Kelelahan Kerja (Burnout)
Kelelahan Kerja (Burnout)
(BURNOUT)
Teori, Perilaku Organisasi, Psikologi, Aplikasi dan Penelitian
ISBN
15 x 23 cm, viii + 314 halaman
Cetakan ke-1, Maret 2022
Penerbit
PENERBIT KAMPUS
Banguntapan, Bantul-Jogjakarta (Kantor I)
Balen, Bojonegoro-Jawa Timur, Indonesia (Kantor II)
081357517526 (Tlpn/WA)
Website: www.penerbitbukumurah.com
Email: karyabaktimakmur@gmail.com
Youtube: Penerbit Sastrabook
Instagram: @penerbit.sastrabook | @penerbitbukujogja
Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia)
v
Disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan
yang dimiliki penulis, walaupun telah dikerahkan segala
kemampuan untuk lebih teliti, tetapi masih dirasakan banyak
kekuarangtepatan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran
yang membangun agar tulisan ini bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Penulis
vi
Daftar Isi
vii
BAB V KECERDASAN EMOSIONAL
(EMOTIONAL INTELLIGENCE) .............................................. 55
5.1. Akar Sejarah Kecerdasan Emosional
(Emotional Intelligence) ....................................................... 56
5.2. Pengertian Kecerdasan Emosional
(Emotional Intelligence) ....................................................... 58
5.3. Ketertarikan pada topik Kecerdasan Emosional
di jaman sekarang ................................................................ 61
5.4. Nilai kecerdasan emosional pada pekerjaan ...................... 63
viii
1.1. Pengertian Pemberdayaan (Empowerment)
Kata “empowerment” dan “empower” diterjemahkan
dalam bahasa indonesia menjadi pemberdayaan dan
memberdayakan, menurut Merriam webster dan oxfort english
dictionery (dalam Prijono dan Pranarka, 1996:3) mengan-dung
dua pengertian yaitu : pengertian pertama adalah to give power
or authority to, dan pengertian kedua berarti to give ability to or
enable, dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi
kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau mendelegasikan
otoritas ke pihak lain, sedang dalam pengertian kedua, diartikan
sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau
keberdayaan.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indoneasia 1995
pemberdayaan secara etimologis berasal dari kata daya yang
berarti kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan
bertindak. Mendapat awalan ber- menjadi ‘berdaya’ artinya
berkekuatan, berkemampuan, bertenaga, mem-punyai akal
(cara dan sebagainya) untuk mengatasi sesuatu. Mendapat
awalan dan akhiran pe-an sehingga menjadi pemberdayaan
Terdapat dua tipe umum konflik peran yaitu (a) konflik peran
intersender, dimana pegawai berhadapan dengan harapan
organisasi terhadapnya yang tidak konsisten dan tidak sesuai;
(b) konflik peran intrasender, konflik peran ini kebanyakan
terjadi pada karyawan atau manajer yang menduduki jabatan di
dua struktur. Akibatnya, jika masing-masing struktur
memprioritaskan pekerjaan yang tidak sama, akan berdampak
pada karyawan atau manajer yang berada pada posisi
dibawahnya, terutama jika mereka harus memilih salah satu
alternative.
Jenis-Jenis Stres
Menurut Quick dan Quick (1984) membagi ke dalam dua
kategori stres yaitu:
1. Eustress, merupakan respon terhadap stres yang sifatnya
sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun).
Termasuk pula kesejahteraan individu dan juga organisasi
yang diidentikkan dengan pertumbuhan, fleksibilitas,
kemampuan adaptasi, dan kinerja yang.
2. Distress, adalah respon terhadap stres yang bersifat tidak
sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak).
Merupakan konsekuensi individu dan organisasi seperti
Stresor Kelompok
Stresor kelompok dikategorikan menjadi;
1. Kurangnya kohesivitas / kebersamaan kelompok
2. Kurangnya dukungan sosial
Dukungan sosial pada individu, dapat mengurangi stres.
Stresor Individu
Pada level individu, situasi dan posisi individu dapat
mempengaruhi stres
1. Ciri kepribadian
2. Persepsi personal, seperti perasaan orang mengenai
kemampuan mengontrol situasi
3. Orang yang menyerah pada situasi walaupun sebenarnya
individu dapat melawannya, hal ini terjadi karena
ketidakberdayaan. provokasi, dan tekanan.
b. Tuntutan peran.
Stres kerja dapat terjadi karena Tuntutan peran yang
berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada
seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang
dimainkan dalam organisasi tertentu. Konflik peran
menciptakan harapan-harapan yang biasanya tidak dapat
diwujudkan atau dipuaskan. mengalami ketidakjelasan
(ambiguitas peran) menge-nai apa yang harus dikerjakan.
Pengukuran variabel tuntutan peran terdiri dari:
1) Kesiapan pekerja dalam melaksanakan tugas
2) Batasan antara atasan dengan karyawan berkaitan
dengan tanggung jawab dan wewenang
3) Keterbatasan waktu dalam melaksanakan pekerjaan
4) Kelebihan beban kerja (overload)
c. Tuntutan pribadi.
Stres kerja dapat terjadi karena tuntutan pribadi
dengan tekanan yang diciptakan oleh pekerja lain. Rekan
kerja yang kurang mendukung, hubungan antar pribadi
d. Ambang Stres
Tingkat stres yang dapat diatasi oleh seseorang
sebelum perasaan stres terjadi disebut sebagai ambang
stres. Ada orang mudah sekali merasa sedih atau kecewa
karena masalah yang sepele namun sebaliknya, ada orang
justru bersikap dingin, cuek, tenang, dan santai. Ini
disebabkan rasa percaya diri dan kemampuan untuk
mengatasi stres. Oleh karena itu stressor yang sama bisa
dirasakan berbeda pada setiap individu
ABSTRACT
Nurses and midwives is a profession which serves human
beings and humanity, in the sense that the profession of nurses
and midwives will give priority to the health of individuals, family
and society above their own interest. The services provided by
nurses and midwives is based on their knowledge and know-how
in nursing which integrates the attitude, intellectual capacity and
technical skills of the nurses and midwives based on their
willingness and competence in helping others in health and
sickness.
This research is conducted on nurses and midwives in
regional referral hospitals in South Sulawesi, which is comprised
of seven hospitals in the municipality of Palopo, regency of Bone,
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1)
apakah pember-dayaan telah diterapkan sepenuhnya sehingga
berpengaruh terhadap ambiguitas peran, konflik peran,
kelelahan kerja, dan kecerdasan emosional. 2) apakah
ambiguitas peran berpengaruh terhadap kelelahan kerja, 3)
apakah konflik peran pengaruh terhadap kelelahan kerja dan, 4)
apakah kelelahan kerja berpengaruh terhadap kecerdasan
emosional?
Berdasarkan uraian tersebut dalam penelitian ini
bertujuan membuktikan:
1) pengaruh pemberdayaan terhadap ambigui-tas peran,
konflik peran, kelelahan kerja, dan kecerdasan emosional.
2) pengaruh ambiguitas peran terhadap kelelahan kerja,
pengaruh konflik peran terhadap kelelahan kerja dan 3)
pengaruh kelelahan kerja tehadap kecerdasan emosional
Landasan Teori
Teori-teori yang dikemukakan menjadi rujukan penelitian
ini karena kedekatannya dengan fakta dan realitas di lingkungan
perawat dan bidan.
Hipotesis
H1 : Semakin tinggi tingkat pemberdayaan akan menurunkan
ambiguitas peran
H2 : Semakin tinggi tingkat pemberdayaan akan menurunkan
konflik peran
H3 : Semakin tinggi tingkat ambiguitas peran, semakin tinggi
kelelahan kerja
H4 : Semakin tinggi tingkat konflik peran semakin tinggi
kelelahan kerja
H5 : Semakin tinggi tingkat kelelahan kerja semakin tinggi
kecerdasan emosional
AmbPeran
(Y2)
KecEmosi
H1: 1, 2, 3 (Y5)
Proposisi
H3:
Pemberdayaan 6,7,8,9
(X1) H5: 10
H6: 4, 5
H1: 1, 2, 3 Kelelahan
(Y4)
KonPeran H4:
(Y3) 6,7,8,9
Metode
Jenis Penelitian adalah explanatory research, yaitu untuk
memahami karakte-ristik variabel dan menjelaskan hubungan
kausal antara variabel exogenous dan variabel endogenous
melalui pengjian hipotesis.
Lokasi penelitian: pada rumah sakit rujukan berbasis
regional di Sulawesi Selatan. Rumah sakit tersebut merupakan
rujukan dari rumah sakit kabupaten dan puskesmas di
sekitarnya.
Instrumen penelitian adalah: (1) kuesioner, pilihan ganda,
5 opsi (2) wawancara.
Populasi: meliputi semua perawat dan bidan yang
berstatus pegawai tetap (PNS) pada rumah sakit rujukan
berbasis regional di Sulawesi Selatan, berjumlah N = 1987
orang (Dinkes 2006).
Sampel: Teknik Pengambilan Sampel, adalah secara Area
Proporsional Random Sampling. Penentuan rumah sakit rujukan
berdasarkan pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut
memiliki perawat dan bidan lebih besar daripada rumah sakit
lain yang ada dalam satu regional. Ukuran sampel di tentukan
dengan memperhatikan keseimbangan proporsi masing-masing
unit.
1) Menurut Mercado (1982:27), besarnya sampel yang
diperlukan untuk finite populasi (confidence limits and
Hasil
Harapan dari penelitian ini adalah bahwa secara teorities
ditemukannya hubungan kausal, antara pemberdayaan
terhadap ambiguitas peran, kelelahan kerja dan kecerdasan
emosional pada rumah sakit umum di Palopo, Parepare dan
Bone.
Diawali dengan analisis Statistic Deskriptif menunjukkan
rata-rata hasil statistic sebagai berikut: pemberdayaan = 3,79;
ambiguitas peran = 4,06; konflik peran = 3,96 kelelahan kerja =
3,99 dan kecerdasan emosional = 4,05.
Uji validitas dan reliabilitas, adalah menyangkut tingkat akurasi
yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau
akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Oleh
karena itu, untuk dapat dikatakan valid setiap indikator
dilakukan analisis baik terhadap validitas konvergen, validitas
diskriminan dan composite reliabilitasnya.
Pembahasan
Pengaruh Pemberdayaan terhadap Ambiguitas Peran
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa pemberdaya-an
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ambiguitas
peran. Hasil ini dibuktikan dengan adanya t. hitung (critical ratio)
sebesar 14.403 yang lebih besar dari t. tabel (1.96). Pengaruh
antara variabel pemberdayaan dengan variabel ambiguitas
peran menunjukkan adanya pengaruh positif yang ditandai
dengan koefisien jalur positif dengan inner weight sebesar
Saran
Perlu pengaturan tugas dan tanggung jawab yang sesuai
dan seimbang yang dibebankan pada perawat dan bidan
misalnya memberikan deskripsi tugas yang jelas, mengurangi
kerja rangkap, melakukan pelatihan untuk meningkatkan kete-
rampilan, sehingga dapat mengurangi ambiguitas dan konflik
peran.
Penerapan praktek-praktek manajemen melalui
pemberdayaan dapat mengurangi ambiguitas peran dan konflik
peran, dimana manajer rumah sakit dapat mensiasati tanggung
Implikasi
Perlu peningkatan kemandirian perawat dan bidan,
memberikan otonomi, beban tugas sesuai deskripsi tugas yang
jelas, sehingga bisa mereduksi ambiguitas peran dan konflik
peran. Selanjutnya, beberapa ukuran seharusnya digunakan
untuk mereduksi konflik peran dan ambiguitas peran. Ukuran-
ukuran tersebut mencakup aplikasi keempat kognisi
pemberdayaan, membuka akses informasi, perbaikan
komunikasi pada atasan dan bawahan dan penggunaan training
formal pada pengetahuan dan skill terkait tugas.
Pimpinan dapat mereduksi kelelahan kerja dengan
mengimplementasikan beberapa kebijakan guna mereduksi
konflik peran, ambiguitas peran, dan meningkatkan kecerdasan
emosional melalui praktek peningkatan kesejahteraan,
memotivasi untuk meningkatkan pendidikan baik dengan biaya
rumah sakit maupun biaya sendiri, mengikutsertakan pelatihan,
seminar, studi banding.
Tugas dengan rutinitas tinggi bisa menurunkan semangat
kerja dan menim-bulkan rasa bosan. Ini selanjutnya bisa
menimbulkan kelelahan emosional, menurunkan prestasi
personal, dan meningkatkan depersonalisasi. Oleh karena itu,
Keterbatasan
Keterbatasan penelitian yang berhubungan dengan
kelelahan perawat dan bidan, dalam proses pengolahan data
peneliti tidak dapat memilah faktor-faktor yang dapat
mendorong kelelahan kerja di rumah sakit, dan faktor lain yang
dapat mendorong kelelahan kerja secara akumulatif di luar
rumah sakit seperti faktor lingkungan keluarga, dan bekerja di
luar waktu dinas di rumah sakit dan tidak dapat memilah antara
perawat dan bidan manajer dengan perawat dan bidan
pelaksana.
Demikian pula hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisir
terhadap semua jenis penelitian dan pada kondisi yang berbeda.
Metode Penelitian
Sampel dan Prosedur
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
para staf perawat yang bekerja di sebuah rumah sakit swasta di
Melbourne, negara bagian Victoria. Rumah sakit swasta ini
memiliki sekitar 1250 pegawai yang tersebar di dua lokasi di
dalam kota. Staf perawat mencapai 59 persen dari total jumlah
pegawai yang ada. Para pegawai lainnya masuk dalam layanan
lingkungan (seperti bagian kebersihan dan penyiapan makanan)
sebanyak 24 persen, manajemen rumah sakit sebanyak 10
persen, dan bagian lain-lain sebanyak 7 persen. Sebagian besar
dari staf perawat di rumah sakit ini berstatus casual nurses
sebanyak 45 persen, kemudian berstatus permanent part-time
sebanyak 38 persen dan sisanya adalah perawat tetap (full-time
nurses) sebanyak 17 persen.
Kuesioner dibagikan secara acak kepada 600 perawat
yang ada di dalam rumah sakit dengan cara merekatkan amplop
berisi kuesioner itu pada slip gaji mereka. Para responden
diberitahu bahwa pengisian kuesioner itu bersifat sukarela dan
bahwa penelitian ini dilakukan oleh peneliti yang tidak memiliki
ikatan apapun dengan rumah sakit dan bahwa informasi yang
mereka berikan akan dijaga kerahasiaannya. Kerahasiaan
Ukuran
Skala dukungan sosial yang dikembangkan oleh House
dan Wells (1978) digunakan untuk mengukur dukungan
supervisor (sebanyak 6 butir) dan dukungan dari rekan kerja
(sebanyak 3 butir). Skala ini sudah pernah digunakan
sebelumnya dan terbukti memiliki reliabilitas yang memadai
(Deery dan Iverson 1995). Sekalipun skala ini tampaknya belum
pernah digunakan dalam konteks keperawatan sebelumnya,
ada tiga pengajar perawat (yang tidak masuk dalam sampel)
Temuan
Mean, standar deviasi, reliabilitas alpha dan matriks
korelasi dari variabel-variabel utama disajikan dalam Box 1 (di
hal. 60 -pent).
Analisa regresi berganda dilakukan untuk menguji ke dua
hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini dan hasilnya
disajikan secara ringkas dalam Box 2. Hasil dari pengujian
terhadap Model 1 yang disajikan dalam Box 2 menunjukkan
bahwa dukungan sosial dari supervisor dan rekan kerja serta
dimensi dampak dan dimensi kompetensi dari pemberdayaan
ABSTRAK
Dengan adanya proposisi dalam marketing layanan bahwa
keunggulan layanan sangat ditentu-kan oleh interaksai antara
personel kontak konsumen dan konsumen, kami menguji
beberapa anteseden dan konsekuensi stress peran dalam
konteks ritel dari perspektif karyawan dan konsumen. Kami
menginvestigasi dampak kontrol layanan versus model
pemberdayaan dalam ambiguitas peran dan konflik peran dan
mengamati efek stressor peran tersebut dalam komitmen
terhadap organisasi dan terhadap pemberian kualitas layanan
oleh tenaga penjualan ritel. Terakhir, kami mengeksplorasi
dampak pada kualitas layanan yang dirasakan konsumen.
Penemuan-penemuan empiris menam-pakkan bahwa
formalisasi dan pemberdayaan mereduksi ambiguitas peran.
Sebaliknya, ambiguitas peran terkait negatif dengan komitmen
organisasi-onal dan komitmen terhadap kualitas. Tipe terakhir
komitmen memiliki dampak positif pada kualitas yang dirasakan
konsumen.
2. Kerangka Konseptual
Kahn dan rekan-rekannya, (1964) mende-finisikan stress
peran sebagai konstruk gabungan yang terdiri dari apa yang
disebut sebagai stressor peran atas konflik peran dan
ambiguitas peran. Konflik peran didefinisikan sebagai “kejadian
simultan dengan seseorang yang membuat peme-nuhan yang
lebih sulit dengan yang lainnya” (Kahn dan rekan-rekannya,
1964, halaman 19). Untuk harapan-harapan personel terbatas
di suatu organi-sasi dan harapan-harapan konsumen mungkin
akan berbenturan. Misalnya, ketika atasan mengharapkan
karyawan untuk melayani konsumen sebanyak mungkin, pada
saat yang sama, konsumen mungkin akan menuntut perhatian
personal. Ambiguitas peran terjadi ketika seseorang tidak
memiliki akses ke informasi yang cukup untuk menjalankan
perannya sebagai karyawan (Kahn dan rekan-rekannya, 1964;
Walker dan rekan-rekannya, 1975). Misalnya, ambiguitas peran
mungkin disebabkan oleh adanya fakta bahwa karyawan tidak
dapat memastikan harapan manajemen atau oleh fakta bahwa
mereka tidak mengetahui bagaimana kinerjanya akan
dievaluasi.
Dalam literatur manajemen layanan terbaru, dua
paradigma saingan saling berkompetisi berkaitan dengan
pertanyaan tentang bagaimana beberapa organisasi
seharusnya dijalankan dan paradigma tersebut menunjukkan
dua anteseden potensial stress peran dalam beberapa
organisasi (Bowen dan Lawler, 1995). Salah satu paradigma
adalah apa yang disebut sebagai model kontrol yang didasarkan
pada asumsi bahwa hierarki dan birokrasi mekanistik akan
3. Pengembangan Hipotesis
Dalam memformulasikan hipotesis tentang hubungan
antara beberapa konstruk, kami akan mengamati marketing
layanan, tenaga penjualan dan teori organisasional untuk
pedoman kami. Berkaitan dengan hubungan antara formalisasi
dan stressor peran, studi-studi meta analitis menemukan
sebuah hubungan negatif antara formalisasi dan ambiguitas
peran, sedangkan hasil-hasil terhadap hubungan antara
formalisasi dan konflik peran digabungkan (misalnya, Fisher dan
Gitelson, 1983; Jackson dan Schuler, 1985). Namun demikian,
Organ dan Greene (1981) dan Nicholson dan Goh (1983)
menemukan sebuah hubungan positif antara formalisasi dan
konflik peran terhadap beberapa karyawan yang memiliki
norma-norma profesional. Dilaporkan juga bahwa formalisasi
membatasi fleksibilitas posisi-posisi peran terbatas, yang
menimbulkan tingginya level konflik peran (Clopton, 1984;
Micheals dan rekan-rekannya, 1987). Misalnya, Parasuraman
dan rekan-rekannya (1988) menghubungkan konflik peran
terhadap personel kontak konsumen dengan pekerjaan
administratif berlebihan dan hambatan internal. Hubungan ini
diperkuat oleh penemuan Michaels dan rekan-rekannya, (1987)
dalam konteks pembelian industrial. Dalam basis literatur ini,
kami memformulasikan hipotesis sebagai berikut:
H1 : Terdapat hubungan negatif antara formalisasi dan
ambiguitas peran.
d
p < 0.01
e
p < 0.001
5. Properti Pengukuran
Sebagaimana yang dapat diobservasi dalam Tabel 1,
semua skala menampakkan sebuah nilai alpha koefisien yang
melebihi 0.7, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nunnally dan
Bernstein (1994) kecuali untuk formalisasi.
Skala enam item asli yang diajukan oleh John (1984), yang
melaporkan alpha koefisien yang relatif rendah sebesar 0.63,
memiliki sebuah alpha koefisien sebesar 0.32 dalam studinya.
Supaya bisa memperbaiki reliabilitas item-skala dengan
korelasi total-item yang lebih rendah dari 0.2 dihilangkan dari
skala asli. Alpha koefisien untuk tiga item lain adalah 0.41.
Penghilangan item selanjutnya tidak menghadirkan perbaikan
substansial apapun dalam konsistensi internal. Selanjutnya,
dimensionalitas instrumen pemberdayaan dieksplorasi.
Analisis faktor umum (PFA dengan rotasi varimaks) dijalankan
dan dalam basis scree plot, kami menemukan solusi dua-faktor.
Ini menampakkan muatan (loading) tinggi dalam faktor-faktor
yang telah diduga; kompetensi dan kontrol.
-
Ambiguitas
peran
-
Komitmen
+
organisasional
-
- PSQ
+
- +
Komitmen
+ terhadap
kualitas
Konflik Peran
-
Pemberdayaan
Gambar 1 Kerangka Konseptual
7. Hasil-Hasil
Tabel 3 meringkas hasil-hasil analisis kami. Dari Tabel ini,
dapat diobservasi bahwa model konseptual yang diajukan
menunjukkan sebuah fit yang memadai untuk data itu.
Statistik 2 yang sama dengan 20.23 dengan 12 tingkat
kebebasan (p = 0.063) dengan GFI = 0.966 dan AGFI = 0.899.
NFI sama dengan 0.890 yang memperkirakan level sebesar 0.9
seperti yang direkomendasikan, RMSR memiliki nilai yang dapat
diterima sebesar 0.054. indikasi selanjutnya untuk goodness-
of-fit disediakan oleh sebuah analisis residual standar yang
sesuai dan plot-Q (Jöreskog dan Sörbom, 1989). Hanya empat
dari 2.58, yang diajukan oleh Jöreskog dan Sörbom 91989)
sebagai cut-off value. Pemerik-saan visuil plot-Q itu
memperkuat penemuan-penemuan kami, selama residual
dikelompokkan di seputar garis 450. Terakhir, koefisien
determi-nasi model struktural adalah 0.514. Dengan kata lain,
51.4% variansi dijelaskan oleh variabel-variabel eksogen.
8. Diskusi
Sebagaimana yang ditunjukkan oleh hasil-nya, formalisasi
dan pemberdayaan menimbulkan turunnya ambiguitas peran.
Hubungan negatif antara formalisasi dan ambiguitas peran
sesuai dengan penemuan-penemuan sebelumnya dari literatur
ini; keberadaan aturan-aturan formal dan rutinitas
mengklarifikasi harapan-harapan peran tenaga penjualan ritel,
yang mereduksi ambiguitas peran. Namun demikian, penemuan
kami yang berkaitan dengan hubungan antara pemberdayaan
dan ambiguitas peran bertentangan dengan hasil-hasil yang
diperoleh oleh Hartline dan Ferrell (1996). Ini dipakai untuk
aspek-aspek kontrol dan kompetensi dalam pemberdayaan itu.
Perwakilan penjualan yang diizinkan untuk menginterpretasi
kan beberapa norma dan prosedur akan mampu mereduksi
ketidakpastian tentang apa yang seharusnya dijalankan dan
bagaimana menjalan-kannya, bahkan dalam setting supervisi
dekat seperti retailing.
-65
Formalisasi (-8,67)
-71
(-5.00)
Ambiguitas peran
Komitmen
organisasional
-54
(-4.25)
PSQ
-34
-52 (4.72)
(-5,31)
Komitmen
terhadap kualitas -80
(4.17)
Konflik Peran
Pemberdayaan
9. Implikasi-Implikasi Manajerial
Implikasi-implikasi manajerial atas pene-muan-
penemuan kami memakai anteseden dan konsekuensi stressor
peran dalam organisasi-organisasi ritel. Formalisasi dan
pemberdayaan bisa mereduksi level ambiguitas peran tenaga
penjualan ritel yang memiliki dampak negatif yang kuat pada
komitmen terhadap kualitas. selama formalisasi dan
pemberdayaan sama-sama eksis, kontingensi pendekatan itu
bergantung pada penggunaan tugas-tugas non-rutin dan
tekanan yang kompleks, prediktabilitas lingkungan ritel dan
pertumbuhan dan kebutuhan sosial karyawan seharusnya
dipertimbangkan ketika memilih gabungan optimum formalisasi
dan pemberdayaan secara cermat (Bowen dan Lawler, 1995).
Selan-jutnya, beberapa ukuran seharusnya digunakan untuk
mereduksi konflik peran selama hal ini memiliki pengaruh
signifikan pada ambiguitas peran. Ukuran-ukuran tersebut
mencakup perbaik-an di atas dan di bawah komunikasi dan
peng-gunaan training formal pada pengetahuan dan skill
terkait-tugas (Hartline dan Ferrell, 1996).
ABSTRAK
Investigasilah anteseden dan outcome burnout tenaga
penjualan. Penelitian sebelumnya tentang burnout dalam
penjualan personal diperluas dengan memasukkan serangkaian
prediktor burnout berlebih, dan dengan menguji model
konseptual burnout dengan menggunakan sampel multi-
perusahaan tenaga penjualan lapangan dalam sebuah setting
internasional. Hubungan di antara burnout, sikap, dan perilaku
diprediksi berdasarkan literatur yang relevan, dan diuji dengan
menggunakan hasil-hasil survey dari 148 tenaga penjualan
Burnout
Penelitian burnout yang masih ada pada dasarnya
menekankan pekerjaan layanan seperti perawatan anak dan
pekerjaan medis di mana para karyawan ditampakkan dan
bertanggung jawab terhadap beberapa orang secara lebih
konstan. Penelitian yang dipublikasikan oleh Cordes dan
Dougherty (1993) menunjukkan bahwa burnout mungkin
berlaku pada tipe-tipe karir dan setting lainnya. Burnout
didefinisikan sebagai sebuah sindrom respons dengan multi-
dimensi atau segi. Hal tersebut adalah:
Keletihan emosional;
Depersonalisasi; dan
Hilangnya kecakapan personal (Maslach, 1982; Maslach
dan Jackson, 1981; Pines dan Maslach, 1981).
Anteseden Burnout
Tenaga penjualan motivasi intrinsik dan dua stressor
peran utama adalah anteseden burnout. Model konseptual dan
hipotesis penelitian didasarkan pada asumsi bahwa sebuah
strategi penjualan organisasi mengikuti filosofi kontrol
manajemen penjualan berbasis-perilaku bukan penggunaan
kontrol berbasis-outcome (Anderson dan Oliver, 1987). Dengan
mengguna-kan bentuk kontrol ini, beberapa manajer
memfokuskan perhatiannya pada pemantauan, pengarahan,
pengevaluasian, dan penghargaan tenaga penjualan, dan
proporsi kompensasi yang tinggi dijelaskan oleh gaji tetap.
Motivasi intrinsik. Motivasi intrinsik adalah perasaan
tenaga penjualan atas tantangan atau kompetensi yang
diakibatkan oleh pelaksanaan pekerjaan itu (Keaveney, 1992).
Konsekuensi-Konsekuensi Burnout
Kami mengajukan sejumlah konsekuensi burnout dalam
kerangka konseptual kami:
Desain Penelitian
Setting Penelitian
Studi burnout tenaga penjualan sebelumnya hanya
diadakan di Amerika Serikat (Singh dan rekan-rekannya, 1994).
Oleh karena itu, kami beranggapan bahwa ada baiknya
memperluas penelitian itu ke negara lain. Australia memberikan
tempat penelitian yang tepat di mana studi-studi penjualan
sebelumnya telah diadakan (misalnya, Babakus dan rekan-
rekannya, 1996). Lebih lanjut, beberapa eksekutif Australia
pada umumnya mendukung beberapa studi penelitian.
Studi tenaga penjualan dari beberapa perusahaan di
Australia dijalankan untuk menguji beberapa hipotesis yang
dikembangkan dari model konseptual (Gambar 1). Data
dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dikirimkan
melalui kantor pos kepada seorang manajer penjualan dalam
masing-masing perusahaan yang berpartisi-pasi. Manajer itu
mendistribusikan salinannya kepada masing-masing tenaga
penjualan. Beberapa responden diminta untuk mengirimkan
survey yang telah diisi secara langsung kepada satu penulis
studi. Pre-tes dengan manajer-manajer penjualan dan tenaga
penjualan diadakan untuk memperbaiki instrumen survey.
Selama banyak skala yang digunakan dalam studi-studi
sebelumnya, tujuan utama pre-tes adalah untuk memastikan
bahwa beberapa terma dan kalimat dapat dipahami oleh para
responden.
Instrumen Pengukuran
Beberapa konstruk dalam Gambar 1 dioperasionalkan
dengan menggunakan item-item skala dari studi-studi
sebelumnya yang dipubli-kasikan dalam beberapa area
penjualan dan psikologi kerja. Item-item skala dan sumber-
sumber yang digunakan untuk mengukur masing-masing
konstruk disajikan dalam Lampiran.
Hasil-Hasil
Analisis jalur AMOS menunjukkan bahwa model hipotesis
itu sesuai dengan data itu, yang memberikan dukungan yang
kuat terhadap hubungan yang diajukan (chi-square = 13.43, GFI
= 0.98, AGFI = 0.91, RMSR = 0.03). nilai-p statistik chi-square
adalah 0.14 dan normed fit index-nya adalah 0.97 (Bentler dan
Bonnett, 1980) juga mendukung excellent model fit.
Konsekuensi-Konsekuensi Burnout
Nampaklah bahwa burnout memiliki dampak negatif
signifikan pada kepuasan kerja dan kinerja. Besarnya dampak
burnout pada dua konstruk itu adalah sangat sama. Temuan
yang mengejutkan adalah jalur positif antara kinerja dan intensi
untuk meninggalkan organisasi. Sebagaimana yang dinyatakan
dalam H16, sebuah hubungan negatif diduga bukan temuan
positif. Hubungan positif ini mungkin digerakkan oleh dampak
tak langsung burnout dan ambiguitas peran melalui kinerja
dalam intensi untuk berhenti. Kemungkinan lainnya yakni dalam
setting Australia, performer tertinggi kemungkin-an besar
berkeinginan untuk meninggalkan organisasinya daripada
performer rendah, dan lebih sering mengubah pekerjaannya.
Tenaga penjualan yang berhasil baik mungkin merasakan
bahwa faktor-faktor seperti peluang kemajuan terbatas,
kurangnya penghargaan, dan gaji/ tunjangan yang rendah
sebagai alasan-alasan untuk mencari posisi lain berbanding
tenaga penjualan yang kurang berhasil. Yang menarik,
sebagaimana yang telah didiskusikan sejak awal, penghilangan
ABSTRAK
Studi-studi lintas-nasional atas stress kerja belum
dipertahankan bersama-sama dengan aliran penelitian lain
dalam lingkungan internasional. Untuk mulai menjawab
kekurangan pengembang-an ini, kami menguji hubungan di
1. Pendahuluan
Literatur tentang stress kerja dan burnout berkembang
secara eksponensial selama dua dekade sebelumnya. Salah
satu alasan terhadap kepentingan ekspansif adalah temuan
yang konsisten bahwa stress yang dialami dapat memiliki efek
yang membayakan kesehatan mental dan fisik individu
(misalnya, Ganster dan Schaubroeck, 1991; Kahn dan at al,
1964; Westman, 1992), dan juga efek-efek negatif pada
outcome organisasional seperti kinerja (misalnya, Westman dan
Sen, 1992) dan pergantian (misalnya, O’Driscoll dan Beehr,
1994). Karena stress nampaknya bisa menimbulkan
konsekuensi-konsekuensi yang berbahaya seperti yang
diperlihatkan di atas, pengidentifikasian model-model yang
dimulai untuk menjelaskan mengapa efek-efek negatif itu
terjadi merepresentasikan tantangan besar bagi para peneliti.
Penambahan kompleksitas selanjutnya terhadap studi stress
kerja adalah pemahaman bahwa beberapa organisasi
beroperasi secara global dan penelitian yang menilai dampak
stress kerja dalam berbagai outcome kerja di domain lain adalah
c. Efiksasi-Diri
Efiksasi-diri “mengacu pada kepercayaan tentang
kapabilitas seseorang untuk mengorganisir dan
melaksanakan serangkaian tindakan yang diperlukan
untuk menghasilkan pencapaian tertentu” (Bandura,
1997, halaman 5). Efiksasi-diri tidak terkait dengan skill
yang seseorang miliki, namun keputusan yang dapat
seseorang kaitkan dengan skill tersebut. Pada esensinya,
efiksasi-diri mengacu pada penguasaan dan kontrol atas
lingkungan seseorang. Efiksasi-diri diargumenkan sebagai
konstruk penting dalam sains organisasional (Gist dan
Mitchell, 1992), kerap kali diuji sebagai faktor perbedaan
individuil yang mampu mempengaruhi hubungan antara
anteseden dan konsekuensi. Penelitian menunjukkan
bahwa beberapa karyawan yang melaporkan beberapa
persepsi efiksasi personal dapat melakukan penanganan
secara lebih baik ketika berhadapan dengan perubahan
Tabel 1
Hubungan sembilan lokasi dalam studi dalam kluster-
kluster Ronen dan Shenkar dan nilai-nilai kultural
Hofstede dan Bond
Negara [kluster Jarak Individualisme- Maskulinitas- Penghindaran
negaraa] kekuasaan kolektivisme femininitas ketidakpastian
[levelb] [levelb] [level] [level]
Jerman 35 67 66 65
[Jerman] [L] [H] [H] [M]
Amerika 40 91 62 46
Serikat
[Anglo} [L] [H] [M] [M]
Perancis 68 71 43 86
[Eropa Latin] [M] [H] [M] [H]
Hong Kong 68 25 57 29
[Timur Jauh] [M] [L] [M] [L]
Brazil 69 38 49 76
[Independen] [M] [M] [M] [M]
Jepang 54 46 92 95
[Independen] [M] [M] [H] [H]
Israel 13 54 95 92
[Independen] [L] [M] [H] [H]
Cina No data for Ronen and Shenkar (1985) and Hofstede and
Bond (1988)
Fiji No data for Ronen and Shenkar (1985) and Hofstede and
Bond (1988)
3. Metode
a. Sampel
Sampel terdiri dari 923 manajer dari delapan negara
plus teritorial Hong Kong: Brazil (n = 124); Cina (n = 83);
Fiji (n = 88); Perancis (n = 113); Jerman (n = 84); Hong
Kong (n = 99); Israel (n = 119); Jepang (n = 92);dan
Amerika Serikat (n = 121). Semua subyek adalah
karyawan level profesional atau manajerial dan
merupakan warga negara representatifnya. Semua ukuran
ditranslasi-kan dan ditranslasikan kembali dari versi
bahasa Inggris untuk digunakan dalam daerah-daerah
lainnya. Translasi dan translasi ulang diselesaikan oleh
lebih dari satu orang. Proses pengumpulan data dikelola
oleh setidaknya satu anggota tim peneliti yang tinggal di
negara itu, dengan perkecualian Perancis. Beberapa
anggota tim peneliti semuanya fasih dalam berbicara
bahasa Inggris. Namun demikian, kami memperhatikan
tentang penerjemahan makna pertanyaan secara akurat.
Untuk memastikan makna yang benar dalam
terjemahannya, banyak pertemuan dan panggilan telepon
di antara anggota-anggota tim peneliti dan penduduk
negara yang relevan terjadi selama satu tahun.
Beberapa prosedur pengumpulan data memastikan
kerahasiaan nama responden. Di sebagian besar daerah,
tidak lebih dari lima subyek berasal dari satu perusahaan.
b. Ukuran-Ukuran
1) Stressor Peran
Skala Rizzo dan rekan-rekannya (1970)
mengukur ambiguitas peran dan konflik peran.
Ambiguitas peran adalah skala 6-item dan konflik
peran adalah skala 8-item, yang keduanya dengan
kisaran respons dari sangat tidak setuju (1) sampai
sangat setuju (7). Item sampel untuk ambiguitas
peran adalah “saya memiliki tujuan-tujuan dan
sasaran-sasaran yang terencana dengan jelas
terhadap pekerjaan saya” (skor-kebalikan), sebuah
item sampel terhadap konflik peran adalah “Saya
bekerja di bawah beberapa kebijakan dan garis
pedoman yang tidak sesuai”.
Gender (% pria) 69.1 65.2 62.8 56.5 32.1 75.0 43.4 76.8 75.0
Pendidikan (% gelar universitas) 82.8 82.6 52.3 68.3 13.4 79.3 37.4 49.4 5.8
Status pernikahan (% menikah) 75.7 68.5 71.7 56.9 82.4 51.1 48.5 89.2 76.7
Posisi (% profesional)
(% manajerial) 13.2 21.7 10.6 9.3 0.5 65.2 45.4 36.3 79.3
86.8 78.3 89.4 90.7 99.5 34.8 54.6 63.7 20.7
Ukuran perusahaan (% > 100 65.1 58.7 64.6 83.9 66.9 90.2 51.5 77.2 95.8
karyawan)
Lama bekerja (lama rata-rata) 22.4 18.7 18.1 20.5 13.0 9.1 12.0 19.8 19.0
Jam kerja (jam/minggu rata-rata) 50.9 48.7 47.2 44.9 44.5 49.8 45.9 43.5 39.2
45.9
3) Efiksasi-Diri
Indikator efiksasi-diri dinilai dengan
menggunakan tujuh item yang merepresentasikan
konfidensi dalam kemampuan seseorang untuk
menjalankan pekerjaannya, ukuran ini secara
konseptual adalah sama dengan ukuran efiksasi-diri
c. Analisis
1) Hubungan Mediator
Dengan mengikuti Baron dan Kenny (1986),
serangkaian persamaan regresi destinasi dalam
data sembilan negara untuk menguji efek mediator
efiksasi-diri dalam hubungan antara stressor peran
dan burnout. Pertama, mediator (yakni efiksasi-diri)
diregresikan dalam variabel independent/ bebas
(yakni stressor peran). Kedua, variabel
dependent/terikat (yakni stressor peran) dan
mediator (yakni efiksasi-diri). Supaya mediator bisa
ditetapkan, efek variabel bebas dalam variabel
terikat harus lebih kecil dalam persamaan ketiga
daripada dalam persamaan kedua. Jika beta itu
lebih kecil dalam persamaan ketiga, namun
signifikan, mediator parsial dapat ditetapkan. Jika
betanya tidak lagi signifikan dalam persamaan
ketiga, mediator penuh bisa ditetapkan. Pendekatan
yang sama digunakan untuk semua daerah.
d. Hasil-Hasil
1. Reliabilitas Skala
Estimasi konsistensi internal (alpha
Cronbach), menurut negaranya, berkisar dari.72
df = 1.
*P <.05
** P <.01
1) Amerika Serikat
Ambiguitas peran tidak memiliki hubungan dengan
efiksasi-diri namun memiliki sebuah hubungan positif
2) Jerman
Ambiguitas peran memiliki hubungan negatif
dengan efiksasi-diri ( = -.41, P <.01) dan hubungan
positif dengan burnout ( = -.25, P <.10). Konflik peran
tidak memiliki efek pada efiksasi-diri; jadi, tidak ada
analisis lanjutan untuk mediator yang dibenarkan.
Sebagaimana yang ditunjukkan dalam Tabel 5, ketika
efiksasi-diri dimasukkan ke dalam persamaan, efiksasi-
diri memiliki hubungan negatif dengan burnout ( = -.36,
P <.01) namun ambiguitas peran tidak lagi memiliki
dampak signifikan. Jadi, efiksasi-diri benar-benar
memediatori hubungan antara ambiguitas peran dan
burnout.
3) Perancis
Ambiguitas peran ditemukan memiliki hubungan
negatif dengan efiksasi-diri ( = -.23, P <.01), namun tidak
memiliki hubungan dengan burnout. Konflik peran tidak
memiliki hubungan sama sekali dengan efiksasi-diri atau
burnout. Ketika efiksasi-diri dimasukkan ke dalam
4) Brazil
Ambiguitas peran memiliki hubungan negatif
dengan efiksasi-diri ( = -.18, P <.01) dan hubungan
positif dengan burnout ( =.29, P <.01). Setelah efiksasi-
diri dimasukkan ke dalam persamaan, efiksasi-diri
memiliki hubungan negatif dengan burnout yang
dilaporkan ( = -.65, P <.01) selama ambiguitas peran
masih memiliki hubungan positif dengan burnout,
meskipun kekuatan hubungan itu jatuh ( =.18, P <.01).
Jadi, kami berargumen bahwa efiksasi-diri sebagian
memediatori hubungan antara ambigui-tas peran dan
burnout. Efiksasi-diri tidak memediatori hubungan antara
ambiguitas peran dan burnout. Efiksasi-diri tidak
memediatori hubungan antara konflik peran dan burnout.
Konflik peran memiliki sebuah efek negatif pada efiksasi-
diri ( = -.11, P <.01) namun tidak memiliki efek apapun
pada burnout untuk sampel Brazil; jadi, mediator tidak
ditemukan.
5) Israel
Ambiguitas peran memiliki hubungan negatif
dengan efiksasi-diri ( = -.26, P <.01) dan hubungan
positif dengan burnout ( =.16, P <.01). Efiksasi-diri
memiliki hubungan negatif dengan burnout (( = -.27, P
<.01). Sebagaimana yang dapat dilihat dalam Tabel 5,
ketika efiksasi-diri dimasukkan ke dalam persamaan,
ambiguitas peran tidak lagi memiliki hubungan positif
6) Jepang
Ambiguitas peran memiliki hubungan negatif
dengan efiksasi-diri ( = -.35, P <.01) dan hubungan
positif dengan burnout ( =.28, P <.01). Efiksasi-diri
memiliki sebuah hubungan negatif dengan burnout ( = -
.31, P <.01). Ketika efiksasi-diri dimasukkan ke dalam
persamaan, ambiguitas peran masih memiliki hubungan
positif dengan burnout ( =.17, P <.01). beta jatuh dari.28
ke.17, sehingga menunjukkan efek-efek mediator parsial
untuk efiksasi-diri dalam hubungan ambiguitas peran–
burnout. Konflik peran tidak memiliki hubungan dengan
efiksasi-diri atau burnout.
7) Hong Kong
Ambiguitas peran memiliki sebuah hubungan
negatif fon efiksasi-diri ( = -.31, P <.01) dan sebuah
hubungan positif dengan burnout ( =.38, P <.01). Konflik
peran tidak memiliki hubungan dengan efiksasi-diri atau
burnout. Ketika efiksasi-diri dimasukkan ke dalam
persamaan, ini memiliki sebuah hubungan negatif dengan
burnout ( = -.51, P <.01). Ambiguitas peran masih
8) Cina
Ambiguitas peran memiliki hubungan negatif
dengan efiksasi-diri ( = -.46, P <.05) dan hubungan
positif dengan burnout ( =.35, P <.05). Konflik peran tidak
memiliki hubungan dengan efiksasi-diri atau burnout; jadi,
tidak ada analisis mediator lanjutan yang diperlukan.
Ketika efiksasi-diri dimasukkan ke dalam persamaan,
efiksasi-diri memiliki sebuah hubungan negatif dengan
burnout yang dilaporkan ( = -.63, P <.01) dan ambiguitas
peran tidak lagi memiliki sebuah hubungan dengan
burnout; jadi, efiksasi-diri benar-benar memediatori
hubungan antara ambiguitas peran dan burnout.
9) Fiji
Ambiguitas peran memiliki hubungan negatif
dengan efiksasi-diri dan hubungan positif dengan burnout
( = -.18, P <.05; =.26, P <.01). selain itu, konflik peran
memiliki hubungan negatif dengan efiksasi-diri dan
hubungan positif dengan burnout ( = -.35, P <.01); =.18,
P <.05). Sebagaimana yang telah diduga, ketika efiksasi-
diri dimasukkan ke dalam persamaan, efiksasi-diri
memiliki sebuah hubungan negatif dengan burnout ( = -
.47, P <.01). Tidak ada ambiguitas peran atau konflik
peran yang mempertahankan sebuah hubungan dengan
burnout ketika efiksasi-diri dimasukkan ke dalam
f. Ringkasan Hasil-Hasil
Sebuah ringkasan antar negara terhadap hubungan
agar konflik peran, ambiguitas peran, burnout, dan
efiksasi-diri disajikan dalam Tabel 7. Tabel ini juga
melaporkan dukungan hipotesis untuk efiksasi-diri
sebagai variabel mediator antara konflik
peran/ambiguitas peran dan burnout.
Hubungan antara konflik peran dan efiksasi-diri dan
konflik peran dan burnout tidaklah konsisten di semua
kultur. Konflik peran ditemukan memiliki hubungan
negatif dengan efiksasi-diri untuk negara Amerika Serikat,
Brazil, dan Fiji saja; tidak ada hubungan signifikan statistik
yang ditemukan untuk enam negara lainnya. Selain itu,
konflik peran ditemukan memiliki hubungan positif
dengan burnout untuk negara atau daerah Amerika
Serikat, Israel, dan Fiji saja.
6. Diskusi
Dalam bagian pendahuluan kami, kami telah
mengidentifikasi dua pertanyaan riset. Pertama, apakah level-
level variabel studi (konflik peran, ambiguitas peran, efiksasi-
diri, dan bunrout) konsisten di semua negara yang diteliti?
Kedua, apakah hubungan di antara empat variabel studi
konsisten di semua negara, tanpa meman-dang apakah level-
level aktualnya konsisten? Temuan-temuan kami menun-
jukkan tingkat dukungan yang bervariasi untuk model stress
yang kami ajukan.
2) Burnout
Temuan-temuan kami untuk burnout dibagi ke dalam dua
kelompok. Kluster wilayah burnout-tinggi adalah Jepang, Fiji,
Hong Kong dan Brazil, sedangkan kluster rendah adalah Israel,
Perancis, Jerman, Cina, dan Amerika Serikat. Dari penelitian,
baik empiris maupun anekdotal, nampaklah bahwa terdapat
kemudahan untuk memahami burnout tinggi di Jepang dan
Hong Kong. Di samping itu, Fiji dan Brazil nampaknya bukan
merupakan anggota intuitif dalam kategori ini. Namun demikian,
terdapat penelitian orga-nisasional yang kecil yang dijalankan di
area-area tersebut, khususnya Fiji. Jadi, temuan-temuan itu
nampaknya mendukung kebutuhan terhadap penelitian empiris
yang baik tentang perekono-mian melebihi temuan-temuan
yang kami fokuskan secara khusus ini. Untuk dua kelompok
burnout, Perancis adalah anggota yang paling menarik, sebab
level tinggi konflik peran dan ambiguitas perannya. Temuan
paradoks dari beberapa responden Perancis mungkin adalah
akibat dari kultur Perancis. Meskipun karyawan Perancis
memiliki reputasi terhadap produktivitas tinggi, mereka tidak
setuju sepanjang waktu dan rata-rata mereka memiliki liburan
terpanjang di dunia (Barsoux dan Lawrence, 1991), Perancis
percaya bahwa kualitas hidup adalah yang paling penting; jadi,
mereka tidak mungkin mengalami level burnout yang tinggi.
c. Limitasi
Satu dari beberapa limitasi studi ini yakni seleksi negara
kami tidak memasukkan semua daerah terkemuka. Studi ini
pada mulanya didesain untuk memasukkan 11 negara:
sembilan negara yang didiskusikan di sini (Amerika Serikat,
Jerman, Perancis, Brazil, Israel, Jepang, Cina, Hong Kong, dan
Fiji), plus Mesir, dan Argentina. Kami ingin memiliki negara-
negara representatif dari ekonomi maju dan sedang
berkembang yang terkemuka di seluruh dunia (Amerika Utara,
Eropa Barat, Asia,dan Timur Tengah). Kami juga menginginkan
negara-negara tersebut merepresen-tasikan “kluster-kluster
negara” Ronen dan Shenkar (1985) dan juga memasukkan
negara-negara independen relevan yang tidak sesuai dengan
kluster khusus daerah geografisnya. Sayangnya, kami tidak
mampu mengumpulkan data di Argentina dan Mesir. Argentina
adalah representatif kluster Amerika Selatan dari Amerika Latin
kami. Sebagaimana yang telah disebutkan sejak awal, Brazil
adalah negara independen menurut klasifikasi Ronen dan
Shenkar, sebab perbedaan bahasa. Terakhir, Mesir adalah
d. Implikasi-Implikasi
Studi saat ini berusaha untuk menguji konsekuensi-
konsekuensi disfungsional stressor peran di semua kultur
negara. Temuan-temuan dari studi ini mengontribusikan
literatur terbaru dalam beberapa hal. Pertama, efiksasi-diri
rendah terkait dengan burnout tinggi di semua negara. Jadi,
perasaan yang dialami oleh seseorang bahwa ia tidak mampu