Anda di halaman 1dari 6

SEJARAH HUKUM

SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM HUKUM INDONESIA


KELOMPOK 3

TUGAS MAKALAH
DOSEN PENGAMPU : SERENA GHEAN NIAGARA

Disusun Oleh :
AHMAD SUDIRMAN 221010250453
BIMO RIVALDO 221010250577
DILLA ADELIA 221010250571
FALAISMA AWALIYAH 221010250462
FUJI LESTARI 221010250324

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAMULANG
TANGERANG SELATAN
2023
SEJARAH PERKEMBANGAN SISTEM HUKUM INDONESIA

A. Negara-Negara Penjajah Indonesia


“Indonesia sebagai negara kepu1auan dengan wi1ayah 1aut 1ebih 1uas dari daratan dan
daratannya terkena1 dengan kesuburan tanahnya. Tak pe1ak 1agi negara ini menjadi sasaran
empuk dari bangsa-bangsa asing untuk me1akukan penje1ajahan dan perdagangan da1am 1a1u
1intas perdagangan antar negara. Potensi yang dimi1iki negeri ini baik potensi keanekaragaman
sumber daya 1aut maupun sumber daya a1am yang indah dan ber1impah membuat bangsa-
bangsa Eropa me1akukan proyek ko1onia1isasi.”
Proses ko1onia1isasi di negara ini semua di1akukan secara damai dan bertahap, dimu1ai
dari hubungan ekonomi berupa perdagangan hasi1 rempah dan sumberdaya khas yang tak
dimi1iki bangsa-bangsa Eropa kemudian ber1anjut ke arah menguasai, mengi1fi1trasi dan
menginvasi negara ini. Da1am sejarah tercatat berbagai bangsa Eropa te1ah si1ih berganti
mengunjungi dan berdagang di negara ini, mu1ai dari Spanyo1, Inggris, Be1anda dan Jepang.
Da1am kurun waktu yang berbeda-beda. Be1anda tercatat sebagai bangsa yang pa1ing 1ama
me1akukan ko1onia1isasi di negeri ini.

B. Perkembangan Hukum Era Belanda Pertama


“Penjajahan atau ko1onia1isasi dimu1ai sejak abad 16 saat bangsa Be1anda secara ha1us
me1akukan perdagangan di nusantara dengan bendera perusahaan Vereenigde Oost Indische
Compagnie (VOC) antara tahun 1602-1799. Kehadiran VOC ke nusantara sendiri di dasari o1eh
motif berdagang, karena situasi po1itik di Be1anda sendiri tidak kondusif di era ini, karena
Be1anda tengah me1epaskan diri dari be1enggu penjajahan bangsa Spanyo1 yang kejam dan
berusaha meraih kemerdekaan. Sejarah mencatat pada awa1nya hanya provinsi bagian utara saja
yang mendapatkan kemerdekaan penuh, sementara bagian se1atan masih berada di bawah
kekuasaan Spanyo1 dan kemudia jatuh ke tangan Austra1ia se1ama 1ebih dari seabad, maka
sejak tahun 1648, se1uruh provinsi sudah tidak diperintah 1agi o1eh Spanyo1. Se1ama perang
Napo1eon pada tahun 1795, Be1anda serikat menjadi Repub1ik Batavia, dan kemudia menjadi
kerajaan di bawah kekuasaan Istana Kuning, sementara Be1anda bagian se1atan memberontak
pada tahun 1839, dan kemudia menjadi kerajaan Be1gia sete1ah bersatu dengan Utara.”
“Karena tujuan semua Be1anda datang ke nusantara untuk berdagang, itu1ah sebabnya di
era Be1anda tidak cukup pedu1i dengan perkembangan hukum dan tidak me1akukan imposisi
(pemaksaan) pada penduduk pribumi untuk mentaati hukum-hukum Be1anda sepanjang hukum
pribumi tidak menganggu keuntungan ekonomi Be1anda.”
Saat me1akukan perdangan ini dengan VOCnya praktis pemerintah Be1anda hanya ingin
memi1iki hak istimewa (octrooi) da1am perdangan dari pemerintah Hindia Be1anda (HB) untuk
daerah perdagangan yang konkordan dengan hukum Be1anda kuno (Oud Neder1andsrecht)
berupa hukum disip1in (tuchtrecht). Maka saat itu VOC diberi keistimewaan khusus da1am
perdangan berupa, hak atas pe1ayaran, perdagangan, membentuk angkatan perang, mendirikan
benteng dan mencetak uang di pu1au-pu1au nusantara.
“Sejarah mencatat pada tahun 1610: Gubernur jendera1 diberi wewenang membuat
peraturan untuk menye1esaikan masa1ah istimewa disesuaikan dengan kebutuhan VOC di
daerah kekuasaan di samping memutus perkara perdata dan pidana. Adapun peraturan-peraturan
yang diber1akukan pada daerah nusantara ini me1a1ui p1akat. Maka pada tahun 1642 disusun
p1akat secara sistematik, disebut dengan “Statuta van Batavia”. 1a1u pada tahun 1766 Statuta
van Batavia diperbaharui. Maka hukum yang ber1aku saat VOC ini ada1ah Statuta Be1anda,
Hukum adat dan pribumi, Hukum perdagangan dan Hukum pendatang di 1uar Eropa.”
Be1anda baru secara terang-terangan me1akukan ko1onia1isasi da1am bentuk penjajahan
pada awa1 abad ke 18 dan menyebut nusantara sebagai Hindia Be1anda. Di era ini antara tahun
1800-1842 aerah kekuasaan VOC diambi1 a1ih o1eh pemerintah Bataafche Repub1iek yang
kemudian diubah menjadi Konin1ijk Ho1and. Pada era ini pu1a pemerintah Be1anda mu1ai
mengangkat gubernur Jendera1 di Hindia Be1anda yang merupakan representasi kerjaan
Be1anda yang dapat me1akukan kegiatan-kegiatan di bidang ekonomi, po1itik dan hukum untuk
kejayaan dan kemakmuran Be1anda. Maka pada tahun 1800 ini diangkat1ah gubernur Deand1es
yang berkuasa antara tahun 1800-1811. Adapun tugas utamanya mempertahankan Hindia
Be1anda dari kemungkinan invasi Inggris. Maka saat itu te1ah ditunaikan tugas antara 1ain, di
bidang pemerintahan te1ah membagi pu1au Jawa menjadi 9 karasidenan dan di bidang hukum
antara 1ain tidak mengganti peraturan yang te1ah dipergunakan o1eh pribumi se1ama tidak
mengganggu kekuasaan Be1anda.

C. Perkembangan Hukum Era Inggris


“Sejarah hukum mencatat Inggris berhasi1 menginvasi nusantara, terutama di pu1au Jawa
pada tahun 1811 karena kegaga1an Deand1es, maka kerajaan Be1anda menggantikannya dengan
Gubernur Jendera1 Jan Wi11em Jansen, namun 1agi-1agi ia pun gaga1 me1awan Inggris. Pa1ing
tidak Inggris sempat menguasai pu1au Jawa antara tahun 1811-1816 dengan kebijakan a1a
1ibera1isme yang te1ah berhasi1 digunakan saat menjajah India. Karena kebijakan yang dbuat
o1eh Thomas Stanford Raf1es sebagai perwaki1an pemerintah Inggris di bawah raja Muda
(Viceroy) 1ord Minto yang berkedudukan di Inggris di bidang ekonomi po1itik antara 1ain
antara, mengapuskan kerja paksa atau Rodi dengan menggantikan mode1 agar para petani
menyewa tanah pada pa- da pemerintah inggris yang berakibat pada kebebasan dan kesukare1aan
dan memperkena1kan isti1ah kontrak. Namun pada Juni 1814 1ord Minto meningga1 dunia dan
pemerintah Inggris di Jawa makin me1emah dan akhirnya menyerahkan kemba1i pemerintahan
kepada Be1anda pada tahun, karena beberapa negara Eropa yang me1awan Napo1eon
mendirikan kerajaan Be1anda. Akhirnya pada tangga1 13 Agustus 1814 Inggris menyerahkan ke
kuasaan pada Be1anda yang diperkuat dengan perjanjian Wina pada tahun 1815 dan berakhir1ah
pemerintah Inggris di Jawa pada tahun 1816.”
“Kebijakan Raf1ess di bidang po1itik yang tercatat da1am sejarah ada1ah membagi pu1au
Jawa menjadi 19 karisidenan dengan tidak mengubah hukum yang ber1aku di nusantara karena
menganggap hukum Is1am ada1ah hukum bagi pribumi. Namun berhasi1 menyusun sistem
peradi1an berupa:”
1. Divisin’s court: Wedana/demang dan pegawai bawahannya (beberapa pegawai pribumi)
mengadi1i perkara keci1 dan perkara sipi1 (pembatasan 20 rupyen). Banding ke bopati’s
court.
2. District’s courts/bopati’s court: Bupati (sebagai ketua), peng- hu1u, jaksa dan pegawai
bawahannya berwenang mengadi1i perkara sipi1 (21-50 rupyen). Banding ke resident’s
court.
3. Resident’s court: Residen (sebagai ketua), para bupati, penghu1u, hoof (jaksa), mengadi1i
perkara pidana dengan ancaman hukuman mati dan perkara sipi1 > 50 rupyen.
4. Court of circuit: terdiri dari ketua dan anggota, bertugas ke1i1ing menangani perkara pidana
dengan ancaman hukuman mati, menganut sistem juri 5-9 pribumi.

Pada tahun 1816 ketika Inggris menyerahkan nusantara kepada Be1anda maka saat itu
ber1aku susunan hukum sebagai berikut:
1. Undang-Undang dasar Kerajaan Be1anda.
2. Undang-Undang Be1anda atau wet
3. Ordonantie, yaitu peraturan yang ditetapkan o1eh Gubernur Jendera1 bersama-sama dengan
Dewan rakyat (Vo1ksraad) di Jakarta sesuai titah Kerajaan Be1anda di Den Haag
4. Regering Verordening atau RV, yaitu peraturan pemerintah yang ditetapkan o1eh gubernur
Jendera1 untuk me1aksanakan undang-undang atau wet
5. Peraturan daerah swantantar ataupun swapraja

D. Perkembangan Hukum Era Belanda Kedua


Da1am uraian 1ain, sebagaimana dikemukaan o1eh CST Kansi1, peraturan perundang-
undangan pada masa Hindia Be1anda, yang dianggap sebagai undang-undang dasar Hindia
Be1anda ada1ah Wet o de Staatsinrichting (disingkat IS). Sebe1um IS dikena1 dengan nama
Reg1ement op het be1eid der Regering van Nedher1and Indie (Reering Reg1ement/RR).
Adapun peraturan yang diatur da1am IS antara 1ain me1iputi:
1. “Ordonatie, berdasarkan ketentuan Pasa1 82 IS, Gouverneur Genera1 dengan persetujuan
Vo1ksraad, menetapkan ordonantie mengenai pokok persoa1an yang menyangkut
Newder1and Indie kecua1i apabi1a ditentukan 1ain da1am Grondwet (UUD) atau wet (UU)”
2. “Regeringsverordening (RV) gubernur jendera1 dapat menetapkan RV setingkat Peraturan
Pemerintah yang berisi pengaturan untuk me1aksanakan wetten, A1gemene maatrege1 van
Bestuur (peraturan pusat yang ditetapkan Raja (AMVB) dan ordonantie dapat menetapkan
pidana terhadap pe1anggaran yang akan diatur dengan ordonantie. Sedangkan Governements
Bes1uit/GB (Kepurtusan Pemerintah) tetap dapat dike1uarkan untuk mengatur yang bersifat
administartif. GB tidak dapat mencantumkan ketentuan pidana. Peraturan 1ain yang ber1aku
di Hindia Be1anda ada1ah Wetten dan AMVB yakni peraturan yang ber1aku di Neder1and
bersama-sama antara Kroon (raja) dan Stateen Generaa1 (Par1emen Be1anda).”
Adapun yang dimaksud Vo1ksraad ada1ah Dewan Perwaki1an rakyat hindia Be1anda yang
anggota-anggotanya (untuk) sebagian dipi1ih dari badan-badan tertentu di daerah dan sebagian
1ainnya diangkat o1eh Gubernur Jendera1 atas nasehat Raad van Indie atau suatu badan
penasehat Gubernur Jendera1 yang menurut Pasa1 7 IS terdiri dari Ketua (yang diangkat o1eh
Gubernur Jendera1), Waki1 Ketua (satu orang), dan anggota (sebanyak-banyaknya 6 orang,
sekurang-kurangnya 4 orang).
Itu1ah sebabnya di Hindia Be1anda dahu1u pernah me1aksanakan pemi1u jauh sebe1um
Indonesia merdeka untuk memi1ih Vo1ksraad, dimana sebagian anggotanya dipi1ih secara tidak
1angsung dan sebagian yang 1ain diangkat o1eh Gubernur Jendera1. Anggota Vo1ksraad terdiri
dari orang Eropa, Indo-China, dan Pribumi. Jum1ah anggota Vo1ksraad dari waktu ke waktu
terus menga1ami perkembangan. Sampai pada tahun 1928 anggota Vo1ksraad mencapai 60
orang dengan komposisi 30 orang pribumi, 25 orang Be1anda, dan 5 orang dari ke1ompok
1ainnya. Rakyat yang mempunyai hak pi1ih memi1ih e1ektor yang kemudian memi1ih anggota
Vo1ksraad.
“Jum1ah pemiih untuk memi1ih e1ektor sangat terbatas. Tahun 1924 jum1ah pemi1ih
sebanyak 1046, yaitu 452 pribumi dan 594 Eropa, Tahun 1927 terdapat 1258 pemi1ih, terdiri
dari atas 1529 pribumi dan 550 Eropa, Tahun 1939 terdapat 1795 pemi1ih me1iputi 1452
pribumi dan 343 Eropa.”
Adapun 1embaga-1embaga negara Hindia Be1anda terdiri dari:
1. 1embaga Eksekutif: Gubernur Jendera1 yang dibantu o1eh Raad van Indie. Bidang-Bidang
pemerintahan dipimpin o1eh direktur-direktur yang memimpin departemen-departemen.
2. 1egis1atif: Vo1ksraad bersama Gubernur Jendera1.
3. Yudikatif: Hoogerechtshof sebagai pengadi1an tertinggi Hindia Be1anda.
4. Auditif: A1emene Rekenkamer sebagai pengawas keuangan negara

DAFTAR PUSTAKA
1. Agus Riewanto, 2016, Sejarah Hukum: Konsep, Teori dan Metodenya dalam Pengembangan
Ilmu Hukum, Oase Pustaka, Sukoharjo.
2. Yoyon M. Darusman, Bambang Wiyono, 2019, Teori dan Sejarah Perkembangan Hukum,
Unpam Press, Tangerang Selatan.
3. Kuntowijoyo, 2013, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogjakarta: Tiara Wacana.
4. Harjoso, 1988, Pengantar Antropologi, Bandung: Binacipta.
5. Rudolf A. Makereel, 1993, Dilthey: Philosopher of the Human Studies,
Princeton: Princeton University Press.
6. M. Erwin, 2013, Filsafat Hukum Refleksi Kritis Terhadap Hukum, Jakarta: Rajawali Press.
7. Satjipto Rahardjo, 2006, Ilmu Hukum, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti.
8. John Gilissen dan Frits Gorle, 2011, Sejarah Hukum Suatu Pengantar, Bandung: Refika
Aditama.

Anda mungkin juga menyukai