Anda di halaman 1dari 30

PEDOMAN UJI

KLINIK
OBATKELOMPOK
HERBAL 3
ANGGOTA KELOMPOK

Dzulyani Heni Ikra Nisa Nunik


Azzahra Rosidah Mahusna Sabrina Rahmawati
ANGGOTA KELOMPOK

Sholeh Welly
Riskina Sri Nur Wahyuni
Haryono Junifer
Islamiaty
Indonesia memiliki kekayaan tumbuhan 5 (lima) besar di dunia.
Tumbuhan merupakan bahan baku yang banyak digunakan sebagai obat
Bab I herbal. Hal tersebut tentunya menjadi potensi besar yang harus
dikembangkan dan dimanfaatkan untuk menunjang sektor kesehatan
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan Indonesia.
ndahuluan Pengelompokan obat herbal tradisional di Indonesia dapat berupa
Jamu, Obat Herbal Terstandar (OHT) serta Fitofarmaka, yang mana
untuk masing-masing kelompok memerlukan bukti dukung yang
berbeda (empiris, nonklinik dan/atau klinik). Ketiga kelompok tersebut
tidak diperbolehkan mengandung bahan kimia.
Uji Klinik adalah kegiatan penelitian dengan mengikutsertakan
subjek manusia disertai adanya intervensi produk uji, untuk menemukan
atau memastikan efek klinik, farmakologik atau farmakodinamik dan
mengidentifikasi setiap reaksi yang tidak diinginkan, serta mempelajari
absorbsi, distribusi, metabolisme, ekskresi dengan tujuan untuk
memastikan keamanan produk yang diteli
Uji Praklinik adalah kegiatan penelitian secara in vivo dan in vitro
dalam rangka menguji keamanan dan kemanfaatan dalam rangka
pengembangan produk.
Obat Tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang

Bab I
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan

ndahuluan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di


masyarakat. Jamu adalah obat tradisional Indonesia.
Obat Herbal Terstandar adalah produk yang
mengandung bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian
(galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat
yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah
dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah distandardisasi
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah
dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji
praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah
distandardisasi.
B. Tujuan
Untuk memberikan panduan pelaksanaan uji klinik obat herbal
kondisi obat herbalnasional, obat herbal tradisional yang
memerlukan bukti klinik lebih lanjut, dan pengembangan OHT

Sebagai pemanfaatan termasuk untuk dapat digunakan di pelayanan


kesehatan, obat herbal harus dapat dipertanggungjawabkan
keamanan, khasiat atau efektivitasnya dengan dilengkapi bukti
dukung sesuai dengan klaim

Sebagai acuan pelaksanaan uji klinik obat herbal yang memerlukan


bukti keamanan dan khasiat secara ilmiah
BAB II
Pengembangan obat herbal
Pengembangan obat herbal
ditujukan sebagai upaya promotif,
paliatif, preventif, kuratif maupun
rehabilitatif. Pihak industri dapat
mengembangkan obat herbal tradisional
seperti jamu atau OHT.
Diagram disamping
menggambarkan pengelompokan
riwayat tradisional dan bukti
dukungannya serta alur bila
memerlukan pelaksanaan uji klinis
Klaim Dan Metode
Bab III
Pembuktian
Klaim menggambarkan kegunaan yang menjanjikan
suatu perubahan positif bagi konsumen. Klaim obat herbal
tradisional harus disertai bukti empiris yang mendukung
klaim tradisionalnya, sedangkan klaim yang tidak lagi sesuai
dengan klaim tradisionalnya perlu didukung oleh bukti ilmiah
yang cukup melalui uji klinik yang relevan.
Metode pembuktian dalam uji klinik dapat dilakukan
melalui beberapa pilihan seperti Randomized Control Trial
(RCT). Metode ini merupakan metode uji yang ideal,
disebabkan adanya alokasi random (acak) subjek ke dalam
kelompok kontrol atau kelompok produk uji untuk
mengontrol serta mengurangi bias yaitu agar kelompok
pembanding dan kelompok uji mempunyai karakteristik yang
relatif sama. Oleh karenanya metode dengan random sangat
dianjurkan dalam pelaksanaan uji klinik.
Untuk mendapatkan data klinik sesuai kriteria yang
ditentukan, uji klinik perlu didukung metodologi/ desain
penelitian disertai pelaksanaan sesuai dengan standar
CUPKB.
Bab III Klaim Dan Metode
Pembuktian
Obat herbal yang akan diuji klinik memerlukan
adanya data uji toksisitas dan minimal diperlukan data LD 50.
Fase uji lengkap dalam rangka pembuktian khasiat produk
dimulai dari fase uji nonklinik hingga fase I, II, III dan IV
pada manusia. Uji nonklinik dan uji fase I, II, III dan IV pada
manusia memiliki fungsi masing-masing yang harus
diperhatikan dan dipenuhi, karenanya harus dilaksanakan
secara berurutan. Untuk itu perlu diperhatikan data-data yang
ada pada uji fase-fase sebelumnya.
Dalam hal diperlukan data keamanan lebih lanjut
untuk konfirmasi efikasi yang telah disetujui, dapat dilakukan
melalui uji fase IV dengan ketentuan bahwa telah dilakukan
uji klinik pra-pemasaran sebelumnya dan telah mendapat izin
edar di Indonesia
Obat herbal dengan penggunaan sesuai dengan riwayat
tradisional di Indonesia maka tahapan uji klinik fase I dapat
dipertimbangkan untuk tidak dilakukan.
Bab III Klaim Dan Metode
Pembuktian
Studi penentuan dosis dilakukan sebelum fase III uji
klinik dengan memperhatikan hasil uji LD, serta uji
toksisitas dan farmakodinamik pada hewan coba.
Uji klinik obat herbal dapat dilakukan dengan
menggunakan pembanding atau tanpa menggunakan
pembanding berdasarkan justifikasi, dengan beberapa
pilihan desain yang dapat digunakan, seperti single atau
double blind.
a. Single blind , peneliti mengetahui isi dari produk uji
yang digunakan, sementara subjek peserta uji klinik
tidak mengetahui
b. Double blind, peneliti serta subjek peserta uji klinik
tidak mengetahui isi dari produk uji yang digunakan.
Penggunaan desain Single dan Double blind, perlu
diperhatikan bila dalam hal tertentu produk uji memiliki
kespesifikan tertentu sehingga akan mengaburkan maksud
dari digunakannya desain tersebut, seperti dari aroma yang
khas atau hal lainnya.
Pelaksanaan Uji Klinik Obat Bab IV
1.
Herbal
Karakteristik produk uji
Terhadap produk yang akan diuji dilakukan pemastian tumbuhan

2. Standarisasi bahan baku dan produk uji :


• Cara penyiapan bahan baku dan produk uji termasuk metode
ekstraksi yang digunakan
• Metode analisa kualitatif dan kuantitatif senyawa aktif atau
senyawa identitas
Proses standardisasi dilakukan agar produk uji di tiap fase uji serta
bila kemudian dipasarkan/diedarkan memiliki keterulangan yang
sama
3. Pihak sponsor ataupun produsen harus memahami bahwa proses
pembuatan produk uji harus konsisten pada setiap tahap atau fase
dan proses pembuatan tersebut harus mengacu kepada standar
CPOTB
4. Lakukan penilaian terhadap data nonklinik yang ada/telah
dilakukan, bagaimana profil keamanan dan/atau aspok lainnya
bagaimana LD50, data toksisitas akut subkronik dan atau kronik
sesuai kebutuhan untuk kondisi yang diujikan.
Pelaksanaan Uji Klinik Obat Bab IV
Herbal
5. Pertimbangkan untuk mengontrak ORK bila diperlukan. Bila
melakukan kontrak dengan ORK, lengkapi dengan surat
perjanjian kontrak dan dijelaskan fungsi sponsor apa yang
dikontrakkan kepada ORK
6. Persiapkan kompetensi monitor (sponsor/ORK)
7. Pemilihan tempat pelaksanaan uji klinik dan pemilihan peneliti
serta persiapkan tempat pelaksanaan tersebut. Sponsor memiliki
peran penting dalam pemilihan tempat uji klinik.
8. Pembuatan/penyusunan protokol uji klinik. Exmen dalam
protokol uji klinik yang disusun harus jean dan lengkap, dimulai
dari hal administratif seperti judul, nomor/versi dan tanggal nama
Peneliti Utama, Nama Koordinator Peneiti (bila ada), hingga yang
bersifat ilmiah
9. Penyediaan dokumen uji Iain terkait dengan pelaksanaan uji
klinik
10. Persiapkan untuk adanya penjaminan muh palaksanaan uji klinik
dan untuk dapat dihasilkannya data yang akurat dan terpercaya
Pelaksanaan Uji Klinik Obat Bab IV
Herbal
11. Pengajuan pemetujuan untuk dokumen pelaksanaan uji klinik
12. Pertimbangan atau peninjauan dan persetujuan uji klinik oleh
Komisi Etik dan regulator
13. Persetujuan subjek (formed Consent) dan rekrutmen subjek
14. Penapisan (screening) dan penyertaan (enramenty subject
15. Pengelolaan pelaporan Kejadian Tidak Dinginkan maupun
pelaporan lain.
16. Pengelolaan data penelitian
17. Laporan akhir pentelitian

Kelengkapan protokol secara utuh, peran dari penelli, Komisi Etik,


sponsor, pihak regulator, dokumen yang harus tersedia dan lainnya
yang terkait dapat mengacu kepada Padoman Cara Up klinik yang
Baik di Indonesia
Persyaratan Pelaksanan Uji Klinik
Obat Tradisinal
Pelaksanaan uji klinik harus didahului uji praklinik berupa uji toksisitas dan uji
Bab V
farmakodinamik namun dalam kondisi kedaruratan pandemi Covid-19, kriteria sebagaimana diatur
didalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No.21 Tahun 2015 tentang Tata
Laksana Persetujuan Uji Klinik dapat diberikan pengecualian dengan ketentuan sebagai berikut :

Jamu dengan formula dan klaim sesuai riwayat empiris.


1. Persyaratan Teknis Jamu dengan formula yang sama, dan akan didaftarkan
A. Pengecualian terhadap dengan klaim lain yang mempunyai riwayat empiris yang
pelaksanaan Uji Praklinik, berlaku berbeda dengan klaim yang sudah terdaftar, maka : tidak
diperlukan uji toksisitas jika dosis dan durasi pemakaian
untuk :
sama dengan atau lebih kecil dari yang sudah terdaftar;
a. Jamu yang telah mendapatkan
dan tidak diperlukan uji farmakodinamik, jika dosis yang
izin edar dari BPOM digunakan berdasarkan riwayat empirisnya
Jamu dengan formula yang sama namun akan diuji klinik
dengan klaim lain yang tanpa riwayat empiris, Telah beredar
≥ 10 tahun, maka : tidak diperlukan uji toksisitas bila dosis
dan durasi pemakaian ≤ dari yang sudah terdaftar, diperlukan
uji farmakodinamik untuk klaim baru tersebut. Dalam hal
Jamu beredar ≤ 10 tahun, harus melakukan uji praklinik
meliputi uji toksisitas dan uji farmakodinamik
Persyaratan Pelaksanan Uji Klinik
Obat Tradisinal Bab V

OHT dengan formula dan klaim harus sesuai dengan izin edar
dari BPOM.
b. Obat Herbal Terstandar (OHT)
yang telah mendapatkan izin edar OHT dengan formula yang sama dan klaim yang tidak sesuai
dari BPOM Obat Herbal Terstandar dengan izin edar dari BPOM tetapi mempunyai riwayat
(OHT) yang telah mendapatkan empiris maka : tidak diperlukan uji toksisitas bila dosis dan
izin edar durasi pemakaian sama dengan atau lebih kecil dari yang
sudah terdaftar, dan tidak diperlukan uji farmakodinamik, jika
dosis yang digunakan berdasarkan riwayat empirisnya.

OHT dengan formula yang sama dan klaim yang tidak sesuai
dengan izin edar dari BPOM dan tidak memiliki riwayat
empiris, maka : tidak diperlukan uji toksisitas bila dosis dan
durasi pemakaian sama dengan atau lebih kecil dari yang sudah
terdaftar, dan diperlukan uji farmakodinamik untuk klaim baru
tersebut.
Persyaratan Pelaksanan Uji Klinik
Obat Tradisinal Bab V
Uji klinik terdiri atas uji klinik prapemasaran dan uji klinik pascapemasaran sebagaimana tercantum
dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Laksana
Persetujuan Uji Klinik. Uji klinik prapemasaran terdiri dari uji klinik fase I, II, dan III. Uji klinik
pascapemasaran merupakan uji klinik fase IV yang menggunakan produk uji yang sudah melalui uji klinik
prapemasaran dan telah memiliki izin edar di Indonesia.

Jamu dan OHT yang telah mendapatkan izin edar dari


BPOM, tidak perlu melakukan uji klinik fase 1.

B. Pengecualian terhadap
pelaksanaan Uji Klinik :

Jamu dan OHT yang yang telah mendapatkan izin


edar dari BPOM dapat menggabung pelaksanaan uji
klinik fase II dan fase III jika : telah ada uji klinik
dengan klaim yang searah dengan penanganan
COVID-19, atau dosis konversi yang pasti dari dosis
efektif sesuai riwayat empiris atau data uji praklinik..
Persyaratan Pelaksanan Uji Klinik
Obat Tradisinal Bab V

Standardisasi bahan baku, produk jadi jamu dan


OHT harus sesuai dengan Cara Pembuatan Obat
C. Persyaratan Lain : Tradisional yang Baik (CPOTB).

Parameter uji klinik utama (endpoint) yang


diukur, terdiri atas: Endpoint primer, dan
Endpoint sekunder.
Persyaratan Pelaksanan Uji Klinik
Obat Tradisinal Bab V

Komposisi produk uji sesuai persetujuan NIE


D. Persyaratan Komposisi yang
meliputi:

Komposisi fitofarmaka tidak boleh lebih dari 5


(lima) bahan baku, dalam hal komposisi
fitofarmaka lebih dari 5 (lima) bahan baku, akan
dinilai secara khusus pada saat pengajuan uji
klinik.
Persyaratan Pelaksanan Uji Klinik
Obat Tradisinal Bab V

Uji klinik dapat dilakukan oleh sponsor atau


2. Persyaratan Operasional peneliti yang bekerjasama dengan sponsor.

Sponsor harus memiliki sertifikat Cara


Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)
yang masih berlaku sesuai dengan bentuk sediaan
produk uji.
Contoh Jurnal
Latar belakang Keamanan sebuah ramuan jamu perlu diteliti untuk
menjamin penggunaannya dimasyarakat.
Pengembangan dari Program Saintifikasi Jamu telah
menghasilkan ramuan jamu penurun kolesterol
yang terdiri dari 7 jenis tanaman.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
keamanan ramuan jamu penurun kolesterol tersebut
Metode Penelitian ini merupakan uji klinik fase satu dengan
desain pre-post satu grup yang melibatkan 50 subjek
hiperkolesterolemia ringan tanpa komplikasi dan
komorbid penyakit lain. Intervensi dilakukan selama
28 hari di Rumah Riset Jamu (RRJ) Hortus
Medicus pada tahun 2014. Parameter luaran
meliputi tanda, gejala klinik, pemeriksaan
laboratorium fungsi hati (SGOT, SGPT), fungsi
ginjal (ureum, kreatinin) dan darah rutin
(hemoglobin, angka leukosit, angka trombosit dan
hematokrit). Subjek diminta untuk merebus jamu
setiap hari dan meminumnya 2 kali sehari. Data
dianalisis secara deskriptif dan statistik
menggunakan program SPSS.
Contoh Jurnal
Hasil Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan
frekuensi BAB pada 92% subjek dan rasa mulas
saat akan BAB pada 34% subjek. Efek samping
tersebut masih berada dalam batas normal dan
dapat ditoleransi oleh subjek. Hasil uji statistik t
berpasangan tidak menunjukkan perbedaan rerata
parameter laboratorium pada H-14 dan H-28
dibandingkan H
-0 (p > 0,05). Ramuan jamu penurun kolesterol
dalam penelitian ini tidak mengubah fungsi hati,
ginjal dan darah, dengan efek samping ringan
yaitu peningkatan frekuensi BAB dan nyeri perut
(mulas).
Kesimpulan Ramuan jamu penurun kolesterolmemiliki
keamanan yang baik dengan tidak mengubah
fungsi hati, ginjal dan darah rutin, serta memiliki
efek samping ringan yaitu peningkatan frekuensi
BAB dan nyeri perut (mulas).
Contoh Jurnal
Latar belakang Sasaran pengobatan hipertensi untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas
akibat penyakit kardiovaskuler dan ginjal.
Dengan menurunkan tekanan darah
kurang dari 140/90 mmHg, diharapkan
komplikasi akibat hipertensi berkurang.
Penggunaan tanaman obat telah digunakan
sejak dahulu untuk mengurangi keluhan
hipertensi. Pegagan, seledri dan kumis
kucing merupakan tanaman obat yang
sering digunakan dalam masyarakat untuk
mengatasi hipertensi.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk
mencari bukti ilmiah khasiat jamu, telah
dilakukan penelitian uji klinik khasiat
rebusan jamu hipertensi dibanding
seduhan jamu hipertensi.
Contoh Jurnal
Metode Penelitian ini merupakan uji klinik yang
dilakukan dengan rancangan penelitian open label
randomized clinical trial dan paralel design.
Penelitian melibatkan 60 subjek penelitian yang
telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Subjek penelitian dirandomisasi sehingga terbagi
dalam dua kelompok, yaitu kelompok rebusan
jamu hipertensi dan kelompok seduhan jamu
hipertensi. Perlakuan subjek selama delapan
minggu
Hasil Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan
seduhan jamu hipertensi selama 56 hari berkhasiat
menurunkan tekanan darah (sistolik dan diastolik)
serta menaikkan skor kualitas hidup (SF-36)
setara dengan rebusan jamu hipertensi. Seduhan
jamu hipertensi menurunkan tekanan darah
menjadi normal (normotensi) sebesar 63% subjek
penelitian. Rebusan jamu hipertensi menurunkan
tekanan darah menjadi normal (normotensi)
sebesar 56% subjek penelitian.
Contoh Jurnal

Kesimpulan Dapat disimpulkan bahwa seduhan jamu


hipertensi berkhasiat menurunkan tekanan
darah (sistolik dan diastolik) dan dapat
menghilangkan gejala klinis hipertensi
(pusing/sakit kepala, tengkuk kaku/
cengeng dan pegel linu) sedikit lebih cepat
dari pada rebusan jamu hipertensi.
Contoh Jurnal
Latar belakang Indonesia memiliki sekitar 7.500 tanaman
yang berkhasiat obat, sekitar 1.000 –
1.200 jenis dimanfaatkan masyarakat, dan
yang digunakan dalam industri obat
tradisional sekitar 300 jenis. Salah satu
tanaman yang berkhasiat bagi kesehatan
namun masih minim penggunaannya
adalah bawang Dayak.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui bioaktifitas bawang Dayak
mulai fitokimia hingga tahapan uji klinik
Metode Penelitian ini merupakan uji klinik fase
satu dengan data dianalisis secara
deskriptif.
Contoh Jurnal
Hasil Hasil penelitian menunjukkan terjadi Uji
klinik fase 0 dilakukan pada 10 – 20
sukarelawan sehat untuk menilai
farmakokinetik, farmakodinamik,
menentukan keamanan, efektif dan khasiat
obat/senyawa
Kesimpulan Hasil kajian ini memberikan cakrawala
riset terkait uji klinis pemanfaatan bawang
Dayak hingga diperoleh kualifikasi OHT
maupun fitofarmaka.
Contoh Jurnal
Latar belakang Hati mudah mengalami gangguan disebabkan
fungsinya yang kompleks. Saat ini masih
diperlukan pengembangan ramuan jamu untuk
melindungi dan memperbaiki sel-sel hati
(hepatoprotektor) yang lebih efektif, murah dan
aman.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai
khasiat dan keamanan ramuan jamu sebagai
hepatoprotektor dengan komposisi rimpang
temulawak, rimpang kunyit, dan daun jombang

Metode Penelitian ini merupakan uji klinik fase dua


dengan Rancangan uji open label randomised
clinical trial dengan menggunakan pembanding
silimarin. Jumlah subjek masing-masing
kelompok 100 pasien. Jenis perlakuan untuk tiap
subjek ditentukan melalui randomisasi yang
dilakukan oleh Principal Investigator (PI) dengan
bantuan software.
Contoh Jurnal
Hasil Hasil penelitian observasi klinik terdahulu
menunjukkan bahwa formula jamu untuk
hepatoprotektor aman dan berkhasiat sehingga
dilanjutkan dengan uji klinik fase 2.dan pada
penelitian ini menunjukkan hasil bahwa ramuan
jamu uji mampu menurunkan rerata nilai SGPT
dan SGOT sebanding dengan silymarin. Ramuan
jamu uji dapat meredakan gejala klinik yang
timbul akibat gangguan fungsi hati, aman, tidak
mengubah fungsi ginjal, hemoglobin, angka
leukosit maupun angka trombosit pada
penggunaan selama 42 hari.
Kesimpulan na pada akhir uji dibandiPemberian ramuan jamu
hepatoprotektor memberikan manfaat sebagai
hepatoprotektor yang dibuktikan dengan
perbaikan gejala klinis dan menurunnya rerata
SGPT dan SGOT dan dari segi keamanan ramuan
jamu aman dibuktikan dengan pemeriksaan darah
rutin dan fungsi ginjal yang tidak mengalami
perubahan bermakngkan awal.
Pustaka

1. BPOM Indonesia. 2013. Pedoman Uji Klinik Obat Herbal. Direkorat


Standarisasi Obat Tradisional Kosmetik Dan Produk Komplemen.
2. BPOM Indonesia. 2016. Pedomn Cara Uji Klinik Yang Baik Di
Indonesia Edisi III.
3. BPOM Indonesia. 2020. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uji Klinik Obat
Tradisional Selama Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
THANKS

Anda mungkin juga menyukai