Anda di halaman 1dari 10

Foreign Direct Investment

Bisnis Internasional
Elsya Tridayana A021221194

Teori Penanaman Modal Asing Langsung


Perusahaan memilih investasi langsung asing (Foreign Direct Investment) daripada
ekspor atau lisensi karena FDI memungkinkan kontrol lebih besar, meskipun mahal dan
berisiko. Ekspor dan lisensi memiliki keterbatasan dalam memanfaatkan pasar asing.
1. Keterbatasan Ekspor
Biaya transportasi dan hambatan perdagangan dapat membatasi strategi ekspor.
Produk dengan berat rendah dan nilai kecil sulit untuk dikirimkan jarak jauh,
sehingga membuat FDI atau lisensi menjadi pilihan lebih menarik. Ancaman dari
hambatan perdagangan seperti tarif atau kuota juga bisa mendorong perusahaan
untuk memilih FDI. Terkadang, hanya ancaman hambatan perdagangan yang
sudah cukup untuk memilih FDI daripada ekspor.

2. Keterbatasan Perizinan
Lisensi memiliki beberapa masalah. Pertama, bisa membuat perusahaan
memberikan teknologi berharga kepada pesaing asing. Kedua, lisensi tidak
memberi perusahaan kendali yang kuat di negara asing. Ketiga, jika keunggulan
kompetitif perusahaan tergantung pada kemampuan khusus, lisensi mungkin
tidak cocok. Karena itu, dalam situasi-situasi seperti ini, investasi langsung ke
luar negeri lebih baik daripada lisensi.

3. Keuntungan dari Investasi Langsung Asing


Dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan akan lebih memilih investasi
langsung asing daripada ekspor sebagai strategi masuk ketika biaya transportasi
atau hambatan perdagangan membuat ekspor kurang menarik. Selain itu,
perusahaan akan lebih memilih investasi langsung asing daripada lisensi (atau
waralaba) ketika ingin mempertahankan kendali atas pengetahuan teknologinya,
atau atas operasinya dan strategi bisnisnya, atau ketika kemampuan perusahaan
tidak cocok dengan lisensi, seperti hal yang sering terjadi.

POLA PENANAMAN MODAL ASING LANGSUNG


perusahaan-perusahaan dalam industri yang sama seringkali melakukan investasi
langsung asing dalam kurun waktu yang relatif serupa. Selain itu, terdapat
kecenderungan yang jelas di mana perusahaan cenderung mengarahkan kegiatan
investasi mereka ke lokasi-lokasi tertentu. Dua teori yang akan kami pertimbangkan
dalam bagian ini berusaha untuk menjelaskan pola-pola yang kami amati dalam aliran
investasi langsung asing
 Perilaku Strategis
Teori Knickerbocker menjelaskan bahwa investasi langsung asing (FDI) tercermin dari
persaingan strategis antara perusahaan di pasar global. Dalam industri oligopolistik, di
mana beberapa perusahaan besar dominan, terdapat saling ketergantungan antar
pemain utama. Perilaku imitatif terjadi di antara mereka. FDI sering kali diikuti oleh
pesaing untuk mencegah keunggulan pesaing di pasar asing. Teori ini dapat diperluas
untuk mencakup persaingan multipoint, di mana perusahaan berusaha meniru langkah
pesaing di berbagai pasar untuk menjaga keseimbangan persaingan. Meskipun teori ini
memberikan wawasan penting, teori internalisasi lebih diakui dalam menjelaskan alasan
perusahaan pertama memilih FDI daripada ekspor atau lisensi.

 Paradigma Eklektik
Teori paradigma eklektik oleh John Dunning menyatakan bahwa selain faktor-faktor
umum, keunggulan spesifik lokasi penting dalam menjelaskan investasi langsung asing
(FDI). Contohnya, sumber daya alam atau tenaga kerja berkualitas dapat mendorong
FDI. Silicon Valley adalah contoh lokasi dengan keunggulan spesifik dalam industri
komputer dan semikonduktor. FDI di sana bertujuan memanfaatkan pengetahuan baru
sebelum pesaing global lainnya. Perusahaan dari berbagai negara investasi di Silicon
Valley untuk memanfaatkan "efek samping" pengetahuan. Dalam industri bioteknologi,
FDI ke Amerika Serikat juga didorong oleh akses ke pengetahuan teknologi yang unik di
lokasi tersebut. Teori Dunning membantu memahami bagaimana faktor lokasi
mempengaruhi FDI.

IDEOLOGI POLITIK DAN INVESTASI LANGSUNG ASING


Secara historis, ideologi politik terhadap Investasi Langsung Asing (FDI) di dalam suatu
negara bervariasi mulai dari sikap radikal yang dogmatis yang bersikap tidak ramah
terhadap semua FDI masuk di satu ekstrem, hingga mengikuti prinsip non-
intervensionis dari ekonomi pasar bebas di ekstrem lainnya. Di antara kedua ekstrim ini
terdapat pendekatan yang dapat disebut sebagai nasionalisme pragmatis.

 Pandangan Radikal
Pandangan Radikal terhadap Investasi Langsung Asing (FDI) berasal dari teori
Marxisme. Mereka menganggap perusahaan multinasional sebagai alat dominasi
imperialisme yang mengeksploitasi negara tuan rumah demi keuntungan negara asal
kapitalis-imperialist. Pandangan ini menyatakan bahwa FDI hanya mengambil
keuntungan dari negara tuan rumah tanpa memberikan manfaat berarti. Para
pendukung pandangan ini berpendapat bahwa FDI oleh perusahaan multinasional
negara-negara maju membuat negara-negara berkembang menjadi lebih tertinggal dan
bergantung pada negara maju untuk investasi, pekerjaan, dan teknologi. Pada puncak
ekstremnya, pandangan ini menentang FDI dan menyarankan nasionalisasi
perusahaan asing yang sudah ada. Pada 1980-an, pengaruh pandangan radikal mulai
menurun, seiring runtuhnya komunisme di Eropa Timur, kinerja ekonomi buruk dari
negara-negara yang mendukung pandangan ini, dan kesuksesan ekonomi negara-
negara berkembang yang menganut kapitalisme daripada ideologi radikal.

 Pandangan pasar bebas


Pandangan pasar bebas berpendapat bahwa produksi internasional harus
didistribusikan berdasarkan keunggulan komparatif. MNE digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa di lokasi yang paling efisien global. Contohnya, Dell
pindahkan produksi ke Meksiko untuk biaya tenaga kerja lebih rendah. Pandangan ini
menyebut bahwa FDI meningkatkan efisiensi ekonomi global. Pandangan ini
menyatakan bahwa FDI menguntungkan negara asal dan tuan rumah. Meskipun
pandangan ini dominan, tidak ada negara yang menerapkannya sepenuhnya, termasuk
Britania Raya dan Amerika Serikat. Mereka tetap memiliki hak untuk campur
tangan dalam FDI.

 Nasionalisme pragmatis
Nasionalisme pragmatis adalah pendekatan kebijakan terhadap FDI yang mengakui
manfaat dan biayanya. Meskipun FDI dapat membawa modal, keterampilan, teknologi,
dan lapangan kerja bagi negara tuan rumah, keuntungan dari investasi tersebut dapat
pergi ke luar negeri. Negara-negara yang menganut pandangan ini berusaha untuk
memaksimalkan manfaat nasional dan meminimalkan biaya. Contohnya, Jepang
mengadopsi kebijakan restriktif terhadap FDI hingga tahun 1980-an untuk melindungi
industri dan teknologinya sendiri. Namun, ada pengecualian untuk perusahaan dengan
teknologi penting. Negara-negara juga cenderung menawarkan insentif seperti
keringanan pajak atau hibah untuk menarik FDI yang dianggap menguntungkan bagi
kepentingan nasional. Britania Raya sukses menarik investasi besar dari produsen
otomotif Jepang, memberikan manfaat signifikan dalam hal lapangan kerja dan
neraca pembayaran.

 Pergeseran Ideologi
Belakangan ini, ada penurunan negara yang menganut ideologi radikal. Meskipun
sedikit yang benar-benar mengadopsi kebijakan pasar bebas, semakin banyak negara
yang cenderung ke arah pasar bebas dan melonggarkan aturan investasi asing. Ini
termasuk negara-negara yang sebelumnya termasuk dalam kubu radikal, seperti bekas
negara-negara komunis di Eropa Timur dan beberapa negara sosialis di Afrika. Juga,
beberapa negara yang dulu mengadopsi nasionalisme pragmatis terhadap FDI, seperti
Jepang, Korea Selatan, Italia, Spanyol, dan banyak negara Amerika Latin, kini beralih
menuju kebijakan pasar bebas. Akibatnya, terjadi peningkatan volume FDI global,
tumbuh lebih cepat dari perdagangan dunia.
Namun, ada tanda-tanda awal dari munculnya sikap yang lebih bermusuhan terhadap
investasi langsung asing. Negara-negara seperti Venezuela dan Bolivia semakin
menentang FDI. Mereka mengubah kontrak untuk eksplorasi minyak dan gas,
meningkatkan royalti yang harus dibayar perusahaan asing. Di negara maju, juga
terlihat reaksi yang tidak ramah terhadap FDI. Sebagai contoh, China National Offshore
Oil Company menarik tawaran pengambilalihan Unocal di AS setelah reaksi negatif dari
Kongres. Jika tren-tren ini semakin meluas, maka gerakan menuju pengurangan
hambatan investasi lintas batas selama 30 tahun terakhir bisa terancam.

MANFAAT DAN BIAYA DARI FDI (INVESTASI LANGSUNG ASING)


Manfaat Bagi Negara Tuan Rumah
Manfaat utama dari Investasi Langsung Asing (FDI) masuk ke dalam negara tuan
rumah timbul dari efek transfer sumber daya, efek ketenagakerjaan, efek neraca
pembayaran, dan efek terhadap persaingan dan pertumbuhan ekonomi.

 Efek Transfer Sumber Daya


investasi langsung asing (FDI) dapat memberikan manfaat positif bagi ekonomi negara
tuan rumah melalui transfer modal, teknologi, dan sumber daya manajemen.
Perusahaan multinasional sering memiliki akses ke sumber daya keuangan yang tidak
tersedia bagi perusahaan lokal, dan mereka juga dapat mentransfer teknologi yang
penting untuk pertumbuhan ekonomi. Selain itu, FDI dapat menciptakan lapangan kerja
dan meningkatkan produktivitas tenaga kerja. Keterampilan manajemen asing yang
diperoleh melalui FDI juga dapat membantu meningkatkan efisiensi operasi di
negara tuan rumah.

 Efek Ketenagakerjaan
dari FDI adalah bahwa investasi langsung asing membawa lapangan kerja baru ke
negara tuan rumah. Efeknya bisa langsung, dari perusahaan asing mempekerjakan
warga negara tuan rumah, atau tidak langsung, dari penciptaan lapangan kerja di
pemasok lokal dan peningkatan pengeluaran lokal oleh karyawan perusahaan asing.
Meskipun ada argumen bahwa tidak semua lapangan kerja baru adalah penambahan
bersih, penelitian menunjukkan bahwa perusahaan asing cenderung membayar upah
lebih tinggi dan menghasilkan lapangan kerja lebih cepat daripada perusahaan
domestik. Meskipun FDI bisa sementara mengurangi ketenagakerjaan saat
restrukturisasi, setelahnya, perusahaan yang diakuisisi oleh perusahaan asing biasanya
tumbuh lebih cepat dalam jumlah lapangan kerja daripada pesaing lokal.
 Efek Neraca Pembayaran
dari FDI adalah penting bagi kebijakan ekonomi suatu negara. Ini terkait dengan
bagaimana FDI mempengaruhi pembayaran dan penerimaan antar negara. Pemerintah
cenderung khawatir jika negaranya mengalami defisit dalam neraca pembayaran saat
ini. FDI bisa membantu mengatasi hal ini dengan dua cara: pertama, sebagai pengganti
impor, dan kedua, dengan menggunakan anak perusahaan asing untuk ekspor ke
negara lain. Contoh nyata termasuk peningkatan ekspor China berkat investasi asing.
FDI juga dapat mengurangi kebutuhan menjual aset kepada pihak asing untuk
mendukung defisit neraca pembayaran.

 Pengaruh pada Persaingan dan Pertumbuhan Ekonomi


FDI dapat meningkatkan persaingan dan pertumbuhan ekonomi. Ketika FDI berbentuk
investasi baru, ini menambah jumlah pesaing di pasar dan memberikan lebih banyak
pilihan kepada konsumen. Persaingan yang meningkat bisa menurunkan harga dan
meningkatkan kesejahteraan konsumen. Di Korea Selatan, FDI dari toko diskon besar
Barat telah mendorong pengecer lokal untuk meningkatkan efisiensi dan menurunkan
harga, menguntungkan konsumen.
Dalam sektor layanan seperti telekomunikasi, FDI penting karena ekspor sering tidak
memungkinkan. Kesepakatan tahun 1997 di bawah naungan WTO telah membuka
pasar telekomunikasi di banyak negara, meningkatkan persaingan, memajukan
investasi, dan menyebabkan penurunan harga.

Biaya Untuk Negara Tuan Rumah

Tiga biaya FDI yang menjadi perhatian bagi negara tuan rumah timbul dari
kemungkinan dampak negatif pada persaingan di dalam negara tuan rumah, dampak
negatif pada neraca pembayaran, dan kehilangan kedaulatan dan otonomi
nasional yang dirasakan.

 Dampak Buruk pada Persaingan


Pemerintah tuan rumah khawatir bahwa anak perusahaan MNE asing bisa
memiliki kekuatan ekonomi lebih besar daripada pesaing lokal. Ini terutama
berlaku di negara-negara yang memiliki sedikit perusahaan besar sendiri. FDI
berbentuk akuisisi mungkin tidak selalu meningkatkan persaingan seperti
investasi baru. Namun, otoritas persaingan domestik biasanya memiliki hak
untuk meninjau dan mencegah merger atau akuisisi yang dapat merugikan
persaingan. Ini memastikan bahwa entitas asing tidak menguasai pasar
negara tersebut.
 Dampak Buruk pada Neraca Pembayaran
Dampak negatif FDI terhadap neraca pembayaran negara tuan rumah ada dua.
Pertama, terkait aliran modal awal dari FDI, terjadi aliran keluar pendapatan dari
anak perusahaan asing ke perusahaan induknya. Ini tercatat sebagai aliran
modal keluar dalam neraca pembayaran. Kedua, jika anak perusahaan asing
mengimpor banyak bahan dari luar negeri, ini menghasilkan defisit dalam neraca
transaksi berjalan dari neraca pembayaran negara tuan rumah. Upaya
perusahaan Jepang di AS untuk membeli lebih banyak komponen lokal adalah
contoh penanggulangan terhadap kritik ini.

 Kedaulatan Nasional dan Otonomi


Beberapa pemerintah khawatir FDI dapat menyebabkan kehilangan sebagian
kemerdekaan ekonomi. Mereka takut perusahaan asing yang tidak memiliki
keterikatan kuat dengan negara tuan rumah dan sulit dikendalikan oleh
pemerintah setempat akan mengambil keputusan kunci yang mempengaruhi
ekonomi negara tuan rumah. Namun, sebagian besar ahli ekonomi menganggap
kekhawatiran ini tidak beralasan dan tidak masuk akal. Mereka menilai bahwa
dalam ekonomi global yang semakin saling terkait, satu negara tidak dapat
memaksa negara lain dengan cara ekonomi tanpa merugikan dirinya sendiri.

Manfaat Untuk Negara Asal


Manfaat FDI (Foreign Direct Investment) bagi negara asal timbul dari tiga sumber.
Pertama, manfaat bagi neraca pembayaran negara asal terjadi dari aliran masuk
pendapatan asing. FDI juga dapat memberikan manfaat bagi neraca pembayaran
negara asal jika anak perusahaan asing menciptakan permintaan untuk ekspor
peralatan modal, barang-barang antara, produk pendukung, dan sejenisnya dari negara
asal.
Kedua, manfaat bagi negara asal dari FDI keluar timbul dari efek lapangan kerja.
Seperti halnya dengan neraca pembayaran, efek lapangan kerja positif terjadi ketika
anak perusahaan asing menciptakan permintaan untuk ekspor dari negara asal.
Dengan demikian, investasi Toyota dalam operasi perakitan mobil di Eropa telah
memberikan manfaat baik bagi posisi neraca pembayaran Jepang maupun lapangan
kerja di Jepang, karena Toyota mengimpor beberapa komponen untuk operasi
perakitan mobil berbasis Eropa langsung dari Jepang.
Ketiga, manfaat muncul ketika perusahaan multinasional (MNE) dari negara asal
mempelajari keterampilan berharga dari paparannya terhadap pasar asing yang
selanjutnya dapat ditransfer kembali ke negara asal. Hal ini merupakan efek transfer
sumber daya terbalik. Melalui paparannya terhadap pasar asing, MNE dapat
mempelajari teknik manajemen unggul dan teknologi produk dan proses yang unggul.
Sumber daya ini kemudian dapat ditransfer kembali ke negara asal, berkontribusi pada
tingkat pertumbuhan ekonomi negara asal.

Contohnya, salah satu alasan General Motors dan Ford berinvestasi di perusahaan
otomotif Jepang (GM memiliki sebagian dari Isuzu, dan Ford memiliki sebagian dari
Mazda) adalah untuk mempelajari proses produksi mereka. Jika GM dan Ford berhasil
mentransfer pengetahuan ini kembali ke operasi mereka di Amerika Serikat, hasilnya
dapat menjadi keuntungan bersih bagi ekonomi Amerika Serikat.

Biaya Bagi Negara Asal


Dalam mengimbangi manfaat-manfaat tersebut, terdapat biaya-biaya yang terlihat dari
FDI (Foreign Direct Investment) bagi negara asal. Concern terpenting berkaitan dengan
efek terhadap neraca pembayaran dan lapangan kerja dari FDI keluar. Neraca
pembayaran negara asal dapat mengalami tiga dampak negatif. Pertama, neraca
pembayaran terpengaruh oleh aliran modal awal yang diperlukan untuk membiayai FDI.
Namun, efek ini biasanya lebih dari kompensasi oleh aliran masuk pendapatan asing
selanjutnya. Kedua, neraca pembayaran terganggu jika tujuan dari investasi asing
adalah untuk melayani pasar dalam negeri dari lokasi produksi berbiaya rendah. Ketiga,
neraca pembayaran terganggu jika FDI menjadi pengganti ekspor langsung. Dengan
demikian, jika operasi perakitan Toyota di Amerika Serikat dimaksudkan untuk
menggantikan ekspor langsung dari Jepang, posisi neraca pembayaran Jepang akan
memburuk.

Dalam hal efek terhadap lapangan kerja, keprihatinan serius muncul ketika FDI
dianggap sebagai pengganti produksi domestik. Hal ini terjadi dalam investasi Toyota di
Amerika Serikat dan Eropa. Dampak yang jelas dari FDI semacam ini adalah
berkurangnya lapangan kerja di negara asal. Jika pasar tenaga kerja di negara asal
sudah ketat, dengan sedikit pengangguran, kekhawatiran ini mungkin tidak begitu
besar. Namun, jika negara asal mengalami pengangguran, kekhawatiran tentang
ekspor lapangan kerja dapat muncul. Sebagai contoh, salah satu keberatan yang sering
kali diajukan oleh pemimpin buruh Amerika Serikat terhadap perjanjian perdagangan
bebas antara Amerika Serikat, Meksiko, dan Kanada (lihat bab berikutnya) adalah
bahwa Amerika Serikat akan kehilangan ratusan ribu lapangan kerja ketika perusahaan-
perusahaan Amerika Serikat berinvestasi di Meksiko untuk memanfaatkan tenaga kerja
yang lebih murah dan kemudian melakukan ekspor kembali ke Amerika Serikat.

TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL DAN FDI


Ketika menilai biaya dan manfaat dari FDI bagi negara asal, perlu diingat pelajaran dari
teori perdagangan internasionalTeori perdagangan internasional memberi tahu kita
bahwa kekhawatiran negara asal tentang efek ekonomi negatif dari produksi di luar
negeri mungkin tidak tepat. Istilah produksi di luar negeri merujuk pada FDI yang
dilakukan untuk melayani pasar dalam negeri. Jauh dari mengurangi lapangan kerja di
negara asal, FDI semacam ini bahkan dapat merangsang pertumbuhan ekonomi (dan
oleh karena itu peningkatan lapangan kerja) di negara asal dengan membebaskan
sumber daya negara asal untuk berkonsentrasi pada kegiatan di mana negara asal
memiliki keunggulan komparatif. Selain itu, konsumen negara asal mendapatkan
manfaat jika harga produk tertentu turun sebagai hasil dari FDI. Juga, jika suatu
perusahaan dilarang untuk melakukan investasi semacam ini atas dasar efek negatif
terhadap lapangan kerja sementara pesaing internasionalnya memetik manfaat dari
lokasi produksi berbiaya rendah, maka tanpa keraguan perusahaan tersebut akan
kehilangan pangsa pasar kepada pesaing internasionalnya. Dalam skenario seperti itu,
efek ekonomi negatif jangka panjang bagi suatu negara kemungkinan besar akan
melebihi efek neraca pembayaran dan lapangan kerja yang relatif kecil yang terkait
dengan produksi di luar negeri.

INSTRUMEN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAN FDI


Kebijakan Negara Asal
Melalui pilihan kebijakan mereka, negara asal dapat mendorong atau membatasi FDI
oleh perusahaan lokal. Kita akan melihat kebijakan yang dirancang untuk mendorong
FDI keluar terlebih dahulu. Ini termasuk asuransi risiko luar negeri, bantuan modal,
insentif pajak, dan tekanan politik. Kemudian, kita akan melihat kebijakan yang
dirancang untuk membatasi FDI keluar.
 Mendorong FDI Keluar
Pemerintah negara investor dapat mendorong FDI keluar dengan mengadopsi
program asuransi investasi, memberikan bantuan modal, memberikan insentif
pajak, dan menggunakan pengaruh politik untuk meyakinkan negara tuan rumah
mengendurkan pembatasan terhadap FDI masuk. Contoh, Jepang
mengendurkan pembatasan terhadap FDI masuk setelah tekanan dari Amerika
Serikat, memungkinkan Toys "R" Us membuka lebih dari 170 toko di Jepang.

 Membatasi FDI Keluar


Pemerintah negara investor dapat membatasi FDI keluar dengan mengontrol
aliran modal demi keseimbangan neraca pembayaran. Mereka juga dapat
memanipulasi aturan pajak untuk mendorong perusahaan berinvestasi di dalam
negeri. Terakhir, negara bisa melarang perusahaan nasional berinvestasi di
negara tertentu atas alasan politik, baik secara formal maupun informal.
Misalnya, Amerika Serikat melarang perusahaan berinvestasi di Kuba dan Iran,
dan memberikan tekanan pada perusahaan AS agar tidak berinvestasi di Afrika
Selatan selama rezim aparteid.
Kebijakan Negara Tuan Rumah
Negara tuan rumah mengadopsi kebijakan yang bertujuan untuk membatasi dan
mendorong FDI masuk. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam bab ini,
ideologi politik telah menentukan jenis dan lingkup kebijakan ini di masa lalu. Pada
dekade terakhir abad ke-20, banyak negara beralih dengan cepat dari versi radikal
(yang melarang sebagian besar FDI), menuju kombinasi tujuan pasar bebas dan
nasionalisme pragmatis.
 Mendorong Investasi Asing Langsung (FDI)
Pemerintah memberikan insentif kepada perusahaan asing untuk investasi,
seperti keringanan pajak dan pinjaman rendah. Tujuannya adalah untuk
memanfaatkan FDI dan bersaing menarik investasi dari negara lain. Contohnya,
Toyota dipersuasi dengan paket insentif senilai $112 juta untuk membangun
pabrik di Kentucky, AS

 Pembatasan FDI Masuk


Pemerintah tuan rumah menggunakan kendali, seperti pembatasan kepemilikan
dan persyaratan kinerja, untuk membatasi FDI. Pembatasan kepemilikan meliputi
larangan terhadap sektor tertentu bagi perusahaan asing atau persyaratan
kepemilikan saham oleh investor lokal. Misalnya, di India, perusahaan asing
tidak boleh memiliki bisnis media sebelum tahun 2001. Tujuannya bisa untuk
keamanan nasional atau melindungi persaingan lokal. Pembatasan kepemilikan
juga dapat berfungsi untuk memaksimalkan manfaat ekonomi dari FDI bagi
negara tuan rumah.
Selain itu, persyaratan kinerja mengatur perilaku anak perusahaan lokal dari
MNE, seperti konten lokal, ekspor, transfer teknologi, dan partisipasi lokal dalam
manajemen. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan manfaat dan
meminimalkan biaya FDI bagi negara tuan rumah. Persyaratan kinerja lebih
umum di negara-negara berkembang dibandingkan dengan negara-negara maju.

INSTITUSI INTERNASIONAL DAN LIBERALISASI FDI


Sebelum tahun 1990-an, lembaga multinasional jarang terlibat dalam mengatur FDI. Hal
ini berubah dengan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada tahun
1995. WTO mendorong perdagangan internasional dalam layanan. Karena banyak
layanan harus diproduksi dan dijual di tempat yang sama, ekspor bukanlah opsi
(contohnya, tidak mungkin mengekspor hamburger McDonald's atau layanan
perbankan). Oleh karena itu, WTO terlibat dalam mengatur FDI, terutama dalam sektor
jasa.
Di bawah WTO, terdapat dua perjanjian multinasional penting pada tahun 1997 untuk
membebaskan perdagangan dalam telekomunikasi dan layanan keuangan. Keduanya
mengharuskan negara-negara anggota untuk membebaskan regulasi FDI, membuka
pasar mereka bagi perusahaan asing di sektor telekomunikasi dan keuangan.

Namun, WTO kurang berhasil dalam memulai pembicaraan untuk aturan universal yang
mempromosikan liberalisasi FDI. Negara-negara berkembang, terutama Malaysia dan
India, menolak usaha WTO untuk memulai diskusi semacam itu. Pada tahun 1995,
Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) mencoba mengadakan
pembicaraan antara anggotanya. Tujuannya adalah menyusun perjanjian multilateral
tentang investasi (MAI) yang akan melarang diskriminasi terhadap investor asing di
antara negara-negara OECD. Namun, pembicaraan ini gagal pada awal 1998 karena
Amerika Serikat menolak untuk menandatangani perjanjian tersebut. Meskipun
mengalami kemunduran, negosiasi tentang revisi perjanjian MAI mungkin akan dimulai
kembali di masa depan. Selain itu, banyak negara terus melonggarkan kebijakan
mereka untuk mendorong perusahaan asing berinvestasi di ekonomi mereka.

Hill, Charles W. L. International business: competing in the global marketplace/Charles W. L. Hill.—8th ed.

Anda mungkin juga menyukai