Anda di halaman 1dari 51

Pedoman Uji Klinik

Obat Herbal
Kelompok 3:
Agun Juniawan (D1A191884)
Angga Ardy
Femi Fahmisari (D1A191817)
Lulu Afifah Pradipta (D1A191967)
Syifa Nurfadlilah S (D1A191886)
Uji Klinik


Obat Prinsip-prinsip
Herbal CUKB

- memberikan manfaat nyata


bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan
kepentingan masyarakat
-mendapatkan persetujuan
etik dari Komisi Etik
-mendapatkan persetujuan
atau menyampaikan
notifikasi kepada Kepala
Badan sebagaimana Melindungi peserta atau
dimaksud dalam Peraturan subjek manusia yang
Kepala Badan Pengawas berpartisipasi dalam uji
Obat dan Makanan klinik 2
▪ Hal yang Perlu diperhatikan dalam Uji


Klinik
Komisi Etik dan
Sponsor dan ORK Peneliti Tempat Penelitian
Regulator

• Memiliki sumber daya • Memiliki sumber daya • Memiliki latar • Harus memiliki
yang kompeten dan yang kompeten dalam belakang yang sesuai fasilitas yang cukup,
memahami prinsip rangka mengawal dan memahami CUKB seperti ketersediaan
CUKB serta regulasi bahwa protokol uji serta memiliki ruang-ruang sesuai
yang berlaku serta dokumen uji sertifikat CUKB fungsi masing-
• Mengetahui dokumen lainnya dapat • Memiliki sumber daya masing, peralatan
yang harus tersedia dipertanggungjawabk yang kompeten dan medis serta obat
saat uji klinik dan an secara etis dan memahami prinsip untuk keadaan
memahami fungsi dari ilmiah untuk CUKB serta regulasi darurat, peralatan
setiap dokumen dilaksanakan serta yang berlaku elektronik yang
tersebut melakukan menunjang
pengawasan terhadap pelaksanaan uji klinik
pelaksanaan uji 3
tersebut
Terbukti JAMU
secara empiris


OBAT
OBAT
HERBAL HERBAL OHT
TRADISIONAL

FITOFARMAKA

Bahan/Ramuan
Bahan berasal dari HERBAL NON
Tumbuhan, Hewan & INDIGENOUS/
OBAT ASING
Mineral
HERBAL NON
TRADISIONAL Tidak mempunyai
riwayat tradisional 4
▪ INDIGENOUS :

“ Berasal dari tanaman asli Indonesia,


tumbuh dan dibudidayakan di Indonesia
(Jahe,Temulawak,dll)
▪ NON INDIGENOUS :
Berasal dari luar Indonesia/Asing, Tidak
terdapat di Indonesia , contoh : Herbal
China (Ginko Biloba),Korea (Ginseng),
Eropa (Billberry)
5
Kriteria Obat Bahan Alam Indonesia

6
Tujuan

Acuan pelaksanaan ▪ untuk kondisi:


uji klinik obat herbal 1. Obat Herbal
Pedoman Uji Klinik yang memerlukan Nontradisional.
Obat Herbal pembuktian
2. Obat herbal
keamanan dan
tradisional yang
khasiat/efektivitas
memerlukan
secara ilmiah.
bukti/data klinik lebih
lanjut.
3. Pengembangan
OHT. 7
Jalan Menuju Pembuktian

8
Uji Pre Klinik dari Jamu menuju OHT

9
Uji Klinik dari OHT menuju Fitofarmaka

10
Obat Herbal
Nontradisional
▪ Pembuktian keamanan dan khasiat obat herbal Jamu
nontradisional tidak cukup hanya sampai pada
uji nonklinik namun harus sampai pada uji Obat Herbal

klinik.
Fitofarmaka
▪ Untuk itu standardisasi serta kemudian data
toksisitas, data farmakodinamik serta adanya
senyawa penanda merupakan persyaratan
yang harus dipenuhi sebelum dilakukan uji
klinik.
11
Obat herbal tradisional yang memerlukan bukti/data klinik lebih
lanjut
Obat herbal tradisional yang memiliki bukti dukung empiris (dalam


hal ini Jamu), dapat dikembangkan menjadi OHT ataupun
fitofarmaka dengan dilengkapi bukti dari data nonklinik dan data Jamu

klinik (untuk fitofarmaka).


Obat Herbal
Dalam hal obat herbal tradisional tersebut pada kondisi di bawah
ini namun akan dikembangkan menjadi fitofarmaka:
Fitofarmaka
▪ Pada jalur empiris (dalam hal ini Jamu), harus memenuhi
persyaratan tertentu seperti standardisasi, data toksisitas
serta adanya senyawa penanda sebelum dilakukan uji klinik.
▪ Tidak lagi pada jalur empiris (komposisi dan klaim tidak lagi
sesuai dengan riwayat tradisionalnya), harus memenuhi
persyaratan tertentuseperti standardisasi, data toksisitas, data
farmakodinamik serta adanya senyawa penanda sebelum
dilakukan uji klinik.
12
Pengembangan OHT

Jamu
OHT berasal dari jamu, oleh karenanya
harus memenuhi riwayat tradisionalnya Obat Herbal
dan didukung oleh adanya bukti empiris
serta dilengkapi dengan data nonklinik. Fitofarmaka

Selanjutnya bila diinginkan dapat


dikembangkan menjadi fitofarmaka yang
dilengkapi dengan data dari uji klinik.

13
14
KLAIM DAN METODE PEMBUKTIAN
▪ Klaim menggambarkan ▪ Metode pembuktian dalam uji klinik dapat
kegunaan /manfaat yang dilakukan melalui beberapa pilihan seperti
menjanjikan suatu perubahan positif Randomized Control Trial (RCT).
bagi konsumen. ▪ Metode ini merupakan metode uji yang ideal,
▪ Klaim obat herbal tradisional harus disebabkan adanya alokasi random (acak)
subjek ke dalam kelompok kontrol atau
disertai bukti empiris yang
kelompok produk uji untuk mengontrol serta
mendukung klaim tradisionalnya,
mengurangi bias yaitu agar kelompok
sedangkan klaim yang tidak lagi
pembanding dan kelompok uji mempunyai
sesuai dengan klaim tradisionalnya
karakteristik yang relatif sama.
perlu didukung oleh bukti ilmiah
▪ Oleh karenanya metode dengan random sangat
yang cukup melalui uji klinik yang
dianjurkan dalam pelaksanaan uji klinik.
relevan. 15
Cont...
▪ Pihak industri atau ▪ Untuk mendapatkan ▪ Pemilihan metodologi atau desain uji klinik
peneliti harus dapat data klinik sesuai obat herbal merupakan hal yang sangat
menyesuaikan antara kriteria yang penting, karena harus dapat menjawab
karakteristik produk uji, ditentukan, uji klinik tujuan uji klinik dan menentukan seberapa
tujuan uji serta klaim perlu didukung jauh dapat mendukung klaim yang akan
yang akan diajukan metodologi/desain diajukan. Oleh karenanya pemilihan desain
dengan tingkat penelitian disertai harus dipertimbangkan dengan cermat,
pembuktian yang pelaksanaan sesuai mempertimbangkan antara lain:
digunakan. Hal tersebut dengan standar
1. Karakteristik produk uji
harus dilandasi dengan CUKB.
justifikasi ilmiah. 2. Tujuan uji klinik dimaksud harus selaras
dengan klaim yang akan diajukan saat
registrasi produk.

16
Data

▪ Riwayat tradisional dan


nontradisional produk uji akan
menentukan tahap uji yang harus
dilalui.
▪ Obat herbal yang akan diuji klinik
memerlukan adanya data uji
toksisitas dan minimal diperlukan
data LD50.

17
LD 50 ( LETHAL DOSE 50)

▪ LD50 didefenisikan sebagai konsentrasi atau dosis


suatu zat atau bahan tertentu yang menyebabkan
kematian pada 50% populasi uji.
▪ LD50 digunakan sebagai estimasi atau perkiraan
derajat relatif toksisitas dari suatu senyawa aktif.
▪ LD50 penting untuk mengetahui suatu dosis sudah
mencapai LD50 nya untuk ditentukan Efektive Dose
yang diinginkan.

18
Fase Uji Lengkap

▪ Fase uji lengkap dalam rangka ▪ Untuk itu perlu diperhatikan data-data
pembuktian khasiat produk dimulai yang ada pada uji fase-fase
dari fase uji nonklinik hingga fase sebelumnya. Dalam hal diperlukan
I, II, III dan IV pada manusia. Uji data keamanan lebih lanjut dan/atau
nonklinik dan uji fase I, II, III dan untuk konfirmasi efikasi yang telah
IV pada manusia memiliki fungsi disetujui, dapat dilakukan melalui uji
masing-masing yang harus fase IV dengan ketentuan bahwa telah
diperhatikan dan dipenuhi, dilakukan uji klinik pra-pemasaran
karenanya harus dilaksanakan sebelumnya dan telah mendapat izin
secara berurutan. edar di Indonesia.
19
Fase Uji Lengkap
▪ Obat herbal dengan penggunaan
sesuai dengan riwayat tradisional Karena pada obat tradisional
kasusnya sudah digunakan pada
di Indonesia
berbagai populasi dan terbukti
manfaatnya sesuai dengan yang
maka tahapan uji klinik fase I dapat diinginkan. Maka ketika data
dipertimbangkan untuk tidak penggunaan pada banyak orang
dilakukan. sudah ada, tidak perlu lagi
dilakukan fase 1 . Jadi sudah
mewakili hasil pengujian untuk fase
1.
20
Studi penentuan dosis
▪ Studi penentuan dosis (dose ranging study) dalam tahapan uji klinik
merupakan hal penting yang harus dilakukan. Studi penentuan dosis
dimaksudkan untuk dapat menentukan dosis efektif yang kemudian
konsisten diberikan pada fase-fase selanjutnya dalam uji klinik maupun
setelah dapat diedarkan.
▪ Bila telah ada konversi yang pasti dari dosis efektif pada hewan coba kepada
manusia, studi penentuan dosis tidak perlu dilakukan.
▪ Studi penentuan dosis dilakukan sebelum fase III uji klinik dengan
memperhatikan hasil uji LD50, serta uji toksisitas dan farmakodinamik pada
hewan coba.
21
Peneliti mengetahui
isi dari produk uji
yang digunakan
Single Blind /
Tanpa Pembanding
Subjek peserta uji
Desain Uji Klinik klinik tidak
Obat Herbal mengetahui
(berdasarkan
justifikasi ilmiah)
Peneliti serta subjek
peserta uji klinik
Double Blind /
tidak mengetahui isi
Dengan Pembanding
dari produk uji yang
digunakan.

22
Cont...

▪ Pemilihan pembanding yang digunakan ▪ Metode uji klinik harus tertulis


harus memiliki justifikasi ilmiah. dalam protokol secara jelas dan
Kelompok pembanding diperlukan terperinci.
untuk mengontrol variabel-variabel
▪ Protokol dan dokumen uji klinik
perancu, sehingga hasil akhir uji
harus mendapat penilaian dari
merupakan efek obat herbal yang diuji.
pihak independen, dalam hal ini
Sebagai pembanding digunakan produk
adalah Komisi Etik serta regulator
yang merupakan pilihan untuk kondisi
yang menangani proses registrasi
dalam uji klinik dimaksud serta sudah
produk (Badan Pengawas Obat
terdaftar.
dan Makanan).
23
Langkah-langkah berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka
persiapan pelaksanaan uji klinik:
1. Karakteristik produk uji: 2. Standardisasi bahan baku dan produk uji:
- Kebenaran identitas untuk tumbuhan yang - Cara penyiapan bahan baku dan produk
digunakan.
uji, termasuk metode ekstraksi yang
- Tidak termasuk dalam daftar tumbuhan yang digunakan.
dilarang di Indonesia.
- Metode analisa kualitatif dan kuantitatif
- Riwayat penggunaan harus dapat ditelusur
senyawa aktif atau senyawa identitas.
apakah herbal yang akan diuji klinik memiliki
riwayat empiris baik untuk indigenus ataupun - Proses standardisasi dilakukan agar
nonindigenus. produk uji di tiap fase uji serta bila
- Bagian tumbuhan yang digunakan. kemudian dipasarkan/diedarkan memiliki
- Identifikasi senyawa aktif/senyawa identitas keterulangan yang sama.
untuk keperluan standardisasi.
24
STANDARDISASI : Persyaratan yang harus dipenuhi supaya kualitas dari obat tradisional atau
efek terapetiknya terbukti. Standardisasi dimulai dari bahan awal sampai selesai produk jadi. Untuk
menentukan kualitas obat tsb lebih mudah ketika tahu struktur kimia yang dikandung dari obat
tradisionalnya. A
Secara umum dikelompokan menjadi 3:

Standardisasi Bahan Produk Proses


(Simplisia, Extract) ▪ Validasi metode
▪ Kandungan
▪ Uji stabilitas
bahan aktif stabil ▪ Metode ekstraksi
(penyimpanan/wadah
atau selama atau tetap. ▪ Proses dan peralatan
transportasi) dalam pembuatan
▪ Komposisi senyawa
sesuai dengan Cara
kandungan Pembuatan Obat
Tradisional yang Baik
▪ Kadar zat aktif
(CPOTB).
▪ Identifikasi bahan
pencemar (ketika ingin
menguji simplisia bebas
terkontaminasi kimia) 25
Langkah-langkah berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka
persiapan pelaksanaan uji klinik:

.
3. Pihak sponsor 4. Lakukan penilaian 5. Pertimbangkan
ataupun produsen terhadap data untuk mengontrak
harus memahami nonklinik yang ORK bila diperlukan.
bahwa proses ada/telah dilakukan, Bila melakukan
pembuatan produk bagaimana profil kontrak dengan
uji harus konsisten keamanan dan/atau ORK, lengkapi
pada setiap tahap aspek lainnya. dengan surat
atau fase, dan bagaimana LD50, perjanjian kontrak
proses pembuatan data toksisitas akut, dan dijelaskan
tersebut harus subkronik dan atau fungsi sponsor apa
mengacu kepada kronik sesuai yang dikontrakkan
standar CPOTB kebutuhan untuk kepada ORK.
kondisi yang
diujikan. 26
Langkah-langkah berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka
persiapan pelaksanaan uji klinik:

6. Persiapkan kompetensi 7. Pemilihan tempat pelaksanaan uji klinik dan pemilihan peneliti
monitor (sponsor/ORK). serta persiapkan tempat pelaksanaan tersebut. Sponsor memiliki peran
penting dalam pemilihan tempat uji klinik. Pertimbangan utama yang
harus dijadikan landasan pemilihan, antara lain :
- Terdapat peneliti dengan latar belakang keahlian yang sesuai.
- Ketersediaan sumber daya, sistem dan fasilitas/perangkat penunjang
ditempat penelitian.
- Ketersediaan Standard Operating Procedures (SOP).

27
8. Pembuatan/penyusunan protokol uji klinik.
Elemen dalam protokol uji klinik yang disusun harus jelas dan lengkap, dimulai dari hal administratif
seperti judul, nomor/versi dan tanggal, nama Peneliti Utama, Nama Koordinator Peneliti (bila ada),
hingga yang bersifat ilmiah, seperti:
• Tujuan:
• Desain:
- Harus tepat sasaran, jelas dan fokus,
- Menjelaskan secara singkat desain
harus dapat diakomodir oleh parameter
studi dan secara umum bagaimana
pengukuran khasiat maupun keamanan.
desain dapat menjawab
- Tujuan dapat terdiri dari tujuan primer
pertanyaan/tujuan uji.
dan sekunder ataupun bahkan tersier.
- Dapat memberikan gambaran
Namun perlu diperhatikan adalah bahwa
tipe/desain uji (misal placebo
tujuan uji klinik harus jelas, tepat sasaran
controlled, double blind, single
dan fokus.
blind atau open label)

• Parameter endpoint dimaksud harus dapat menjawab tujuan uji.

• Parameter/endpoint untuk efikasi/khasiat dan keamanan. 28


Langkah-langkah berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka
persiapan pelaksanaan uji klinik:
10. Persiapkan untuk
adanya penjaminan
9. Penyediaan dokumen
mutu pelaksanaan uji
uji lain terkait dengan
klinik dan untuk dapat
pelaksanaan uji klinik.
dihasilkannya data yang
akurat dan terpercaya.

12. Pertimbangan /
11. Pengajuan
peninjauan dan
persetujuan untuk
persetujuan uji klinik
dokumen/ pelaksanaan
oleh Komisi Etik dan
uji klinik.
regulator.
29
13. Persetujuan subjek (Informed
Consent) dan rekrutmen subjek

Rekrutmen subjek merupakan salah satu tahapan


penting sebelum dimulainya uji klinik. Hal prinsip
yang harus diperhatikan dalam hal ini adalah
bahwa (calon) subjek tidak boleh dilakukan
tindakan apapun yang terkait dengan prosedur uji
klinik sebelum subjek mendapat penjelasan dan
menyatakan persetujuan yang ditandai dengan
menandatangani informed consent. Pelanggaran
terhadap proses informed consent merupakan
pelanggaran yang bersifat critical.

30
Langkah-langkah berikut dapat digunakan sebagai acuan dalam rangka
persiapan pelaksanaan uji klinik:

15. Pengelolaan
14. Penapisan
pelaporan
(screening) dan
Kejadian Tidak 16. Pengelolaan 17. Laporan akhir
penyertaan
Diinginkan data penelitian. penelitian.
(enrollment)
maupun pelaporan
subjek
lain.

31
▪ Langkah-langkah di atas beberapa dapat


dilakukan secara paralel dan beberapa langkah
lainnya harus dilakukan secara berurutan.
▪ Contoh langkah yang dapat dilakukan paralel
seperti pada angka 8, 9, 10.
▪ Contoh langkah yang harus berurutan seperti
pada angka 11,12,13 dan 14.
▪ Kelengkapan protokol secara utuh, peran dari
peneliti, Komisi Etik, sponsor, pihak regulator,
dokumen yang harus tersedia dan lainnya yang
terkait dapat mengacu kepada Pedoman Cara Uji
klinik yang Baik di Indonesia.

32
PERBEDAAN UJI KLINIK PADA OBAT SINTETIS
DENGAN OBAT HERBAL /TRADISIONAL
OBAT SINTETIS OBAT HERBAL
▪ Pembentukan/penapisan struktur ▪ Sudah ada sediaanya (baik dalam
kimia obat dicari, ikatan2 yang bentuk simplisia /ekstrak), sudah
terlibat (sehingga menghasilkan digunakan lama dan secara luas
aktivitas yang diinginkan) . Jika (Jamu)
sudah ditemukan senyawa, barulah ▪ Tidak selalu melalui uji klinik
dibuat sediaan jadi yang dapat
▪ Fase 1 dapat dilewati
digunakan oleh masyarakat.
▪ Harus selalu melalui Uji Klinik
▪ Fase uji harus lengkap, mulai dari
fase1-4
33

Pemaparan contoh uji
klinik obat herbal

“Uji Klinik Ekstrak Cabai Jawa (Piper


Retrofractum Vahl) sebagai Fitofarmaka
Androgenik pada laki-laki Hipogonad”

34
▪ Ini adalah penelitian untuk menilai pengaruh
androgen (testosteron) ekstrak cabe jawa dapat
meningkatkan kadar testosteron darah dan menekan
produksi FSH dan LH pada laki-laki hipogonad
▪ Uji klinik ekstrak cabe jawa dilakukan dengan
rancangan penelitian single blind clinical trial. Hal
ini disebabkan oleh sulitnya memperoleh pria
hipogonad.
▪ Subjek penelitian adalah pasien dengan interfil
oligozoospermia dan keluhan libido atau potensi
seks, volume testis <15mL, serta kadar hormon
testosteron di bawah kisaran normal

35
KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
KRITERIA INKLUSI KRITERIA EKSKLUSI
Pasien laki-laki berumur 18-50 tahun Pasien mempunyai riwayat alergi terhadap obat
Volume testis <15mL yang diteliti

Oligozoospermia Pasien diperkirakan tidak akan dapat mengikuti


secara penuh uji klinik
Pasien dengan atau tanpa keluhan penurunan
libido/potensi seks Laki-laki yang mendapat terapi androgen oral
(harus menunggu 6 minggu untuk dapat
Nilai testosteron darah/serum di bawah kisaran diikutsertakan)
normal
Menderita penyakit kronis hati, ginjal dan prostat
Bersedia dan dapat berpartisipasi pada penelitian
ini setelah mendapat informasi lengkap Riwayat ketagihan alkohol atau narkoba

Dapat minum obat Menggunakan obat lain yang mempengaruhi


metabolisme dan kerja androgen.
36
Perlakuan Subjek Percobaan

▪ Dosis dan cara perlakuan :


Penetapan dosis uji didasarkan hasil penelitian pada tikus
yang diekstrapolasikan ke dosis manusia berdasarkan
perbandingan luas permukaan (ekstrapolasi menurut cara
Paget & Banners) dan penggunaan empirik, yaitu 100
mg/orang yang dimasukkan ke dalam satu butir kapsul.

37
Tahapan fase uji klinik yang dilakukan

1. FASE SKRINING (3 bulan)


Fase ini dilakukan skrining awal pasien infertil
dengan oligozoospermia dan keluhan penurunan
libido atau potensi seks, serta volume testis <15mL.
Setelah pasien menandatangani informed consent,
baru dilakukan pemeriksaan.

38
Lanjutan tahapan fase uji klinik yang dilakukan

2. FASE TERAPI (1bulan)


Pada fase ini, para calon peserta yang setuju untuk mengikuti uji klinik
harus menandatangani informed consent yang telah disediakan.
Sebanyak 10 pasien secara acak mendapat kapsul ekstrak cabe jawa,
dan 10 pasien lagi mendapat kapsul plasebo. Penelitian ini merupakan
fase 1 uji klinik dan pada fase 1 uji klinik biasanya dianjurkan tidak
lebih dari 10 orang yang diuji pada terapi dengan bahan obat yang
baru. Oleh karena itu jumlah pasien yang mendapatkan ekstrak cabe
jawa adalah maksimal sepuluh orang.

Simmons PRN. Clinical Trials. Research Initiative Treatment Action. Vol 8. no. 1. Summer . 2002. 39
Lanjutan tahapan fase uji klinik yang dilakukan

3. FASE PEMULIHAN (1 bulan)


Pada fase pemulihan dilakukan pemeriksaan yang
sama dengan fase terapi, namun tanpa pemberian
ekstrak ataupun plasebo cabe jawa.

40
▪ Penelitian ini merupakan penelitian pertama kali dalam uji klinik esktrak cabe jawa pada
manusia.
▪ Data awal berat badan, konsentrasi spermatozoa dan volume testis.
▪ Dari hasil penimbangan berat badan, konsentrasi spermatozoa, dan pengukuran volume
testis ditemukan bahwa data tidak menunjukan perbedaan karakteristik berat badan,
konsentrasi spermatozoa dan volume testis pada pria kelompok ekstrak cabe jawa dan
kelompok plasebo/kontrol 41
Kadar Hormon Testosteron sebelum, selama dan sesudah Terapi
Dari hasil analisis statistik menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p>0,05) terhadap kadar
testosteron darah relawan.

42
Kadar Hormon FSH sebelum, selama, dan sesudah Terapi
Dari data kadar hormon FSH menunjukan bahwa hasil analisis statistik ternyata tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p>0,05)
terhadap kadar FSH relawan.

43
Kadar Hormon LH sebelum, selama, dan sesudah Terapi
Dari data kadar hormon LH menunjukan bahwa hasil analisis statistik ternyata tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p>0,05)
terhadap kadar LH relawan.

44
Kadar PSA sebelum, selama, dan sesudah Terapi
Dari data kadar PSA menunjukan bahwa hasil analisis statistik ternyata tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p>0,05) terhadap
kadar PSA relawan.

45
Konsentrasi Spermatozoa sebelum, selama, dan sesudah Terapi
Hasil analisis statistik dari data konsentrasi spermatozoa memperlihatkan terdapat
perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p<0,05) terhadap
konsentrasi spermatozoa relawan.

46
Frekuensi Koitus sebelum, selama, dan sesudah Terapi
Hasil analisis statistik dari data konsentrasi koitus memperlihatkan terdapat
perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p<0,05) terhadap
konsentrasi coitus relawan.

47
Berat Badan sebelum, selama, dan sesudah Terapi
Dari data berat badan relawan menunjukan bahwa hasil analisis statistik tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pengaruh pemberian ekstrak cabe jawa (p>0,05)
terhadap berat badan relawan.

48
KESIMPULAN

Dari data diketahui ekstrak cabe jawa tidak menurunkan kadar


FSH dan LH, dapat disimpulkan bahwa ekstrak cabe jawa
mempunyai daya androgenik lemah.

Ekstrak cabe jawa pada dosis 100mg/hari dapat


bersifat/bertindak sebagai fitofarmaka androgenik, yakni dapat
meningkatkan kadar hormon testosteron darah dan libido pada
pria hipogonad serta bersifat aman.
49
REFERENSI
▪ (BPOM) Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2014, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Pedoman Uji Klinik Obat
Herbal. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
▪ (KEPPKN) Komisi Etik Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Nasional Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2016
▪ Yusliani Reni, dkk. 2016.Standardisasi farmasitikal bahan alam menuju fitofarmaka untuk
pengembangan Obat tradisional Indonesia. dentika Dental Journal, Vol 19, No. 2, 2016: 179-185.
diakse pada 5 November 2020. https://talenta.usu.ac.id/dentika/article/download/463/307
▪ Nukman Moeloek, Silvia W. Lestari, Yurnadi & Bambang Wahjoedi (2010). Uji Klinik Ekstrak
Cabe Jawa (Piper Retrofractum Vahl) sebagai Fitofarmaka Androgenik pada laki-laki Hipogonad,
60, 255-262

50
Thanks!

51

Anda mungkin juga menyukai