebut
digunakan kaum paren ini sistem yang berlaku untuk merepresentasikan dirinya. Dari sinilah
di masa kekaisaran Cina lampau dimana naga mitos tersebut semakin berkembang dan diyakini
merupakan motif istimewa yang hanya berhak dalam masyarakat Dayak Kenyah, bahwa ada
digunakan oleh kaisar dan keluarganya. akibat sial bagi orang panyen yang nekat memakai
motif tersebut.
Gambar Harimau
Jika dilihat secara denotasi, harimau Gambar Burung Enggang
merupakan hewan karnivora di darat yang Secara denotasi burung enggang yang
menduduki puncak rantai makan. Habitat menjadi figur motif enggang adalah burung
harimau sendiri aslinya adalah di hutan hujan. enggang gading (buceros/rhinoplax vigil) yang
Hutan dahulu merupakan tempat utama memiliki habitat di Semenanjung Malaya,
bermukimnya suku-suku Dayak. Berbeda Sumatera, dan Kalimantan. Burung enggang
dengan zaman sekarang dimana sudah terdapat gading hidup di hutan, bersarang di pohon
masyarakat suku dayak yang hijrah ke-kota-kota. yang tinggi dan membuat lubang di dalamnya.
Dalam masyarakat suku Dayak Kenyah terdapat
makna konotasi mengenai motif burung enggang
dikarenakan sifat-sifat unik dan cara hidup yang
dibawa oleh burung enggang.

Gambar 8. Motif harimau dalam sapei, Gambar 9 Tapung enggang yang digunakan dalam
koleksi pribadi Isrom Palan. pertunjukan tari enggang,
(Sumber: dokumentasi foto oleh Herlinda, Mei 2016) koleksi pribadi Isrom Palan.
(Sumber: dokumentasi foto oleh Herlinda, Mei 2016)

Pemakaian motif harimau pada golongan Ketika sedang berkembang biak, induk
tertentu seperti dalam suku Dayak adalah untuk burung enggang betina akan mengerami telur
menghadirkan mitos tertentu pada aspek sosial (inkubasi) dalam lubang pohon yang ditutup
masyarakat. Karena jika ditelusuri, secara konotasi dengan tanah liat hingga hanya tinggal paruhnya
harimau sering dikaitkan dengan beberapa nilai, yang tampak. Selama proses ini burung enggang
seperti kepemimpinan, keberanian, dan kekuatan. betina akan bergantung pada burung enggang
Maka konotasi itu kini berkembang menjadi mitos jantan dalam hal memenuhi kebutuhan makanan.
52
ARS: Jurnal Seni Rupa dan Desain - Volume 22, Nomor 1 - April 2019

Dimana burung enggang jantan akan berkeliling akan lumayan sulit mengenalinya sebagai suatu
hutan dan mencari makanan untunk pasangannya representasi suatu objek dibandingkan tiga motif
sampai telurnya menetas hingga tumbuh menjadi hewan sebelumnya (harimau, enggang, dan naga).
burung enggang muda. Jika sarang bagi burung Secara denotasi motif aso memang lebih
enggang betina dan anak-anaknya sudah tidak mengacu pada anjing, sesuai dalam bahasa
cukup untuk menampung mereka, maka burung Dayak yang mengartikan aso sebagai anjing.
enggang betina akan memecahkan sarangnya Walaupun dalam prakteknya penggambaran
dan membangun lagi sarang yang baru. Dari aso tidak terlalu menyerupai anjing. Anjing
sini burung enggang betina dan burung enggang merupakan hewan yang sangat berguna bagi
jantan akan bersama-sama mencari makanan masyarakat suku Dayak Kenyah dimana hewan
untuk anak-anaknya hingga mereka mampu peliharaan ini sering membantu suku Dayak
membuat sarang sendiri. Burung Enggang pun Kenyah kala masih hidup di hutan dahulu.
hanya akan memiliki pasangan sekali seumur Selain berguna dalam hal membantu suku Dayak
hidupnya (monogami). Mungkin yang menjadi Kenyah berburu hewan seperti babi atau payau
kisah tragis adalah jika saat masa inkubasi, burung (Kijang khas Pulau Kalimantan, mirip seperti
enggang jantan tertembak mati oleh pemburu atau hewan kancil), anjing juga membantu menjaga
terjebak dalam kebakaran hutan, maka burung rumah lamin masyarakat suku Dayak Kenyah.
enggang betina akan terus menanti pasangannya
kembali hingga dirinya mati dalam kelaparan.
Sifat burung enggang ini yang kemudian
sebagian dijadikan filosofi hidup oleh suku Dayak
Kenyah, dimana walaupun burung enggang
memiliki tubuh yang besar, paruh dan bulu yang
indah, namun terdapat jiwa pemberani, pekerja
keras, rendah hati,dan setia. Itulah mengapa
pada setiap ujung atas atap rumah lamin sering
dihiasi dengan ornamen burung enggang yang
lagi bertengger. Tradisi ini sebagai wujud harapan Gambar 10. Detail motif aso dalam saung,
koleksi pribadi Isrom Palan.
agar rumah yang mereka tinggali senantiasa aman (Sumber: dokumentasi foto oleh Herlinda, Mei 2016)
dan nyaman, serta keluarga didalamnya akan terus
saling mengasihi antara satu dengan lainnya. Secara konotasi makna motif aso bagi
Konotasi ini berkembang menjadi lebih masyarakat suku Dayak kenyah dikaitkan dengan
jauh menjadi mitos yang diyakini oleh suku sifat-sifat positif anjing yang berguna bagi
Dayak Kenyah dan menjadi salah satu dasar manusia. Anjing dikenal sebagai hewan yang setia
dari paham animisme. Mitos tersebut mengenai dan patuh pada majikannya. Penggunaaan motif
asal-usul nenek moyangnya yang diyakini turun aso pada pakaian dianggap sebagai representasi
dari langit kemudian datang ke bumi dengan sikap yang setia dan patuh dari seorang suku
mengambil wujud burung enggang. Seperti motif Dayak Kenyah. Setia pada keluarga, masyarakat,
binatang lainnya burung enggang adalah motif tradisi, serta patuh pada aturan adat yang
yang diistimewakan hanya boleh digunakan berlaku. Motif aso juga hadir sebagai salah satu
oleh kaum paren. Motif burung enggang cara bagi masyarakat suku Dayak Kenyah untuk
dianggap sebagai simbol “Alam Atas” yaitu alam memberikan penghormatan atau penghargaan
kedewataan bagi suku Dayak Kenyah. bagi anjing yang dianggap telah banyak membantu
masyarakat suku Dayak Kenyah dalam pekerjaan
Gambar Aso mereka sehari-hari.
Dari keempat motif binatang, aso
merupakan adalah satu-satunya motif yang asli Gambar Tumbuhan
merupakan hewan imajinasi dari masyarakat Motif tumbuhan merupakan motif dasar
Dayak. Bagi yang pertama kali melihat motif aso yang paling sering ditemui dalam ornamen khas

53
Herlinda Marlina, Kajian Semiotik Motif Pakaian Adat Dayak Kenyah...

suku Dayak umumnya dan suku Dayak Kenyah terbang. Dengan cara ini, biji-biji dari buah
khususnya. Motif tumbuhan yang terdapat pada tengkawang akan tersebar dengan lebih mudah
suku Dayak Kenyah memiliki bentuk dasar secara mandiri dan alamiah di dalam hutan.
yaitu garis lengkung yang ujungnya membentuk Atas dasar inilah dalam keyakinan beberapa
spiral. Mirip dengan tanaman pakis (paku) yang sub suku Dayak yang dahulunya mayoritas bekerja
sering ditemukan di hutan-hutan Kalimantan sebagai petani, bibit tengkawang digunakan
dan dimasak menjadi hidangan sayuran oleh dalam acara prosesi ritual adat dengan cara
masyarakat Kalimantan. menaburkannya ke hutan secara bersama-sama.
Motif ini juga sering diidentifikasi sebagai Ritual ini adalah bagian dari doa (harapan) yang
tipe motif geometris seperti motif pilin yang dipanjatkan kepada sang Pencipta untuk memberi
terdapat pada beberapa daerah di Indonesia. anugerah berupa tanah yang subur serta dijauhkan
Namun ada juga motif tumbuhan yang dari bencana serta hama penyakit sehingga
merupakan representasi suatu jenis tumbuhan berdampak pada hasil panen yang melimpah.
di Kalimantan. Motif ini disebut motif kawang Singkatnya penggunaan motif tengkawang secara
(kokawang) oleh masyarakat suku Dayak Kenyah. konotasi dimaknai sebagai perlambangan harapan
Motif kawang secara denotasi masyarakat suku Dayak Kenyah agar tanah mereka
menggambarkan sebuah jenis tumbuhan yang senantiasa dilimpahi kesuburan.
bernama tengkawang. Motif kawang mengambil
rupa bentuk dasar dari buah pohon tengkawang. Gambar Manusia
Dimana dalam motif kawang, buah tengkawang Motif manusia (kelunan) sebagai hiasan
digambarkan masih menyatu dengan kelopak dalam pakaian adat suku Dayak Kenyah biasanya
bunganya. digambarkan dengan bentuk yang didistorsi
ataupun distilisasi. Motif kelunan digambarkan
secara frontal menghadap ke depan. Motif
kelunan ini dapat digambarkan hanya pada bagian
wajahnya saja ataupun seluruh badan. Secara
denotasi motif kelunan dapat dipahami sebagai
motif bentuk manusia yang masih bergaya zaman
prasejarah dimana manusia tidak digambarkan
dalam figur yang realistik namun figuratif.
Motif manusia khas suku Dayak Kenyah pun
temasuk motif yang tidak mendapat pengaruh
kesenian masa klasik kesenian Hindu dan Budha
sebagaimana yang berkembang pesat di Jawa dan
Gambar 11. Foto kawang atau kokawang,. Bali. Motif manusia pada suku Dayak Kenyah
(Sumber: id.wikipedia.org/, diakses pada 14 Juni 2016,
pukul 03.45 WIB)

Makna motif tengkawang secara konotasi


adalah lambang kesuburan. Lebatnya tumbuhan
pohon tengkawang di petak tanah yang ada di
Kalimantan dijadikan indeks bagi masyarakat
suku Dayak Kenyah bahwa tanah tersebut tanah
subur yang cocok digunakan untuk bercocok
tanam. Masyarakat suku Dayak Kenyah
mengagumi cara tengkawang berkembang
biak dimana buah tengkawang akan jatuh dari
pohonnya dan terbang dengan kedua sayap yang
Gambar 12. Motif kelunan dalam saung aban,
merupakan kelopaknya, sehingga mirip seperti koleksi pribadi Isrom Palan.
baling-baling pesawat helikopter yang sedang (Sumber: dokumentasi foto oleh Herlinda, Mei 2016)

54
ARS: Jurnal Seni Rupa dan Desain - Volume 22, Nomor 1 - April 2019

disinyalir tetap bertahan dengan pengaruh Motif binatang menjadi tiga macam
kesenian zaman akhir dinasti Zhou di lihat dari yaitu, motif naga (lengunan) simbolisasi
dominasi irama garis lengkungan dan spiral. dunia bawah (air) yang membawa kesuburan
Secara konotasi motif kelunan bagi dan kemakmuran, motif burung enggang
masyarakat suku Dayak Kenyah lambang (temenggang) sebagai simbol dunia atas (alam
perlindungan atau penolak bala, dimana motif kedewataan) dan filosofi sikap rendah hati dan
kelunan menggambarkan nenek moyang suku kesetiaan terhadap keluarga, motif harimau
Dayak Kenyah yang akan menjaga mereka dari (lenjau) sebagai simbol kekuatan, keberanian,
gangguan setan atau bali jahat. Penggunaan kepemimpinan dan perlindungan dari pengaruh
motif kelunan ini sebagai salah sarana buruk kekuatan luar, dan yang terakhir motif
persembahan dan pemujaan leluhur. anjing berkepala naga (aso) yang dimaknai
Motif kelunan yang berwujud manusia sebagai simbolisasi sikap setia kawan dan patuh
lengkap yang dipadukan dengan motif enggang, pada ketetapan-ketetapan adat.
harimau, aso, dan tumbuhan jika dikenakan Motif tumbuhan dalam pakaian adat
oleh seorang kepala adat maka ia memiliki suku Dayak Kenyah merupakan motif yang
makna konotasi berupa seorang pemimpin atau paling sering digunakakan sebagai ornamen
raja yang akan menjadi pelindung, pengayom, dasar. Motif tumbuhan terdiri motif kawang
serta panutan kampung dengan masyarakat (kokawang) yang mengambil bentuk buah
yang tempat dia memimpin. Kepemimpinan pohon tengkawang sebagai simbolisasi harapan
kepala adat tersebut secara spiritual akan tanah Kalimantan yang senantiasa terjaga
didukung oleh berbagai elemen kekuatan, baik kesuburannya, serta motif pilin (garis lengkung
dunia atas maupun dunia bawah, maupun alam dan garis spiral).
sekitar (hutan). Motif manusia suku Dayak Kenyah masih
Dalam status sosial suku Dayak Kenyah dipengaruhi oleh gaya penggambaran manusia
motif kelunan merupakan motif yang hanya zaman prasejarah, motif yang digunakan untuk
boleh digunakan golongan paren. Dahulu menujukkan pemujaan dan persembahan
paren yang diperbolehkan mengenakan motif terhadap nenek moyang, serta interaksi manusia
kelunan yang memiliki bentuk manusia (kepala adat) dengan kekuatan alam dan
secara utuh adalah seorang paren bio’ masyarakatnya. Kelengkapan penggambaran
(bangsawan besar), sedangkan paren dumit anggota tubuh pada manusia menjadi indeks
hanya diperbolehkan mengenakan motif kelas sosial dari pemakainya.
kelunan yang terdiri dari beberapa bagian Berbagai ragam bentuk dan makna
tubuh manusia saja. Sebenarnya perbedaan berbeda yang terkandung dalam tiap motif
status antara paren bio’ dan paren dumit hanya pakaian adat suku Dayak Kenyah secara
berlangsung saat upacara adat tertentu. Jika semiotik mengandung dua tahap pemaknaan
upacara adat sudah berakhir, maka tinggi (two order of signification), dalam pemaknaan
rendah status sosial akan hilang dan paren bio’ tahap pertama (denotasi) motif suku Dayak
maupun paren dumit akan berada dalam satu Kenyah merupakan representasi alam yang
kategori status yaitu paren saja. memberikan pengaruh kekuatan-kekuatan
tersendiri dalam kehidupan masyarakat suku
Dayak Kenyah. Kemudian pada pemaknaan
Kesimpulan tahap kedua (konotasi) yang terkandung pada
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis motif pakaian adat suku Dayak Kenyah biasanya
yang telah dipaparkan pada pembahasan mewakili nilai filosofis yang diterapkan oleh
mengenai kajian semiotik ragam hias masyarakat masyarakat suku Dayak Kenyah untuk dapat
Dayak Kenyah di Desa Pampang, Kecamatan hidup selaras dengan alam (hutan) sehingga
Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan kehidupan akan senantiasa diwarnai dengan
Timur, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan perasaan damai, nyaman, dan sejahtera hingga
sebagai berikut: generasi-generasi selanjutnya.
55
Herlinda Marlina, Kajian Semiotik Motif Pakaian Adat Dayak Kenyah...

Daftar Pustaka Budaya Rupa: Desain, Arsitektur, Seni Rupa


Barthes, R. (2009). Mitologi. Yogyakarta: Kreasi dan Kriya. Jakarta: Erlangga.
Wacana. Saebani, B. A. (2008). Metode Penelitian.
Gama Satria, Frino Bariarcianur, E. al. (2013). Bandung: Pustaka Setia.
Kalimantan Permata Dunia di Garis Sobur, A. (2006). Semiotika Komunikasi.
Khatulistiwa. Jakarta: Gramedia. Bandung: Remadja Rosda Karja.
Hoed, B. H. (2002). Strukturalisme, Pragmatik, Tinarbuko, S. (2008). Semiotika Komunikasi
dan Semiotik Dalam Kajian Budaya. Visual. Yogyakarta: Jalasutra.
Jakarta: Wedatama Widya Sastra. Wibowo, I. S. W. dalam L. dan K. (2016).
Panuti Sudjiman, A. V. Z. (1992). Serba Serbi Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis
Semiotika. Jakarta: Gramedia. bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi.
Sachari, A. (2005). Metodologi Penelitian Komunikasi ASPIKOM.

Anda mungkin juga menyukai