Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan agama merupakan bagian integral dari pendidikan nasional, hal tersebut dijelaskan
dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 33 ayat 2 bahwa “kurikulum pendidikan dasar
dan menengah wajib memuat antara lain pendidikan agama”, termasuk salah satunya pendidikan
agama Islam. Pendidikan agama Islam dilaksanakan untuk mengemembangkan potensi keimanan
dan ketaqwaan kepada Allah SWT serta akhlak mulia.

Menurut Daradjat, bahwa pendidikan agama adalah usaha yang secara sadar dilakukan guru untuk
mempengaruhi siswa dalam rangka pembentukan manusia beragama. Sedangkan lebih khusus
pengertian pendidikan agama Islam yang diungkapkan oleh Puskur Balitbang Depdiknas, sebagai
berikut :

Upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati hingga mengimani, bertaqwa, dan berakhlak mulia dalam mmenjalankan ajaran agama
Islam dari sumber utamanya kitab suci Al-Qur’an dan Hadits, melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan latihan, serta penggunaan pengalaman.[1]

Pendidikan agama Islam demikian adalah untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT serta berakhlak mulia. Menurut Azra, bahwa “kedudukan pendidikan agama Islam di berbagai
tingkatan dalam sistem pendidikan nasional adalah untuk mewujudkan siswa yang beriman dan
bertaqwa serta berakhlak mulia”.[2]

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Metodikpembelajaran Pai?

2. Bagaimana Model yang digunakan untuk pembelajaran Pai anak MTS dan MA?

3. Bagaimana praktek penggunaan metode mengajar Pai ?

BAB II

PEMBAHASAN

METODIK KHUSUS PEMBELAJARAN PAI DI MTS DAN MA

A. Pengertian Metodik dan Pembelajran PAI

Secara harfiyah “ metodik” itu berasal dari kata“ metode”. Metode berasal dari dua suku kata, yaitu
yaitu Meta yang berarti “jalan” dan Hodos yang berarti “melalui”. Jadi metode berarti jalan yang
harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Metode berarti suatu cara kerja yang sistimatik dan
umum. Metodik khusus berarti suatu penyelidikan khusus untuk suatu proyek. Dalam hal ini metodik
suatu cara dan siasat penyampaian bahan pelajaran tertentu dari suatu mata pelajaran , agar siswa
dapat mengetahui, memahami, dan mempergunakan dan dengan kata lain menguasai bahan
pelajaran tertentu. Metodik pengajaran agama Islam ialah suatu cara menyampaikan bahan
pelajaran agama Islam. Jika metodik dihubungkan dengan kata khusus, maka ia berarti suatu cara
khusus yang telah dipersiapkan dan dipertimbangkan untuk ditempuh dalam pengajaran agama
Islam. Jika kita kaitkan dengan pembelajaran Pia, maka metodologi pembelajaran Pai adalah suatu
ilmu atau yang dipelajari untuk menyampaikan pelajaran Pai kepada peserta didik. [3]

Metode dibedakan dari pendekatan. Pendekatan lebih menekankan pada strategi dalam
perencanaan, sedangkan metode lebih menekankan pada teknik pelaksanaannya. Satu pendekatan
yang direncanakan untuk satu pembelajaran mungkin dalam pelaksanaan proses tersebut digunakan
beberapa metode.

Metode pendidikan dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka metode ini
mempunyai dua fungsi ganda, yaitu fungsi bersifat polipragmatis dan monopragmatis. Polipragmatis
berfunsi apabila metode tersebut mengandung kegunaan yang serba ganda(multipurpose), misalnya
suatu mode tertentu pada suatu situasi dan kondisi tertentu dapat digunakan untuk merusak, da
pada kondisi yang lain dapat dipergunakan untuk membangun dan memperbaiki. Kegunaannya
dapat bergantung pada si pemakai atau pada corak, bentuk, dan kemampuan dari metode sebagai
alat.

Sedangkan fungsi manopragmatis terjadi bilamana metode mengandung suatu macam kegunaan
untuk satu macam tujuan. Penggunaan metode mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis,
dan makna menurut kondisi sasarannya, mengingat sasaran metodenya adalah manusia, sehingga
pendidik dituntut untuk berhati-hati dalam penerapannya.

Pengertian Pembelajaran Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, mengayati, hingga mengimani ajaran agama
Islam, dibarengi dengan tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya
dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.[4]

Pendidikan agama Islam demikian adalah untuk memperkuat keimanan dan ketaqwaan kepada Allah
SWT serta berakhlak mulia. Menurut Azra bahwa “kedudukan pendidikan agama Islam di berbagai
tingkatan dalam sistem pendidikan nasional adalah untuk mewujudkan siswa yang beriman dan
bertaqwa serta berakhlak mulia”.

Kedudukan tersebut menjadi lebih urgen lagi untuk jenjang pendidikan tingkat MA, dimana mereka
berusia antara 15-18 tahun yang hampir disepakati para ahli jiwa kelompok umur ini berada pada
masa remaja, dengan situasi dan kondisi sosial dan emosionalnya yang belum stabil. Sementara
tuntutan yang akan dihadapinya semakin besar dan rumit yaitu dunia perguruan tinggi atau dunia
kerja/masyarakat. Karenanya rumusan tujuan pendidikan agama islam di sekolah Menengah
Pertama adalah dalam rangka untuk :

Meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengalaman siswa tentang agama islam
sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak
mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta untuk melanjutkan
pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.

Tujuan tersebut menggambarkan akan kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang memberikan
kepedulian pada pembentukan manusia yang beriman dan bertaqwa serta berakhlak mulia.
Kesadaran tersebut didasarkan pada keyakinan bahwa manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Allah SWT serta berakhlak mulia akan dapat menciptakan keharmonisan dalam kehidupan baik
pribadi, berbangsa dan bernegara. Menurut konsep islam, iman merupakan potensi rohani yang
harus diaktualisasikan dalam bentuk amal shaleh, sehingga menghasilkan prestasi rohani yang
disebut taqwa. Amal shaleh itu menyangkut keserasian dan keselarasan hubungan manusia dengan
Allah dan hubungan manusia dengan dirinya yang membentuk kesahalehan pribadi; hubungan
manusia dengan sesamanya yang membentuk kesahalehan sosial (solidaritas sosial), serta hubungan
manusia dengan alam sekitar.[5]

B. Model Pembelajaran yang digunakan Untuk anak MTS Pada tingkatan MTS yakni
rata-rata usia 12-15 tahun, ini masuk dalam golongan Pra-Remaja. Dalam fase ini ditandai
dengan semakin meningkatnya sikap sosial pada anak. Gejala yang dominan pada masa ini
adalah kecenderungan untuk bersaing yang berlangsung antara teman sebaya dan
lingkungan jenis kelamin yang sama. Pada periode ini ada kesempatan yang sangat baik
untuk membantu anak, disamping menguasai ilmu dan teknologi yang sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya. Juga menumbuhkan sikap tanggung jawab dan menghargai
nilai-nilai, terutama yang bersumber dari agama Islam.

Untuk tingkat MTS cara penyampaiannya diperluas yaitu dengan mengemukakan alasan-alasan/dalil-
dalil baik naqli maupun aqli, sehingga anak didik yang telah meningkat remaja itu dapat
menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam pikirannya. Dan selanjutnya dapat
memahami alasan-alasan tersebut dan menjadikan sebuah keyakinan.

Dari sekian banyaknya model-model pembelajaran, secara umum ada tiga model pembelajaran yang
dapat digunakan untuk karakteristik anak usia Sekolah Menengah Pertama (SMP), yaitu:

1. Model Pembelajaran Langsung ( Direct Instruction )

Pengetahuan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu: pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan procedural. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang sesuatu konsep.
Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana seseorang melakukan sesuatu.
Model pembelajaran langsung dirancang secara khusus untuk menunjang proses belajar siswa
berkenaan dengan pengetahuan procedural maupun pengetahuan deklaratif yang terstruktur
dengan baik dan dapat dipelajari langkah demi langkah. Metode yang digunakan dalam model
pembelajaran ini yang lebih dominan adalah metode Tanya Jawab, metode Ceramah, dan lain-lain.
Model ini harus dikemas melibatkan terjadinya interaksi multi arah. Model pembelajaran langsung
mempunyai fase-fase penting diantaranya:

-Fase pendahuluan, pada fase ini guru menyampaikan kompetensi apa yang harus dicapai siswa
setelah proses pembelajaran,memotivasi belajar, mengingatkan materi prasyarat. Fase Presentasi
materi, guru dengan menggunakan metode ceramah dan resitasi (mengecek pemahaman dengan
Tanya Jawab). Kemudian fase terakhir guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih,
menyimpulkan hasil belajar dan memberikan umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Fase
tersebut dapat disajikan seperti berikut :

-Fase Pendahuluan Guru Menyampaikan kompetensi yang harus dikuasai siswa,memotivasi,


mengingatkan materi sebelumnya, dan mem-persiapkan siswa.

-Presentase materi Mendemonstrasikan ketrampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap
dengan metode ceramah dan resitasi.

-Membimbing pelatihan Memberikan latihan terbimbing.


-Memberikan umpan baik Mengecek kemampuan siswa dan memberikan umpan balik.

-kesimpulan Merangkum dengan Tanya Jawab dan memberikan tugas.

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk bekerja dalam
suatu tim untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan tugas, atau mengerjakan sesuatu untuk
tujuan bersama. Model kooperatif merupakan model pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk
mencapai kompetensinya dengan menekankan kerja sama antar siswa. Dengan demikian, metode
mengajar yang digunakan guru adalah diskusi kelompok. Adapun ciri-ciri model pembelajaran
kooperatif antara lain :

a. Untuk mencapai kompetensi yang ditetapkan, siswa belajar dalam kelompok.

b. Kelompok dibentuk dari siswa dengan memperhatikan kemampuan, gender, ras, budaya dan
suku.

c. Penghargaan diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.

Pembelajaran kooperatif mempunyai tujuan penting, yaitu :

1) Hasil Belajar Akademik Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan proses konstruksi siswa
terhadap pengetahuan yang dipelajarinya.

2) Penerimaan terhadap keberagaman Menumbuhkembangkan interaksi sosial bagi siswa. Siswa


akan lebih mudah menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar
belakang.

3) Pengembangan ketrampilan sosial mengembangkan saling percaya dengan berbagi tugas dalam
kelompok, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya,
mempresentasikan dan lain-lain.

Langkah dan kegiatan guru dalam Model Pembelajaraan Kooperatif.

1. Apersepsi Guru menyampaikan kompetensi yang harus ditunjukkan siswa, memotivasi siswa,
mengingatkan materi prasyarat.

2. Menyajikan informasi Guru menyampaikan informasi secukupnya, be-rupa cara kerja, atau cara
menyelesaikan tugas.

3. Membentuk kelompok Guru memberikan arahan cara membentuk kelompok.

4. Membimbing kelompok kerja Guru memberikan bimbingan kepada kelompok yang memerlukan.

5. Evaluasi Guru melakukan kesimpulan akhir, evaluasi proses maupun hasil belajar.

6. Memberikan penghargaan Guru memberikan penghargaan kepada setiap kelompok maupun


individual.

3. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah ( Problem Based Instruction )

Model Problem Based Instruction adalah suatu metode yang diajarkan dengan melihat fakta
yang berkembang atau berdasarkan masalah yang ada kemudian akan dilakukan diskusi dan
pemecahan masalah tersebut. Model Pembelajaran berdasarkan pada masalah tertentu, bertujuan
untuk:

a. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan memecahkan masalah.

b. Belajar menjadi peranan sebagai orang dewasa.

c. Belajar Mandiri.

Pelaksanaan model pembelajaran berdasarkan masalah sebagai berikut :

1. Penetapan Tujuan Guru mendeskripsikan tujuan model pembelajaran masalah.

2. Merancang situasi masalah Guru merumuskan masalah yang akan dipelajari/ diselidiki siswa.
Masalah tersebut harus otentik, dan bermakna bagi siswa.[6].

C. Praktek Penggunaan Metode Mengajar

Proses belajar mengajar yang baik hendaknya mempergunakan berbagai jenis metode
mengajar secara bergantian atau saling bahu membahu satu sama lain. Masing-masing
metode ada kelemahan serta keuntungannya. Tugas guru ialah memilih berbagai metode
yang tepat untuk menciptakan proses belajar mengajar. Ketepatan penggunaan metode
mengajar tersebut sangat bergantung kepada tujuan, isi proses belajar-mengajar dan
kegiatan belajar mengajar.[7]

Dalam prakteknya, metode mengajar tidak digunakan sendiri-sendiri tetapi merupakan kombinasi
dari beberapa metode mengajar.

1. Ceramah, tanya jawab, dan tugas

Mengingat ceramah banyak segi yang kurang menguntungkan, maka penggunaanya harus
didukung dengan alat dan media atau dengan metode lain. Oleh sebab itu setelah guru
selesai memberikan ceramah maka dipandang dipandang perlu untuk memberikan
kesempatan kepada muridnya untuk mengadakan tanya jawab. Tanya jawab ini diperlukan
untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap apa yang telah disampaikan guru melalui
metode ceramah.

Untuk lebih memantapkan penguasaan siswa terhadap bahan materi yang telah disampaikan,
maka pada tahap selanjutnya siswa diberi tugas, misalnya membuat kesimpulan generalisasi hasil
ceramah, mengerjakan pekerjaan rumah, dan lain-lain. Selanjutnya dilakukan Evaluasi sebagai
berikut :

1. Menciptakan kondisi belajar siswa.

2. Penyajian, tahap guru menyampaikan bahan/materi pelajajaran (metode ceramah)

3. Asosiasi/komparasi, artinya memberi kesempatan kepada siswa untuk menghubungkan dan


membandingkan materi ceramah yang telah diterimanya, melalui tanya jawab (metode tanya jawab)

4. Generalisasi/kesimpulan, memberikan tugas kepada siswa untuk membuat kesimpulan melalui


hasil ceramah (metode tugas).

5. Mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa mengenai bahan yang telah diterimanya,
melalui tes lisan dan tulisan atau tugas lain.
2. Ceramah, diskusi, dan tugas

Penggunaan ketiga jenis metode mengajar ini dapat dilakukan diawali dengan pemberian
informasi kepada siswa tentang materi/bahan yang didiskusikan oleh siswa lalu memberikan
masalah untuk didiskusikan, kemudian diikuti dengan tugas-tugas yang harus dilakukan
siswa.

Ceramah dimaksudkan untuk memberikan penjelasan/informasi mengenai bahan yang akan


dibahas dalam diskusi, sehingga diskusi dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai. Pada akhir kegiatan diskusi siswa diberikan beberapa tugas yang harus dikerjakan
saat itu juga. Maksudnya untuk mengetahui hasil yang dicapai siswa melalui diskusi tersebut.
Dengan demikian, tugas ini sekaligus merupakan umpan balik bagi guru terhadap hasil diskusi yang
dilakukan siswa. Selanjutnya dilakukan Evaluasi sebagai berikut :

1. Mempersiapkan kondisi belajar siswa

2. Memberikan informasi/penjelasan tentang masalah tugas dalam diskusi (ceramah).

3. Mempersiapkan sarana prasarana untuk melakukan diskusi (tempat, peserta, dan waktu).

4. Siswa melakukan diskusi:

- Guru merangsang seluruh peserta berpartisipasi dalam diskusi.

- Memberikan kesempatan kepada semua anggota untuk aktif.

- Mencatat tanggapan/saran dan ide-ide yang penting.

5. Memberikan tugas kepada siswa untuk:

- Membuat kesimpulan diskusi.

- Mencatat hasil diskusi.

- Menilai hasil diskusi.

- Dan sebagainya.

3. Ceramah, demonstrasi, dan eksperimen

Penggunaan metode demonstrasi selalu diikuti dengan eksperimen. Apapun yang


didemonstrasikan baik oleh guru maupun oleh siswa tanpa diikuti dengan eksperimen tidak
akan mencapai hasil yang efektif.

Dalam pelaksanaannya, metode demonstrasi dan eksperimen dapat digabungkan, artinya


setelah dilakukan demonstrasi kemudian diikuti dengan eksperimen dengan disertai penjelasan
secara lisan (ceramah), kemudian di tindak lanjuti dengan evaluasi seperti :

1. Menciptakan kondisi belajar siswa untuk melaksanakan demonstrasi dengan:

- Menyediakan alat-alat demonstrasi.

- Tempat duduk siswa.


2. Mengajukan masalah kepada siswa (ceramah). Melaksanakan demonstrasi:

- Menjelaskan dan mendemonstrasikan sesuatu prosedur atau proses.

- Usahakan seluruh murid dapat mengikuti/mengamati demonstrasi dengan baik.

- Beri penjelasan yang padat tapi singkat.

- Hentikan demonstrasi kemudian adakan tanya jawab.

3. Beri kesempatan kepada siswa untuk mencoba melakukan sendiri (eksperimen).

4. Membuat kesimpulan hasil demonstrasi.

5. Mengajukan pertanyaan pada siswa.

4. Ceramah, sosiodrama, dan diskusi

Sebelum metode sosiodrama digunakan, terlebih dahulu harus diawali dengan penjelasan dari guru
tentang situasi sosial yang akan didramatisasikan oleh para pelaku. Tanpa diberikan penjelasan
tersebut, anak tidak akan dapat melakukan peranannya dengan baik. Sosiodrama akan menarik bila
pada situasi yang sedang memuncak, kemudian dihentikan. Selanjutnya diadakan diskusi bagaimana
jalan cerita seterusnya, atau pemecahan masalah selanjutnya. Dan dilakukan Evaluasi seperti :

1. Menentukan dan menceritakan situasi sosial yang akan didramatisasikan (ceramah).

2. Memilih para pelaku.

3. Mempersiapkan pelaku untuk menentukan peranan masing-masing.

4. Siswa melakukan sosiodrama.

5.Guru menghentikan sosiodrama pada saat situasi sedang memuncak (tegang).

6.Akhiri sosiodrama dengan diskusi tentang jalan cerita, atau pemecahan masalah selanjutnya.

7. Siswa diberi tugas untuk menilai/memberi tanggapan terhadap pelaksanaan sosio-drama.

8. Siswa diberi kesempatan untuk membuat kesimpulan hasil sosiodrama.

5. Problem solving, dan tugas

Pada saat guru memberikan pelajaran kepada siswa, adakalanya timbul suatu
persoalan/masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan hanya penjelasan secara lisan
melalui ceramah. Untuk itu guru perlu menggunakan metode pemecahan masalah atau
problem solving sebagai jalan keluarnya. Kemudian akhiri dengan tugas-tugas, baik individu
maupun tugas kelompok sehingga siswa melakukan tukar pikiran dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya. Dan kemudian di Evaluasi dengan cara :

1. Menentukan dan menjelaskan masalah (ceramah)

2. Menyediakan alat/buku-buku yang relevan dengan masalah tersebut.

3. Mengadakan identifikasi masalah.


4. Merumuskan hipotesis dalam memecahkan masalah tersebut.

5. Mengumpulkan data atau keterangan yang relevan dengan masalah.

6. Menguji hipotesis (siswa berusaha memecahkan masalah yang dihadapinya dengan data yang
ada).

7. Membuat kesimpulan pemecahan masalah.

8. Memberi tugas kepada siswa untuk mencatat hasil pemecahan masalah.

6. Ceramah, demonstrasi dan latihan

Metode latihan umumnya digunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau


keterampilan dari bahan yang dipelajarinya. Oleh sebab itu metode ceramah dapat
digunakan sebelum maupun sesudah latihan dilakukan. Tujuan dari ceramah untuk member
penjelasan pada siswa mengenai bentuk keterampilan tertentu yang hendak dilakukannya.

Sedangkan demonstrasi disini dimaksudkan untuk memperagakan atau mempertunjukkan suatu


keterampilan yang akan dipelajari siswa. Dan kemudian dilakukan tindak lanjut dengan Evaluasi
sebagai berikut :

1. Menyediakan peralatan yang diperlukan.

2. Menciptakan kondisi anak untuk belajar.

3. Memberikan pengertian/penjelasan sebelum latihan dimulai (ceramah).

4. Demonstrasikan proses/prosedur tersebut oleh guru dan siswa mengamatinya.

5. Siswa diberi kesempatan mengadakan latihan.

6. Siswa membuat kesimpulan dari latihan yang ia lakukan.

7. Guru bertanya kepada siswa.[8]

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Metodik pengajaran agama Islam ialah suatu cara menyampaikan bahan pelajaran agama Islam. Jika
metodik dihubungkan dengan kata khusus, maka ia berarti suatu cara khusus yang telah
dipersiapkan dan dipertimbangkan untuk ditempuh dalam pengajaran agama Islam.

Pada tingkatan SMP yakni rata-rata usia 12-15 tahun, ini masuk dalam golongan Pra-Remaja. Dalam
fase ini ditandai dengan semakin meningkatnya sikap sosial pada anak maka model pembelajarannya
ada yang Model Pembelajaran Langsung ( Direct Instruction),Model Pembelajaran Kooperatif,Model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Instruction). Adapun Metode yang dipakai yaitu
metode Ceramah, Diskusi, Tanya Jawab dan Pemberian Tugas.
B. Saran Setelah Penulis dapat menyelesaikan makalah ini, kami harapkan saran dan kritik
dari bapak pembimbing dan rekan-rekan sekalian demi kesempurnaan makalah ini. Dan
semoga makalah ini bermanfaat bagi yang membaca. Amin.

Daftar Pustaka
Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Semarang: Toha Putra, 1981.
Azra, A. (2002). Paradigma pendidikan Nasional : Rekonstruksi dan Demokratisasi, Jakarta :
Penerbit Buku Kompas.
Daradjat, Z. (1976), Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Cet III. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nasution. 2006. Kurikulum dan Pengajaran. Cet IV. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudjana, Nana. 2004. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Cet VII. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.

Anda mungkin juga menyukai