Anda di halaman 1dari 18

1. Apa definisi pengobatan konvensioal dan non konvensional?

Pengobatan komplementer alternatif adalah pengobatan non konvensional yang ditujukan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat meliputi upaya promotif, kuratif, preventif dan
rehabilitatif yang diperoleh melalui pendidikan terstruktur dengan kualitas, keamanan dan
efektivitas yang tinggi berlandaskan ilmu pengetahuan biomedik, yang belum diterima dalam
kedokteran konvensional.

Menteri Kesehatan RI. (2007). PerMenKes-2007-1109-Penyelenggaraan Pengobatan


Komplementer - Alternatif.pdf (p. 29). http://www.lafai.org/lafai-
35/files/regulasi/permen/PerMenKes-2007-1109-Penyelenggaraan Pengobatan
Komplementer - Alternatif.pdf

Konvensional → dari bahan sintetik (tdk terbuat dari bahan alami/bahan dasarnya tdk dari alam) dan
kimia
Non konvensional → dari bahan alami, contoh : kunyit, jahe, temulawak

2. Apa perbedaan obat tradisional dan konvensional?

BPOM. (2005). Peraturan Kepala BPOM RI No HK.00.05.41.1384 tentang Kriteria Dan Tata
Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Badan
Pengawas Obat Dan Makanan, 1–16.

Perbedaan antara CAM dan Pengobatan konvensional :


1) Pada banyak negara CAM merupakan pengobatan privat dan tidak terintegrasi
dengan petugas medis.
2) Penyedia jasa CAM umumnya tidak terdidik secara medis, dan umumnya bukan
dokter yang telah menempuh pendidikan medis.
3) Penyedia CAM memiliki perizinan dan aturan mereka sendiri dan terpisah dengan
aturan/perizinan medis.
4) Efektivitas dan keamanan dari berbagai macam CAM sedikit sekali yang diteliti,
sering merupakan pengobatan ortodok dan tidak terbukti secara ilmiah seperti
pengobatan konvensional.
5) Pendanaan riset CAM kecil, jauh dibandingkan dengan pengobatan konvensional.
6) CAM kurang saintifikasi jika dibandingkan dengan pengobatan konvensional.
7) CAM diklaim lebih holistik, sekaligus memiliki keuntungan terhadap mental,
psikologis, spiritual dan sosial sehingga tidak diperlukan pembuktian seperti
pengobatan konvensional. Beberapa contoh pengobatan alternatif yang dikenal
yaitu : Tabel 1. Beberapa contoh CAM (E Ernst, M H Cohen, J Stone, 2004)
Sumber: ISSN: 2087-2879 Idea Nursing Journal Darma Satria COMPLEMENTARY AND
ALTERNATIVE MEDICINE (CAM): FAKTA ATAU JANJI? Complementary and
alternative medicine: A fact or promise? Darma Satria Bagian Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala, halaman 82-89

3. Apa saja macam macam pengobatan trad-CAM?

Complementary and Alternatif Medicine (CAM) didefinisikan oleh National Center of


Complementary and Alternatif Medicine sebagai berbagai macam pengobatan, baik praktik
maupun produk pengobatan yang bukan merupakan bagian pengobatan konvensional (Dietlind L.
Wahner-Roedler, 2006). Berdasarkan Kepmenkes nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang
penyelengaraan pengobatan tradisional, diuraikan : 1. Pengobatan tradisional adalah pengobatan
dan/atau perawatan dengan cara, obat dan pengobatnya yang mengacu kepada pengalaman,
keterampilan turun temurun, dan/atau pendidikan/pelatihan, dan diterapkan sesuai dengan norma
yang berlaku dalam masyarakat.
Berdasarkan tingkatan uji klinisnya, obat tradisonal dapat digolongkan menjadi :
Obat bahan alam (OBA) di Indonesia terbagi atas tiga kategori yaitu jamu, obat herbal terstandar
(OHT), dan Fitofarmaka (FF). Perbedaan ketiga jenis obat bahan alam tersebut terletak pada
tingkat pembuktiaan keamanan dan kemanfaatannya.
• Jamu adalah obat tradisional yang keamanan dan kemanfaatannya dibuktikan secara turun
temurun (empiris).
• OHT adalah berasal dari jamu dimana riwayat keamanan dan kemanfaatannya telah dibuktikan
secara ilmiah melalui uji pra klinik (uji toksisitas dan uji farmakodinamik), bahan baku
terstandardisasi dan diproduksi oleh IOT yang memiliki sertifikat CPOTB.
• FF adalah adalah OBA yang mana keamanan dan kemanfaatannya telah dibuktikan secara ilmiah
melalui uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadi telah terstandardisasi, serta
diproduksi oleh IOT yang memiliki sertifikat CPOTB.
Perbedaan Obat Herbal
Jamu Fitofarmaka
Tradisional
Logo
Keterangan “Ranting daun Logo berupa “jari-jari- logo berupa “jari-
Logo terletak dalam jari daun (3 pasang) jari-jari daun (yang
lingkaran”, dan terletak dalam kemudian
ditempatkan pada lingkaran, ditempatkan membentuk bintang)
bagian atas sebelah pada bagian atas terletak dalam
kiri dari wadah, sebelah kiri lingkaran.
bungkus atau brosur wadah/pembungkus ditempatkan pada
dan dicetak dengan /brosur. bagian atas sebelah
warna hijau, di atas “OBAT HERBAL kiri wadah/
dasar warna putih TERSTANDAR” harus pembungkus /brosur.
atau warna lain yang dan mudah dibaca, •Tulisan
menyolok kontras dicetak dengan warna “FITOFARMAKA”
dengan tulisan hitam di atas dasar harus jelas dan
warna putih atau mudah harus jelas
warna lain yang dan mudah dibaca,
menyolok kontras dicetak dengan
dengan tulisan warna hitam di atas
“OBAT HERBAL dasar warna putih
TERSTANDAR” atau warna lain yang
menyolok kontras
dengan tulisan
“FITOFARMAKA”.
Definisi obat tradisonal yang sediaan obat bahan sediaan obat bahan
disediakan secara alam yang telah alam yang telah
tradisional yang dibuktikan keamanan dibuktikan keamanan
berisi seluruh bahan dan khasiatnya secara dan khasiatnya
tanaman yang ilmiah dengan uji secara ilmiah dengan
menjadi penyusun praklinik dan bahan uji praklinik dan uji
jamu tersebut bakunya telah di klinik, bahan baku
higienis (bebas standarisasi. dan produk jadinya
cemaran) serta telah di standarisasi.
digunakan secara
tradisional
Kriteria • Aman sesuai • Aman dibuktikan • Aman sesuai
dengan sesuai dengan dengan
persyaratan yang persyaratan yang persyaratan yang
ditetapkan telah ditetapkan ditetapkan
• Klaim khasiat • Klaim khasiat • Klaim khasiat
dibuktikan dibuktikan secara harus
berdasaraka data ilmiah/pra klinik dibuktikan
empiris • Telah dilakukan berdasarkan uji
• Memenuhi standarisasi terhadap klinik
persyaratan yang bahan baku yang • Telah dilakukan
telah berlaku digunakan dalam standarisasi
produk terhadap bahan
baku yang yang
digunakan dalam
produk sehingga
memenuhi persyar
atan yang telah
berlaku
Pembuatan mengacu pada resep Ditunjang oleh telah terstandar dgn
peninggalan leluhur pembuktian uji klinis pada
Contoh tidak ilmiah berupa penelitian manusia.
memerlukan praklinis dan penelitian
pembuktian klinis. Penelitian ini
ilmiah secara uji meliputi standarisasi
klinis, tetapi cukup kandungan senyawa
dengan bukti empiris berkhasiat dalam bahan
penyusun, standarisasi
pembuatan ekstrak yang
higienis, serta uji
toksisitas akut maupun
kronis
Peralatan Sederhana Peggunakan pealata Peralatan
yang tidak sederhana da berteknologi modern,
lebih maju dari jamu tenaga ahli, dan biaya
yang tidak sedikit

Sumber : Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. (2005). Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor : Hk.00.05.41.1384
Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat Herbal Terstandar Dan
Fitofarmaka

Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2020, Informatorium Obat Modern Asli Indonesia (OMAI)
di Masa Pandemi COVID-19,
https://www.jamudigital.com/download/Buku%20Informatorium%20OMAI.pdf
4. Apa saja yang termasuk dalam OMAI?
Obat bahan alam dan asli Indonesia yang sudah memiliki bukti ilmiah terkait keamanan dan
khasiat disebut dengan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI). OMAI terdiri dari Obat Herbal
Terstandar (OHT) dan Fitofarmaka (FF). OHT adalah sediaan obat bahan alam yang telah
distandardisasi bahan bakunya (bahan baku yang digunakan dalam produk jadi), telah memenuhi
persyaratan aman dan mutu sesuai dengan persyaratan yang berlaku serta klaim khasiat dibuktikan
secara ilmiah/praklinik, sedangkan FF adalah sediaan obat bahan alam yang telah distandardisasi
bahan baku dan produk jadinya, telah memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan persyaratan yang
berlaku, status keamanan dan khasiatnya telah dibuktikan secara ilmiah melalui uji klinik.
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2020, Informatorium Obat Modern Asli Indonesia (OMAI)
di Masa Pandemi COVID-19,
https://www.jamudigital.com/download/Buku%20Informatorium%20OMAI.pdf
5. Apa kelebihan dan kekurangan obat tradisional?

Kelebihan:

Dibandingkan obat-obat modern, tanaman obat dan obat tradisional memiliki beberapa
kelebihan, antara lain : efek sampingnya relatif rendah; dalam suatu ramuan dengan
komponen berbeda memiliki efek saling mendukung; pada satu tanaman dapat memiliki
lebih dari satu efek farmakologi; serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeneratif.

1.Efek samping relative rendah jika digunakan dengan tepat, harus memperhatikan:
• Ketepatan takaran/dosis
• Ketepatan waktu penggunaan
• Ketepatan cara penggunaan
• Ketepatan pemilihan bahan secara benar
• Ketepatan pemilihan tanaman obat atau ramuan obat tradisional untuk indikasi
tertentu

2. Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam ramuan obat


tradisional/komponen bioaktif tanaman obat

3. Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek farmakologi

4. Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolic dan degenerative

Kelemahan:

Di samping berbagai keuntungan, bahan obat alam juga memiliki beberapa kelemahan
yang juga merupakan kendala dalam pengembangan obat tradisional (termasuk dalam
upaya agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan formal). Adapun beberapa kelemahan
tersebut antara lain : efek farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum terstandar dan
bersifat higroskopis serta voluminous, belum dilakukan uji klinik dan mudah tercemar
berbagai jenis mikroorganisme. Menyadari akan hal ini maka pada upaya pengembangan
obat tradisional ditempuh berbagai cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga
ditemukan bentuk obat tradisional yang telah teruji khasiat dan keamanannya, bisa
dipertanggung jawabkan secara ilmiah serta memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok
obat fitoterapi atau fitofarmaka (Katno, 2008). Efek farmakologis yang lemah dan lambat
pada penggunaan obat tradisional disebabkan oleh rendahnya kadar senyawa aktif dalam
bahan obat alam serta kompleknya zat ballast atau senyawa banar yang umum terdapat
pada tanaman. Hal ini bisa diupayakan dengan ekstrak terpurifikasi, yaitu suatu hasil
ekstraksi selektif yang hanya menyari senyawa-senyawa yang berguna dan membatasi
sekecil mungkin zat ballast yang ikut tersari. Sedangkan standarisasi pada obat tradisional
cenderung kompleks karena terlalu banyaknya jenis komponen obat tradisional, serta
sebagian besar belum diketahui zat aktif masing-masing komponen secara pasti. Jika
memungkinkan digunakan produk ekstrak tunggal atau dibatasi jumlah komponennya
tidak lebih dari 5 jenis tanaman obat. Disamping itu juga perlu diketahui tentang asal-usul
bahan, termasuk kelengkapan data pendukung bahan yang digunakan; seperti umur
tanaman yang dipanen, waktu panen, kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman (cuaca,
jenis tanah, curah hujan, ketinggian tempat, dan lain-lain) yang dianggap dapat
memberikan solusi dalam upaya standarisasi tanaman obat dan obat tradisional. Demikian
juga dengan sifat bahan baku tanaman yang bersifat higroskopis dan mudah terkontaminasi
mikroba, memerlukan penanganan pascapanen yang benar dan tepat (seperti cara
pencucian, pengeringan, sortasi, pengubahan bentuk, pengepakan serta penyimpanan)
(Katno, 2008).

(Indah Yulia Ningsih, S.Farm., M.Farm., Apt. 2016. Modul Saintifikasi Jamu: Kemanan
Jamu Tradisional. Jember: Fakultas Farmasi Universitas Jember)

6. Apa saja spesifikasi, kegunaan macam macam obat tadisional?

Pengertian Obat Tradisional berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 1992


adalah bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,
sediaan galenik, atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.

Adapun beberapa jenis Obat Tradisional adalah sebagai berikut :


1. Jamu (Empirical Based Herbal Medicine)
Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman yang menjadi
penyusun jamu tersebut. Jamu disajikan secara tradisional dalam bentuk seduhan,
pil, atau cairan. Umumnya, obat tradisional ini dibuat dengan mengacu pada resep
peninggalan leluhur. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah secara uji klinis,
tetapi cukup dengan bukti empiris. Selain adanya klaim khasiat yang dibuktikan
secara empiris, jamu juga harus memenuhi persyaratan keamanan dan standar
mutu.
Definisi
Obat tradisional Indonesia. Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau
campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, No:
HK.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Dan Tata Laksanan Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Tersntandar dan Fitofarmaka

Syarat
• Logo berupa “RANTING DAUN TERLETAK DALAM LINGKARAN”, dan
ditmpatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur. Logo
tersebut dicetak dengan warna hijau diatas dasar putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan warna logo
• Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan warna hitam di
atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan
“JAMU”.
Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal Tersnadar
dan Fitofarmaka

Kriteria
• Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan
• Klaim khasiat dibuktikan berdasarakan data empiris
• Memenuhi persyaratan yang telah berlaku.
Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal Tersnadar
dan Fitofarmaka

2. Obat Herbal Terstandar (Standarized Based Herbal Medicine)


Merupakan obat tradisional yang disajikan dari hasil ekstraksi atau penyarian bahan
alam, baik tanaman obat, hewan, maupun mineral. Dalam proses pembuatannya,
dibutuhkan peralatan yang tidak sederhana dan lebih mahal dari jamu. Obat herbal
terstandar umumnya ditunjang oleh pembuktian ilmiah berupa penelitian praklinis.
Penelitian ini meliputi standarisasi kandungan senyawa berkhasiat dalam bahan
penyusun, standarisasi pembuatan ekstrak yang higienis, serta uji toksisitas akut
maupun kronis.

Definisi
Sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya
secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah di standarisasi.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, No:
HK.00.05.41.1384 Tentang Kriteria Dan Tata Laksanan Pendaftaran Obat
Tradisional, Obat Herbal Tersntandar dan Fitofarmaka

Syarat
• Logo berupa “JARI-JARI DAUN (3 PASANG) TERLETAK DALAM
LINGKARAN, dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari
wadah/pembungkus/brosur. Logo tersebut dicetak dengan warna hijau
diatas dasar putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna
logo.
• Tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR” harus jelas dan mudah dibaca,
dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan tulisan “OBAT HERBAL TERSTANDAR”.

Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal


Tersnadar dan Fitofarmaka

Kriteria
• Aman dibuktikan sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan
• Klaim khasiat dibuktikan secara ilmiah/pra klinik
• Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk
Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal
Tersnadar dan Fitofarmaka
Contoh :

1. Diapet ® SOHO, OHT diare (mencret)


2. Fitolac ® Kimia Farma, OHT laktagoga (pelancar ASI)
3. Fitogaster ® Kimia Farma, OHT karminatif (peluruh kentut)
4. Glucogard ® Phapros, OHT diabetes (kencing manis)
5. Irex Max ® Bintang Toedjoe, OHT lemah syahwat (impoten - aphrodisiaka)
6. Kiranti Pegal Linu ® Orang Tua, OHT pegal linu
7. Kiranti Sehat Datang Bulan ® Orang Tua, OHT sindrom prahaid (PMS -
Pre-menstruation Syndrom)
8. Sehat Kuat (Chang Sheuw Tian Ran Ling Yao) ® Daun Teratai, OHT
kanker (neoplasma ganas)
9. Lelap ® SOHO, OHT gangguan tidur (hipnotika)
10. Teh Songgolangit ® Songgolangit Herbal - Surabaya, OHT rematik
11. Stop Diar Plus ® Air Mancur - Wonogiri, OHT diare (mencret)
12. Virugon Cream ® Konimex, OHT herpes (dompo)
13. Tolak Angin ® Sido Muncul, OHT masuk angin

3. Fitofarmaka (Clinical Based Herbal Medicine)


Merupakan obat tradisional yang dapat disejajarkan dengan obat modern. Proses
pembuatannya telah terstandar ditunjang oleh bukti ilmiah sampai uji klinis pada
manusia. Karena itu, dalam pembuatannya diperlukan peralatan berteknologi
modern, tenaga ahli, dan biaya yang tidak sedikit.
Secara ringkas kesimpulan dari penjelasan di atas beserta logonya (logo biasanya
terletak di pembungkus, wadah, etiket, atau brosur Obat Tradisional tersebut)
masing-masing tabel di bawah ini adalah sebagai berikut :
Definisi
Sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya
terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan
yang berlaku.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No:
760/Menkes/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka

Syarat
• Logo berupa “JARI-JARI DAUN (YANG KEMUDIAN MEMBENTUK
BINTANG) TERLETAK DALAM LINGKARAN, dan ditmpatkan pada
bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur. Logo tersebut
dicetak dengan warna hijau diatas dasar putih atau warna lain yang
menyolok kontras dengan warna logo.
• Tulisan “FITOFARMAKA” harus jelas dan mudah dibaca, dicetak dengan
warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok
kontras dengan tulisan “FITOFARMAKA”.
Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal
Terstandar dan Fitofarmaka

• Ramuan
• Standar Bahan Baku
• Zat Kimia berkhasiat
Penggunaan zat kimia berkhasiat ( tunggal murni) dalam fitofarma dilarang
• Bentuk Sediaan
• Standar Fitofarmaka
Setiap fitofarmaka harus dapat dijamin kebenaran komposisi, keseragaman,
komponen aktif dan keamanannya baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
PAda analisis terhadap ramuan, sebagai baku pembanding digunakan zat
utama atau zat identitas lainnya. Secara bertahap industry harus
mempertajam perhatian terhadap galur fitokimia simplisia yang digunakan.
• Khasiat
Pernyataan khasiat harus menggunakan istilah medic, seperti diuretic,
spasmolitik, analgetik, antipiretik.
• Dukungan Penelitian
Didukung oleh hasil pengujian, dengna protocol pengujian yang jelas dan
dapat dipertanggung jawabkan. Pengujian meliputi toksisitas, uji efek
farmakologik, uji klinik,uji kualitas dan pengujian lain yang dipersyaratkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No:
760/Menkes/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka

Kriteria
• Aman sesuai dengna persyaratan yang ditetapkan
• Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik
• Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi
• Memenuhi persyaratan yang telah berlaku
Peraturan Perundang-Undangan Dibidang Obat Tradisional, Obat Herbal
Tersnadar dan Fitofarmaka

Uji klinik
Adalah pengujian pada manusia, untuk mengetahui atau memastikan adanya
efek farmakologi tolerabilitas, keamanan dan manfaat klinik untuk pencegahan
penyakit atau pengobatan segala penyakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, No:
760/Menkes/PER/IX/1992 tentang Fitofarmaka

Syarat ujinya
Uji pra klinik
Uji klinis
• Uji klinis fase 1 : untuk melihat keamanan dan toleransi yang
dilakukan terhadap sukarelawan yang sehat.
• Uji klinis fase 2 : terhadap sejumlah pasien di RS untuk menggunakan
keputusan arah penggunaan dan dosis serta uji khasiat dan
keamanan terhadap pasien.
• Uji klinis fase 3 : terhadap pasien dalam jumlah besar.
• Uji klinis fase 4 : melihat efek setelah di pasarkan

Tahap-tahapan dalam proses pembuatan


Tahap-tahap Pelaksanaan
➢ Merencanakan tahap-tahap pelaksanaan uji klinik fitofarmaka termasuk
formulasi, uji farmakologik eksperimental dan uji kimia.
➢ Melaksanakan uji klinik fitofarmaka
➢ Melakukan evaluasi hasil uji klinik fitofarmaka
➢ Menyebar luaskan informasi tentang hasil uji klinik informatika kepada
masyarakat (peneliti boleh mempublikasikan pengujian yang dilakukan
dengan memperhatikan kode etik publikasi ilmiah)
➢ Memantau penggunaan dan kemungkinan timbulnya efek samping
fitofarmaka.
Tahap-tahap Pengembangan
➢ Pemilihan jenis obat tradisional yang akan mengalami pengujian dan
pengembangan kearah fitofarmaka berdasarkan prioritas yang digariskan
oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
➢ Pengujian Farmakologik
➢ Pengujian Toksisitas
a. Toksisitas akut waktunya 24 jam
b. Toksisitas sub akut waktunya 4 minggu – 3 bulan
c. Toksisitas kronik waktunya >3 bulan
➢ Pengujian Farmakodinamik
➢ Pengembangan sediaan (formulasi)
➢ Penapisan Fitokimia dan standarisasi sediaan
➢ Pengujian klinik

Kriteria
➢ Harus di buat dalam bentuk ekstrak atau fraksi yang terstandar
➢ Jaminan (quality) kualitas, dimana bahan simplisia dan produk akhir
harus memenuhi persyaratan tentang keajegan dari kandungan aktif
➢ Jaminan safety (keamanan), dimana produk akhir harus aman atay tidak
toksik pada hewan coba yang dipersyaratkan.

Contoh
Contoh-contoh Fitofarmaka:
• Nodiar (POM FF 031 500 361)
(PT. Kimia Farma)
Komposisi :
Attapulgite 300 mg
Psidii Folium ekstrak 50 mg
Curcumae domesticae Rhizoma ekstrak 7,5 mg
Sebagai anti diare

7. Apa saja tahapan untuk obat tradisional menjadi diterima oleh masyarakat?
Pengembangan Obat Bahan Alam merupakan proses yang panjang mulai dari proses penyediaan
bahan baku, studi etnofarmakologi, pembuktian khasiat dan keamanan, teknologi ekstraksi, proses
produksi (manufacturing), hingga produk sampai ke tangan pasien, seperti gambar dibawah ini :
1. Standardisasi terhadap bahan baku dan produk jadi adalah salah satu titik kritis dalam
pengembangan OBA, untuk menjamin konsistensi khasiatnya kadar zat aktif atau senyawa
penanda/marker harus konsisten sejak bahan baku hingga menjadi produk jadi, dimana teknologi
pengolahan bahan baku OBA lebih variatif dibandingkan obat sintetis karena banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti gambar dibawah dibawah berikut:

2. Uji praklinik, yaitu uji pada hewan coba, meliputi : - uji toksisitas akut dan subkronik/kronik,
untuk membuktikan keamanan - uji toksisitas khusus seperti uji teratogenik, mutagenik, iritasi,
sensitisasi, dan lain-lain - uji farmakodinamik, untuk membuktikan khasiat Bila hasil uji praklinik
menunjukkan aman dan berkhasiat serta telah dilakukan standardisasi, maka untuk bahan yang
memiliki riwayat empiris dapat didaftarkan OHT. Apabila diinginkan untuk menjadi FF, maka
harus dilanjutkan ke tahap uji klinik. Untuk herbal yang tidak memiliki riwayat empiris, tidak
dapat didaftarkan sebagai OHT, melainkan harus dilanjutkan ke tahap uji klinik menjadi FF.
3. Uji klinik, yaitu uji pada subjek manusia, terdiri dari 4 fase Uji Klinik fase 1 – 3 adalah Uji
Klinik Pra Pemasaran
- Fase 1 untuk melihat keamanan/tolerabilitas pada subjek sehat
- Fase 2 untuk melihat khasiat pada subjek sakit dengan jumlah subjek terbatas
- Fase 3 untuk melihat khasiat dan efek Fleksibilitas untuk bahan alam yang telah memiliki riwayat
empiris (turun temurun) yaitu : - Khusus saat pandemi Covid-19, untuk produk-produk Jamu yang
empiris dan sudah memiliki NIE, serta klaimnya sejalan dengan penanganan Covid-19, uji pra
klinik tidak perlu dilakukan selama ada bukti keamanan produk tersebut. Dosis uji pada manusia,
dapat menggunakan dosis pada penggunaan empiris
- Fase I bisa tidak dilakukan bila profil keamanan dan manfaat sudah sesuai
- Fase II dan fase III dapat digabung bila profil toksisitas (keamanan) dapat diterima serta
profil farmakodinamik (khasiat) menunjukkan potensi yang meyakinkan (case by case) Sebelum
suatu uji klinik dilakukan, protokol uji klinik harus disetujui terlebih dahulu oleh Komite Etik dan
Badan POM. Saat ini di Indonesia terdapat 284 Komite Etik yang tersebar di seluruh Indonesia.
Komisi Etik ini berada di bawah Komisi Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional
(KEPPKN). Uji Klinik pada subjek manusia mengikuti kaidah-kaidah yang ditetapkan dalam
PerKa Badan POM Nomor 21 tahun 2015 tentang Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik. Bila uji
klinik menunjukkan hasil yang baik secara klinik dan sesuai dengan analisis statistik, maka data
Uji Klinik tersebut dapat digunakan sebagai salah satu data dukung untuk mendaftarkan produk di
Badan POM (untuk mendapatkan NIE) sebagai Fitofarmaka.samping yang timbul pada jumlah
subjek lebih banyak Uji Klinik fase 4 adalah Uji Klinik Pasca Pemasaran
- Fase 4 evaluasi produk obat yang telah beredar dimasyarakat
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2020, Informatorium Obat Modern Asli Indonesia (OMAI)
di Masa Pandemi COVID-19,
https://www.jamudigital.com/download/Buku%20Informatorium%20OMAI.pdf
8. Apa tujuan dan ruang lingkup trad-CAMP?

Tujuan peraturan penyelenggaan pengobatan komplementer-alternatif adalah


a. Memberikan perlindungan kepada pasien
b. Meningkatkan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan tenaga pegobatan
komplementer-alternatif

Pasal 4
1) Ruang lingkup pengobatan komplementer-alternatif yang berlandasakan ilmu
pengetahuan biomedik meliputi:
a. Intervensi Tubuh dan Pikiran (Mind and body interventions): hipnoterapi,
mediasi, penyembuhan spiritual, do’a dan yoga;
b. Sistem Pelayanan Pengobatan Alternatif (Alternative Systems of Medical
Practice): akupuntur, akupresur, naturopati, homeopati, aromaterapi, ayurveda;
c. Cara penyembuhan manual (Manual Healing Methods): chiropractice, healing
touch, tuina, shiatsu, osteopati, pijat urut;
d. Pengobatan farmakologi dan Biologi (Pharmacologic and Biologic
Treatments): jamu, herbal, gurah;
e. Diet dan nutrisi untuk pencegahan dan pengobatan (Diet and Nutrition the
Prevention and Treatment of Disease): diet makro nutrient, mikro nutrient; dan
f. Cara Lain Dalam Diagnosa dan Pengobatan (Unclassified Diagnostic and
Treatment Methods): terapi ozon, hiperbarik, EECP (Enhanced External Counter
Pulsation).
(Menteri Kesehatan RI. (2007). PerMenKes-2007-1109-Penyelenggaraan Pengobatan
Komplementer - Alternatif.pdf (p. 29). http://www.lafai.org/lafai-
35/files/regulasi/permen/PerMenKes-2007-1109-Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer -
Alternatif.pdf)

9. Apa yang dimaksud trad-CAMP memenuhu aspek kualitas, keamanan dan efektifitas yang
tinggi?
10. Siapa saja yang berperan dalam trad-CAMP?
(Menteri Kesehatan RI. (2007). PerMenKes-2007-1109-Penyelenggaraan Pengobatan
Komplementer - Alternatif.pdf (p. 29). http://www.lafai.org/lafai-
35/files/regulasi/permen/PerMenKes-2007-1109-Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer -
Alternatif.pdf)

11. Bagaimana Isi dari permenkes ri 1109?

BAB 1 : ketentuan umum ada definisi yg kaitan dg PKA


BAB 2 : tujuan PKA
BAB 3 : PKA (lebih detail)
BAB 4 : fasyankes apa saja yg bisa menggunakan PKA
BAB 5 : nakes yg berkompeten yg menggunakan PKA
BAB 6 : registrasi ttg cara mendapatkan syarat dari penggunaan PKA
BAB 7 : syarat izin kerja
BAB 8 : tenaga asing yg menggunakan PKA (syarat2 nya)
BAB 9 : pencatatan dan pelaporan
BAB 10 : pembinaan dan pengawasan
BAB 11 : ketentuan peralihan
BAB 12 : penutup
(Menteri Kesehatan RI. (2007). PerMenKes-2007-1109-Penyelenggaraan Pengobatan
Komplementer - Alternatif.pdf (p. 29). http://www.lafai.org/lafai-
35/files/regulasi/permen/PerMenKes-2007-1109-Penyelenggaraan Pengobatan Komplementer -
Alternatif.pdf)

Anda mungkin juga menyukai